• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

PRAMESTY ANGGRAINI 1102605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I,

Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D.

Pembimbing II,

Dr. H. Dadang Juandi, M.Si

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(3)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama” beserta seluruh isinya

adalah benar-benar karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Bandung, Juli 2013

Yang membuat pernyataan,

(4)

ABSTRAK

Pramesty Anggraini (2013). “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama“, SPs UPI, Bandung.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 2 Tanjungpandan dengan dua kelas sebagai sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Instrumen yang digunakan berupa tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, lembar observasi, skala sikap, dan jurnal siswa. Data kuantitatif diuji dengan Uji-t dan Uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) tidak terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional; (b) terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional; (c) siswa aktif selama pembelajaran, khususnya pada kegiatan berusaha menyelesaikan soal LKS secara individual sebelum diskusi kelompok dan memberikan tanggapan terhadap penyelesaian soal yang diajukan siswa lain; (d) siswa bersikap positif terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe the power of two, kemampuan penalaran

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah

Pertama”.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Pada penelitian ini penulis menelaah penerapan pembelajaran kooperatif tipe the power of two untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Responden penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tanjungpandan.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh upaya untuk mendukung ketercapaian kompetensi pada pembelajaran matematika, diantaranya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang harus dikuasai siswa. Selain itu, membiasakan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran yang menyangkut penalaran dan komunikasi matematis. Dilihat dari perbedaan hasil yang diperoleh siswa dalam postes, ternyata model pembelajaran yang digunakan lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional.

Penulisan tesis ini dibagi dalam lima bab. Bab I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

(6)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Penulis berharap agar karya tulis ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.

Bandung, Juli 2013

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis

ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing I, yang di tengah-tengah kesibukannya telah memberikan bimbingan dengan sabar dan kritis terhadap permasalahan, serta memberikan dorongan, saran, dan masukan dalam

penyusunan tesis ini.

2. Dr. H. Dadang Juandi, M.Si selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu

memberikan bimbingan, masukan, dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika UPI yang telah banyak membantu kelancaran penelitian ini.

4. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan dan kemajuan berpikir untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, serta memberikan bimbingan bagi penulis selama mengikuti studi.

5. Bapak Yusri, S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 2 Tanjungpandan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin dan juga Ibu Lisa, S.Pd selaku guru matematika kelas VII, serta bapak/ibu guru matematika di SMP Negeri 2 Tanjungpandan yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

6. Kedua orangtuaku Ayahanda Sumardi dan Ibunda Lily Suraya yang telah memberikan ketauladanan hidup bagiku serta kakak dan adik yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

7. Saudara Hirmas Fuady Putra yang telah banyak memberikan kesabaran,

kesediaannya menerima keluh kesah penulis, dan memberikan motivasi dari awal sampai akhir penulisan tesis ini.

(8)

sumbangan pikiran, dorongan, dan lain sebagainya, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan tesis ini.

9. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan.

Teriring do’a yang tulus, semoga Allah SWT membalas semua budi baik Bapak/Ibu dan saudara semua. Amin.

Bandung, Juli 2013

(9)

ABSTRAK

Pramesty Anggraini (2013). “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama“, SPs UPI, Bandung.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 2 Tanjungpandan dengan dua kelas sebagai sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Instrumen yang digunakan berupa tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, lembar observasi, skala sikap, dan jurnal siswa. Data kuantitatif diuji dengan Uji-t dan Uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) tidak terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional; (b) terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional; (c) siswa aktif selama pembelajaran, khususnya pada kegiatan berusaha menyelesaikan soal LKS secara individual sebelum diskusi kelompok dan memberikan tanggapan terhadap penyelesaian soal yang diajukan siswa lain; (d) siswa bersikap positif terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe the power of two, kemampuan penalaran

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kemampuan Penalaran Matematis ... 11

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 14

C. Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

D. Pembelajaran The Power of Two ... 19

E. Sikap Siswa ... 22

F. Penelitian yang Relevan ... 23

G. Hipotesis Penelitian ... 25

(11)

A. Desain Penelitian ... 26

B. Subjek Penelitian ... 26

C. Instrumen Penelitian ... 27

1. Instrumen Tes Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 27

a. Analisis Validitas ... 30

b. Analisis Reliabilitas ... 31

c. Analisis Daya Pembeda ... 32

e. Analisis Tingkat Kesukaran ... 33

2. Lembar Observasi ... 35

3. Jurnal Siswa ... 35

4. Skala Sikap Siswa ... 35

5. Pengembangan Bahan Ajar ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Hasil Penelitian ... 43

1. Analisis Data Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 43

2. Analisis Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 53

3. Analisis Data Lembar Observasi ... 63

4. Analisis Data Skala Sikap Siswa ... 64

5. Analisis Data Jurnal Siswa ... 72

B. Pembahasan ... 74

1. Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis... 74

2. Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78

3. Aktivitas Siswa ... 79

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 90

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJICOBA TES MATEMATIKA ... 142

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 147

LAMPIRAN D: DATA LEMBAR OBSERVASI DAN SKALA SIKAP ... 167

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komponen-komponen Penalaran Matematis ... 12 Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran

Matematis ... 28 Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 29 Tabel 3.3 Validitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis ... 30 Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 31

Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis ... 32 Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 32 Tabel 3.7 Daya Pembeda Tes Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis ... 33 Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran ... 33 Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis ... 34 Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba

Tes Penalaran Matematis ... 34 Tabel 3.11 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba

Tes Komunikasi Matematis ... 34 Tabel 3.12 Kriteria Indeks Gain ... 38 Tabel 3.13 Interpretasi Data Skala Sikap Siswa ... 39 Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 43

Tabel 4.2 Uji Normalitas Distribusi Data Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 44

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Varians Data Pretes Kemampuan Penalaran

(14)

Tabel 4.4 Uji Kesamaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 46 Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Data Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 46

Tabel 4.6 Uji Normalitas Distribusi Data Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 48

Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Data Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 48 Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rata-rata Data Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 49 Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis ... 50 Tabel 4.10 Uji Normalitas Distribusi Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis ... 51 Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis ... 52 Tabel 4.12 Uji Perbedaan Rata-rata Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Penalaran Matematis ... 53 Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Data Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 54

Tabel 4.14 Uji Normalitas Distribusi Data Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 55

Tabel 4.15 Uji Homogenitas Varians Data Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 55 Tabel 4.16 Uji Kesamaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 56 Tabel 4.17 Statistik Deskriptif Data Postes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 57 Tabel 4.18 Uji Normalitas Distribusi Data Postes Kemampuan Komunikasi

(15)

Matematis ... 59

Tabel 4.20 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Komunikasi Matematis ... 60

Tabel 4.21 Uji Normalitas Distribusi Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Komunikasi Matematis ... 61

Tabel 4.22 Uji Homogenitas Varians Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Komunikasi Matematis ... 62 Tabel 4.23 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Komunikasi Matematis ... 63 Tabel 4.24 Frekuensi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 65 Tabel 4.25 Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 67 Tabel 4.26 Frekuensi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif

Tipe The Power of Two ... 68 Tabel 4.27 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif

Tipe The Power of Two ... 70 Tabel 4.28 Frekuensi Sikap Siswa terhadap Soal-soal Penalaran

dan Komunikasi Matematis ... 71 Tabel 4.29 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Penalaran dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Contoh Soal TIMSS Tahun 2007 ... 5

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembelajaran The Power of Two ... 21

Gambar 4.1 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis ... 44

Gambar 4.2 Rata-rata Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematis ... 47

Gambar 4.3 Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis ... 51

Gambar 4.4 Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis .... 54

Gambar 4.5 Rata-rata Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 57

Gambar 4.6 Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 60

Gambar 4.7 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 64

Gambar 4.8 Tanggapan Siswa terhadap Diskusi Kelompok ... 73

Gambar 4.9 Kesan Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two ... 73

Gambar 4.10 Jawaban Postes Siswa Kelas Kontrol ... 76

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 90

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 91

A.2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 109

A.3 Kisi-kisi Soal dan Tes Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 126

A.4 Alternatif Kunci Jawaban Tes Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 132

A.5 Lembar Observasi pada Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two ... 136

A.6 Kisi-kisi dan Skala Sikap Siswa ... 138

A.7 Jurnal Siswa ... 141

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA 142 B.1 Data Hasil Ujicoba Tes Penalaran Matematis ... 143

B.2 Data Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematis ... 144

B.3 Perhitungan Hasil Ujicoba Tes Penalaran Matematis dengan Microsoft Office Excel 2007 ... 145

B.4 Perhitungan Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematis dengan Microsoft Office Excel 2007 ... 146

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 147

C.1 Data Pretes ... 148

C.2 Data Postes ... 152

C.3 Data Gain Ternormalisasi ... 156

(18)

LAMPIRAN D: DATA LEMBAR OBSERVASI

DAN SKALA SIKAP ... 167

D.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 168

D.2 Tabel Distribusi Skala Sikap Siswa ... 169

D.3 Frekuensi dan Persentase Sikap Siswa Per-item Pernyataan ... 170

D.4 Kecenderungan Sikap Siswa Per-aspek Pernyataan ... 171

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 172

E.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 173

E.2 Foto-foto Aktivitas Siswa selama Penelitian ... 175

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai ilmu yang berkembang dan dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat diharapkan dapat mendidik seseorang untuk mampu berpikir logis,

kritis, rasional, dan kreatif. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Ruseffendi (1991: 94) yang menyatakan bahwa “matematika dapat menjadi pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap”. Di sisi lain, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang berpengaruh besar dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan tersebut diiringi dengan pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Pengaruh matematika dalam ilmu pengetahuan menyiratkan jika pelajaran tersebut merupakan bagian dari kurikulum yang harus diberikan kepada peserta didik. Pemerintah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar matematika dapat memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang.

Sumarmo (2010: 3) menyatakan kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah mengarahkan pembelajaran matematika pada pemahaman konsep dan ide

matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematis dan ilmu pengetahuan lainnya. Kebutuhan masa yang akan datang adalah agar peserta didik mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang senantiasa berubah. Dengan demikian, kompetensi matematika yang dimiliki sebagai bekal peserta didik untuk menghadapi situasi yang tidak pasti dan kompetitif.

(20)

2

memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan, diantaranya: (1) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (2) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (3) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, diharapkan setelah pembelajaran matematika siswa memiliki seperangkat kompetensi matematika yang ditunjukkan pada hasil belajarnya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta sikap positif terhadap matematika harus dimiliki siswa, khususnya siswa SMP. Kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam mempelajari matematika. Wahyudin (2008: 521) menyatakan bahwa kemampuan menggunakan penalaran sangatlah penting untuk memahami matematika dan menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematis para siswa sejak pra-TK hingga kelas 12. Lebih jauh, NCTM (2000: 262) juga menyatakan bahwa “reasoning is an integral part of doing mathematics”. Oleh karena itu, penalaran matematis merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa agar dapat memahami matematika.

Kedua pernyataan di atas menekankan pentingnya penggunaan penalaran dalam pelajaran matematika, sehingga tidak mengherankan jika banyak pakar

(21)

3

Lebih jauh, rendahnya kemampuan matematis siswa Indonesia juga terlihat pada hasil penelitian internasional seperti pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). TIMSS bertujuan untuk menguji

kemampuan matematis siswa kelas IV SD dan kelas VIII SMP yang meliputi

kemampuan pengetahuan, penerapan, dan penalaran.

Wardhani dan Rumiati (2011: 1) menyatakan bahwa Indonesia mengikuti

TIMSS pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan. Pada TIMSS tahun 2007 Indonesia hanya menduduki ranking 36 dari 49 negara. Prestasi pada TIMSS 20011 lebih memprihatinkan lagi, karena Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007 (Kompas, 2012).

Contoh lain terkait kelemahan kemampuan penalaran matematis siswa juga diperoleh dari laporan Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang Depdiknas (Wardhani dan Rumiati, 2011: 52-53) yang menyatakan bahwa siswa Indonesia lemah dalam hal: (1) mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan penalaran bilangan, misalnya dalam mengenali pola bilangan; (2) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran aljabar; (3) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran geometri; (4) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran dan berargumen dalam konten data/peluang, misalnya bernalar dan

berargumen dalam membaca grafik. Oleh karena itu, belajar dari laporan tersebut maka proses belajar-mengajar terutama yang menyangkut penalaran perlu

(22)

4

informasi yang mereka ketahui ataupun malah sebaliknya, memperoleh informasi yang selama ini tidak mereka ketahui sehingga dapat menambah pengetahuan. Peranan komunikasi dalam matematika tercantum dalam NCTM (2000: 60) yang menyatakan bahwa

Communication is an essential part of mathematics and mathematics

education. It is a way of sharing ideas and clarifying understanding. Through

communication, ideas become objects of reflection, refinement, discussion,

and amendment. The communication process also helps build meaning and

permanence for ideas and makes them public. When students are challenged

to think and reason about mathematics and to communicate the results of

their thinking to others orally or in writing, they learn to be clear and

convincing.

Clark, et al. (2005: 1) mengungkapkan bahwa “... matematika dipandang sebagai bidang ilmu dengan komunikasi yang efektif terjadi pada proses pembelajaran dan hasilnya”. Lebih lanjut, Lindquist dan Elliot (Hakim, 2012: 2) menuturkan bahwa jika disepakati matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, sehingga komunikasi merupakan bagian yang esensial dari pembelajaran dan pengevaluasian hasil belajar matematika. Dengan demikian, proses belajar-mengajar matematika sebaiknya mendorong siswa agar saling berbagi dalam menyampaikan ide dan

pendapat, supaya terjadi pertukaran informasi antar siswa maupun antara siswa dengan guru sehingga pembelajaran berlangsung efektif.

(23)

5

menyebutkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi, dan berkomunikasi.

Kelemahan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan komunikasi terlihat pada saat mereka menyelesaikan salah satu soal di TIMSS

tahun 2007. Soal yang harus diselesaikan sebagai berikut (setelah diterjemahkan):

Gambar 1.1 Contoh Soal TIMSS Tahun 2007

Diagram di atas menunjukkan hasil survey dari 400 orang siswa tentang ketertarikannya pada grup musik rock: Dreadlocks, Red Hot Peppers, dan Stone Cold. Buatlah sebuah diagram batang yang menggambarkan data yang tersaji pada diagram lingkaran di atas!

Soal ini berada dalam domain konten data dan peluang, serta domain kognitif penerapan. Kemampuan yang diperlukan untuk menjawab soal tersebut

semestinya telah dipelajari di Kelas VI SD Semester 2 yaitu “menyajikan data ke

bentuk tabel dan diagram gambar batang, lingkaran” (KD 7.1). Kemampuan itu

kembali diperdalam di kelas IX, namun peserta TIMSS adalah kelas VIII, sehingga mereka belum memperdalam lebih lanjut. Namun, mengingat bahwa soal cukup sederhana, mestinya jika kompetensi yang diperlukan benar-benar telah dikuasai di SD, maka hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi ternyata, masih banyak siswa Indonesia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Hanya 14% siswa peserta Indonesia yang mampu menjawab benar, sementara di tingkat internasional ada 27% siswa menjawab benar.

(24)

6

dengan harapan yang diinginkan, yaitu lebih mengedepankan kemampuan dasar matematis siswa, khususnya penalaran dan komunikasi matematis dalam belajar matematika.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode

atau model pembelajaran yang tepat selama proses belajar-mengajar berlangsung. Wardhani dan Rumiati (2011: 58) menyatakan bahwa “berbagai metode dan pendekatan pembelajaran perlu digunakan agar siswa memiliki kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi”. Tambahan pula, model pembelajaran yang dipilih diusahakan dapat membuat siswa memiliki jiwa kemandirian dalam belajar, membuat siswa lebih aktif, dan dapat menumbuhkan daya kreativitas. Selain itu, siswa mampu membuat inovasi-inovasi yang berkaitan erat dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa, seperti mendapatkan pengetahuan, mampu menyampaikan pendapat, merubah sikap, dan memiliki keahlian dalam bidang tertentu (Zaini, dkk, 2008: 89).

Efektivitas proses belajar-mengajar tidak hanya ditentukan oleh pemilihan model pembelajaran yang digunakan, tetapi juga inovasi guru dalam menerapkan model pembelajaran tersebut. Seorang guru yang mengutamakan kemampuan siswa dalam pelajaran matematika akan menggunakan model pembelajaran yang berbeda dengan orang lain. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe the power of two atau kekuatan dua

kepala.

The power of two bagian dari pembelajaran kooperatif. Zakaria dan Iksan

(25)

7

Penerapan the power of two dalam pelajaran matematika yang menyangkut penalaran dan komunikasi matematis dimaksudkan agar pembelajaran berujung pada peningkatan prestasi belajar siswa. Namun demikian, selain faktor luar yang berupa model pembelajaran, terdapat juga faktor internal yang mempengaruhi

prestasi belajar siswa. Faktor internal tersebut adalah sikap siswa. Sikap siswa berkaitan erat dengan peningkatan prestasi belajar. Salah satu hal yang

mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah sikap positif siswa (Ruseffendi, 2006: 9-12). Dengan demikian, membuat siswa bersikap positif terhadap pelajaran matematika diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Penelitian yang terkait sikap siswa terhadap matematika, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Siskandar (2008: 447) yang menyimpulkan bahwa sikap siswa terhadap pelajaran matematika secara nyata ikut menentukan dan memberikan sumbangan terhadap hasil belajar matematika. Semakin tinggi sikap siswa, semakin tinggi pula hasil belajarnya dalam pelajaran matematika. Akinsola dan Olowojaiye (2008: 69) menyatakan bahwa pengalaman menyenangkan yang diperoleh melalui model pembelajaran yang inovatif dan dipahami jelas oleh guru pasti akan memfasilitasi sikap positif terhadap matematika. Dengan demikian, kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara sikap siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika. Metode

pembelajaran yang digunakan guru juga berpengaruh terhadap sikap positif siswa. Mengacu pada hasil penelitian di atas, peneliti ingin melihat bagaimana sikap

siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe the power of two. Hal ini dikarenakan the power of two juga termasuk

(26)

8

berkaitan dengan materi pelajaran; (3) penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran; (4) siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa, dan melakukan evaluasi; (5) umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran. Aktivitas yang demikian tidak

menutup kemungkinan membuat siswa menjadi termotivasi dalam belajar dan memiliki sikap positif terhadap matematika.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang terfokus pada kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap model pembelajaran the power of two serta terhadap soal-soal yang mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana aktivitas siswa pada pembelajaran kooperatif tipe the power of two?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta terhadap soal-soal penalaran dan komunikasi matematis?

C. Tujuan Penelitian

(27)

9

1. mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional;

2. mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi

matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional;

3. mengetahui aktivitas siswa pada pembelajaran kooperatif tipe the power of two;

4. mengetahui sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta terhadap soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika, meningkatkan aktivitas kerjasama siswa dalam kelompok untuk saling bertukar ide dalam menyelesaikan masalah matematika, serta memberikan pengalaman baru yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar matematika.

2. Guru, penelitian ini menjadi salah satu referensi model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

3. Peneliti, untuk dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti lainnya serta memperluas wawasan peneliti bidang matematika untuk mengembangkannya.

E. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian istilah-istilah tersebut agar tidak terjadi perbedaan makna. 1. Kemampuan penalaran matematis adalah suatu kegiatan atau proses berpikir

(28)

10

aturan atau rumus tertentu, dan memperkirakan jawaban dan proses solusi yang tepat.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menggambar (menyatakan situasi atau ide-ide matematis dalam bentuk gambar, diagram,

atau tabel), menulis (menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara tertulis), dan ekspresi matematis (menyatakan situasi, gambar, diagram atau

benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematis).

3. Pembelajaran kooperatif tipe the power of two adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua orang sebagai anggota kelompok. Langkah-langkah pembelajarannyaa adalah: (a) siswa mengerjakan LKS secara individual dalam waktu yang ditentukan; (b) setelah waktu pengerjaan LKS secara individual selesai, siswa membentuk kelompok untuk membandingkan jawaban dan melanjutkan pengerjaan LKS yang belum selesai; (c) siswa mempresentasikan jawabannya di papan tulis dan (d) siswa membuat kesimpulan mengenai materi pelajaran.

4. Pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang dalam pelaksanaannya lebih didominasi guru, guru menjelaskan materi pelajaran, siswa diberikan kesempatan bertanya apabila belum mengerti, dan siswa mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan guru.

5. Sikap adalah tanggapan atau respon siswa terhadap pelajaran matematika,

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh

gambaran uji statistik tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas siswa selama pembelajaran, sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta mengkaji makna dibalik uji statistik. Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah pembelajaran kooperatif tipe the power of two, sedangkan variabel terikat adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Bentuk desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Dalam penelitian ini sampel tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:

O X O

---

O O (Borg dan Gall, 1989: 690)

Keterangan:

O = Pretes dan postes

--- = Sampel tidak dibentuk secara acak

X = Pembelajaran kooperatif tipe the power of two

B. Subjek Penelitian

(30)

27

semester II tahun ajaran 2012/2013. Pemilihan siswa kelas VII sebagai populasi penelitian didasarkan pada pertimbangan, (1) kelas VII merupakan tingkat pertama pada jenjangnya dan tingkat perkembangan kognitifnya masih pada tahap transisi dari operasi konkret ke operasi formal sehingga peneliti ingin melihat

bagaimana penerapan pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe the power of two dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis, (2) tidak akan mengganggu program sekolah dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian akhir (jika subjek penelitian dipilih siswa kelas IX). Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel dengan teknik ini didasarkan pada pertimbangan agar penelitian ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, baik dari segi penggunaan waktu penelitian yang ditetapkan dan prosedur perizinan. Sampel yang dipilih adalah Kelas VII A sebagai kelas kontrol dan Kelas VII B sebagai kelas eksperimen.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes dan non-tes. Instrumen tes merupakan seperangkat soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, sedangkan instrumen non-tes, antara lain lembar observasi kegiatan pembelajaran,

skala sikap siswa terhadap pembelajaran dan jurnal siswa pada setiap pembelajaran.

1. Instrumen Tes Penalaran dan Komunikasi Matematis

(31)

28

Langkah awal dalam menyusun instrumen adalah membuat kisi-kisi soal tes penalaran dan kisi-kisi soal tes komunikasi. Selanjutnya menentukan pedoman pemberian skor untuk tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematis. Pedoman Pemberian skor penalaran dan komunikasi matematis yang

digunakan disesuaikan dengan pedoman yang diusulkan Cai, Lane, dan Jakabein (1996) yang diadaptasi dari Rusmini (2008), dan disajikan dalam Tabel 3.1 dan

3.2 berikut ini.

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Indikator

0 Tidak ada jawaban/ Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar.

1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar. 2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,

dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar. 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan

(32)

29

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Menulis Menggambar Ekspresi

Matematis

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

2 Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri

3 Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu

4 Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis

- -

Skor maksimal = 4 Skor maksimal = 3 Skor maksimal = 3

(33)

30

reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Ujicoba dilakukan pada kelas lain di sekolah dengan tingkat dan karakteristik yang sama. Analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes tersebut diuraikan berikut ini.

a. Analisis Validitas

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur (Sugiyono, 2012: 173). Sebelum digunakan dalam penelitian, tes yang telah disusun dikonsultasikan validitas isi dan validitas mukanya kepada dosen pembimbing. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan koefisien korelasi butir soal dilakukan dengan rumus korelasi produk-momen memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003: 120), yaitu:

Langkah selanjutnya, setelah menghitung koefisian korelasi, kemudian mencari nilai thitung. Butir soal dikatakan valid apabila pada taraf signifikasi

diperoleh thitung > ttabel (Sundayana, 2010). Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3

(34)

31

Berdasarkan Tabel 3.3 tersebut, seluruh soal tes kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis yang diujicobakan termasuk kategori valid karena thitung > ttabel.

b. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama (Arikunto, 2012: 104). Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012: 173). Uji reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha (Suherman, 2003: 154), yaitu:

S = jumlah varians skor setiap item

2

t

S = variansi total

Tingkat reliabilitas dari soal uji coba didasarkan pada klasifikasi J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) sebagai berikut :

(35)

32

Perhitungan reliabilitas soal pada ujicoba menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5

Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

No Kemampuan Interpretasi

1 Penalaran matematis 0,79 Tinggi 2 Komunikasi matematis 0,77 Tinggi

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2012: 226). Siswa yang berkemampuan tinggi dikelompokkan menjadi

kelompok atas dan siswa yang berkemampuan rendah dikelompokkan menjadi kelompok bawah. Lebih jauh, para pakar evaluasi banyak yang mengambil sampel sebesar 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah, sehingga seluruh sampel yang terambil sebanyak 54% dari populasi (Suherman, 2003: 162). Rumus untuk menghitung daya pembeda setiap butir soal adalah:

I

Sa = jumlah skor kelompok atas

Sb = jumlah skor kelompok bawah

I = jumlah skor ideal (jumlah skor yang diperoleh menjawab semua soal) Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah:

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

(36)

33

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Kemampuan Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

Penalaran

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Dengan kata lain derajat kesukarannya sedang atau cukup. Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut termasuk mudah sedang, atau sukar. Perhitungan tingkat kesukaran menggunakan rumus:

IK

IK = tingkat kesukaran

ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir soal IT = jumlah skor maksimum yang diperoleh pada satu soal itu Tingkat kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi

TK = 1,00 Soal terlalu mudah 0,70 ≤ TK < 1,00 Soal mudah 0,30 ≤ TK < 0,70 Soal sedang 0,00 < TK < 0,30 Soal sukar

(37)

34

Perhitungan tingkat kesukaran butir soal pada ujicoba menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Kemampuan Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

Penalaran

Rekapitulasi dari semua perhitungan hasil ujicoba soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.10

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Penalaran Matematis No Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

1a

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Komunikasi Matematis No Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

(38)

35

Berdasarkan informasi dari Tabel 3.10 dan Tabel 3.11 secara keseluruhan instrumen tes penalaran dan komunikasi matematis dianggap memenuhi semua kriteria dan dapat digunakan dalam penelitian.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati setiap aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran the power of two berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati berkenaan dengan keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan, menyelesaikan permasalahan secara

individual dan kelompok, keberadaan siswa dalam kelompok, mempresentasikan hasil diskusi, serta membuat kesimpulan di akhir pembelajaran. Aktivitas guru

yang diamati lebih kepada pengaturan waktu dan cara guru mengajar, apakah sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran yang digunakan.

3. Jurnal Siswa

Pengisian jurnal dilakukan siswa pada akhir pembelajaran disetiap pertemuan. Penggunaan jurnal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana siswa secara tertulis menceritakan kesulitan dan kesan selama mengikuti pembelajaran the power of two. Tidak lupa juga siswa diminta memberikan saran untuk pembelajaran

selanjutnya.

4. Skala Sikap Siswa

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa pada kelas eksperimen. Sikap yang dimaksud berkenaan dengan respon terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis. Model skala sikap yang

digunakan adalah skala Likert.

Skala sikap dibuat dalam bentuk pernyataan sebanyak 30 pernyataan yang terdiri dari 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif. Ada empat option

yang dapat dipilih, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Penggunaan empat option ini dimaksudkan untuk menghindari

(39)

berturut-36

turut adalah 4 = SS, 3 = S, 2 = TS, 1 = STS, dan sebaliknya 4 = STS, 3 = TS, 2 = S, 1 = SS untuk pernyataan negatif. Angka yang diberikan hanya sekedar urutan peringkat dan bukan merupakan skor untuk setiap pilihan jawaban siswa.

Pada skala Likert dengan skala empat tersebut maka sangat setuju pasti lebih

tinggi daripada yang setuju, sedangkan yang tidak setuju pasti lebih tinggi daripada yang sangat tidak setuju. Namun, jarak antara sangat setuju ke setuju dan

dari tidak setuju ke sangat tidak setuju tentunya tidak sama. Oleh karena itu, data yang dihasilkan oleh skala Likert adalah data ordinal (Suliyanto, 2011: 53). Sebelum skala sikap digunakan, peneliti melakukan ujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui keterbacaan skala sikap. Ujicoba dilakukan pada beberapa orang siswa di salah satu SMP di Tanjungpandan. Namun, dalam ujicoba pengisian skala sikap ini, peneliti tidak melakukan pengolahan data atas jawaban siswa karena tujuan ujicoba hanya sebatas pada keterbacaan skala sikap dan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang pernyataan yang dibuat.

5. Pengembangan Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada tujuan penelitian itu sendiri, yaitu untuk melihat kemungkinan terdapatnya perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan pembelajaran konvensional. Perangkat pembelajarannya disusun dalam bentuk

lembar kerja siswa (LKS) yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di SMP pada saat ini. Materi yang dipilih mengenai Garis dan Sudut.

Pada penelitian ini, pertanyaan, pernyataan, dan permasalahan yang terdapat pada LKS disusun dengan memperhatikan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Adapun langkah-langkah dalam menyusun LKS adalah sebagai berikut:

a) Menyesuaikan bahan ajar dengan LKS yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen pembimbing.

(40)

37

petunjuk-petunjuk pada LKS dapat dipahami oleh siswa serta kesesuaian waktu yang terpakai dengan waktu yang dialokasikan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, tes, dan skala sikap. Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru dan

siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sementara itu, tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa baik melalui pretes maupun postes. Selain itu, digunakan juga skala sikap untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis. Skala sikap ini

berupa lembar pernyataan yang diberikan pada siswa kelas eksperimen di akhir kegiatan.

E. Teknik Analisis Data

1. Data Hasil Tes

Analisis dan pengolahan data hasil tes dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap data hasil pretes, postes, dan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa (gain ternormalisasi) dari kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 dan Microsoft Office Excell 2007. Sebelum dilakukan pengolahan data, ditetapkan

terlebih dahulu taraf signifikansinya, yaitu α = 0,05. Adapun langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

1) Menghitung statistik deskriptif data hasil pretes, postes, dan gain yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimun, rata-rata skor, dan deviasi standar. 2) Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Gain ternormalisasi (g) =

(41)

38

dengan kriteria indeks gain berdasarkan kategori Hake (1999), yaitu:

Tabel 3.12 ternormalisasi kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

4) Melakukan uji homogenitas varians data pretes, postes, dan gain ternormalisasi kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

5) Menguji hipotesis penelitian dengan uji perbedaan dua rata-rata. Jika data kedua kelompok berasal dari populasi berdistribusi normal dan variansnya homogen, digunakan uji-t. Jika data kedua kelompok berdistribusi normal dan tidak homogen digunakan statistik uji-t’. Tetapi, jika terdapat minimal satu data yang tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

2. Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk melakukan refleksi dan perbaikan agar pembelajaran selanjutnya lebih baik dari sebelumnya dan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Kategori penilaian aktivitas siswa dibagi menjadi lima, yaitu sangat kurang (SK),

kurang (K), cukup (C), baik (B), dan sangat baik (SB). Masing-masing kategori diberi skor, yaitu 1 untuk SK, 2 untuk K, 3 untuk C, 4 untuk B, dan 5 untuk SB.

Pengolahan dilakukan dengan menghitung rata-rata presentase skor pada tiap pertemuan lalu dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Semakin tinggi presentase maka pembelajaran semakin baik dan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

(42)

39

rencana pembelajaran. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui aktivitas apa yang membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Sementara itu, hasil observasi guru sebatas ingin melihat apakah cara mengajar guru yang bersangkutan sesuai dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam model

pembelajaran yang digunakan.

3. Data Hasil Skala Sikap Siswa

Analisis data diawali dengan menghitung banyak siswa yang menjawab masing-masing option untuk tiap pernyataan. Selanjutnya, dihitung persentase dari setiap option per-item pernyataan untuk mengetahui frekuensi masing-masing alternatif jawaban yang diberikan. Rumus untuk menghitung persentase jawaban siswa sebagai berikut (Riduwan, 2004):

%

f = frekuensi siswa yang memberikan jawaban

n = jumlah total siswa responden

Kesimpulan mengenai kecenderungan jumlah siswa yang menjawab diketahui dengan melihat modus (persentase terbesar) pada setiap pernyataan. Modus tersebut selanjutnya disesuaikan dengan kriteria interpretasi Hendro (Yulianti, 2009), yang disajikan dalam Tabel 3.13 berikut.

(43)

40

menghitung jumlah seluruh persentase jawaban siswa, baik pada sikap positif maupun negatif, kemudian dihitung rata-ratanya. Sebelumnya, pada pernyataan positif, siswa yang menjawab SS dan S dinyatakan sebagai sikap positif, sedangkan siswa yang menjawab STS dan TS dinyatakan sebagai sikap negatif.

Sebaliknya, pada pernyataan negatif, siswa yang menjawab STS dan TS dinyatakan sebagai sikap positif, sedangkan siswa yang menjawab SS dan S

dinyatakan sebagai sikap negatif. Kecenderungan sikap seluruh siswa diketahui dari persentase terbesar yang didapat dari perhitungan rata-rata sikap positif dan sikap negatif.

F. Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.

1. Tahap persiapan

Tahapan penelitian dimulai dari sejak pembuatan proposal, kemudian seminar proposal untuk memperoleh koreksi dan masukan dari tim pembimbing tesis. Selanjutnya, menyusun instrumen penelitian dan merancang pembelajaran. Setelah melalui tahapan-tahapan bimbingan dan perbaikan selanjutnya dilakukan ujicoba instrumen pada hari Rabu tanggal 6 Februari 2013, pukul 07.15 WIB sampai pukul 08.15 WIB. Hasil ujicoba dianalisis untuk mengetahui validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen. 2. Tahap pelaksanaan

a. Jadwal pelaksanaan penelitian di kelas

Penelitian di lapangan dilaksanakan setelah mendapat izin dari Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, kedua dosen pembimbing tesis, dan Kepala SMP Negeri 2 Tanjungpandan. Penelitian dimulai sejak tanggal 13 Februari 2013 sampai dengan 9 April 2013. Secara umum pelaksanaan kegiatan di kelas terdiri dari tiga bagian yaitu pelaksanaan pretes, pembelajaran dan postes.

b. Skenario pembelajaran

(44)

41

konvensional di Kelas VII A. Kelas VII B dan VII A masing-masing terdiri dari 24 siswa. Selama pelaksanaan pembelajaran, kedua kelas mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal materi pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam pelajaran yang diberikan. Pelaksanaan pembelajaran the power of two dan pembelajaran

biasa masing-masing dilakukan sebanyak enam kali pertemuan di mana 1 kali pertemuan sama dengan 80 menit.

Pada setiap pertemuan pembelajaran the power of two selalu mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:

i. Tahap pendahuluan

Tahap pendahuluan dilakukan selama ± 5 menit. Pada tahap ini siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai. Siswa juga memperoleh gambaran tentang teknis pelaksanaan atau fase-fase kegiatan pembelajaran the power of two yang akan dilakukan.

ii. Tahap inti

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain:

a) Siswa memperoleh konsep awal mengenai materi pelajaran melalui tanya jawab dengan guru.

b) Setiap siswa menerima LKS yang dibuat guru.

c) Siswa membaca dan memahami LKS, kemudian diberikan kesempatan

untuk bertanya jika ada bagian yang tidak dimengerti. Selanjutnya, siswa secara individual diminta untuk memikirkan dan menjawab permasalahan

yang diajukan dalam LKS.

d) Kegiatan individual yang dilakukan siswa dimonitor oleh guru agar mereka dapat memaksimalkan tahapan berpikir dengan waktu yang disediakan.

(45)

42

f) Siswa bersama pasangannya membandingkan jawaban yang telah dikerjakan sebelumnya secara indvidual. Jika terdapat perbedaan jawaban, mereka dapat membuat jawaban baru berdasarkan hasil diskusi. g) Pada saat siswa berdiskusi, guru mengamati aktivitas siswa dan

memberikan bantuan seperlunya kepada kelompok yang mengalami kesulitan.

h) Siswa mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas. Pasangan lain diberi kesempatan untuk menanggapi. Guru menjadi fasilitator jalannya diskusi.

iii. Tahap penutup

Pada tahap ini, siswa mendapatkan penguatan terhadap materi yang telah dipelajari dan bersama-sama dengan guru menyimpulkan materi pelajaran. Sebelum pembelajaran berakhir Siswa diberi tugas yang harus diselesaikan di rumah secara individu.

3. Tahap analisis data

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut:

a. melakukan analisis data hasil penelitian dan menguji hipotesis; b. melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian;

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe the

power of two dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Siswa aktif selama pembelajaran berlangsung, terutama pada kegiatan berusaha menyelesaikan soal LKS secara individual sebelum diskusi kelompok dan memberikan tanggapan terhadap penyelesaian soal yang diajukan siswa lain.

4. Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pelajaran matematika, pembelajaran kooperatif tipe the power of two serta soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan temuan lainnya pada analisis data, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu diberikan perhatian dan upaya yang lebih pada kegiatan berpasangan dalam pembelajaran kooperatif tipe the power of two untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pelaksanaan dan

upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe

(47)

84

3. Perlu diberikan latihan-latihan soal yang lebih banyak lagi, khususnya soal yang melibatkan kemampuan bernalar siswa.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kemampuan matematis yang lain dan jenjang sekolah yang berbeda agar lebih terlihat jelas kontribusi

pembelajaran kooperatif tipe the power of two dalam pelajaran matematika.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Akinsola, M.K., & Olowojaiye, F.B. (2008). “Teacher Instructional Methods and Students Attitudes towards Mathematics”. International Electronic Journal of Mathematics Education. 3, (1), 60-73.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara.

Asikin, M. (2001). “Komunikasi Matematika dalam RME”. Makalah Seminar Nasional di Universitas Sanata Darma Yogyakarta. 14-15 November 2001.

Azwar, S. (2007). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baig, S., & Halai, A. (2006). “Learning Mathematical Rules with Reasoning”. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2, (2), 15-39.

Bonwell, C.C. (1995). Active Learning: Creating Excitement in the Classroom. Center for Reaching and Learning, St. Louis College of Pharmacy.

Borg, W.R., & Gall, M.D. (1989). Educational Research. New York: Longman.

Brenner, M.E. (1998). “Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups by Language Minority Students”. Bilingual Research Journal. 22, (2), 103-128.

Clark, K.K., Jacobs, J., Pittman, M.E., & Borko, H. (2005). “Strategies for Building Mathematical Communication in the Middle School Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in the Classrooom”. Current Issues in Middle Level Education (CIMLE). 11, (2), 1-12.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

______. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

(49)

86

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept of Physics, Indiana University. [Online].

Tersedia: http://www.physics.ndiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [7 Oktober 2012].

Hakim, A.Y.R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Henningsen, M dan Stein, M.K. (1997). “Mathematical Task and Student Cognition: Classroom-Based Factors That Support and Inhibit High-Level Mathematical Thinking and Reasoning”. Journal for Research in Mathematics Education. 28, 524-549.

Isjoni. (2012). Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kadir. (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Karlimah. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Keraf, G. (1982). Argumen dan Narasi. Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia.

Kompas. (2012). Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434 [11 Mei 2013].

Kosko, K.W dan Wilkins, J.L.M. (2010). “Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic Journal of Mathematics Education. 5, (2), 79-90.

Lara, S dan Repáraz, C. (2007). “Effectiveness of Cooperative Learning Fostered by Working with WebQuest1”. Electronic Journal of Research in Educational Psychology. 5, (3), 731-756.

Lianghuo, F., Seng, Q. K., Yan, Z., Mei, Y. S., Mendoza, L. P., Yee, L. P. (2005). “Assessing Singapore Students’ Attitudes toward Mathematics and M athematics Learning: Findings from a Survey of Lower Secondary Students”. Journal for Research in Mathematics Education. 26, (4), 327-345.

(50)

87

Lie, A. (2010). Cooperatif Learning. Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.

Mahmudi, A. (2009). “Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal MIPMIPA UNHALU. 8, (1), 1-9.

Majid, A. (2008). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Meltzer, D. E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics. 70, (12), 1259-1268.

Muqowin. (2007). Strategi Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://muqowin.com [10 Oktober 2012].

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

______. (1999). Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Reston, VA: NCTM.

Nufus, H. (2012). Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pugalee, D.A. (2001). “Using Communication to Develop Student’s Literacy”. Journal Research of Mathematics Education. 6, (5), 296-299.

Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rerarefi, A., Nurharmi., Hendrizal. (2013). Penerapan Strategi The Power of Two untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar PKn Kelas V SDN 20 Berok Padang. [Online].

Tersedia: http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php/JFKIP/article/view/186/90 [14 Mei 2013].

Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel 4.20 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi
Gambar 1.1 Contoh Soal TIMSS Tahun 2007
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.3 Validitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis
+5

Referensi

Dokumen terkait

4 nomor Juni 2011 ini antara lain membicarakan tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis siswa SMA menggunakan Strategu Pembelajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 7E lebih

Hasil penelitian yang diperoleh adalah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model

Kegiatan Pembelajaran Eksploratif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar.. Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi

dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis tidak ada yang mempunyai. kategori tinggi. Peningkatan kemampuan komunikasi

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran dan koneksi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif dengan

Tabel diatas menunjukkan bahwa (a) pencapaian kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh mahasiswa melalui bahan ajar berbasis penalaran matematis tidak lebih

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang