• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASE DALAM BERBAGAI MEDIA PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN MOLASE DALAM BERBAGAI MEDIA PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASE DALAM BERBAGAI MEDIA PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh : Susi Steviani

H0107087

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASE DALAM BERBAGAI MEDIA PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

yang dipersiapkan dan disusun oleh Susi Steviani

H 0107087

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Drs. Didik Soeroto, MP NIP. 194911081979031002

Anggota I

Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS NIP. 195203231985032001

Anggota II

Dra. Sri Rossati, MSi NIP. 194804261979032001

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Fakultas Pertanian

Dekan

(3)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia,

nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Pengaruh Penambahan Molase dalam Berbagai Media pada

Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

Pertanian UNS.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan

dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

UNS.

2. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Ketua Jurusan Agronomi FP UNS.

3. Drs. Didik Soeroto, MP. selaku Pembimbing Utama.

4. Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS. selaku Pembimbing Pendamping.

5. Dra. Sri Rossati, MSi selaku Dosen Penguji.

6. Ir. Retno Bandriyati AP., MS selaku Pembimbing Akademik.

7. Keluarga yang saya banggakan : bapak, ibu, adik yang selalu memberikan

dukungan baik materi, semangat, dan doa.

8. Teman-teman Agronomi 2007 (canopi) yang luar biasa.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini, yang tidak

bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi

kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat kepada kita semua.

Surakarta, Juli 2011

(4)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi dan Taksonomi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)... 5

B. Bahan Media Tanam Jamur Tiram Putih ... 9

C. Molase ... 10

D. Hipotesis... 11

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 12

C. Cara Kerja Penelitian ... 12

1 Rancangan Penelitian ... 12

2 Pelaksanaan Penelitian ... 14

3 Variabel Penelitian ... 16

4 Analisis Data ... 16

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Lama Penyebaran Miselium... 19

(5)

commit to user

C. Jumlah Tubuh Buah Jamur pada Satu Rumpun ... 23

1. Panen I ... 23

2. Panen II ... 25

3. Panen III ... 26

4. Panen IV ... 28

5. Panen V ... 29

6. Jumlah Total Tubuh Buah Jamur ... 31

D. Berat Tubuh Buah Jamur ... 33

1. Panen I ... 33

2. Panen II ... 35

3. Panen III ... 36

4. Panen IV ... 38

5. Panen V ... 39

6. Berat Total Tubuh Buah Jamur ... 41

E. Interval Panen ... 43

1. Interval Panen I-II... 43

2. Interval Panen II-III ... 45

3. Interval Panen III-IV ... 46

4. Interval Panen IV- V ... 47

5. Total Interval Panen ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50

B. Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(6)

commit to user DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Kandungan Gizi Jamur Tiram Segar Per 100 Gram ... 7

Tabel 2 Hasil Analisis Ragam pada Berbagai Variabel Penelitian ... 18

Tabel 3 Pengaruh Macam Media dan Pemberian Molase Terhadap Lama

Penyebaran Miselium ... 20

Tabel 4 Pengaruh Macam Media Terhadap Saat Munculnya Pin head ... 21

Tabel 5 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Saat Munculnya

Pin head ... 22

Tabel 6 Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen I ... 23

Tabel 7 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen I ... 24

Tabel 8 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen II ... 25

Tabel 9 Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen III ... 27

Tabel 10 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen III ... 27

Tabel 11 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen IV ... 29

Tabel 12 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur

Panen V ... 30

Tabel 13 Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Total Tubuh Buah

Jamur ... 31

Tabel 14 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Total Tubuh Buah

Jamur ... 32

Tabel 15 Pengaruh Macam Media Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

(7)

commit to user

Tabel 16 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen I (gram) ... 34

Tabel 17 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen II (gram) ... 35

Tabel 18 Pengaruh Macam Media Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen III (gram) ... 37

Tabel 19 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen III (gram) ... 37

Tabel 20 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen IV (gram) ... 38

Tabel 21 Pengaruh Macam Media Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen V (gram) ... 40

Tabel 22 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur

Panen V (gram) ... 40

Tabel 23 Pengaruh Macam Media Terhadap Berat Total Tubuh Buah

Jamur (Kg) ... 41

Tabel 24 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Berat Total Tubuh Buah

Jamur (Kg) ... 42

Tabel 25 Pengaruh Macam Media Terhadap Interval Panen I – II (hari) ... 44

Tabel 26 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Interval Panen I – II

(hari) ... 44

Tabel 27 Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Interval Panen II–III

(hari) ... 45

Tabel 28 Pengaruh Macam Media Terhadap Interval Panen III – IV

(hari) ... 46

Tabel 29 Pengaruh Macam Media Terhadap Interval Panen IV – V

(hari) ... 47

(8)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Tabel Hasil Analisis Ragam ... 53

2 Foto-foto Pelaksanaan Penelitian ... 60

(9)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil yang banyak

dijumpai di alam. Jamur dapat hidup di tanah maupun pada kayu yang telah

lapuk dan biasanya banyak ditemukan pada musim penghujan. Pada saat ini

jamur semakin digemari banyak orang sebagai bahan makanan serta

obat-obatan.

Di antara beberapa jamur yang terdapat di alam yang cukup populer

adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Disebut jamur tiram atau

oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan

melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai jamur ini tidak tepat

berada di tengah tetapi letaknya agak lateral (di bagian tepi)

(Cahyana et al., 1999).

Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi

lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram

mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin, dan riboflavin lebih tinggi

dibandingkan dengan jenis jamur lain. Jamur tiram mengandung 18 macam

asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung

kolesterol (Djarijah dan Djarijah, 2001). Selain itu jamur tiram juga

mempunyai kemampuan sebagai tanaman obat, di antaranya mengandung

retene, yaitu substrat yang dapat menghambat pertumbuhan tumor (Buswell

dan Chang, 1993). Ekstrak jamur tiram putih mempunyai kemampuan

membentuk interferon yang berfungsi sebagai antivirus atau mekanisme

pertahanan terhadap virus dan penyakit serta memiliki kemampuan untuk

menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh (Bano dan Rajaratnam, 1989).

Adanya berbagai manfaat dari jamur tiram, maka dewasa ini jamur

tiram mulai dilirik untuk dibudidayakan secara besar-besaran dengan tidak

mengandalkan media tanam berupa batang pohon yang dinilai tidak efisien

melainkan dengan memanfaatkan limbah yang berada di masyarakat seperti

(10)

commit to user

dan sisa kertas. Namun sejauh ini, para pengusaha dan petani jamur lebih suka

menggunakan media tanam dari serbuk kayu (gergajian) karena bahan baku

tersebut mudah didapatkan dan harganya relatif murah (Soenanto, 2000).

Serbuk kayu digunakan sebagai tempat tumbuh jamur karena mengandung

serat organik (selulosa, serat dan lignin). Kandungan tersebut dapat

mempercepat pertumbuhan jamur. Kayu yang sering digunakan adalah kayu

sengon (Albasia falcata) namun, kayu akasia (Acacia confusa) dan kayu

glugu (Cocos nucifera) juga baik untuk dijadikan bahan media tumbuh jamur

tiram. Menurut Suriawiria (2000) pemilihan kayu sengon dikarenakan kayu

tersebut mempunyai serat yang kasar, mudah lapuk, dan mempunyai

kandungan nutrisi yang tinggi sehingga baik untuk digunakan sebagai media

tanam jamur tiram. Adapun kayu akasia dan glugu dipakai sebagai media

tanam jamur tiram karena kayu tersebut termasuk jenis kayu yang berumur

lebih dari 10 tahun dan bukan jenis kayu yang mengandung minyak, sehingga

juga berpotensi untuk dijadikan bahan media jamur tiram

(Djarijah dan Djarijah, 2001).

Pertumbuhan jamur juga dipengaruhi oleh macam nutrisi yang

diberikan, di antaranya adalah penambahan vitamin B-kompleks dalam

bentuk bekatul, mikroelemen (misalnya Fe dan Mg) dalam bentuk molase

(Suriawiria, 2000) yang dicampur dengan bahan baku media tanam yang lain.

Molase (black strap) merupakan limbah cair yang berasal dari sisa-sisa

pengolahan tebu menjadi gula. Molase ternyata memiliki kandungan zat yang

berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi.

Molase memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari

glukosa dan fruktosa. Berbagai vitamin pun banyak terkandung di dalamnya

(Pramana, 2006).

Alasan penggunaan molase sebagai bahan campuran pada berbagai

serbuk gergaji dalam pembuatan media jamur adalah untuk memanfaatkan

limbah yang sangat banyak khususnya di Surakarta, Jawa Tengah yang

mempunyai beberapa pabrik gula. Meskipun hanya mengandung gula dalam

(11)

commit to user

periode panen (Pamungkas, 2000). Adanya senyawa gula yang terkandung

dalam molase, maka diharapkan molase dapat menyediakan energi yang

dibutuhkan untuk metabolisme di dalam sel. Hal ini sesuai dengan penelitian

Sumiati dan Herbagiandono cit. Putranti (2003) yang menambahkan gula pasir

5% yang ternyata sangat nyata dalam meningkatkan bobot segar jamur. Selain

itu menurut penelitian Dewi (2009) pemberian blotong 0,04 kg yang

sama-sama merupakan limbah pabrik gula seperti halnya molase dapat

meningkatkan produktivitas jamur tiram putih.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putranti

(2003), pemberian molase dan dedak berpengaruh terhadap saat munculnya

miselium, panjang penyebaran miselium, saat munculnya badan buah dan

jumlah badan buah. Penambahan molase 68 cc/l dan 136 cc/l mempunyai

pengaruh yang lebih baik dari pada penambahan molase 204 cc/l pada

keseluruhan media. Selain itu, hasil komunikasi pribadi pada beberapa petani

jamur yang telah menggunakan molase, mereka memperlakukan pada setiap

100 kg media ditambahkan molase sebanyak satu liter.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan

beberapa masalah yaitu :

1. Media tanam apakah yang paling efektif untuk pertumbuhan dan hasil

jamur tiram putih ?

2. Berapakah konsentrasi molase yang paling efektif untuk pertumbuhan dan

hasil jamur tiram putih?

3. Bagaimana pengaruh interaksi antara macam media tanam dan pemberian

molase terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan media tanam yang paling efektif untuk pertumbuhan dan

(12)

commit to user

2. Mendapatkan konsentrasi molase yang paling efektif untuk pertumbuhan

dan hasil jamur tiram putih.

3. Mendapatkan kombinasi antara macam media tanam dan pemberian

(13)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Morfologi dan Taksonomi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya

orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak

tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk (Cahyana et al., 1999).

Klasifikasi jamur tiram putih menurut Becker (1968) adalah sebagai

berikut:

Divisio : Thallophyta

Sub divisio : Fungi

Klasis : Basidiomycetes

Ordo : Agaricales

Familia : Agaricaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

Jamur tiram dalam bahasa Yunani disebut Pleurotus, artinya “bentuk

samping atau posisi menyamping antara tangkai dengan tudung”, sedangkan

sebutan nama “tiram”, karena bentuk atau tubuh buahnya menyerupai kulit

tiram (cangkang kerang). Di belahan Amerika dan Eropa, jamur ini lebih

populer dengan sebutan Oyster mushroom, mempunyai tangkai tudung tidak

tepat di tengah seperti jamur lainnya (Soenanto, 2000).

Jamur tiram (Indonesia) mempunyai banyak nama antara lain di Jepang

dikenal dengan nama shimeji atau hiratake, di Eropa dengan nama abalone

mushroom, Amerika dikenal oyster mushroom dan di daerah Jawa Barat lebih

dikenal dengan supa liat karena kalau sudah agak tua akan liat atau alot kalau

dimakan (Suriawiria, 2000).

Morfologi jamur tiram : tudung mempunyai diameter 4 – 15 cm atau

lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau

kadang-kadang berbentuk corong; permukaan licin, agak berminyak ketika lembab

tetapi tidak lengket; tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali

bergelombang. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian

(14)

commit to user

yang berdekatan dengan tangkai, bau dan rasa tidak merangsang

(Gunawan, 2004).

Jamur tiram (Pleurotus spp.) merupakan salah satu dari jamur edibel

komersial, bernilai ekonomi potensial dan prospektif sebagai sumber

pendapatan petani. Jamur tiram mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia

sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol sehingga dapat

mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, jantung serta untuk mengurangi

berat badan dan diabetes (Suriawiria, 2000 cit. Djuariah, 2007).

Hasil penelitian dan riset Badan Kesehatan Dunia (WHO), jamur tiram

memenuhi standar gizi sebagai makanan yang layak untuk dikonsumsi, enak

dimakan, tidak beracun, dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Jamur tiram

sebagaimana jamur edible lainnya memiliki berbagai manfaat, di antaranya

sebagai bahan sayuran, bahan olahan dan berkhasiat sebagai obat yang dapat

mencegah anemia, memperbaiki gangguan pencernaan dan membantu

mengatasi masalah kekurangan gizi (Soenanto, 2000). Menurut Djarijah dan

Djarijah (2001), jamur tiram memiliki sifat menetralkan racun dan zat-zat radio

aktif dalam tanah, sedangkan khasiat jamur tiram untuk kesehatan adalah

menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada permukaan

tubuh, mencegah penyakit kencing manis (diabetes militus), penyempitan

pembuluh darah menurunkan kolesterol darah, menambah vitalitas dan daya

tahan tubuh, serta mencegah penyakit tumor atau kanker, kelenjar gondok,

influenza, sekaligus memperlancar buang air besar. Jamur tiram di antaranya

mengandung retene, yaitu substrat yang dapat menghambat pertumbuhan

tumor (Buswell dan Chang, 1993). Menurut Bano dan Rajaratnam (1989),

ekstrak jamur tiram putih mempunyai kemampuan membentuk interferon yang

berfungsi sebagai antivirus atau mekanisme pertahanan terhadap virus dan

penyakit serta memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam

tubuh.

Jamur mengandung garam mineral lebih tinggi daripada yang terkandung

pada daging sapi atau domba. Jumlah garam mineral yang terkandung dalam

(15)

commit to user

Jumlah protein yang terdapat pada jamur sebanyak dua kali lipat protein yang

terdapat pada asparagus, kol dan kentang (Genders, 1986).

Menurut Soenanto (2000), kandungan gizi jamur tiram dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan Gizi Jamur Tiram Segar Per 100 Gram

Kandungan Gram

Protein Serat Lemak Abu Karbohidrat Kalori Kalsium Zat Besi Fosfor Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Niacin 13.8 3.5 1.41 3.6 61.7 0.41 32.9 4.1 0.31 0.12 0.64 5 7.8 Sumber : FAO 1992

Jamur tiram termasuk tanaman heterotropik yang hidupnya tergantung

pada lingkungan tempat ia hidup. Faktor-faktor lingkungan yang

mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah air, keasaman (pH), substrat,

kelembaban, suhu udara, dan ketersediaan sumber nutrisi

(Djarijah dan Djarijah, 2001).

Jamur (fungi) adalah sekelompok besar jasad hidup yang termasuk ke

dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang tidak berklorofil (Suriawiria, 1986).

Karena itu menurut Nurman dan Kahar (1992), jamur tidak dapat mengadakan

fotosintesis dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jamur senantiasa hidup

saprofit (bersifat heterotrof saprofitis) artinya hidup dari jasad makhluk lain

yang sudah mati.

Kehidupan jamur berawal dari spora (basidiospora) yang kemudian akan

berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-benang halus. Hifa ini akan

tumbuh ke seluruh bagian media tumbuh. Kemudian dari kumpulan hifa atau

miselium akan terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang yang

(16)

commit to user

bundar atau lonjong dan dikenal dengan stadia kepala jarum (pinhead) atau

primordia. Simpul ini akan membesar dan disebut stadia kancing kecil (small

button). Selanjutnya stadia kancing kecil akan terus membesar mencapai stadia

kancing (button) dan stadia telur (egg). Pada stadia ini tangkai dan tudung yang

tadinya tertutup selubung universal mulai membesar. Selubung tercabik,

kemudian diikuti stadia perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia

ini terpisah dengan tudung (pileus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia

terakhir adalah stadia dewasa (tubuh buah) (Sinaga, 2000).

Syarat pertumbuhan, secara alami, jamur tiram ditemukan di hutan di

bawah pohon berdaun lebar atau di bawah tanaman berkayu. Jamur tiram tidak

memerlukan cahaya matahari yang banyak, di tempat terlindung miselium

jamur akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya

matahari berlimpah, kelembaban ruangan optimal 80 – 90% yang harus

dipertahankan dengan menyemprotkan air secara teratur, suhu udara untuk

pertumbuhan miselium adalah 25 – 30oC dan untuk pertumbuhan tubuh buah

adalah 18 – 20oC. Miselium jamur tumbuh optimal dalam keadaan gelap dan

kondisi asam (pH 5,5 – 6,5). Tetapi, kondisi lingkungan atau substrat tempat

tumbuh yang terlalu asam (pH rendah) atau pH terlalu tinggi akan menghambat

pertumbuhan miselium. Sebaliknya, tubuh buah jamur tidak tumbuh optimal

pada lingkungan yang agak terang dan kondisi keasaman agak netral

(pH 6,8 – 7,0) (Djarijah dan Djarijah, 2001).

Adapun karakteristik pertumbuhan jamur tiram pada baglog serbuk

gergaji yaitu dalam jangka waktu antara 40-60 hari seluruh permukaan baglog

sudah rata ditumbuhi oleh miselium berwarna putih. Satu sampai dua minggu

setelah baglog dibuka biasanya akan tumbuh tunas dalam 2-3 hari akan

menjadi badan buah yang sempurna untuk dipanen. Pertumbuhan badan buah

pada waktu panen telah menunjukkan lebar tudung antara 5-10 cm. Produksi

jamur dilakukan dengan memanen badan buah sebanyak 4-5 kali panen dengan

rerata 100 g jamur setiap panen. Jarak selang waktu antara masing-masing

(17)

commit to user B.Bahan Media Tanam Jamur Tiram Putih

Substrat atau media adalah faktor utama bagi kehidupan jamur. Jamur

akan hidup subur pada bahan-bahan yang melapuk atau terdekomposisi. Bahan

organik yang mengandung selulosa dan lignin dalam jumlah besar akan

mendukung pertumbuhan miselium dan perkembangan tubuh buah (Chang,

1978). Kayu atau serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur

menurut Parlindungan (2000) mengandung karbohidrat, serat, lignin, selulosa,

dan hemiselulosa. Zat yang terkandung dalam kayu tersebut ada yang berguna

dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi adapula yang menghambat.

Kandungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur tiram adalah

karbohidrat, lignin dan serat, sedangkan faktor yang menghambat adalah getah

dan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu). Oleh karena

itu, serbuk kayu yang digunakan untuk budidaya jamur sebaiknya berasal dari

jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet alami.

Bahan baku pembuatan media tanam dalam budidaya jamur kayu antara

lain adalah serbuk kayu, bekatul dan kapur. Kegunaan dari masing-masing

bahan baku tersebut yaitu serbuk kayu berfungsi sebagai media tumbuh jamur

yang dapat mengurai dan memanfaatkan komponen kayu sebagai sumber

nutrisinya. Bekatul merupakan bagian untuk pertumbuhan dan perkembangan

miselium jamur serta sebagai pemicu pertumbuhan tubuh buah jamur; kaya

vitamin terutama vitamin B kompleks, sedangkan kapur tohor (gamping)

berguna untuk mengatur pH media agar mendekati netral atau basa

(Suriawiria, 2000).

Serbuk gergaji kayu sengon (Albasia falcata), akasia (Acacia confusa),

dan glugu (Cocos nucifera) banyak dipilih karena mudah untuk didapatkan.

Menurut Suriawiria (2000) pemilihan kayu sengon dikarenakan kayu tersebut

mempunyai serat yang kasar, mudah lapuk, dan mempunyai kandungan nutrisi

yang tinggi sehingga baik untuk digunakan sebagai media tanam jamur tiram.

Adapun kayu akasia dan glugu dipakai sebagai media tanam jamur tiram

karena kayu tersebut termasuk jenis kayu yang berumur lebih dari 10 tahun dan

(18)

commit to user

Bahan serbuk kayu sebaiknya kering, jika belum kering sebaiknya

dijemur terlebih dahulu untuk mempercepat proses pelapukan. Semua serbuk

kayu dari batang pohon yang berbuah dan berdaun lebar dapat menjadi bahan

tanam jamur. Serbuk kayu sengon (Albasia falcata) sangat baik untuk media

tanam jamur karena mudah lapuk (Untung et al., 2000).

Media yang dibuat dari campuran beberapa bahan perlu diatur kadar air

serta pH-nya. Kadar air media diatur hingga 50 – 65% dengan menambahkan

air bersih. Air perlu ditambahkan sebagai bahan pengencer agar miselium

jamur dapat tumbuh dan menyerap makanan dari media/substrat dengan baik.

Apabila air yang ditambahkan kurang maka penyerapan makanan oleh jamur

menjadi kurang optimal sehingga jamur menjadi kurus. Bahkan hal ini dapat

mengakibatkan jamur mati. Apabila air yang ditambahkan terlalu banyak maka

akan mengakibatkan busuk akar (Cahyana et al., 1999).

C.Molase

Salah satu industri pangan yang menghasilkan limbah adalah industri

gula tebu. Industri pengolahan gula tebu dari batang tebu menjadi gula pasir

menghasilkan tetes tebu (molase). Molase diperoleh dari tahap pemisahan

kristal gula dan masih mengandung gula 50 – 60%, asam amino dan mineral

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan Mono Sodium

Glutamat (MSG), gula cair, arak, spirtus dan alkohol

(Reginawati, 1999 cit. Ratningsih, 2008).

Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses

pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena mengandung

glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Molase (black strap)

merupakan limbah cair yang berasal dari sisa-sisa pengolahan tebu menjadi

gula. Molase ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat-zat tersebut

antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi. Molase memiliki

kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa dan fruktosa.

(19)

commit to user

Pada saat ini telah banyak dilakukan pemanfaatan molase sebagai pupuk

dan campuran pakan ternak, akan tetapi bukan berarti bahwa molase yang di

dalamnya terdapat kandungan zat organik dapat bebas dibuang ke lingkungan.

Molase merupakan cairan kental (seperti pasta) yang berwarna cokelat gelap

dan masih mengandung sejumlah bahan organik seperti gula, karbohidrat, asam

organik, senyawa nitrogen sebagai protein dan unsur abu (Ratningsih, 2008).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putranti (2003),

pemberian molase dan dedak berpengaruh terhadap saat munculnya miselium,

panjang penyebaran miselium, saat munculnya badan buah dan jumlah badan

buah. Penambahan molase 68 cc/l dan 136 cc/l mempunyai pengaruh yang

lebih baik dari pada penambahan molase 204 cc/l pada keseluruhan media.

Selain itu, hasil komunikasi pribadi pada beberapa petani jamur yang telah

menggunakan molase, mereka memperlakukan pada setiap 100 kg media

ditambahkan molase sebanyak satu liter.

A. Hipotesis

Diduga penggunaan serbuk kayu sengon (Albasia falcata) sebagai

macam media tanam dan pemberian molase dengan konsentrasi 10 ml/baglog

dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil jamur

(20)

commit to user

III.METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari – Mei 2011 di Balai

Jamur Sembung Wetan, Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jamur

tiram F3, serbuk gergaji (kayu sengon, akasia dan glugu), bekatul, kapur

atau dolomit, molase serta air bersih sebagai bahan untuk media tanam

jamur atau baglog. Adapun bahan lain yang digunakan adalah spirtus dan

bahan bakar.

2. Alat

a. Kantong Plastik

b. Kapas

c. Karet gelang

d. Tabung steamer

e. Tungku

f. Spatula

g. Ember

h. Hand sprayer

i. Cincin pipa paralon

j. Cangkul

k. Kertas label

l. Rak pemeliharaan

m.Gelas ukur

n. Thermohygrometer

C. Cara Kerja Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

disusun secara faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan dengan 3 ulangan

sebagai berikut :

a. Faktor pertama yaitu macam serbuk gergaji kayu dengan 3 taraf

macam, yaitu :

(21)

commit to user

S2 : Serbuk gergaji kayu kelapa/glugu (Cocos nucifera) + bekatul +

kapur

S3 : Serbuk gergaji kayu akasia (Acacia confusa) + bekatul + kapur

b. Faktor kedua yaitu konsentrasi molase dengan 5 taraf konsentrasi,

yaitu:

M1 : Kontrol (tanpa pemberian molase)

M2 : Pemberian molase 5 ml/baglog

M3 : Pemberian molase 10 ml/baglog

M4 : Pemberian molase 15 ml/baglog

M5 : Pemberian molase 20 ml/baglog

Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan, yaitu :

S1M1 : Serbuk gergaji kayu sengon tanpa pemberian molase

S1M2 : Serbuk gergaji kayu sengon dengan pemberian molase

5 ml/baglog

S1M3 : Serbuk gergaji kayu sengon dengan pemberian molase

10 ml/baglog

S1M4 : Serbuk gergaji kayu sengon dengan pemberian molase

15 ml/baglog

S1M5 : Serbuk gergaji kayu sengon dengan pemberian molase

20 ml/ baglog

S2M1 : Serbuk gergaji kayu glugu tanpa pemberian molase

S2M2 : Serbuk gergaji kayu glugu dengan pemberian molase

5 ml/ baglog

S2M3 : Serbuk gergaji kayu glugu dengan pemberian molase

10 ml/ baglog

S2M4 : Serbuk gergaji kayu glugu dengan pemberian molase

15 ml/ baglog

S2M5 : Serbuk gergaji kayu glugu dengan pemberian molase

20 ml/ baglog

(22)

commit to user

S3M2 : Serbuk gergaji kayu akasia dengan pemberian molase

5 ml/ baglog

S3M3 : Serbuk gergaji kayu akasia dengan pemberian molase

10 ml/ baglog

S3M4 : Serbuk gergaji kayu akasia dengan pemberian molase

15 ml/ baglog

S3M5 : Serbuk gergaji kayu akasia dengan pemberian molase

20 ml/ baglog

Kemudian masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Media Tanam (baglog) dan Pemberian Molase

Media tanam yang digunakan sebagai media tumbuh jamur tiram

adalah kombinasi dari serbuk gergaji kayu (80%), bekatul (10-15%),

kapur (3%), dan air secukupnya (kandungan air sampai 40-60%). Selain

itu juga ditambahkan molase sesuai perlakuan masing-masing. Media

yang telah tercampur dimasukkan ke dalam plastik polipropilen dan

dipres agar media menjadi padat. Selanjutnya, pada bagian atas plastik

(leher kantong plastik) dipasang ring atau cincin pipa paralon dan

dipasang penutup baglog yang terbuat dari plastik steril agar air tidak

masuk ke dalam kantong plastik pada saat pengukusan.

b. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses pengukusan baglog yang bertujuan untuk

mematikan mikroba-mikroba yang terdapat dalam bahan media tanam.

Proses sterilisasi dilakukan dengan cara mengukusnya di dalam tabung

steamer. Prinsip kerja sterilisasi adalah memanfaatkan panas uap air

pada suhu 95-1200C selama 4 jam. Selanjutnya, tabung steamer dibuka

pelan-pelan dan baglog dikeluarkan serta didinginkan selama 24 jam di

ruangan yang steril agar suhu media tanam dalam baglog kembali

(23)

commit to user

c. Inokulasi

Inokulasi adalah kegiatan memasukkan benih jamur F3 ke dalam

baglog. Inokulasi dilakukan dengan cara menaburkan benih jamur

langsung ke dalam baglog, dimana proses ini harus dilakukan dalam

keadaan aseptik (steril).

d. Inkubasi

Inkubasi atau pemeraman bertujuan agar benih yang telah

diinokulasi segera ditumbuhi miselium. Benih jamur yang berhasil

tumbuh ditandai dengan penyebaran miselium yang berwarna putih

sampai menutupi minimal 75% bagian baglog. Suhu yang diperlukan

dalam proses inkubasi jamur tiram putih adalah 25o – 30oC, dengan

demikian maka suhu perlu dijaga agar tetap hangat, yaitu misalnya

dengan cara menyelimuti baglog dengan karung goni.

e. Pemeliharaan Pertumbuhan Jamur Tiram

Baglog yang telah dipenuhi miselium dapat dibuka dengan cara

menghilangkan kapas penutupnya untuk kemudian dilanjutkan dengan

proses pembentukan tubuh buah jamur. Pada tahap ini perlu

penyiraman untuk menjaga suhu dan kelembaban ruangan sampai

kelembaban 80 – 90%. Apabila kelembaban kurang dari 80% maka

perlu dilakukan penyiraman atau pengkabutan pada daerah sekitar rak

kumbung. Sebaliknya apabila kelembaban lebih dari 90% maka perlu

adanya pembukaan ventilasi udara maupun jendela yang terdapat pada

rumah kumbung dengan tujuan agar terjadi pertukaran udara sehingga

dapat menurunkan kelembaban kumbung. Suhu untuk pertumbuhan

tubuh buah jamur adalah 18o – 20oC, dengan demikian maka suhu juga

perlu dijaga dengan cara memberikan alat pendingin pada ruangan,

misalnya yaitu kipas angin, air conditioner dan lain sebagainya.

f. Panen

Jamur tiram dipanen saat pertumbuhan tubuh buah telah optimal.

Masa pertumbuhan ini ditandai oleh ukuran dan bentuk tubuh yang

(24)

commit to user

optimal yaitu tubuh buah jamur yang masih membentuk tiram. Panen

dilakukan 3 – 4 hari terhitung sejak pembentukan pin head.

Panen jamur tiram dilakukan secara manual dengan cara

mencabut jamur dan akarnya. Akar jamur yang tidak tercabut akan

membusuk dan mengganggu pertumbuhan calon jamur yang akan

berkembang di sekitar pembusukan akar. Akar jamur yang tidak

tercabut harus diambil paksa dengan cara dicukil memakai kuku tangan

atau dijepit dan dicabut dengan penjepit khusus.

3. Variabel Penelitian

a. Lama penyebaran miselium

Diamati dan dicatat waktu yang dibutuhkan sejak munculnya

miselium sampai pertumbuhan miselium optimum (100% baglog

ditumbuhi miselium) dengan dinyatakan dalam hari.

b. Saat muncul pin head

Diamati dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk pemunculan

pin head setelah dilakukan pembukaan baglog (pencabutan kapas

penutup) dengan dinyatakan dalam hari.

c. Jumlah tubuh buah jamur pada satu rumpun

Diamati, dihitung dan dicatat jumlah keseluruhan tubuh buah

jamur dari panen I sampai panen V dengan dinyatakan dalam angka.

d. Berat tubuh buah jamur

Ditimbang, diamati dan dicatat berat basah keseluruhan jamur

tiram setiap rumpunnya pada panen I sampai panen V dengan

dinyatakan dalam satuan berat gram (g).

e. Interval Panen

Diamati, dihitung dan dicatat masing-masing interval panen

dimulai panen pertama hingga panen kelima dengan dinyatakan dalam

(25)

commit to user

4. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis

ragam berdasarkan uji F taraf 1% dan 5% dan apabila terdapat beda nyata

(26)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel pertumbuhan merupakan indikasi kemampuan tanaman dalam

tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif, serta

kemampuan mendistribusikan sari-sari makanan ke bagian-bagian tubuh tanaman

sehingga pertumbuhan optimal. Variabel pertumbuhan yang diamati pada

penelitian ini meliputi lama penyebaran miselium, saat munculnya pin head,

jumlah tubuh buah pada satu rumpun panen I sampai panen V, berat segar tubuh

buah jamur panen I sampai panen V, dan interval panen.

Tabel 2. Hasil Analisis Ragam pada Berbagai Variabel Penelitian

Variabel Penelitian Media Molase Interaksi

1. Lama penyebaran miselium

2. Saat munculnya pin head

3. Jumlah tubuh buah pada satu rumpun

a. Panen I

b. Panen II c. Panen III

d. Panen IV

e. Panen V

f. Jumlah total tubuh buah jamur

4. Berat segar jamur

a. Panen I

b. Panen II c. Panen III

d. Panen IV

e. Panen V

f. Berat segar total jamur

5. Interval Panen

a. Panen I – II b. Panen II – III

c. Panen III – IV

d. Panen IV – V

e. Total interval panen

** ** ** ns ** ns ns ** ** ns * ns * ** ** * ** ** ** ns * * ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** * ** ns ns ns ** ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ** ns ns ns

Sumber : Hasil analisis

Keterangan : * = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata ns = tidak berpengaruh nyata

Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi pada variabel

penelitian lama penyebaran miselium dan interval panen II – III. Perlakuan

(27)

commit to user

jamur panen III & V, dan interval panen II – III, serta memberikan pengaruh

sangat nyata pada lama penyebaran miselium, saat munculnya pin head, jumlah

tubuh buah jamur panen I & III, jumlah total tubuh buah jamur, berat segar jamur

panen I, berat segar total jamur, interval panen I – II, panen III – IV, panen IV –

V, dan total interval panen. Sedangkan perlakuan pemberian molase menunjukkan

pengaruh nyata pada variabel penelitian saat munculnya pin head, jumlah tubuh

buah jamur panen I, dan interval panen I – II, serta memberikan pengaruh sangat

nyata pada variabel penelitian jumlah tubuh buah jamur panen II – V, jumlah total

tubuh buah jamur, berat segar jamur panen I – V, berat segar total jamur, serta

interval panen II – III.

A.Lama Penyebaran Miselium

Lama penyebaran miselium diamati sejak munculnya miselium sampai

penyebaran miselium tumbuh memenuhi permukaan baglog. Lama penyebaran

miselium merupakan salah satu indikator keberhasilan inokulasi. Bila baglog

tidak ditumbuhi miselium maka pelaksanaan inukolasi benih jamur pada

baglog tersebut dinyatakan gagal.

Lama penyebaran miselium dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tempat

inkubasi, dan kualitas benih jamur yang digunakan. Guna menunjang

pertumbuhan miselium pada jamur tiram, idealnya ruang inkubasi memiliki

suhu 24 – 29oC dan kelembaban 90-100% (Ipuk dan Saparinto, 2010). Selain

itu tingkat kepadatan masing-masing baglog juga mempengaruhi pada

penyebaran miselium. Karena apabila baglog terlalu padat maka miselium juga

akan sulit untuk menyebar ke seluruh permukaan baglog. Oleh karena itu

dalam pengisian baglog supaya diusahakan untuk tidak terlalu padat atau pun

terlalu renggang akan tetapi yang sedang-sedang saja.

Hasil analisis ragam terhadap lama penyebaran miselium (lampiran 1.a)

menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan macam media dan

pemberian molase. Perlakuan macam media memberikan pengaruh yang sangat

nyata, sedangkan pemberian molase tidak berpengaruh nyata terhadap lama

(28)

commit to user

Tabel 3. Pengaruh Macam Media dan Pemberian Molase Terhadap Lama Penyebaran Miselium

Macam Media Konsentrasi Molase

0 ml 5 ml 10 ml 15 ml 20 ml

Sengon 36 cd 31 ab 36 cd 30 a 37 cd

Glugu 35 bc 38 cde 35 bc 38 cde 34 abc

Akasia 42 e 40 de 40 de 38 cde 40 de

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan

pengaruh paling cepat dalam merangsang penyebaran miselium adalah

kombinasi perlakuan media sengon dengan penambahan molase 15 ml/baglog

yaitu dengan rata-rata 30 hari setelah inokulasi, dan ini tidak berbeda nyata

dengan perlakuan kombinasi serbuk sengon dengan penambahan molase

5 ml/baglog (rata-rata 31 hari setelah inokulasi) serta perlakuan serbuk glugu

dengan penambahan molase 20 ml/baglog (rata-rata 34 hari setelah inokulasi).

Sedangkan perlakuan yang memberikan pengaruh paling lama dalam

merangsang penyebaran miselium adalah kombinasi perlakuan media akasia

dengan tanpa penambahan molase yaitu rata-rata 42 hari setelah inokulasi, dan

ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi serbuk akasia dengan

penambahan molase pada berbagai konsentrasi serta kombinasi serbuk glugu

dengan penambahan molase 5 ml dan 15 ml/baglog. Hal ini dikarenakan selain

mempunyai tekstur yang keras, akasia ternyata mempunyai kandungan

allelopathy yang menghambat pertumbuhan jamur tiram. Zat-zat penghambat

tumbuh yang paling umum adalah senyawa-senyawa aromatic seperti fenol dan

laktan, alkaloid tertentu, asam organik, asam lemak dan lain sebagainya

(T. Robinson, 1991).

Pada perlakuan penambahan molase dalam media sengon berbeda nyata

dengan perlakuan penambahan molase pada media glugu dan akasia, meskipun

molase telah membantu merangsang pertumbuhan miselium. Hal tersebut

disebabkan karena media dari serbuk kayu sengon lebih banyak mengandung

nutrisi daripada kayu akasia dan glugu. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(29)

commit to user

tanam jamur tiram putih karena kayu tersebut mempunyai serat yang kasar,

mudah lapuk, dan mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi sehingga baik

untuk pertumbuhan jamur tiram putih.

Perlakuan penambahan molase berbeda nyata dengan perlakuan dengan

tanpa penambahan molase. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (2009)

pemberian blotong 0,04 kg yang sama-sama merupakan limbah pabrik gula

seperti halnya molase dapat meningkatkan produktivitas jamur tiram putih.

Dengan demikian maka nutrisi yang terdapat pada molase juga mampu

membantu proses pertumbuhan jamur tiram putih dan meningkatkan

produktivitasnya.

B.Saat Munculnya Pin head

Parameter yang dapat diamati dan dapat digunakan sebagai proses

pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih adalah saat munculnya pin

head. Hasil analisis ragam terhadap saat munculnya pin head (lampiran 1.b)

menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan macam media

dan pemberian molase. Perlakuan macam media memberikan pengaruh yang

sangat nyata, dan pemberian molase berpengaruh nyata terhadap lama

penyebaran miselium.

Tabel 4. Pengaruh Macam Media Terhadap Saat Munculnya Pin head

Macam Media Rata-rata

Sengon 20 a

Glugu 20 a

Akasia 32 b

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan macam media yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang munculnya pin head

adalah perlakuan dengan media sengon dan glugu yaitu masing-masing 20 hari

setelah pembukaan baglog. Hal tersebut disebabkan karena kayu sengon

merupakan kayu yang mempunyai nutrisi yang lebih tinggi, dan glugu

(30)

commit to user

akasia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chang (1978) bahwa jamur akan

hidup subur pada bahan-bahan yang melapuk atau terdekomposisi. Bahan

organik yang mengandung selulosa dan lignin dalam jumlah besar akan

mendukung pertumbuhan miselium dan perkembangan tubuh buah.

Adapun perlakuan macam media yang memberikan pengaruh kurang baik

dalam merangsang munculnya pin head adalah perlakuan dengan media akasia

yaitu 32 hari setelah pembukaan baglog. Hal ini dikarenakan tekstur kayu

akasia lebih keras dibandingkan kayu sengon dan glugu, sehingga meskipun

sudah didukung dengan adanya penambahan molase namun masih belum

mampu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kayu yang

mempunyai tekstur lebih lunak, selain itu akasia juga mempunyai kandungan

[image:30.595.127.513.226.502.2]

allelophaty sehingga menghambat pertumbuhan jamur tiram putih.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Saat Munculnya Pin head

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 25 bc

5 ml 22 ab

10 ml 26 c

15 ml 21 a

20 ml 26 c

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan

pengaruh paling baik dalam merangsang munculnya pin head adalah perlakuan

dengan penambahan molase 15 ml/baglog yaitu 21 hari setelah pembukaan

baglog, dan ini tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 5 ml/baglog

yaitu 22 hari setelah pembukaan baglog. Sedangkan perlakuan yang

memberikan pengaruh kurang baik dalam merangsang munculnya pin head

adalah perlakuan dengan penambahan molase sebanyak 10 ml dan 20

ml/baglog yaitu masing-masing 26 hari setelah pembukaan baglog.. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya penambahan molase meskipun hanya sedikit

mengandung gula mampu meningkatkan pertumbuhan jamur tiram putih. Hal

(31)

commit to user

gula dalam jumlah sedikit, molase dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil

jamur tiram. Adapun media yang mendapat penambahan molase yang lebih

banyak namun saat munculnya pin head lebih lambat, hal ini dikarenakan

miselium jamur kurang mampu menyerap kandungan nutrisi yang terdapat

pada molase serta proses pertumbuhan sebelumnya yang terhambat. Selain itu

pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih juga dipengaruhi oleh

kelembaban, suhu dan metode pemeliharaan yang dilakukan.

C.Jumlah Tubuh Buah Jamur pada Satu Rumpun

Jumlah tubuh buah jamur pada satu rumpun menjadi salah satu variabel

pengamatan karena dari jumlah tubuh buah jamur dapat diketahui seberapa

besar pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap hasil dari pertumbuhan dan

perkembangan jamur tiram putih. Sesuai dengan pernyataan Ipuk dan Saparinto

(2010), formulasi media dan penambahan unsur-unsur lain yang dibutuhkan

oleh jamur secara tepat bisa meningkatkan produktivitas, pertimbangan

efisiensi, dan efektifitas produksi.

1. Panen I

Panen I perlakuan media sengon dilakukan saat jamur berumur antara

31 – 43 hari setelah inokulasi dan perlakuan media glugu dan akasia panen

pertama dilaksanakan saat jamur berumur antara 65 – 70 hari setelah

inokulasi. Hasil analisis ragam terhadap jumlah tubuh buah jamur panen I

(lampiran 1.c) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media memberikan

pengaruh yang sangat nyata, dan pemberian molase tidak berpengaruh nyata

terhadap jumlah tubuh buah jamur panen I.

Tabel 6. Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen I

Macam Media Rata-rata

Sengon 15 a

Glugu 10 b

Akasia 8 b

[image:31.595.118.516.232.484.2]
(32)

commit to user

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan menggunakan media sengon yaitu 15 buah.

Hal ini dikarenakan kayu sengon merupakan kayu yang mengandung nutrisi

lebih tinggi (Suriawiria, 2000), sehingga mampu menyediakan

nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan jamur dalam proses pertumbuhan dan

perkembangannya serta didukung dengan tekstur kayu yang lebih lunak

yang memudahkan jamur untuk menyerap nutrisi yang tersedia. Sedangkan

perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam merangsang

jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan menggunakan media

akasia dan glugu yaitu masing-masing 8 buah dan 10 buah. Hal ini

dikarenakan kayu glugu dan akasia mempunyai tekstur kayu yang lebih

keras sehingga jamur sulit untuk menyerap nutrisi pada media. Selain

karena tekstur kayu akasia yang keras ternyata kayu akasia mengandung

allelophaty yang menghambat pertumbuhan jamur. Pengaruh buruk dari

alleolopathy berupa gangguan atau hambatan pada perbanyakan dan

perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid ( IAA ),

[image:32.595.138.515.114.634.2]

penyerapan hara, sintesis protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen I

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 6c

5 ml 13a

10 ml 12b

15 ml 12b

20 ml 12b

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

(33)

commit to user

buah. Hal ini dikarenakan molase yang mempunyai kandungan kalori yang

tinggi (Pamungkas, 2000) sehingga mampu memberikan tambahan nutrisi

pada jamur untuk tumbuh dengan baik. Sedangkan perlakuan yang

memberikan pengaruh kurang baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan tanpa penambahan molase yaitu 6 buah. Hal

ini dikarenakan nutrisi yang terdapat pada media kurang untuk mensuplai

kebutuhan tumbuh jamur, sehingga pertumbuhannya pun kurang baik.

2. Panen II

Panen I perlakuan media sengon dilakukan saat jamur berumur antara

70 – 77 hari setelah inokulasi dan perlakuan media glugu dan akasia panen

pertama dilaksanakan saat jamur berumur antara 89 – 98 hari setelah

inokulasi. Hasil analisis ragam terhadap jumlah tubuh buah jamur panen II

(lampiran 1.d) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media tidak

berpengaruh nyata, dan pemberian molase memberikan pengaruh yang

[image:33.595.133.514.236.584.2]

sangat nyata terhadap jumlah tubuh buah jamur panen II.

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen II

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 7 b

5 ml 11 ab

10 ml 12 a

15 ml 13 a

20 ml 12 a

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan penambahan molase 15 ml/baglog yaitu 13

buah, dan ini tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 5 ml, 10 ml,

serta 20 ml/baglog. Hal ini menunjukkan bahwa zat-zat yang berguna yang

terdapat pada molase seperti kalsium, magnesium, gula, dan lain sebagainya

(34)

commit to user

pertumbuhan jamur tersebut. Sedangkan perlakuan yang memberikan

pengaruh kurang baik dalam merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah

perlakuan dengan tanpa penambahan molase yaitu 7 buah, dan ini juga tidak

berbeda nyata dengan penambahan molase 5 ml/baglog. Hal ini dikarenakan

adanya kekurangan nutrisi untuk mencukupi kebutuhan tumbuh jamur tiram

putih. Pada penambahan molase 5 ml dan 10 ml/baglog mempunyai

rata-rata jumlah tubuh buah jamur masing-masing 11 dan 12 buah dikarenakan

nutrisi yang ditambahkan pada media juga lebih sedikit sehingga kebutuhan

nutrisi yang diserap jamur belum cukup untuk menghasilkan pertumbuhan

yang lebih baik. Adapun pada penambahan molase 20 ml/baglog hanya

menghasilkan rata-rata 12 tubuh buah jamur, hal ini disebabkan jamur tiram

yang terdapat pada media tersebut kurang bisa menyerap nutrisi keseluruhan

yang terdapat pada media sehingga pertumbuhan dan perkembangannya

juga kurang baik dibandingkan dengan pertumbuhan jamur tiram putih

dengan penambahan molase 15 ml/baglog.

Perlakuan macam media tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

Jumlah tubuh buah jamur panen II, hal ini disebabkan karena nutrisi pada

pada semua media tersedia banyak dan dapat mencukupi kebutuhan tumbuh

jamur, dan jamur mampu menyerap nutrisi-nutrisi tersebut dengan baik

sehingga macam media tidak dapat meningkatkan jumlah tubuh buah jamur

pada panen II.

3. Panen III

Panen I perlakuan media sengon dilakukan saat jamur berumur antara

83 – 98 hari setelah inokulasi dan perlakuan media glugu dan akasia panen

pertama dilaksanakan saat jamur berumur antara 70 – 91 hari setelah

inokulasi. Hasil analisis ragam terhadap jumlah tubuh buah jamur panen III

(lampiran 1.e) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media dan

pemberian molase memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah

(35)

commit to user

Tabel 9. Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen III

Macam Media Rata-rata

Sengon 10 ab

Glugu 11 a

Akasia 9 b

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan media glugu yaitu 11 buah, dan ini tidak

berbeda nyata dengan media sengon yaitu 10 buah. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Djarijah dan Djarijah (2001) bahwa jamur tiram putih pada

umumnya dapat tumbuh pada serbuk kayu atau kayu yang bertekstur lunak,

tidak mengandung minyak seperti sengon, kemiri Cina, randu alas, glugu,

dadap dan lain sebagainya.

Sedangkan perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan media

akasia yaitu 9 buah. Hal ini dikarenakan pada baglog media akasia

mempunyai tekstur kayu yang lebih keras dan mempunyai kandungan

allelophaty sehingga menghambat jamur dalam penyerapan hara pada media

[image:35.595.139.511.255.486.2]

sehingga pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih pun terhambat.

Tabel 10. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen III

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 6 b

5 ml 11a

10 ml 10 a

15 ml 12 a

20 ml 11 a

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

(36)

commit to user

jamur adalah perlakuan dengan penambahan molase 15 ml/baglog yaitu 12

buah, dan ini tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 5 ml, 10 ml,

dan 20 ml/baglog yaitu rata-rata masing-masing 11 buah, 10 buah, serta 11

buah. Sesuai pernyataan Ipuk dan Saparinto (2010), bahwa untuk memacu

pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah diperlukan nitrogen. Dan

molase merupakan cairan kental (seperti pasta) yang berwarna cokelat gelap

dan masih mengandung sejumlah bahan organik seperti gula, karbohidrat,

asam organik, senyawa nitrogen sebagai protein dan unsur abu (Ratningsih,

2008). Dengan demikian maka unsur hara yang terkandung dalam molase

mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih.

Adapun perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan tanpa

penambahan molase yaitu 6 buah. Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi

pada media tumbuh jamur sehingga kebutuhan nutrisi jamur tiram belum

tercukupi. Adapun pada penambahan molase 20 ml/baglog menunjukkan

hasil yang kurang baik dibandingkan penambahan molase 15 ml/baglog, hal

ini disebabkan jamur tidak mampu menyerap nutrisi yang tersedia pada

media tumbuh jamur, selain itu juga dikarenakan masa awal pertumbuhan

jamur yang terhambat.

4. Panen IV

Panen I perlakuan media sengon dilakukan saat jamur berumur antara

79 – 94 hari setelah inokulasi dan perlakuan media glugu dan akasia panen

pertama dilaksanakan saat jamur berumur antara 94 – 100 hari setelah

inokulasi. Hasil analisis ragam terhadap jumlah tubuh buah jamur panen IV

(lampiran 1.f) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media tidak

berpengaruh nyata, dan pemberian molase memberikan pengaruh yang

(37)
[image:37.595.141.511.143.489.2]

commit to user

Tabel 11. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen IV

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 7 b

5 ml 10 a

10 ml 10 a

15 ml 10 a

20 ml 9 ab

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan penambahan molase 5 ml, 10 ml dan

15 ml/baglog yaitu masing-masing mempunyai rata-rata 10 buah, dan ini

tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 20 ml/baglog yaitu 9 buah.

Hal ini membuktikan bahwa penambahan vitamin B-kompleks dalam

bentuk bekatul, mikroelemen (misalnya Fe dan Mg) dalam bentuk molase

(Suriawiria, 2000) yang dicampur dengan bahan baku media tanam yang

lain mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih.

Sedangkan perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan tanpa

penambahan molase yaitu 7 buah. Hal ini dikarenakan nutrisi yang tersedia

pada serbuk kayu belum dapat mencukupi kebutuhan jamur tiram untuk

proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Perlakuan macam media tidak memberikan pengaruh yang nyata pada

jumlah tubuh buah jamur pada panen IV dikarenakan jumlah nutrisi antar

macam media sama banyak dan nutrisi tersebut mampu diserap dengan baik

dan memberikan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, macam media belum

mampu meningkatkan jumlah tubuh buah jamur pada satu rumpun.

5. Panen V

Panen I perlakuan media sengon dilakukan saat jamur berumur antara

91 – 104 hari setelah inokulasi dan perlakuan media glugu dan akasia panen

(38)

commit to user

inokulasi. Hasil analisis ragam terhadap jumlah tubuh buah jamur panen V

(lampiran 1.g) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media tidak

berpengaruh nyata, dan pemberian molase memberikan pengaruh yang

[image:38.595.139.515.228.489.2]

sangat nyata terhadap jumlah tubuh buah jamur panen V.

Tabel 12. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Tubuh Buah Jamur Panen V

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 6 c

5 ml 9 b

10 ml 10 ab

15 ml 10 ab

20 ml 11 a

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan penambahan molase 20 ml/baglog yaitu 11

buah, dan ini tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 10 ml dan 15

ml/baglog yaitu 10 buah. Hal ini dikarenakan nutrisi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan jamur tiram terpenuhi dan dapat terserap dengan baik. Sesuai

dengan penelitian Putranti (2003), pemberian molase dan dedak

berpengaruh terhadap saat munculnya miselium, panjang penyebaran

miselium, saat munculnya badan buah dan jumlah badan buah.

Adapun perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan tanpa

penambahan molase yaitu 6 buah. Hal ini terjadi dikarenakan jamur

mengalami kekurangan nutrisi untuk proses pertumbuhan sehingga hasil

pertumbuhannya pun kurang maksimal.

Perlakuan macam media tidak memberikan pengaruh nyata pada

jumlah tubuh buah pada panen V, hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia

pada tiap-tiap media mampu diserap oleh jamur dengan baik seiring dengan

(39)

commit to user

menjadikan macam media tidak lagi mampu meningkatkan jumlah tubuh

buah jamur pada satu rumpun.

6. Jumlah Total Tubuh Buah Jamur

Hasil analisis ragam terhadap jumlah total tubuh buah jamur (lampiran

1.h) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan macam

media dan pemberian molase. Perlakuan macam media dan pemberian

molase memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah total

tubuh buah jamur.

Tabel 13. Pengaruh Macam Media Terhadap Jumlah Total Tubuh Buah Jamur

Macam Media Rata-rata

Sengon 56 a

Glugu 48 b

Akasia 47 b

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan media sengon yaitu 56 buah. Hal ini sesuai

dengan Suriawiria (2000), bahwa jamur tiram tumbuh pada kayu yang

mempunyai nutrisi tinggi seperti kayu sengon. Selain itu jamur yang

ditanam pada substrat yang telah dikomposkan akan mempermudah jamur

untuk merombak langsung bahan-bahan yang mengandung selusose dan

lignin (Zadrazil, 1978).

Adapun perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan media

akasia yaitu 47 buah dan ini tidak berbeda nyata dengan jumlah tubuh buah

pada media glugu yaitu sebanyak 48 buah. Hal ini dikarenakan pada baglog

media akasia mempunyai tekstur kayu yang lebih keras dan mengandung

allelopathy sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur

[image:39.595.140.513.227.487.2]
(40)
[image:40.595.140.512.142.486.2]

commit to user

Tabel 14. Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Jumlah Total Tubuh Buah Jamur

Konsentrasi

Molase Rata-rata

0 ml 30 b

5 ml 54 a

10 ml 55 a

15 ml 57 a

20 ml 55 a

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang jumlah tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan penambahan molase 15 ml/baglog yaitu 57

buah, dan ini tidak berbeda nyata dengan penambahan molase 5 ml, 10 ml,

dan 20 ml/baglog yaitu rata-rata masing-masing 54 buah, 55 buah, serta 55

buah. Seperti yang diharapkan bahwa adanya senyawa gula yang

terkandung dalam molase dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk

metabolisme di dalam sel Putranti (2003).

Adapun perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik dalam

merangsang jumlah tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan tanpa

penambahan molase yaitu 30 buah. Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi

pada media tumbuh jamur sehingga kebutuhan nutrisi jamur tiram belum

tercukupi. Adapun pada penambahan molase 20 ml/baglog menunjukkan

hasil yang kurang baik dibandingkan penambahan molase 15 ml/baglog, hal

ini disebabkan jamur tidak mampu menyerap nutrisi yang tersedia pada

media tumbuh jamur, selain itu juga dipengaruhi adanya gangguan pada

masa awal pertumbuhan misalnya yaitu terhambatnya penyebaran miselium

karena kerasnya tekstur kayu pada media tumbuh jamur.

Jumlah tubuh buah jamur pada keseluruhan panen di setiap kombinasi

penambahan molase dalam media sengon rata-rata menunjukkan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan kombinasi pada media glugu dan akasia.

Hal ini diduga karena kerasnya tekstur kayu glugu dan akasia sehingga

(41)

commit to user

yang baik. Kayu yang mempunyai tekstur keras dapat digunakan sebagai

media tumbuh jamur, namun harus melalui proses fermentasi dengan tujuan

agar media mudah lapuk (Djarijah dan Djarijah, 2001). Meskipun demikian,

hasil penelitian dari kelima panen yang telah didapat menunjukkan bahwa

jumlah tubuh buah jamur pada media sengon lebih banyak dibandingkan

dengan media glugu dan akasia. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa

penambahan nutrisi pada media kayu keras belum mampu menghasilkan

hasil yang lebih baik dibandingkan pada media kayu lunak.

Pada perlakuan penambahan molase pada keseluruhan panen

menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil jumlah

tubuh buah jamur pada perlakuan tanpa penambahan molase. Hal ini

membuktikan bahwa adanya penambahan molase mampu meningkatkan

jumlah tubuh buah jamur sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Putranti (2003), pemberian molase dan dedak berpengaruh

terhadap saat munculnya miselium, panjang penyebaran miselium, saat

munculnya badan buah dan jumlah badan buah.

D.Berat Tubuh Buah Jamur

Selain tubuh buah jamur, berat tubuh buah jamur pun dapat digunakan

untuk mengetahui keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram

putih. Berat tubuh buah jamur sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu

kumbung jamur (Djarijah dan Djarijah, 2001). Bila kumbung jamur terlalu

kering (suhu kumbung terlalu rendah) maka tubuh buah jamur akan mengalami

penguapan lebih dan menjadikan permukaan tubuh buah jamur mengkerut dan

kering.

1. Panen I

Hasil analisis ragam terhadap berat tubuh buah jamur panen I

(lampiran 1.i) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan

macam media dan pemberian molase. Perlakuan macam media dan

pemberian molase memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap berat

(42)

commit to user

Tabel 15. Pengaruh Macam Media Terhadap Berat Tubuh Buah Jamur Panen I (gram)

Macam Media Rata-rata

Sengon 126,17 a

Glugu 93,06 b

Akasia 88,62 b

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui bahwa perlakuan yang

memberikan pengaruh paling baik dalam merangsang berat tubuh buah

jamur adalah perlakuan dengan media sengon yaitu dengan rata-rata

126,17 gram. Sedangkan perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik

dalam merangsang berat tubuh buah jamur adalah perlakuan dengan media

akasia yaitu dengan rata-rata 88,62 gram, dan ini tidak berbeda nyata

dengan media glugu yaitu rata-rata 93,06 gram. Hal ini disebabkan karena

serbuk kayu sengon lebih mudah lapuk dan terurai sehingga jamur akan

lebih cepat menyerap zat hara yang terkandung dalam media tersebut. Selain

itu serbuk kayu sengon banyak mengandung lignin, hal tersebut membuat

proses metabolisme dalam penyusunan daging buah akan semakin

meningkat sehingga berat segar jamur juga mengalami peningkatan. Sesuai

dengan pernyataan Nurman dan Kahar (1992), bahwa berat segar jamur

yang dihasilkan ditentukan oleh kesuburan media dan adanya zat-zat

[image:42.595.140.510.256.483.2]

makanan lain seperti karbohidrat dan protein.

Gambar

Tabel Hasil Analisis Ragam ............................................................
Tabel 1. Kandungan Gizi Jamur Tiram Segar Per 100 Gram
Tabel 2. Hasil Analisis Ragam pada Berbagai Variabel Penelitian
Tabel 3. Pengaruh Macam Media dan Pemberian Molase Terhadap Lama Penyebaran Miselium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian yang mengatakan jika perusahaan memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, otomatis dapat menimbulkan kepercayaan dari investor sehingga

Meskipun pada penentuan kapasitas adsorpsi menggunakan biru metilena, dan penetapan kapasitas adsorpsi zeolit dan kompositnya tidak dilakukan terhadap DPPH, tetapi

pelanggan, dimana dari kualitas kinerja yang dilakukan dapat... commit

Kredit yang tepat untuk petani tomat adalah kredit yang berasal dari Credit Union dan toko sarana produksi pertanian, karena kredit ini dapat memberikan modal cair maupun

Penelitian beton bertulang bambu dilakukan dengan pengujian kuat tekan dengan variasi susunan anyaman tulangan bambu untuk mengetahui kekakuan, kuat lentur dan

Hasil analisis absolute lateral static menunjukkan pipa bawah laut tidak stabil secara lateral pada kondisi instalasi dan operasi karena berat terendam aktual lebih kecil dari

Upaya Perlindungan Saksi dan Korban Perdagangan Orang Sesuai dengan asas hukum Lex Specialis Derogate Lex Generalis (hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum), maka

Digunakan untuk menilai hasil belajar secara individu tentang Dinamika Pengelolaan kekuasaan Negara di pusat dan daerah berdasarkan UUD NRI tahun 1945 dalam mewujudkan