• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEBARAN DAN KARAKTERISTIK TEMPAT TUMBUH

POHON TEMBESU (

Fragraea fragrans

Roxb.)

(Studi Kasus Di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat)

NESA ROSALIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Studi Kasus di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat) adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

Nesa Rosalia

(3)

Abstract

NESA ROSALIA. Distribution and Habitat Characteristic of Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Case Study at area Lake Sentarum National Park Kapuas Hulu West Kalimantan). by ISTOMO and ANDRY INDRAWAN.

Ecological and potency study of Tembesu was conducted in April until May 2007. The aims of this study were to regeneration prospect of the appropriate habitat characteristic tembesu native. Research was executed in Bekuan river, Bekuan lake and Sumbu lake in Sentarum, methode transect and line combination, sample collected with purposive. Transect plot of 20 x 400 m (0,8 ha) on Bekuan river, 20 x 500 m (1 ha) on Bekuan lake and Sumbu lake, two strips respective with strip interval was 200 m. Tembesu fresh water swamp forest were indicated that tembesu tree dominant at Bekuan river, Bekuan lake and Sumbu lake respective with amount of tembesu were 36,11 trees/ha, 23,61 trees/ha, and 25 trees/ha. The potency of tembesu diameter 40 cm was 43,33 m³/ha. Distribution of comunity tembesu dense and comunity tembesu rarely type have clumped distribution.

(4)

NESA ROSALIA. Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Studi Kasus Di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat). Di bawah bimbingan Bapak

ISTOMO dan Bapak ANDRY INDRAWAN.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penyebaran tempat tumbuh alami Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) yang sesuai karakteristik habitatnya. Indikator karakteristik tempat tumbuh tembesu akan terlihat pada penyebaran tembesu di habitat alaminya. Sehingga diharapkan informasi yang penting ini dapat berguna sebagai dasar dalam tindakan pengelolan tembesu untuk

pengembangannya di luar kawasan TNDS agar tembesu tumbuh optimal.

Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi penelitian yaitu di Sungai Bekuan, Danau Bekuan dan Danau Sumbu, pada kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan yaitu mulai tanggal 22 april – 9 mei 2007 (efektif di lapangan).

Penelitian dilakukan dengan metode analisis vegetasi berdasarkan data yang

diambil dengan metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak dengan arah tegak lurus hutan rawa, daerah peralihan, dan hutan rawa gambut. Sungai Bekuan dua jalur dengan ukuran petak 20 m x 400 m (0,8 ha), Danau Bekuan dan Danau Sumbu dua jalur dengan ukuran petak 20 m x 500 m (1 ha), dan jarak antar jalur

200 m. Dalam setiap petak diukur diameter, tinggi pohon jenis tembesu dan seluruh jenis lain yang berasosiasi dengan tembesu di lokasi penelitian tersebut. Pada hutan gambut diukur ketebalan gambut dan tingkat kematangan gambut. Untuk mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika tanah hutan rawa dan tanah gambut di lokasi penelitian diambil contoh tanah utuh dan komposit yang selanjutnya dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Faperta UNTAN Pontianak.

Hasil analisis vegetasi di hutan rawa air tawar, tembesu banyak ditemukan

(5)

Banyaknya individu rata-rata tembesu tingkat pohon di lokasi Sungai Bekuan adalah 36,11 individu/ha, di lokasi Danau Bekuan 23,61 individu/ha, dan di lokasi Danau Sumbu 25 individu/ha.

Tembesu tingkat pohon di hutan rawa air tawar lokasi Sungai Bekuan nilai kerapatan adalah 10,15 individu/ha, LBDS = 1,18 m²/ha, INP = 57,03 %, dan

volume 43,33 m³/ha. Lokasi Danau Bekuan nilai kerapatan adalah 4,25 individu/ha, LBDS = 1,11 m²/ha, INP = 33,52 %, dan volume = 19,34 m³/ha. Sedangkan lokasi Danau Sumbu nilai kerapatan adalah 4,00 individu/ha, LBDS = 0,88 m²/ha, INP = 22,98 %, dan volume = 34,40 m³/ha.

Pada habitat hutan rawa air tawar, tembesu dominan pada diameter 30 cm. Sedangkan di seluruh jalur (habitat tembesu dan non tembesu), persen kehadiran tembesu sangat kecil, yaitu 7 % (Danau Sumbu), 9 % (Danau Bekuan) dan 11 % (Sungai Bekuan).

Tanah di hutan rawa habitat tembesu di lokasi penelitian memiliki tekstur berliat dan berdebu, dan struktur tanah berupa butiran halus sampai sangat halus. Faktor lingkungan fisik tanah rawa yang paling berpengaruh terhadap keberadaan

tembesu adalah persen debu dan fosfor.

Apabila dilakukan kegiatan penanaman, sebaiknya tembesu ditanam di hutan rawa air tawar. Untuk merangsang regenerasi tembesu perlu dilakukan pembebasan agar bertambah banyak dan tembesu dapat tumbuh optimal.

(6)
(7)

PENYEBARAN DAN KARAKTERISTIK TEMPAT TUMBUH

POHON TEMBESU (

Fragraea fragrans

Roxb.)

(Studi Kasus Di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat)

NESA ROSALIA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Nesa Rosalia NIM : E051050011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Istomo, M.S Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul dari tesis ini adalah “Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Studi Kasus di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat)” .

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa

bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Istomo, MS dan Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan maupun motivasi

pada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan

2. Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan

Kehutanan IPB beserta staf pengajar dan staf pegawai yang telah memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB

3. Mas Jefry selaku pimpinan di Balai Taman Nasional Danau Sentarum yang telah memberikan ijin lokasi dalam penelitian ini, dan semua pihak yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian

4. Keluarga terkasih, tersayang dan tercinta dengan segenap jiwa Bapak H. Syaharsah, Ibu Hj.Nursemah, uwa, adek, bik Ety, yang selama ini yang dengan sabar dan penuh kasih memberikan dorongan, semangat dan selalu

berdoa terus menerus agar penulis dapat menyelesaikan studi di IPB.

5. Buat Lilik Rahadian Setiawan, terima kasih atas dukungan, semangat,

pengertian dan kesabarannya.

6. Keluarga besar di Selimbau, spesial buat Devi, Bapak Drs. Akhmad Bakri, MM (alm) sekeluarga, Pak Rusli sekeluarga, Pak Sutrisno sekeluarga, Pak Gun sekeluarga.

(10)

9. Sahabat sekaligus saudara semua di Wisma Ungu. Kebersamaan penuh warna dan kebaikan sahabat semua, hanya Allah SWT yang bisa membalas semuanya.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Bogor, September 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sintang pada tanggal 12 Desember 1980 dari ayah H.Syaharsah dan ibu Hj.Nursemah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Selimbau Kapuas Hulu Kalimantan Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNTAN melalui

jalur SPMB. Penulis memilih Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.

(12)

Halaman

Kerangka Pemikiran... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Spesies ... 6

Klasifikasi Tembesu... 6

Sifat Botanis Tembesu... 7

Kegunaan Kayu Tembesu... 9

Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh Tembesu ... 10

Potensi Tembesu ... 10

Hutan Rawa Air Tawar... 11

Komposisi dan Struktur Vegetasi ... 13

Stratifikasi ... 13

Penyebaran dan Tempat Tumbuh ... 14

Hubungan Antara Vegetasi dan Keadaan Tanah ... 14

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sosial Ekonomi Masyarakat ... 23

Aksesibilitas... 24

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 25

(13)

iii

Metode Penelitian ... 26

Pengumpulan Data ... 26

Teknik Pengambilan Data... 26

Analisis Data... 31

Indeks Nilai Penting ... 31

Indeks Dominansi ... 32

Indeks Keanekaragaman Jenis ... 32

Penyebaran Jenis ... 32

Potensi Tegakan ... 32

Hubungan Antara Faktor Tanah Terhadap Keberadaan Tembesu ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Tumbuh... 34

Tipe Hutan ... 34

Lokasi Sungai Bekuan ... 35

Lokasi Danau Bekuan... 36

Lokasi Danau Sumbu ... 37

Komposisi dan Struktur Vegetasi Komunitas Tembesu ... 38

Komposisi Jenis ... 38

Kerapatan... 40

Indeks Nilai Penting ... 42

Indeks Dominansi dan Indeks Keanekaragaman Jenis... 43

Indeks Morishita ... 45

Struktur Vegetasi... 47

Potensi Tembesu ... 48

Penyebaran Tembesu... 53

Stratifikasi Tembesu... 55

Sifat Tanah... 60

Hubungan Antara Faktor Tanah Terhadap Keberadaan Tembesu... 65

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 68

Saran... 69

(14)

Halaman 1 Karakteristik hutan-hutan rawa di dalam TNDS ... 12 2 Tipe ekosistem di lokasi penelitian... 22 3 Pembuatan jalur di lokasi penelitian ... 27

4 Perubahan tipe hutan berdasarkan jenis tanah dan jenis pohon

dominan ... 34 5 Jumlah seluruh jenis masing-masing tingkat pertumbuhan yang

ditemukan pada areal penelitian ... 38 6 Jumlah Tembesu masing-masing tingkat pertumbuhan yang

ditemukan pada lokasi penelitian... 39

7 Perbandingan Kerapatan (K) Tembesu dengan seluruh jenis pada

semua tingkat pertumbuhan di lokasi penelitian di seluruh jalur ... 41

8 Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Tembesu dengan seluruh jenis pada semua tingkat pertumbuhan di lokasi penelitian pada seluruh jalur (habitat tembesu dan non tembesu)... 42

9 Indeks Dominansi (C) dan Indeks Keanekaragaman jenis (H') di

lokasi penelitian ... 44 10 Nilai Indeks Morishita (Iδ) jenis Tembesu pada tiga lokasi penelitian

di habitat tembesu (hutan rawa air tawar) ... 46 11 Kerapatan, potensi Tembesu dan non Tembesu di areal penelitian

habitat tembesu (hutan rawa air tawar) ... 49 12 Jumlah individu Tembesu setiap petak dan non Tembesu pada areal

penelitian di habitat tembesu (hutan rawa air tawar). ... 53 13 Komposisi jenis pada setiap stratum tajuk lokasi penelitian Sungai

Bekuan dan Danau Sumbu ... 56 14 Hasil analisis sifat-sifat fisik (tekstur dan struktur) ... 60 15 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah untuk pH, C, N, P, K, KTK, KB,

Ca, Mg dan Na di lokasi penelitian habitat Tembesu

(hutan rawa air tawar) ... 60 16 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah untuk pH, C, N, P, K, KTK, KB,

Ca, Mg dan Na di lokasi penelitian di hutan rawa air tawar, ekoton

dan hutan rawa gambut ... 63 17 Hubungan antara luas bidang dasar tembesu dengan persen liat,

persen debu dan sifat-sifat kimia tanah dalam persamaan regresi... 66

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema permasalahan dalam pengelolaan tembesu di TNDS ... 4

2 Morfologi pohon Tembesu ... 7

3 Morfologi Tembesu... 9

4 Peta kawasan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar... 16

5 Peta batas kecamatan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar ... 17

6 Histogram curah hujan rata-rata bulanan Stasiun Pangsuma Putussibau (2006-2007)... 18

7 Grafik suhu udara dan kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan Stasiun Pangsuma Putussibau (2006-2007)... 18

8 Peta lokasi penelitian di kawasan TNDS ... 25

9 Peta lokasi penelitian... 28

10 Sketsa gambar petak kontinue ... 28

11 Layout petak contoh pengambilan data metode jalur berpetak ... 29

12 Pemetaan pohon pada jalur untuk membuat stratifikasi tajuk... 30

13 Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Sungai Bekuan . 35 14 Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Danau Bekuan .. 36

15 Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Danau Sumbu ... 37

16 Jumlah individu tembesu pada tiga lokasi penelitian di habitat tembesu (hutan rawa air tawar)... 40

17 Sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter batang pohon tembesu di seluruh jalur pada lokasi penelitian di habitat tembesu (hutan rawa air tawar) ... 48

18 Volume tembesu berdasarkan sebaran kelas diameter batang di lokasi penelitian habitat hutan rawa air tawar ... 50

19 Kerapatan tembesu berdasarkan sebaran kelas diameter batang di lokasi penelitian habitat hutan rawa air tawar ... 52

20 Persentase volume Tembesu dan non Tembesu Sungai Bekuan seluruh jalur penelitian ... 52

21 Persentase volume Tembesu dan non Tembesu Danau Bekuan seluruh jalur penelitian ... 52

22 Persentase volume Tembesu dan non Tembesu Danau Sumbu seluruh jalur penelitian ... 51

(16)

tembesu (hutan rawa air tawar)... 54 24 Persentase LBDS Tembesu dan non Tembesu Danau Bekuan di habitat tembesu (hutan rawa air tawar)... 54 24 Persentase LBDS Tembesu dan non Tembesu Danau Sumbu di habitat tembesu (hutan rawa air tawar)... 55

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Daftar nama jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian... 75

2 Daftar seluruh jenis vegetasi yang ditemukan pada setiap areal penelitian (tiga lokasi) ... 76

3 Rekapitulasi data analisis vegetasi di semua lokasi penelitian... 77

4 Kriteria penilaian sifat-sifat tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah (1983) ... 89

5 Hasil analisis sifat-sifat tanah di lokasi penelitian... 90

6 Hasil perhitungan regresi berganda melalui Stepwise ... 91

7 Daftar harga kayu tembesu di Kapuas Hulu Kalbar ... 94

(18)

Latar Belakang

Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) merupakan salah satu kawasan konservasi di Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. TNDS juga

merupakan salah satu tipe ekosistem hamparan banjir paling luas yang masih tersisa dalam kondisi baik di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Danau Sentarum sejak tahun 1981 berstatus Cagar Alam, setahun kemudian berubah status menjadi Suaka Margasatwa (Giesen & Aglionby, 2000).

Melalui konvensi UNESCO tahun 1994, TNDS telah ditetapkan sebagai kawasan lahan basah (ramsar site) yang kedua di Indonesia setelah Taman Nasional Berbak di Pulau Sumatra. Kawasan TNDS dinyatakan sebagai situs Ramsar, sebagai bukti pengakuan masyarakat internasional sebagai lahan basah yang penting bagi pelestarian keanekaragaman hayati (Giesen & Aglionby, 2000).

Danau Sentarum dinyatakan sebagai Taman Nasional tahun 1999. Luas seluruh kawasan TNDS adalah 132.000 ha ditambah dengan 65.000 ha daerah

penyangga. Berdasarkan banyaknya penelitian yang dilakukan, Danau Sentarum dinyatakan sebagai wilayah hamparan banjir terunik di dunia, mempunyai kandungan gambut purba berumur 30.000 tahun, dan hutan rawa yang kaya akan keanekaragaman hayati (Giesen & Aglionby, 2000).

Oleh karena itu, kabupaten Kapuas Hulu mendeklarasikan diri sebagai kabupaten konservasi sejak 1 Oktober 2003. Danau Sentarum juga menjadi bagian

dari proyek besar yang dinamakan The Heart of Borneo. Pengelolaan TNDS berada pada Dirjen PHKH (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) Departemen Kehutanan (Giesen & Aglionby, 2000).

Kondisi kawasan TNDS dibatasi oleh bukit-bukit dan dataran tinggi yang

(19)

2

dibentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati (Center for Researh and Development of Biodiversity) (Anshari, 2006). Oleh karena itu, keberadaan TNDS merupakan suatu kebanggaan karena merupakan asset Nasional bahkan Internasional.

Keanekaragaman flora dan fauna di TNDS merupakan salah satu alasan

pentingnya kawasan ini dikonservasi, terutama untuk jenis-jenis yang berpotensi cukup tinggi. Salah satu jenis pohon yang penting dan berpotensi adalah Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Giesen, 1987; Peters, 1993).

Tembesu merupakan jenis asli yang tumbuh di kawasan TNDS. Tembesu

tumbuh cepat dan menyebar dengan kerapatan yang tinggi dalam menempati areal yang kosong dan bekas kebakaran (mudah bertunas setelah terbakar) (Giesen, 1987; Peters, 1993).

Pengembangan terhadap jenis pohon tembesu yang berpotensi baik secara

ekologis maupun ekonomis sangat penting terutama untuk kelestarian spesies itu sendiri agar jangan sampai punah. Selain itu informasi mengenai karakteristik hutan rawa sebagai habitat tembesu untuk tumbuh optimal belum banyak

diketahui. Dalam ekosistem hutan, ruang tumbuh merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Habitat yang baik memungkinkan bagi tumbuhan memperoleh cahaya, air, udara, mineral atau unsur hara dan ruang untuk berkembang.

Ketersediaan informasi dan pengetahuan tentang ekologi, potensi, penyebaran, dan karakteristik habitat tembesu sangat membantu sebagai dasar

dalam menetapkan kebijakan dan perlakuan silvikultur yang tepat dalam upaya pengelolaan tembesu tetap lestari.

Perumusan Masalah

Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) dari famili Loganiaceae merupakan penghasil produk kayu komersial dan memiliki harga jual yang cukup mahal serta digunakan untuk konstruksi bangunan. Apalagi penampakan fisik kayu tembesu

(20)

secara intensif dieksploitasi, terutama akibat dari tingginya permintaan pasar atas hasil kayu tembesu (Anshari, 2006).

Penebangan pohon dari hutan alam akan dapat berjalan dengan lestari apabila penebangan sesuai dengan pertumbuhannya. Umumnya yang terjadi sebaliknya, penebangan pohon tidak memperhatikan aspek regenerasinya. Selain

itu informasi yang mendukung mengenai karakteristik hutan rawa yang mendukung pertumbuhan tembesu secara optimal belum banyak diketahui. Sedangkan habitat sangat berpengaruh terhadap potensi dan penyebaran jenis. Berdasarkan permasalahan diatas, sangat diperlukan penelitian penyebaran tempat

tumbuh alami Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) yang sesuai karakteristik habitatnya.

Pentingnya dilakukan penelitian terhadap ekologi, penyebaran dan karakteristik habitat alami tembesu sangat diperlukan dalam rangka untuk

menunjang keberhasilan dalam pengelolaannya dan juga akan mempengaruhi teknik-teknik pemanfaatannya. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi data dan informasi dalam menunjang program penyelamatan tembesu

yang keberadaannya makin mengkhawatirkan.

Kerangka Pemikiran

Menurut Sastrapradja (1992), penyusutan keanekaragaman hayati lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia berupa eksploitasi hutan, sementara upaya

reboisasi tidak seimbang dengan kegiatan eksploitasi.

Hampir seluruh flora dan fauna yang ada di TNDS dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kelangsungan hidupnya sehari-hari. Pemanfaatan terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya flora dan fauna yang ada,

sumberdaya alam yang tersedia menjadi sangat terbatas, juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di kawasan TNDS bila pemanfaatannya secara berlebihan, meningkatkan kerusakan hutan dan bertentangan dengan tujuan dari kegiatan taman nasional : perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

(21)

4

Ancaman terhadap kelestarian kayu tembesu yang disebabkan oleh masyarakat sekitar kawasan TNDS adalah dengan adanya eksploitasi yang berlebihan, baik legal maupun illegal, yang didorong oleh harga kayu tembesu yang tinggi dan mudah dijual. Penebangan hutan menurunkan potensi tembesu. Kerusakan tidak hanya pada tegakan tembesu saja, tapi juga pada habitatnya,

sehingga menurunkan produktivitas habitat tembesu dan menurunkan daya dukung habitat dalam menopang pertumbuhan tembesu di atasnya.

Dalam proses regenerasi tembesu perlu dilakukan suatu teknik pemeliharaan, selain menjaga habitat terbesar jenis tembesu, juga perlu dilakukan

inventarisasi terhadap komposisi dan penyebaran tembesu untuk mengkaji penyebaran alami tembesu sesuai karakteristik habitatnya agar tidak terjadi penurunan produksi sehingga dapat menjadi dasar dalam tindakan dan perlakuan silvikultur untuk pengelolaan hutan.

Secara skematis permasalahan kelestarian tembesu dapat dilihat pada gambar 1.

Tembesu Di Kawasan TNDS

Penebangan Pohon Tembesu

Potensi Tembesu Menurun Suksesi Alami Belum Berhasil

@ Kepunahan Jenis Tembesu Penyebaran, Habitat Menurun @ Rusaknya Habitat Karena Informasi Tembesu

Belum Banyak Diketahui

Tindakan Pengelolaan Hutan

Gambar 1. Skema permasalahan dalam pengelolaan tembesu di TNDS.

(22)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran tempat tumbuh alami Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) yang sesuai karakteristik habitatnya. Indikator karakteristik tempat tumbuh tembesu akan terlihat pada penyebaran

tembesu di habitat alaminya.

Manfaat

Hasil penelitian ini merupakan informasi yang penting sebagai dasar dalam tindakan pengelolan tembesu sebagai salah satu sumber daya alam flora yang ada di kawasan TNDS, dengan mengetahui karakteristik habitatnya, untuk pengembangannya di luar kawasan TNDS agar tembesu tumbuh optimal.

Hipotesis

1. Secara umum tembesu hanya tumbuh dan berkembang secara baik di habitat rawa.

2. Karakteristik hutan rawa sebagai habitat tembesu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tembesu untuk tumbuh optimal.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Jenis

Fragraea fragrans Roxb (tembesu) merupakan salah satu jenis dari famili Loganiaceae, dari seksi Cyrtophyllum yang terpenting dan menarik di Kalimantan Barat khususnya di kawasan TNDS Kapuas Hulu (Giesen, 1987; Luttrel, 1994; Peter, 1995). Menurut Soerianegara & Lemmens (1994) dijelaskan bahwa F. fragrans mempunyai beberapa nama lain dari seperti F. wallichiana Benth. (1985),F. cochinchinensis A. Chev. (1919),F. sororia J. J. Smith. (1923), danF. gigantea Ridley. (1927).

Di Indonesia, tembesu mempunyai nama-nama daerah yang berbeda seperti tembesu (Jawa), tembesu paya, tembesu tanah, tembesu rawang, tembesu talang,

tamosu, tammusu (Sumatra); tembesu, ambinaton (Kalimantan); ki badak (Sunda); anrali, kolaki, kulaki, nosu (Sulawesi) (Heyne, 1987).

Jenis tembesu dapat dijumpai di beberapa negara, dengan nama-nama daerah seperti di Malaysia : tembusu hutan, tembusu madang, tembusu tembaga (Peninsular). Philippina : urung, dolo (Tagbanua), susulin (Tagalog). Thailand :

kankrao, man pla, tamazo. Vietnam : trai. Burma (Myanmar) : anan, ahnyim. Cambodia : tatraou. Laos : man pa (Soerianegara & Lemmens, 1994).

Klasifikasi Tembesu

Pengklasifikasian tembesu (Heyne, 1987) berdasarkan tingkatan taksonominya yaitu :

divisi : Spermatophyta kelas : Angiospermae ordo : Gentianales famili : Loganiaceae

genus : Fragraea

(24)

Sifat Botanis Tembesu

Morfologi

Pohon tembesu umumya mempunyai kulit batang yang bergelombang lemah dan mahkota berbentuk kerucut, berwarna hijau muda, namun kulitnya

tebal cukup keras (Heyne, 1987). Menurut Soerianegara & Lemmens (1994) pohon ini berlekah yaitu apabila kulit bagian luar seakan-akan membentuk alur (beralur) dan ada pula yang membentuk huruf V. Model arsitektur tembesu seperti Aubreville’s model (Halle, Oldeman & Tomlinson, 1978) dan perkembangan

cabang Plagiotropik (horizontal). Batang monopodial dengan pertumbuhan tahap demi tahap bersamaan dengan pertumbuhan cabang-cabang yang ritmik. Model arsitektur ini dikenal pula dengan nama model Pagoda.

Tinggi pohon tembesu mencapai 40 m, dengan panjang batang bebas cabang

sampai 25 m, diameter 80 cm atau dapat mencapai 100 cm, batang tegak, tidak berbanir (Heyne, 1987). Sedangkan menurut Whitmore,et al (1975) tinggi pohon tembesu mencapai 25(-55) m, dan diameter mencapai 135(-250) cm. Ciri umum

kayu tembesu adalah kayu teras berwarna coklat sampai kuning muda dan kayu gubal umumnya berwarna lebih muda. Tekstur kayu halus sampai agak halus. Permukaan kayu agak mengkilap. Tanaman tembesu dapat dipanen setelah berumur 50 tahun atau lebih dengan diameter 50-80 cm (Heyne, 1987).

Sumber : Doc Pribadi TNDS

(25)

8

Batang

Kayu berbau keasam-asaman, agak lurus, kayunya keras berwarna kuning emas atau coklat jingga, dan termasuk ke dalam kelas awet satu, kulit luar berwarna coklat sampai hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas, kulit tebalnya 10 mm dengan perakaran berbentuk heart root yaitu akar primer dan sekunder menyebar secara vertikal dan horizontal (Heyne, 1987).

Daun

Tembesu memiliki daun tunggal berwarna hijau dengan posisi daun

berhadapan silang. Memiliki stipula berbentuk cawan kecil pada sumbu daun. Helaian daun berbentuk lonjong ± 4-15 cm dengan lebar 1,5-6 cm dan mempunyai titik puncak yang lancip, tepi daun rata dan seluruhnya berlekatan 4-9 pasang bergabung di dekat pangkalnya (Soerianegara & Lemmens, 1994).

Bunga

Bunga bisexual dengan lebar 20-25 cm, warna putih krem dan berubah

menjadi kuning dengan aroma yang khas. Susunan bunga tembesu dalam bentuk malai, dan panjang tabung tajuk bunga 1-2,5 cm. Sedangkan tabung mahkota bunga sedikit mencorong, dengan panjang 0.7-2.3 cm (Soerianegara & Lemmens, 1994).

Buah

Pohon tembesu berbunga dan berbuah setiap tahun dalam bulan Mei-Agustus dan bulan November-Januari. Tembesu berbuah 7.5 bulan setelah penyerbukan. Benih sebagian besar disebar oleh burung-burung, kelelawar, dan juga oleh semut.

Pohon tembesu mempunyai buah yang banyak sekali dan mengandung biji sangat kecil. Buah berwarna oranye hingga merah dengan lebar 8 mm berbentuk bulat dengan ujung yang kecil. Tanaman muda biasa dimakan kijang, sedangkan pohon yang besar dapat diserang jamur upas. Pemberantasannya dapat dilakukan

(26)

Ranting dengan bunga dan buah

Pohon tembesu Bunga Sumber : Soerianegara & Lemmens (1994)

Gambar 3. Morfologi Tembesu

Kegunaan Kayu Tembesu

Sumber utama dari kayu tembesu selain penampakan fisik kayunya bagus

(bertekstur halus mengkilap), juga karena ketahanan kayunya terutama untuk konstruksi bangunan berat (Whitmore, et al ,1975). Tembesu diklasifikasikan dalam kayu klas kuat dan klas awet I. Tembesu mudah dikerjakan, tidak mudah retak, kuat dan tahan lama. Berat jenis kayu antara 0,72-0,93 g/cm³ dengan kisaran rata-rata 0,81 g/cm³ (Kartasujana & Martawijaya, 1973). Kayu tembesu dapat bertahan 10-15 tahun tergenang air, dan juga tahan terhadap serangan rayap

dan kumbang (Kochummen, 1972).

Secara umum kegunaan lain kayu tembesu selain kayu bulatnya untuk tiang rumah, lantai, balok, jembatan, kapal, gerbong rel kereta api, tempat memasang listrik dan telepon, tong, barang bubutan/pahatan, mebel, lemari kerja, juga untuk

(27)

10

ditanam sebagai pohon peneduh di tepi jalan, dan digunakan untuk reboisasi. Jamu-jamuan yang direbus dari ranting-ranting dan daun digunakan untuk menghilangkan sakit disentry (Soerianegara & Lemmens, 1994). Namun kulit kayu tembesu dapat menyebabkan dermatitis/infeksi kulit (Schmidt, 1979).

Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh Tembesu

Menurut Soerianegara & Lemmens (1994), jenis tembesu berasal dari

Srilanka, India (Bengal), Burma (Myanmar), Andaman Islands, Indo-China, Thailand, Peninsular Malaysia, Singapura, Borneo, Philippina. Di Indonesia daerah penyebaran F. fragrans yaitu di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku, Palembang dan Irian Jaya.

Tembesu tumbuh menyebar secara alami sebagai pioner pada areal bekas kebakaran dan padang rumput ilalang (Imperata cylindrica), umumnya di sepanjang tepi-tepi sungai dan berasosiasi dengan Melaleuca spp. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A sampai B, pada ketinggian 0-500 m dpl. Tembesu merupakan jenis intoleran (tidak perlu naungan), karena untuk pertumbuhan optimal tembesu hanya perlu cahaya

10-30%. Tembesu tumbuh dalam variasi yang luas di hutan rawa pada tanah datar dan sarang atau di tempat yang tidak terlalu lama digenangi air, pada tanah

berpasir dangkal. Tembesu di hutan rawa mampu beradaptasi terhadap daerah-daerah anaerob dan tergenang air (Giesen, 2002).

Menurut Coster (1937) transpirasi tembesu penguapannya rendah (dibawah 1000 mm/tahun). Besarnya transpirasi tergantung pada keadaan tempat tumbuh,

terutama iklim, kesuburan tegakan, dan kedudukan tembesu dalam komunitasnya.

Potensi Tembesu

Setelah reformasi (1997-1998), penebangan kayu menjadi salah satu sumber

(28)

sangat tinggi di TNDS. Di akhir 2004, kayu hasil illegal logging (termasuk kayu tembesu) yang dibawa ke Malaysia mencapai 300 truk per hari (Indriatmoko, Yuliani & Heri, 2006).

Dari tiga jenis kayu yang biasanya dimanfaatkan (kawi, kelansau, tembesu) dari hutan terutama di TNDS, tembesu merupakan jenis yang sering di ambil.

Pemanfaatan dan penebangan tembesu terus menerus akan menurunkan potensi tembesu dan habitatnya.

Hutan Rawa Air Tawar

Hutan rawa air tawar adalah kawasan hutan dengan tanah mineral aluvial yang tergenang secara musiman. Hutan rawa air tawar biasanya terdapat di daerah peralihan antara hutan rawa gambut dengan hutan dataran rendah.

Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Gerakan air

biasanya terbatas dan bersifat musiman. Memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral. Biasanya ditumbuhi hutan lebat. Akar-akar pohon di hutan rawa selalu atau secara periodik di dalam air.

Hutan rawa secara umum mempunyai peran dan manfaat yaitu sebagai sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah

sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi, sumber makanan nabati maupun hewani.

Vegetasi hutan rawa pada umumnya merupakan vegetasi campuran dengan bentuk tajuk yang berlapis dan memiliki juga jenis-jenis merambat dan sistem

perakarannya mendatar, berbentuk akar papan (banir) yang besar, bahkan dapat mencapai tinggi lebih dari 1 m (Samingan, 1971; Whitmore, 1975).

Tipe ekosistem hutan rawa terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia, misalnya di Sumatra bagian Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan

(29)

12

Tabel 1. Karakteristik Hutan-hutan Rawa di dalam TNDS

Formasi

5-8 Barringtonia, dan Timonius

Hutan

Tepian 5-6 2-6

Entisols (liat

berpasir)

15-20 F. fragrans, Gluta, Mesua,

Diospyros, Vatica,Eugenia, Dillenia, Baccaurea

Sumber Giesen (1987; 1996)dalam Anshari, 2006.

Di TNDS hutan rawa air tawar berasosiasi dengan rawa danau-danau di pedalaman, dan di daerah aliran sungai yang sangat luas dan rendah letaknya,

misalnya daerah aliran sungai kapuas, dengan pH 6 atau lebih yang permukaan airnya berfluktuasi sehingga permukaan tanah mengalami periode kering secara

berkala (Whitten,et al, 1978 a & 1987 b).

Hutan rawa air tawar primer ditumbuhi pohon-pohon dengan tinggi rata-rata 35 m, sejumlah liana dan banyak epifit. Komposisi jenisnya merupakan campuran. Di habitat yang tergenang air ini respirasi sukar, sehingga sistem perakaran terletak dekat permukaan dan beberapa tumbuhan.

Hasil penelitian tahun 1993 di Sungai Leboyan menurut Giesen (2002) bahwa data di hutan rawa primer kerapatan tembesu cukup tinggi, sekitar 35 pohon/ha (diameter 40 cm dbh) pada transek 10 x 200 m. Hampir tanpa regenerasi tembesu di bawah kondisi hutan rapat dalam transek tersebut. Ini

(30)

Komposisi dan Struktur Vegetasi TNDS

Menurut Haeruman (1980), hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Di antara 40.000 spesies tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000

spesies tumbuhan yang termasuk golongan pepohonan besar dan penting.

TNDS memiliki tumbuhan khas dan asli seperti tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) dan tengkawang (Shorea beccariana). Selain itu juga terdapat tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri).

Stratifikasi

Stratifikasi merupakan salah satu metode deskripsi dan analisis yang digunakan untuk ekosistem hutan di daerah tropis (Michon, 1993). Soerianegara

& Indrawan (1998) menyatakan bahwa stratifikasi terjadi akibat persaingan dalam waktu yang relatif lama setelah melalui proses adaptasi dan stabilisasi. Jenis-jenis tertentu akan lebih dominan daripada jenis-jenis yang lain. Pohon-pohon yang tinggi dari stratum teratas mengalahkan pohon-pohon yang lebih rendah .

Menurut Soerianegara & Indrawan (1998) dalam hutan hujan tropika terdapat lima lapisan tajuk, yaitu lapisan A, B, C, D dan E, dengan ciri-ciri :

a. Lapisan A

Pohon tingginya > 30 m, tajuknya diskontinue, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang tinggi.

b. Lapisan B

Pohon setinggi 20-30 m, tajuk umumnya kontinue, batang biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak begitu tinggi.

c. Lapisan C

Pohon setinggi 4-20 m, tajuk kontinue, rendah, kecil dan bercabang banyak.

d. Lapisan D

(31)

14

e. Lapisan E

Terdiri dari tumbuhan penutup tanah, tingginya 0 - 1 m.

Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Penyebaran permudaan baik pada tingkat semai, pancang, maupun tingkat tiang dan pohon dari berbagai jenis pohon tergantung pada jenis individu pada fase pohon tersebut beradaptasi dengan lingkungannya.

Penyebaran jenis individu dalam suatu populasi akan menyebar menurut

tiga pola, yaitu : acak (random), teratur (uniform), dan mengelompok (clumped). Penyebaran mengelompok paling umum terjadi di alam (Kershaw, 1973).

Penyebaran dalam komposisi jenis berhubungan dengan derajat kestabilan komunitas. Komposisi vegetasi dengan penyebaran jenis yang lebih besar

memiliki jaringan kerja yang lebih kompleks dari pada komunitas dengan penyebaran jenis yang rendah (Cox,1972).

Hubungan Antara Vegetasi dengan Keadaan Tanah

Tanah dan vegetasi merupakan faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Perkembangan vegetasi berhubungan erat dengan proses pembentukan

tanah. Dalam kondisi iklim yang sama, kehadiran komunitas tumbuhan ditentukan oleh keadaan topografi dan kesuburan tanah. Tanah penting bagi tanaman karena

merupakan tempat tumbuh, sumber air dan unsur-unsur hara.

Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaannya seringkali mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, menyebabkan terbentuknya tipe-tipe vegetasi berlainan, serta mempengaruhi kesuburan dan produktivitas lahan (Soerianegara

& Indrawan, 1978).

Menurut Suhartati (2007) salah satu faktor lingkungan yang sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman adalah karakteristik tanah terutama status haranya. Faktor karakteristik tanah akan memberikan kontribusi dalam

(32)

Sifat fisik tanah diyakini oleh para ahli lebih penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tegakan hutan dibanding sifat kimia dan biologisnya (Soedomo, 1984).

Namun demikian, sifat kimia tanah bukan faktor yang dapat diabaikan dalam menduga korelasi antara tempat tumbuh dengan pertumbuhan dan produksi

pohon. Beberapa sifat-sifat kimia tanah yang telah dikaji dan menunjukkan korelasi yang tinggi terhadap pertumbuhan pohon antara lain kandungan C-organik, kandungan N total, Kapasitas Tukar Kation, kandungan kalsium, kandungan Ca tersedia, kandungan magnesium, kandungan liat pada horizon A

(33)

# Se lim b au

Di Hulu Sungai Kapuas, terdapat kawasan dataran banjir (flood plain) yang dikenal sebagai Danau Sentarum. Sebelumnya kawasan ini berstatus Suaka

Margasatwa yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts-II/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 dengan luas 80.000 Ha. Sejalan dengan perkembangannya, pada tanggal 4 februari 1999 dengan SK No.34/Kpts-II/1999 berubah menjadi Taman Nasional. Luas seluruh kawasan

TNDS adalah 132.000 ha, ditambah dengan 65.000 ha yang diusulkan sebagai daerah penyangga.

Danau ini merupakan danau musiman satu-satunya hutan rawa air primer di Kalimantan Barat dan mempunyai tingkat keunikan yang tinggi, berada di sebelah cekungan sungai Kapuas, sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina

Selatan. Danau Sentarum yang menurut posisi geografisnya terletak pada 0o40' -0o55' LU dan 112o00' - 112o25' BT. Secara administratif, Danau Sentarum berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

(34)

#

Daerah Tingkat II Putussibau, terletak pada 5 kecamatan, yaitu kecamatan Semitau (disebelah Barat), Batang Lupar dan Badau (disebelah Utara), Selimbau (disebelah Selatan), dan Embau (disebelah Timur) kabupaten kapuas hulu Kalimantan Barat (Data administratif Kecamatan Selimbau, 2006). Peta batas kecamatan TNDS di Kapuas Hulu dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

Gambar 5. Peta batas Kecamatan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar.

Iklim

Data iklim meliputi data curah hujan, suhu udara, dan kelembaban nisbi di

lokasi penelitian berdasarkan data dari Stasiun Pangsuma Putussibau. Secara umum, kawasan TNDS termasuk dalam iklim tropis basah dengan curah hujan tinggi hampir sepanjang tahun, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 4000 mm/tahun. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli sampai September

dengan tingkat curah hujan terendah 115 mm pada bulan Juli. Sedangkan musim penghujan terjadi antara Oktober sampai Juni dengan curah hujan bulanan berkisar

(35)

18

Jan Febr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Pangsuma Putussibau

Gambar 6. Histogram curah hujan rata-rata bulanan Stasiun Pangsuma Putussibau (2006-2007)

Suhu udara rata-rata bulanan pada kawasan Danau Sentarum relatif sama

di semua wilayah yaitu 27,2°C. Fluktuasi suhu udara bervariasi antara 23,1°C-33,3°C dengan nilai terendah yaitu pada bulan Juni dan nilai tertinggi pada bulan Juli.

Pada wilayah rawa yang selalu basah ini, kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan selalu tinggi sepanjang tahun. Kelembaban nisbi terendah 78% pada

bulan Februari dan tertinggi 87% pada bulan Januari.

Kelembaban Nisbi Udara

Jan Febr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Suhu Udara ( % )

( °C )

Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Pangsuma Putussibau

(36)

Topografi

Kawasan ini relatif rendah, dengan ketinggian antara 25-50 m dpl. Keadaaan topografi TNDS sebagian besar datar dengan kelerengan di bawah 5% dikelilingi oleh perbukitan, dapat mencapai 400 meter dpl dan daerah perbukitan yang

terdekat berjarak sekitar 500 meter. Vegetasi yang tumbuh di perbukitan memiliki habitat yang jauh berbeda dengan vegetasi hutan dataran rendah disekitarnya yang selalu tergenang. Kawasan ini merupakan cekungan dan merupakan daerah tangkapan hujan satuan wilayah sungai kapuas (Hadhi, 1996).

Dilihat dari ketinggian Danau Sentarum tampak seperti hamparan danau luas tertutup air, dengan pulau-pulau berhutan yang umumnya tergenang. Saat musim kemarau, danau melepaskan air ke Sungai Kapuas secara perlahan-lahan sehingga air danau semakin surut. Saatnya air danau kering, terlihat aliran sungai

yang dangkal dan banyaknya genangan. Jika kekeringan berlanjut, permukaan danau terlihat retak-retak.

Tanah

Menurut peta tanah Kalimantan Barat skala 1:1.000.000 (LPT Th. 1972) jenis tanah pada kawasan ini adalah Organosol Glei Humus dengan bahan induk

alluvial (Hadhi, 1996). Selanjutnya Giesen & Aglionby (2000) menyebutkan pada kawasan TNDS tanah yang berlereng terdiri dari tanah liat yang miskin hara

dan pasir yang sedikit tanah liat dan kapur.

Hadhi (1996) menyebutkan bahwa secara umum keadaan tanah di kawasan ini dibagi ke dalam dua kategori yaitu tipe tanah dengan sedimen yang halus dan gambut yang berasal dari hanyutan air, dan tipe tanah gambut, glei humus dan

(37)

20

Geologi

Sedangkan keadaan geologinya relatif sederhana. Kawasan TNDS sebagian besar terdiri dari liat dan liat koalin yang terdapat di lembah danau yang berasal

dari tanah gembur di dasar bukit. Pembukaan kawasan akan terlihat selama musim kering (Juni-September). Giesen (1987) menyatakan bahwa kawasan ini secara garis besar di tutupi sedimen quarter (liat, pasir, dan aluvial), formasi tertier (batu pasir, batu bara, dan batu cadas).

Hidrologi

Menurut Giesen (1995) bahwa danau air tawar dan hutan tergenang memiliki

keunikan tersendiri. Danau dan rawa yang dangkal serta teras-teras rendah yang sangat luas, aliran utama yang masuk ke danau Sentarum adalah sungai Embaloh

Leboyan. TNDS merupakan daerah retensi/luapan banjir (retarding basin) dari sungai Kapuas. Berdasarkan studi ODA (Overseas Development Administration), TNDS dapat menyerap 25% luapan sungai kapuas dan saat kemarau 50% air dari danau tersebut mengalir ke sungai Kapuas yang memberikan konstribusi cukup

berarti bagi sungai Kapuas di musim kemarau.

Tinggi permukaan air danau mengalami fluktuasi yang sangat drastis selama

beberapa tahun, walaupun air tanah di seluruh kawasan naik turun rata-rata sekitar 10-12 meter/tahun dengan kisaran di atas 15 meter. Mekanisme pasang surut terjadi secara berkala dan telah berlangsung selama ribuan tahun. Kehidupan flora, fauna dan manusia di sekitar DAS Kapuas bagian hulu telah beradaptasi dengan

kondisi alam yang khas ini.

Giesen (1987) memperkirakan kekeringan danau-danau ini berkaitan dengan pengurangan curah hujan bulanan di bagian hulu DAS Sungai Kapuas. Periode kering mulai terjadi pada bulan April, dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Muka air danau akan kembali naik pada bulan September, dengan

pasang tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari.

(38)

sekali, karena penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam air sangat rendah dan tingkat keasaman air cukup tinggi.

Aliran Sungai Tawang dan Kapuas merupakan potensi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sebagai air baku yang potensial untuk memenuhi kebutuhan penduduk disekitar aliran sungai kapuas dan kecamatan-kecamatan

terdekat.

Keunikan Ekosistem

Menurut Anshari (2006), sungai Kapuas dan Danau Sentarum merupakan ekosistem lahan basah yang sangat tua. TNDS terdiri atas sekumpulan danau musiman (23%), berwarna hitam kemerahan, yang muka airnya sangat tergantung atas curah hujan, dan limpasan air dari sungai kapuas, juga berbagai hutan rawa

yang unik (49%).

Danau-danau mengalami dua fase, yaitu fase basah dan fase kering secara berkala selama 3 bulan berturut-turut. Kekeringan total air di dalam TNDS akibat

berkurangnya curah hujan di bagian hulu Sungai Kapuas, akibat penggundulan hutan sehingga kapasitas lahan untuk menyimpan air menjadi berkurang, juga perubahan pola curah hujan (Anshari, 2006).

Tipe Ekosistem

TNDS berkarakter hutan rawa pinggir danau yang pasang surut dipengaruhi cuaca dan iklim. Sebagian besar kawasan TNDS merupakan ekosistem dataran rendah berupa kumpulan danau-danau hamparan banjir yang hampir tidak ditumbuhi tumbuhan air. Namun dibeberapa danau yang berhubungan dengan

Sungai Kapuas kita dapat menemukan Enceng Gondok, rumput kumpai serta rumput senarai.

Secara umum vegetasi di tiga areal penelitian merupakan formasi vegetasi rawa yang khas secara keseluruhan. Dari tujuh tipe ekosistem hutan rawa yang

(39)

22

Tabel 2. Tipe ekosistem di lokasi penelitian

Tipe Ekosistem Tipe habitat

di lokasi penelitian Jenis yang umum dijumpai di lokasi penelitian

Hutan rawa gelgah* Hutan rawa Barringtonia acutangula, Ixora mentangis,

Carralia bracteata, Memecylon edule

Hutan rawa terhalang Hutan rawa Mesua hexapetalum, Vatica manungau,

Diospyros coriaceae

Hutan rawa pepah Hutan rawa, peralihan, rawa gambut

Diospyros abnormis, Vitex pinnata

Hutan rawa tepian* Hutan rawa Fragraea fragrans

Hutan rawa gambut* Hutan rawa, peralihan, rawa gambut

Dryobalanops abnormis, Gluta wallichii, Cotylelobium burkii

Hutan dataran rendah Hutan rawa Vatica rassak

Hutan kerangas Hutan rawa, peralihan,

rawa gambut Timonius salicifolius

Sumber : Giesen, 1987

Keterangan : * tipe ekosistem yang ditemukan di lokasi penelitian

Flora di TNDS

Tumbuhan kawasan TNDS tercatat lebih dari 500 spesies, termasuk kedalam 99 famili (Giesen, 2000), 262 spesies terdapat di hutan tergenang yang terdiri dari pohon dan semak belukar, jenis-jenis anggrek dan jenis parasit, tumbuhan obat-obatan, selain itu terdapat spesies rumput air yang tidak biasa dan

terdapat 30-43 spesies endemik (Giesen & Agloinby, 2000).

Dari seluruh flora di TNDS, hanya sedikit saja yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan tersebut. Pemanfaatan sumber daya alam selain berupa kayu bulat seperti tembesu dan kawi, juga sebagai kayu konstruksi, sumber buah-buahan, sayuran, rotan, obat-obatan, bahan pewarna, tali dan lain-lain. Dari

(40)

Fauna di TNDS

Kawasan TNDS juga memiliki sejumlah fauna yang beraneka ragam, yang tercatat sebagai salah satu habitat ikan air tawar terlengkap di dunia, daerah penyedia sekaligus sebagai pemasok terbesar ikan hias air tawar diantaranya

adalah Arwana (Sclerophages formosus) jenis super merah (Super red dragon fish) dan Ulang uli (Botia macracranthus) yang berhasil menembus pasaran internasional dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Giesen & Agloinby, 2000).

Pada kawasan ini tercatat paling tidak 120 jenis ikan termasuk jenis yang langka serta bernilai tinggi, sekitar 250 spesies burung, 143 spesies mamalia, tiga jenis buaya, dan lusinan tumbuhan yang juga hanya ada di Danau Sentarum.

Fauna lain yang langka dan dilindungi namun terancam punah di antaranya :

Ora, kelompok-kelompok bekantan (Nasalis lavartus), Siamang/ungka

(Hylobates muelleri), Beruang madu (Helarctos malayanus), Macan Dahan (Neofelis nebulosa), Layang-layang (Hirundapus giganteus), Bangau Susu (Ciconia starmii), Burung ruwai (Argusianus argus), Karau paruh merah (Ciconia stormi), dan beberapa jenis fauna lainnya (Anshari, 2006).

Sosial Ekonomi Masyarakat

Kawasan TNDS menghasilkan berbagai sumber daya alam sehingga

menarik minat manusia untuk datang dan tinggal di kawasan ini. Penduduk yang bermukim di kawasan TNDS memiliki budaya/etnis yang berbeda yaitu suku Melayu dan suku Dayak (Dayak Iban, Embaloh dan Kantu'). Suku melayu merupakan mayoritas penduduk kawasan TNDS dan mempunyai peranan yang

(41)

24

Aksesibilitas

Kawasan TNDS terletak di Dati II Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Untuk mencapai kawasan TNDS dapat digunakan transportasi umum (bus umum) dari Pontianak menuju Semitau selama ± 15 jam. Perjalanan dilanjutkan

(42)

$

Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan

rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Peta lokasi penelitian di kawasan TNDS dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

Gambar 8. Peta lokasi penelitian di kawasan TNDS.

Bahan dan Alat

Objek utama dalam penelitian ini adalah hutan rawa habitat tembesu primer yang belum mengalami gangguan (penebangan/kebakaran).

(43)

26

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengumpulan

data primer dan data sekunder.

Data primer yang dikumpulkan, meliputi :

a. Komposisi dan struktur tembesu dari komunitas hutan yang diteliti, dengan parameter vegetasi yang di ukur yaitu :

a. Jenis, jumlah, dan tinggi untuk tingkat tumbuhan bawah, semai dan pancang b. Jenis, jumlah, diameter dan tinggi untuk tingkat tiang dan pohon.

b. Stratifikasi tajuk (dibuat gambar profil tembesu) dari hutan yang diamati . c. Penyebaran tembesu berdasarkan karakteristik tempat tumbuh

d. Potensi tembesu

Sedangkan untuk data sekunder yang dikumpulkan , meliputi :

a. Pengumpulan data lingkungan fisik

Keadaan umum lokasi penelitain, topografi, ketinggian tempat, curah hujan, dan informasi lain yang mendukung penelitian.

b. Pengambilan contoh tanah.

a. Pengambilan contoh tanah utuh untuk sifat fisik

Karakteristik fisika tanah yang di ukur adalah jenis tanah, persen pasir, liat

dan debu, warna tanah, tebal gambut.

b. Pengambilan contoh tanah komposit untuk sifat kimia

Karakteristik kimia yang diukur adalah pH, bahan organik C dan N, P dan K tersedia, Kapasitas Tukar Kation, nilai tukar kation Ca, Mg, K, Na, dan

Kejenuhan Basa.

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan contoh analisis vegetasi dengan cara metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak (Soerianegara & Indrawan, 1998) yang penentuan

(44)

penelitian dilakukan pada dua wilayah danau dengan tiga lokasi penelitian, yaitu di Danau Sumbu, Danau Bekuan dua lokasi yaitu pinggir Sungai Bekuan dan pinggir Danau Bekuan pada hutan rawa kawasan TNDS.

Pada lokasi Sungai Bekuan panjang jalur 400 m, dengan jarak dari tepi sungai dan danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu ±10 m,

banyaknya ditumbuhi tembesu yaitu ±120 m, dari tembesu (hutan rawa) sampai ke hutan rawa gambut (tidak ada tembesu) adalah ±60 m, sedangkan pada lokasi Danau Bekuan dan Danau Sumbu jarak dari tepi sungai dan danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu ±10 m dan ±15 m, banyaknya ditumbuhi

tembesu yaitu ±80 m, dan jarak dari tembesu (hutan rawa) sampai ke hutan rawa gambut (tidak ada tembesu) masing-masing adalah 100 m dan 300 m.

Tabel 3. Pembuatan jalur di lokasi penelitian

Lokasi Jalur Panjang Jalur (m) Jumlah petak ukur Luas (ha)

1 400 20 petak 0,8

Sungai Bekuan

2 400 20 petak 0,8

1 500 25 petak 1

Danau Bekuan

2 500 25 petak 1

1 500 25 petak 1

Danau Sumbu

2 500 25 petak 1

Pengambilan data dan pengukuran di lapangan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi yaitu di Danau Sumbu, Sungai

(45)

28 Hutan rawa gambut Hutan Raw a

Gambar 9. Peta lokasi penelitian.

b. Pembuatan jalur kearah 360° dengan lebar 20 m, panjang setiap jalur masing-masing adalah 400 m untuk areal pinggir Sungai Bekuan, 500 m untuk areal Danau Bekuan dan Danau Sumbu, dengan jarak antar setiap jalur 200 m.

a

Gambar 10. Sketsa gambar petak kontinue

c. Di dalam jalur dibuat petak berukuran 20 m x 100 m. Petak ukur tersebut dibagi lagi menjadi sub petak ukuran 20 m x 20m untuk tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m

(46)

dst

Arah rintis 100 m

Keterangan : Titik pengambilan contoh tanah komposit

Gambar 11.Layout petak contoh pengambilan data metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak.

d. Analisis vegetasi, yaitu pada tingkat semai dan pancang (data jenis, jumlah, dan tinggi), tingkat tiang dan pohon (data jenis, jumlah, diameter dan tinggi), dengan kriteria (Soerianegara & Indrawan (2002)) :

1. Semai : permudaan pohon mulai dari kecambah sampai setinggi 1,5 m. 2. Pancang : permudaan pohon dengan tinggi 1,5 m, diameter < 10 cm.

3. Tiang : permudaan pohon dengan diameter antara 10-19 cm. 4. Pohon : dengan diameter 20 cm.

e. Jenis yang tidak teridentifikasi dilapangan, dibuat herbariumnya untuk di identifikasi.

f. Pengambilan sampel tanah utuh (undisturbed soil sample) untuk sifat fisik dan sampel tanah komposit (disturbed soil sample) untuk sifat kimia yang masing-masing diambil ± 500 g dari tiga sampai empat titik di hutan rawa habitat tembesu (empat titik di lokasi Sungai Bekuan, tiga titik dilokasi Danau

Bekuan, dua titik di Danau Sumbu), satu titik di ekoton dan di hutan rawa gambut yang diletakkan secara berselang-seling atau zig-zag (Gambar 11) dari setiap jalur penelitian. Pengambilan sampel tanah diambil pada beberapa tempat sesuai dengan perubahan jenis tanah dan berdasarkan dominannya suatu jenis yang ditemukan dalam suatu petak. Pada lokasi Sungai Bekuan, sampel tanah diambil pada petak 1, 2, 3, 6. Sampel tanah diambil pada petak 1

karena pada petak tersebut ditemukan tembesu dengan diameter terbesar yaitu 80 cm, diambil pada petak 2 karena tembesu paling banyak ditemukan pada petak tersebut. Selanjutnya diambil pada petak 3 karena tembesu ditemukan sedikit pada petak 3, dan tembesu diambil pada petak 6 karena dari seluruh jalur penelitian hanya di lokasi Sungai Bekuan tembesu ditemukan sampai

c d

b

20 m a

a b

(47)

30

pada petak 6. Pada lokasi Danau Bekuan pengambilan sampel tanah tembesu pada petak 1, 2, 4 berdasarkan pada rapat, sedang dan jarangnya tembesu ditemukan dalam petak. Untuk lokasi Danau Sumbu pengambilan sampel tanah tembesu pada petak 2 dan 3 berdasarkan pada perubahan jenis tanah serta rapat dan jarangnya tembesu ditemukan dalam petak. Sedangkan pada

daerah ekoton dan hutan rawa gambut, pengambilan sampel tanah berdasarkan dominansi suatu jenis dalam suatu petak. Sampel tanah tersebut kemudian dicampur sampai homogen dan diambil sebanyak 2 kg, di analisis sifat fisik dan kimianya di Lab. Tanah Faperta Untan Pontianak.

g. Untuk komposisi dan struktur vegetasi dilakukan analisis terhadap sebaran tembesu berdasarkan kelas diameter dan stratifikasi tajuk dengan membuat diagram profil dari hutan yang diamati. Struktur tegakan dilakukan dengan membuat hubungan antara diameter x dan kerapatan pohon y (jumlah

pohon/ha), yang akan memperlihatkan struktural horizontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon dalam kelas diameter berbeda). Penentuan stratifikasi tajuk dengan diagram profil dibedakan sebagai tembesu

rapat (Sungai Bekuan petak 6) dan tembesu jarang (Danau Sumbu petak 1-3). Penggambaran profil tembesu dilakukan pada semua pohon tembesu yang berdiameter > 10 cm (di ukur diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang) pada jalur pengamatan dengan membuat plot contoh ukuran 20 m x

100 m. Pembuatan plot contoh untuk mewakili kondisi vegetasi tembesu yang diamati untuk dipetakan posisinya sumbu X dan Y pada tiap-tiap plot dan di

ukur proyeksi tajuk terhadap permukaan tanah.

3

1 Jalur rintisan

20 m 2 n

20 m

100 m Keterangan : = posisi pohon dalam jalur

1,2,3,..., n = nomor pohon

(48)

Analisis Data

Analisis data hasil analisis vegetasi meliputi :

Indeks nilai penting (INP)

INP diperoleh dari (Mueller-Dumbois & Ellenberg (1974) ; Cox (1972) : INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)

INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)

Dimana,

Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (K) =

Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis

Kerapatan Relatif (KR) = x 100 % Kerapatan total seluruh jenis

Jumlah petak ditemukan suatu jenis Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh petak

Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (FR) = x 100 % Frekuensi seluruh jenis

Jumlah luas bidang dasar suatu jenis Dominansi (D) =

Luas petak contoh

Dominansi suatu jenis

Dominansi Relatif (DR) = x 100 % Dominansi seluruh jenis

Indeks Dominansi

Indeks dominansi merupakan nilai kuantitatif untuk mengetahui suatu jenis yang dominan di dalam komunitas, dengan rumus (Misra, 1980) :

n

C = ( ni / N )²

i-1

Dimana, C = Indeks dominansi

(49)

32

Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mengetahui pengaruhnya dari gangguan biotik, berdasarkan rumusShannon-Wiener (Ludwig & Reynold, 1988 ; Krebs, 1989) :

n

H' = -

[

(ni / N )Ln (ni / N )

]

i-1

Dimana, H' = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah seluruh individu

e = 2

Penyebaran Jenis

Morishita (1959) menyatakan bahwa untuk melihat pola penyebaran suatu jenis dihitung dengan rumus :

q

Xi ( Xi – 1 )

i-1

I = q

T ( T – 1 ) Dimana, I = Indeks morishita

Xi = Jumlah individu tembesu tiap petak q = Jumlah petak pengamatan

T = Total jumlah individu seluruh petak Jika :

= 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis acak (random) < 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis seragam (uniform) > 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis mengelompok (clump)

Potensi Tegakan

(50)

Hubungan Antara Faktor Tanah Terhadap Keberadaan Tembesu

Untuk mengetahui korelasi antara faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap keberadaan tembesu di hutan rawa sebagai habitat terbesar tembesu, dapat dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda melalui Stepwise. Persamaan umum yang digunakan adalah :

Y = bo + b1x1 + b2 x2 +b3 x3 +b4 x4 (Dunn & Clark, 1987)

Dimana, Y = Luas Bidang Dasar Tembesu per petak bo = Konstanta

bi = Koefisien regresi

x1 = % liat x2 = % debu x3 = pH x4 = Karbon x5 = Nitrogen

x6 = Fosfor x7 = Kalium

x8 = Kapasitas Tukar Kation x9 = Kejenuhan basa

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tempat Tumbuh

Tipe Hutan

Berdasarkan kondisi habitatnya, maka hutan rawa di lokasi penelitian Sungai Bekuan, Danau Bekuan dan Danau Sumbu ini merupakan hutan rawa air tawar, daerah peralihan/ekoton antara tipe rawa dan gambut (mixed peat swamp forest), dan hutan rawa gambut. Tabel 4 menunjukkan perubahan tipe hutan dalam setiap petak-petak pengamatan berdasarkan perubahan jenis tanah dan jenis pohon dominan.

Tabel 4. Perubahan tipe hutan berdasarkan jenis tanah dan jenis pohon dominan.

Lokasi Tipe Hutan Jumlah Petak

Luas Plot (ha)

Lebar

(m) Jenis Dominan Jenis Tanah SB Ht. Rawa 18 0,72 180 F. fragrans Aluvial

Ekoton 10 0,4 100 V. pinnata Gambut tipis Ht. Gambut 12 0,48 120 G. wallichii Gambut tebal DB Ht. Rawa 18 0,9 180 F. fragrans, C. teysmannia Aluvial

Ekoton 10 0,5 100 S. virescens Gambut tipis Ht. Gambut 22 1,1 220 G. wallichii, S. balangeran Gambut tebal DS Ht. Rawa 16 0,8 160 F. fragrans, Grewiasp Aluvial

Ekoton 14 0,7 140 C. burkii, V. pinnata Gambut tipis Ht. Gambut 20 1,0 200 G. wallichii, S. balangeran Gambut tebal

Keterangan : SB = Sungai Bekuan, DB = Danau Bekuan, DS = Danau Sumbu

Hutan rawa air tawar merupakan habitat terbesar F. fragrans (tembesu) yang tumbuh secara alami pada tanah liat berdebu. Tipe hutan rawa air tawar

berjarak 0 sampai180 m dari tepi sungai atau danau.

Daerah ekoton pada lokasi penelitian ditandai dengan ciri tanah dan jenis yang tumbuh pada areal tersebut. Indikator pertama yaitu banyak ditemukan jenis seperti Vitex pinnata (belaban), C. burkii (pukul kawi), D. abnormis (kelansau) dan di dominasi tumbuhan bawah tingkat semai seperti T. salicifolius (temirit), dan S. darifolium (ubah). Indikator kedua yaitu pada lapisan gambut tipis dengan ketebalan 100 cm, tanda perubahannya sangat jelas yaitu banyak ditemukan jenis

(52)

Sedangkan pada hutan rawa gambut keadaan tanah sangat spesifik, dimana dibawah lapisan gambut dengan ketebalan gambut 2,5 m terhampar tanah mineral yang bertekstur pasir, dan didominasi oleh jenisG. wallichii dan S. balangeran.

Pada jalur penelitian secara umum ditemukan jenis tumbuhan bawah yaitu

Nauclea purporea, Bambusa vulgaris, Calamus schistocanthusdanCalamusspp merupakan jenis-jenis tumbuhan bawah yang tumbuh baik di hutan rawa air tawar maupun hutan rawa peralihan. Sedangkan jenis Pandanus sp (kulan dan teresit) danE. conferta (maram) sebagai tumbuhan penyusun habitat rawa peralihan dan rawa gambut.

Lokasi Sungai Bekuan

Pada lokasi Sungai Bekuan, jarak dari tepi sungai ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu sekitar 10 m. Tembesu sampai 120 m dari tepi Sungai Bekuan yaitu pada petak 1 sampai 6. Sedangkan jarak antar tipe hutan

rawa sampai tipe ekoton (tidak ada tembesu) yaitu 60 m. Di lokasi Sungai Bekuan jalur 1, tembesu ditemukan sebanyak 13 batang untuk tingkat pohon, 3 batang untuk tingkat tiang, 10 batang untuk tingkat pancang, dan 2 batang untuk tingkat

semai. Dan pada jalur 2, tembesu ditemukan sebanyak 13 batang untuk tingkat pohon, 6 batang untuk tingkat tiang, dan 4 batang untuk tingkat pancang. Tembesu tingkat semai hanya ditemukan pada jalur 1 dari seluruh jalur penelitian yang ada, yaitu di lokasi Sungai Bekuan.

Sungai H.rawa 180 m

Ekoton 100 m H. rawa gambut 120 m Panjang jalur penelitian 400 m

Gambar 13. Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Sungai Bekuan

Ket : Tembesu di hutan rawa 120 m (petak 1-6)

Daerah ekoton dengan lebar 100 m pada lokasi Sungai Bekuan jalur 1 dan 2 secara umum didominasi oleh V. pinnata tingkat tiang dan pohon, S. darifolium

(53)

36

G. wallichii tingkat pohon, P. urophyllum tingkat pancang dan tiang. Untuk tumbuhan bawah tetap didominasi olehPandanus sp danE. conferta.

Pada saat penelitian dilaksanakan, lebar sungai 30 m dan dalam sungai 7 m, ketinggian 151 m dpl, kisaran suhu 25-29°C dan rata-rata kelembaban 28°C.

Lokasi Danau Bekuan

Pada lokasi Danau Bekuan, jarak dari tepi danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu sekitar 10 m. Tembesu sampai 80 m dari tepi Danau Bekuan yaitu pada petak 1 sampai 4. Sedangkan jarak antar tipe hutan rawa sampai tipe ekoton (tidak ada tembesu) yaitu 100 m. Di lokasi Danau Bekuan jalur 1, tembesu

ditemukan hanya pada tingkat pohon sebanyak 9 batang dan 3 batang untuk tingkat tiang. Sedangkan pada jalur 2, tembesu ditemukan sebanyak 8 batang untuk tingkat pohon, 3 batang untuk tingkat tiang, dan 1 batang untuk tingkat pancang.

Danau H.rawa 180 m

Ekoton 100 m H. rawa gambut ~ 220 m Panjang jalur penelitian 500 m

Gambar 14. Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Danau Bekuan

Ket : Tembesu di hutan rawa 80 m (petak 1-4)

Daerah ekoton dengan lebar 100 m pada lokasi Danau Bekuan jalur 1 dan 2 secara umum didominasi olehS. virescenstingkat pohon, V. pinnatatingkat tiang,

T. salicifolius tingkat semai, dan jenis Pandanus sp dan E. conferta untuk tumbuhan bawah. Sedangkan untuk hutan rawa gambut dengan lebar 220 m, didominasi oleh jenisG. wallichii, C. BurkiidanS. balangeran tingkat pohon,C. Burkiitingkat pancang, danS. balangeran tingkat semai. Untuk tumbuhan bawah tetap didominasi olehPandanus sp danE. conferta.

Pada saat penelitian dilaksanakan, lebar danau 3000 m dan dalam danau 6

(54)

Lokasi Danau Sumbu

Pada lokasi Danau Sumbu, jarak dari tepi danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu sekitar 15 m. Tembesu sampai 80 m dari tepi Danau Sumbu yaitu pada petak 1 sampai 4. Sedangkan jarak antar tipe hutan rawa sampai tipe ekoton (tidak ada tembesu) yaitu 300 m. Di lokasi Danau Sumbu jalur 1, tembesu

ditemukan sebanyak 8 batang untuk tingkat pohon, 3 batang untuk tingkat tiang, dan 4 batang untuk tingkat pancang. Sedangkan pada jalur 2 tembesu hanya ditemukan hanya pada tingkat pohon sebanyak 8 batang.

Danau H.rawa 160 m

Ekoton 140 m

H.rawa gambut ~ 200m Panjang jalur penelitian 500 m

Gambar 15. Skema jalur penelitian sesuai peralihan habitat lokasi Danau Sumbu

Ket : Tembesu di hutan rawa 80 m (petak 1-4)

Daerah ekoton dengan lebar 140 m pada lokasi Danau Sumbu jalur 1 dan 2

secara umum didominasi olehS. virescenstingkat tiang dan pohon, T. salicifolius

dan S. darifolium tingkat semai, dan jenis Pandanus sp dan E. conferta untuk tumbuhan bawah. Sedangkan untuk hutan rawa gambut dengan lebar 200 m, didominasi oleh jenis G. wallichii dan S. balangeran tingkat pohon.Untuk tumbuhan bawah tetap didominasi olehPandanus sp danE. conferta.

Pada saat penelitian ini dilaksanakan, lebar danau 10 m dengan kedalaman danau 7 m. Ketinggian areal penelitian yaitu 181 m dpl, dengan kisaran suhu antara 25-32°C dan kisaran rata-rata kelembaban 29°C.

Untuk pembahasan selanjutnya tipe-tipe hutan di lokasi penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu : 1). tipe habitat tembesu di hutan rawa air tawar merupakan petak ditemukan tembesu dengan luas contoh lokasi Sungai Bekuan

(55)

38

hutan rawa gambut lokasi Sungai Bekuan (0,48 ha), Danau Bekuan (0,85 ha), dan Danau Sumbu (1 ha).

Komposisi dan Struktur Vegetasi Komunitas Tembesu

Komposisi Jenis

Hasil analisis vegetasi pada seluruh jalur tiga lokasi penelitian (habitat tembesu dan non tembesu) dengan luas 6.8 ha ditemukan sebanyak 45 jenis

vegetasi dari 21 famili. Jumlah seluruh jenis untuk masing-masing tingkat pertumbuhan pada tiga lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah seluruh jenis masing-masing tingkat pertumbuhan yang

ditemukan pada areal penelitian.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui jumlah jenis tumbuhan dari yang terendah sampai terbanyak dari tiga lokasi penelitian pada masing-masing tingkat

pertumbuhan yaitu pada tingkat semai sebanyak 5 sampai 12 jenis, tingkat pancang 6 sampai 10 jenis, tingkat tiang 11 sampai 15 jenis, dan tingkat pohon sebanyak 11 sampai 13 jenis.

Sungai Bekuan merupakan areal penelitian yang mempunyai jumlah jenis tumbuhan dari tingkat semai sampai tingkat pohon terbanyak adalah 30 jenis dari 0,8 ha dengan jumlah petak ukur 20 petak. Jenis terbanyak berikutnya terdapat di

Danau Bekuan sebanyak 21 jenis dari 25 petak ukur pada luasan 1 ha, dan wilayah yang paling sedikit jumlahnya terdapat di Danau Sumbu sebanyak 19 jenis dengan 25 petak ukur dari luasan 1 ha.

Tingkat semai di lokasi Sungai Bekuan memiliki jumlah jenis yang paling sedikit, namun memiliki nilai kerapatan seluruh jenis yang paling tinggi dari

(56)

pertumbuhan dengan jumlah jenis terbanyak dan memiliki nilai kerapatan bervariasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat pancang dan pohon.

Secara umum komposisi dan struktur hutan di semua lokasi penelitian hampir sama dengan karakteristik hutan hujan tropis di Indonesia. Tajuk pohon hutan hujan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya bentuk tumbuhan yang

memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan, anggrek dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah naungan tajuk pohon kecuali spesies

tumbuhan yang telah beradaptasi dengan baik untuk tumbuh di bawah naungan (Arief, 1994).

Jika dibandingkan dengan semua jenis pohon yang terdapat pada tiga lokasi penelitian, pohon tembesu termasuk jenis yang kehadirannya rendah. Hasil

penelitian dari tiga lokasi penelitian, perhitungan jumlah tembesu dari terendah sampai tertinggi untuk semua tingkat pertumbuhan berkisar antara 1 sampai 26 indv/ha. Lokasi Sungai Bekuan selain jumlah jenis sebagai asosiasi tembesu lebih

banyak dari Danau Bekuan dan Danau Sumbu, jumlah tembesu juga paling terbanyak dari kedua lokasi tersebut. Jumlah tembesu untuk masing-masing tingkat pertumbuhan pada tiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah tembesu masing-masing tingkat pertumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian di habitat tembesu (hutan rawa air tawar).

No Tingkat pertumbuhan

Jumlah Individu Tembesu per lokasi SB / petak DB / petak DS / petak

Jumlah Individu Tembesu per ha SB (ha) DB (luas) DS (luas)

Gambar

Gambar 4. Peta kawasan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar.
Gambar 5. Peta batas Kecamatan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar.
Gambar 6.  Histogram curah hujan rata-rata bulanan Stasiun PangsumaPutussibau (2006-2007)
Tabel 2. Tipe ekosistem di lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di hutan sekunder, pergerakan air cenderung menuju kedalaman 30-40 cm selama 4 hari tidak hujan dan lapisan 30-40 cm tersebut meretensi air lebih tinggi dibandingkan

Hasil pengukuran jumlah pohon tembesu di habitat tembesu hutan rawa air tawar berdasarkan kelas diameter batang pada seluruh jalur dari beberapa petak pengamatan, untuk tingkat

a) Tempat penyajian makanan tertutup dengan permukaan yang rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan yang tahan karat

Pada penampilan tinggi tanaman beberapa genotipe padi di lokasi Padas, Ngawi tampak bahwa lebih dari 10 genotipe mempunyai tinggi tanaman sama dengan kisaran di atas 90

Lingkungan: Ketersediaan unsur hara serta kelembaban yang tinggi mengakibatkan perkembangan akar halus (fibrous roots : diameter kurang dari 3 mm) cenderung terletak pada

Di hutan sekunder, pergerakan air cenderung menuju kedalaman 30-40 cm selama 4 hari tidak hujan dan lapisan 30-40 cm tersebut meretensi air lebih tinggi dibandingkan

Namun, lindi dari TPA diduga mempengaruhi air sungai Andok dimana nilai semua parameter pada sampel air pada bagian sungai setelah melewati TPA lebih tinggi

Lampiran I REKAPITULASI DATA PENGUKURAN PADA PLOT I Gambaran Lokasi : Berada dipinggir laut dan sungai sehingga memiliki fre!..'Uensi genangan yang tinggi, salinitas yang flukiuatif