• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)

TERHADAP Spodoptera spp.

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Mar ia Kr istina F. Sila NPM : 0825010006

J URUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” SURABAYA

(2)

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)

TERHADAP Spodoptera spp.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan dalam

Memper oleh Gelar Sar jana Per tanian

J ur usan Agr oteknologi

Diajukan oleh :

Mar ia Kr istina F. Sila NPM : 0825010006

J URUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” SURABAYA

(3)

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)

TERHADAP Spodoptera spp.

Disusun Oleh : Mar ia Kr istina F. Sila NPM : 0825010006

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 25 September, 2012

Dekan Fakultas Pertanian KetuaProgdi Agroteknologi

(4)

Telah Dir evisi

Tanggal : ………...

Dosen Dosen

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

MARIA KRISTINA F. SILA. NPM 0825010006. EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp. Pembimbing Utama Nugr ohor ini dan Pembimbing Pendamping Wiwin Windr iyanti.

RINGK ASAN

Ulat grayak (Spodoptera spp.) merupakan salah satu hama penting pada

tanaman sawi dan mempunyai kisaran inang yang luas, meliputi : tembakau, sawi,

kapas, kacang kedelai, kacang tanah, kubis, kentang, dan lain-lain. Munculnya hama

ini pada pertanaman sawi merupakan ancaman yang serius bagi petani. Pengendalian

terhadap Spodoptera spp. pada tingkat petani umumnya masih menggunakan bahan

kimia yang berasal dari senyawa kimia sintesis yang dapat merusak organisme non

target, resistensi hama, resurgensi hama, menimbulkan efek residu pada tanaman,

punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya serta kontaminasi pada

lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang dihasilkan.

Tujuan dan manfaat penelitian ini ialah untuk mengetahui keefektifan

bioinsektisida nematoda entomopatogen Steinernema spp. dalam mengendalikan

Spodoptera spp.. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif

pengendalian Spodoptera spp. pada beberapa tanaman yang terserang Spodoptera

spp., yang ramah lingkungan sehingga dapat menekan pemakaian bahan kimia yang

dapat merusak lingkungan.

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak lima kali. Perlakuannya

meliputi: A adalah Dosis 125.000 IJ/m2, B adalah Dosis 250.000 IJ/m2, C adalah

Dosis 375.000 IJ/m2, D adalah Dosis 500.000 IJ/m2, E adalah Dosis 625.000 IJ/m2.

Tingkat mortalitas larva Spodoptera spp. yang paling banyak pada dosis

125.000 IJ/m2 yaitu mencapai 100% pada pengamatn ke empat (72 jam).. Adanya

(6)

semakin bertambah, nematoda Steinernema spp. semakin tumbuh dan berkembang

di dalam tubuh Spodoptera sp., sehingga tingkat kerusakan jaringan tubuh serangga

semakin tinggi pula. Tingkat kerusakan jaringan tubuh yang tinggi dapat

menyebabkan mortalitas serangga. Hasil pengamatan mortalitas Spodoptera sp.

menunjukkan bahwa jumlah mortalitas Spodoptera sp. mencapai maksimal pada

pengamatan ke empat setelah aplikasi.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari perlakuan dosis yang berbeda

setelah apliksai, persentase kematian larva Spodoptera spp. instar 3 tidak

menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (tn). Meskipun tidak ada perbedaan

nyata dari hasil analisis, tetapi ada kecenderungan peningkatan mortalitas

Spodoptera spp. pada pengamatan 1 (12 jam), 2 (24 jam), 3 (48 jam) dan ke 4 (72

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur “EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN

(Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.”.

Dalam penyusunan skripsi ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan

limpah terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”

Jawa Timur.

2. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi

3. Ir. Nugrohorini, MP, selaku dosen pembimbing utama.

4. Ir. Wiwin Windriyanti, MP selaku dosen pembimbing pendamping.

5. Para Dosen Pengajar di lingkungan Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani

tahap demi tahap dalam kehidupan akademik penulis selama 4 setengah tahun di

(8)

6. Bapak Eman dan Mama Lena, kedua orang tua yang telah membesarkan dan

mendidik penulis selama 23 tahun ini. Penulis muthlak berterimakasih kepada

beliau berdua karena hanya karena beliau berdualah penulis bisa melanjutkan

pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Penulis sadar betapa besar pengorbanan

dan kasih sayang yang tak terhitung yang telah diberikan oleh beliau berdua

sehingga penulis bisa sampai di tahap ini.

7. Ucapan terimakasih juga penulis berikan kepada kakak-adik penulis: Hilda Sila

(Sebagai kakak sekaligus teman berbagi dalam suka dan duka), Rinto Sila,

Wiwin Sila (I love you all), dan kepada Hubertus Emanuel Eda (Trimakasih atas

segala waktu, tenaga dan semua yang telah diberikan sehingga saya bisa menjadi

seorang wanita yang lebih dewasa dan mandiri) kepada teman-teman terbaik:

Yessy, Fanny, Vitri, Melany, Noy, Oky (kalian adalah malaikat kecil yang

dikirimkan Tuhan untuk mengisi kekurangan saya) kepada teman-teman

Agroteknologi 2008: Yessy, Vitry, Krisna, Rahady, Sigit, Miko, Ajib, Vandi, dan

semua teman, kakak, dan adik-adik se-jurusan yang tidak bisa penulis sebutkan

satu per satu (Bravo Agroteknologi), serta kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan baik moril maupun materil. Hanya Tuhan yang bisa

membalas semuanya.

“Tak ada gading yang tak retak”, begitu pula penulis menyadari bahwa tulisan

dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat

(9)

Orang bijak mengatakan bahwa setiap cabang disiplin ilmu itu hanyalah

gambaran sebagian kecil dari kenyataan yang serba luas dan serba rumit. Penulis

sendiri masih dan tetap ingin terus belajar.

Surabaya, September 2012

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL………..…….vii

I. PE NDAHULUAN A.Latar Belakang ... ….…1

B.Rumusan Masalah ... …..….3

C.Tujuan dan Manfaat ………... 3

II. TINJ AUAN PUSTAKA A. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. ………..5

1. Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen Steinernema spp…..6

2. Ekologi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp……….…..10

3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp..…11

4. Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp…………...12

B. Ulat Grayak Spodoptera spp. ………. ……....13

1. Klasifikasi Hama Ulat Grayak Spodoptera spp……….………....13

2. Morfologi Ulat Grayak Spodoptera spp………...13

3. Gejala Serangan Spodoptera spp………....18

C. Hipotesis ………...18

(11)

B. Bahan-Bahan yang Digunakan ………..…19

C. Alat-alat yang Digunakan ………. 19

D. Pelaksanaan Penelitian ………20

1. Pembuatan Media Biakan dan Perbanyakan Massal Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. secara Invitro ………..20

2. Pembuatan Media Cair Yeast Salt ( YS) ………... 20

3. Inokulasi bakteri Simbion dan Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. pada Media Spon ……….…....21

4. Panen Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. ……….…. 22

5. Rancangan Percobaan ………..….23

6. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. …………..…..23

7. Metode Pengamatan ………...25

8. Analisis Data ………...…..25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Analisis Statistik Mortalitas Larva Spodoptera spp. Hari setelah aplikasi……….26

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp……….5

2. Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen ……….8

3. Telur Spodoptera spp……….15

4. Larva Spodoptera spp………...16

5. Larva Spodoptera spp. Instar 3………..16

6. Morfologi Spodoptera spp……….17

7. Media Yeast Salt yang Sudah Disterilkan ………..… 21

8. Media Spon yang Diinokulasi bakteri Xenorhabdus spp. ………...21

9. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Membentuk Jala-jala pada Dinding Erlenmeyer……….22

10.Denah Penempatan Perlakuan pada Rancangan Acak Lengkap ……..23

11.Denah Perlakuan pada Areal Tanaman Sawi……….24

12.Larva Spodoptera spp. yang Sehat dan yang Terserang Nematoda Entomopatogen Steinernema spp……….28

13.Larva Spodoptera spp. yang Mati………29

14.Histogram Mortalitas Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan Steinernema spp………...29

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor. Halaman

Teks

1. Persentase Kematian Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan

Nematoda Entomopatogen Steinernema spp………..26

Lampiran

1. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada

pengamatan pertama ( 12 jam setelah aplikasi)………...41

2. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada

pengamatan kedua (24 Jam setelah aplikasi)……….41

3. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada

pengamatan ketiga (48 Jam setelah aplikasi)……….41

4. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Lata r Belakang

Ulat grayak (Spodoptera spp.) merupakan salah satu hama penting pada

tanaman sawi dan mempunyai kisaran inang yang luas, meliputi : tembakau, sawi,

kapas, kacang kedelai, kacang tanah, kubis, kentang, dan lain-lain. Munculnya hama

ini pada pertanaman sawi merupakan ancaman yang serius bagi petani. Spodoptera

spp. menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif, yaitu memakan daun tanaman

yang muda, sehingga tinggal tulang-tulang daunnya saja, dan fase generatif dengan

memangkas polong-polong muda (Laoh, 2003). Serangan Spodoptera spp. dapat

menimbulkan kerusakan sebesar 20 – 40 % pada tanaman kedelai ( Anonim, 1992)

sedangkan pada komoditi kubis serangan dapat menyebabkan penurunan produksi

lebih kurang 70 % ( Anonim, 2003).

Pengendalian terhadap Spodoptera spp. pada tingkat petani umumnya masih

menggunakan bahan kimia yang berasal dari senyawa kimia sintesis yang dapat

merusak organisme non target, resistensi hama, resurgensi hama, menimbulkan efek

residu pada tanaman, punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya

serta kontaminasi pada lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang

dihasilkan. Sejalan dengan perundang-undangan yang ada, dimana sistem

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem

Pengendalian Hama Terpadu (PHT), maka peranan biopestisida yang selektif sangat

(15)

patoginisitas tinggi terhadap inangnya. Salah satu jenis agens hayati tersebut adalah

nematoda entomopatogen Steinernema spp.. Nematoda entomopatogen sangat

potensial untuk mengendalikan serangga hama ordo Lepidoptera, Coleoptera dan

Diptera (Chaerani, Finegan, Downes dan Griffin, 1995).

Siklus hidup nematoda entomopatogen Steinernema spp. ini dibagi dalam siklus

reproduktif dan infektif. Stadium infektif nematoda ini adalah Juvenil Infektif (JI).

Juvenil nematoda yang infektif adalah IJ3, masuk ke dalam serangga lewat

lubang-lubang (mulut, spirakel, anus) dan penetrasi ke dalam homocoel. IJ3 ini dalam

tubuhnya membawa simbion mutualistik bakteri Xenorhabdus nematiphilus. Bakteri

masuk ke dalam body cavity (lubang dalam tubuh) serangga, berbiak dan mampu

membunuh serangga dalam waktu 48 jam. Nematoda kemudian memakan sisa-sisa

tubuh serangga yang sudah mati kemudian berbiak dan berpencar. Menurut Gauhler

1979 nematoda tidak tahan terhadap faktor luar (kekeringan dan ultraviolet).

Kelebihan lain yaitu nematoda entomopatogen dapat membunuh inangnya

dengan cepat (24 – 48 jam), mempunyai kisaran inang yang luas, tidak berbahaya

bagi organisme bukan sasaran, dapat diproduksi secara masal baik dalam media in

vitro maupun in vivo dengan biaya yang relatif murah, dapat diaplikasikan dengan

mudah, serta kompatibel dengan agens pengendali hayati lain (Ehlers, 2001).

Nematoda entomopatogen merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan

serangga hama Spodoptera spp. tanpa menimbulkan dampak negatif pada

(16)

B. Rumusa n Masalah

Saat ini umumnya teknologi pengendalian hama Spodoptera spp. masih

bertumpu pada penggunaan bahan kimia yang dapat menimbulkan masalah

lingkungan dan berpotensi meracuni manusia, karena senyawa kimia yang

digunakan sulit terurai. Pengendalian hayati untuk menekan populasi hama

Spodoptera spp. saat ini lebih diarahkan untuk dikembangkan guna menghindari

efek negatif penggunaan bahan-bahan kimiawi. Salah satunya dengan cara

memanipulasi musuh alami sehingga dapat mengurangi populasi hama Spodoptera

spp. sampai batas normal, yaitu batas yang diterima secara ekonomi.

Nematoda entomopatogen sebagai salah satu musuh alami hama Spodoptera

spp. yang merupakan agens pengendali biologi yang cukup efektif. Pengembangan

pengendalian penggunaan nematoda entomopatogen saat ini hanya terbatas di

laboratorium. Keberhasilan penggunaan nematoda entomopatogen tak terlepas dari

proses infeksi (penularan) nematoda entomopatogen terhadap Spodoptera spp. dalam

koloninya. Disamping itu karena nematoda entomopatogen cukup mampu bertahan

di lingkungan, penularan dari satu individu Spodoptera spp. ke individu lain

diharapkan memberikan dampak pengendalian yang lebih efisien.

C. Tujuan dan Manfa at

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan bioinsektisida nematoda

entomopatogen Steinernema spp. dalam mengendalikan Spodoptera spp.. Hasil

(17)

spp. pada beberapa tanaman yang terserang Spodoptera spp., yang ramah lingkungan

(18)

II. TINJ AUAN PUSTAKA

A. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Menurut Wales (2011) menyatakan nematode berasal dari bahasa Yunani yaitu

won ode artinya cacing.. Nematoda adalah mikroorganisme berukuran 700-1200

mikron dan berada di dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang

tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematode entomopatogen.

Nematoda entomopatogen (NEP) adalah organism yang memparasit tubuh serangga

sehingga menyebabkan kematian pada serangga inang

Menurut pendapat Sanjaya (2005) salah satu nematode entomopatogen yang

sudah banyak dikenal adalah Steinernema spp. (Gambar 1). Steinernema spp. bersifat

mempunyai inang yang luas dan mampu membunuh hama dalam waktu yang relative

singkat yaitu 24 – 48 jam.

(19)

Klasifikasi nematoda sebagai berikut (Arinana, 2002)

Filum : Nematelminthes

Kelas : Secerneteae Syn Phasmidae

Ordo : Dorylaimida

Famili : Steinernematidae

Genus : Steinernema

Spesies : Steinernema spp.

1. Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Nematoda entomopatogen merupakan nematoda yang memparasit serangga,

hidup bersimbiosis dengan bakteri simbion yang disimpan di dalam intestine bagian

atas/ vesikel, tidak mempunyai stilet dan sebagian besar mempunyai siklus hidup

sederhana. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. paling banyak terdapat di

tanah, mampu hidup di permukaan daun, air tawar dan air laut. Nematoda

entomopatogen Steinernema spp. paling banyak terdapat di tanah selain itu mampu

hidup di permukaan daun, tempat-tempat yang banyak mengandung bahan organik,

air tawar dan air laut. Di dalam tanah nematode hidup dengan cara memanfaatkan

bahan organik atau memakan serangga-serangga atau organisme lain. Nematoda

entomopatogen dapat berkembangbiak di dalam tubuh serangga secara cepat yaitu

dapat menghasilkan 2 sampai 3 genarasi (Fedrianto dan Riyanto, 2009).

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. mempunyai kulit kepala halus dan

(20)

mempunyai bursa kopulatrix. Steinernema spp. memmpunyai jenis kelamin jantan

dan betina, sedangkan bakteri simbionnya ialah Xenorhabdus spp.. Apabila inang

terifeksi Steinernema spp. gejala yang ditimbulkan ialah warna coklat caramel

(Anonim, 2004).

Pada dasarnya nematoda entomopatogen Steinenerma spp. mempunyai stadia

utama dari perkembangan telur, juvenil dan dewasa (Gambar 1). Siklus hidup

nematoda entomopatogen jenis nematoda Steinrenema spp. berkisar 10 – 14 hari.

Nematoda entomopatogen mengalami pergantian kulit sebanyak empat kali sebelum

mencapai dewasa dalam tubuh serangga inang dan pergantian kulit dapat saja terjadi

di dalam telur, di lingkungan dan di dalam tubuh serangga inang (Kaya dan Gaugler,

1993). Siklus hidup Steinernema spp. terdiri atas empat stadia juvenile, pada stadia

juvenile 3 ini masih terbungkus dalam kulit juvenile 2 yang merupakan stadia

resistensi terhadap lingkungan dan sering disebut juvenile infektif ( Ehlers dan Peters,

1995).

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. jantan mempunyai panjang tubuh

1000 – 1900 µm, lebar 90 – 200 µm, panjang ekor 19 – 27 µm dan mempunyai

tempat pembuangan kotoran yang ukurannya lebih kecil daripada betina yaitu 4 – 13

µ m. Sedangkan nematoda entomopatogen Steinernema spp. betina mempunyai

panjang tubuh 3.020 – 3.972 µm, lebar 153 – 192 µm dan panjang ekor 30 – 47 µm.

Spikula nematoda entomopatogen Steinernema spp. ini berwarna keabu-abuan hingga

kekuningan (Hofftman, Shelton dan Weeden, 2007). Ukuran tubuh nematoda

(21)

Lama stadia IJ 1 adalah 1 hari. Pada fase IJ 2, nematoda entomopatogen Steinernema

spp. jantan bentuknya sama dengan pada fase IJ 1, tetapi spikula yang membentuk

kepala sedikit memanjang dan melebar. Pada nematoda entomopatogen Steinernema

spp. betina fase Infektif Juvenil 1 bentuk tubuhnya sama dengan nematoda

entomopatogen Steinernema spp. jantan, tidak diikuti perkembangbiakan vulva pada

esofagus. Lama stadia IJ 2 adalah 2 - 3 hari. Fase IJ 3 ditandai dengan terbentuknya

kutikula, biasanya fase ini yang digunakan untuk aplikasi di lapang sebagai upaya

pengendalian hama. Lama stadia IJ 3 adalah 3 hari dan ukuran tubuh namatoda

berkisar 1034 – 1130 µ m (Gaugler dan Kaya, 1990).

(22)

Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. bersimbiosis dengan bakteri

Xenorhabdus spp. dan bakteri simbion ini segera dilepaskan oleh nematoda

entomopatogen setelah nematoda entomopatogen masuk ke dalam tubuh inang

kemudian 24 – 48 jam serangga inang akan mati. Dalam tubuh inang yang mati

nematoda entomopatogen berkembang dengan cepat dan memakan sel bakteri dan

jaringan tubuh inang (Akhurst dan Boemare, 1990).

Interaksi mutualistik dengan bakteri simbion seperti Xenorhabdus spp.,

memiliki arti penting bagi nematoda entomopatogen. Menurut Ehlers dan Peters

(1995) tanpa adanya bakteri simbion nematoda entomopatogen tidak dapat

berkembang biak dengan baik, dalam arti bakteri simbion tidak dapat hidup tanpa

nematode entomopatogen. Fungsi nematoda entomopatogen bagi bakteri adalah

melindungi bakteri dari kondisi ekstrim dalam tanah dan melindungi bakteri dari

kemungkinan adanya protein anti bakteri yang dikeluarkan oleh serangga inang.

Hubungan mutualistik bagi nematoda patogen serangga menurut Kaya dan

Gaugler (1993) adalah memberikan beberapa keuntungan yaitu dapat membunuh

inang dengan cepat secara septicemia (suatu kondisi infeksi serius yang mengancam

inang dan cepat memburuk), menyediakan nutrisi yang cocok bagi perkembangan dan

nutrisi nematoda. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa antibiotik

(bakteriosin) yang dapat menghambat perkembangan mikroorganisme sekunder yang

(23)

2. Ekologi Nematoda Entomopa togen Steinernema spp.

Keberhasilan nematoda entomopatogen sebagai agens hayati serangga hama

yang hidup dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan nematoda tersebut

untuk menyebar, mempertahankan diri, dan menemukan inangnya di dalam tanah

(Kaya dan Gaugler, 1993). Nematoda entomopatogen jenis Steinernema spp. adalah

salah satu organisme tanah. Kaberadaan nematoda Steinernema spp. ini ada

dimana-mana, misalnya di hutan, lahan pertanian, padang rumput, padang pasir dan tepi

pantai sehingga dapat diisolasi dengan mudah. Tetapi yang paling penting adalah

nematoda Steinernema spp. ini hidupnya tergantung adanya air, karena air digunakan

untuk pergerakannya (Hofftman, Shelton dan Weeden, 2007).

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hidup pada jenis tanah yang

mempunyai pori yang cukup untuk bergerak atau berpindah tempat. Nematoda

entomopatogen Steinernema spp. tidak menyukai tanah yang terlalu liat karena tidak

ada ruang pori untuk bergerak dan tidak menyukai tanah berpasir karena tanah

berpasir tidak terlalu kuat dalam mengikat air, sedangkan air digunakan untuk

pergerakannya. Stadia Infektif Juvenil nematoda entomopatogen Steinernema spp.

efektif mematikan hama pada kelembaban udara 70 – 80 %, hidup pada tanah yang

banyak mengandung Na, Mg, Ca, dan Cl, pH tanah berkisar 2,5 (barsifat asam).

Pertumbuhannya sangat efektif pada suhu 24 ºC. Nematoda entomopatogen

Steinernema spp. efektif diaplikasikan ke lapang jika suhu lingkungannya berkisar 20

(24)

3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Mekanisme patogenesitas nematoda entomopatogen pada serangga hama sangat

kompleks mulai proses penetrasi hingga kematian serangga inang. Nematoda

entomopatogen memparasit serangga inang dengan 2 cara yaitu penetrasi langsung

melalui kutikula ke dalam homokel serangga, atau masuk melalui lubang-lubang

alami seperti mulut, anus, spirakel (Tanada dan Kaya, 1993)

Menurut Sulistyanto (2009), mekanisme patologi nematoda entomopatogen

melalui beberapa tahap antara lain invasi, evasi dan toksikogenesis. Invasi merupakan

saat dimana nematoda berhasil memenetrasi serangga inang baik melalui penetrasi

langsung maupun melalui lubang alami. Pada tahap ini mekanisme yang berperan

adalah enzim protease yang optimum dihasilkan pada suhu 23 ºC dan pH 8. Proses

berikutnya adalah evasi merupakan saat dimana proses ini daya tahan tubuh serangga

sangat berperan untuk menolak atau mematikan mikroorganisme asing yang masuk

dalam tubuhnya.

Proses lainnya adalah toksikogenesis ialah racun yang dilepaskan oleh

nematoda-bakteri kompleks menyebabkan tetanisasi (kondisi kritis) pada serangga.

Dalam proses ini fraksi-fraksi entomotoksin nematoda entomopatogen dapat

dipisahkan dengan metode kromatografi. Aktivitas eksotokisin ini beraksi setelah

nematoda berada dalam tubuh inang (Simoes, 1992).

Bakteri ini bertanggung jawab untuk membunuh serangga inang secara cepat,

dalam 2-3 hari. Kematian serangga inang banyak diakibatkan oleh toksin yang

(25)

serangga inang yang telah mati dan menggunakannya sebagai nutrien. Nematoda

pada prinsipnya adalah memakan bakteri tersebut. Nematoda akan berkembang dari

generasi ke generasi pada inang yang sama, sampai populasi menjadi padat dan

nutriennya menjadi rendah, dan pada saat yang sama juvenil akan keluar dari

serangga inangnya untuk menemukan kembali serangga inang yang baru.

4. Bakter i Simbion Nematoda Entomopa togen Steinernema spp.

Bakteri yang bersimbiosis dengan nematoda entomopatogen Steinernema spp.

adalah bakteri Xenorhabdus spp. dalam media agar berbentuk bulat mengkilat

menyerupai lendir, cembung, tepi agak rata dengan strukrur dalam meneruskan

cahaya sedangkan pada fase sekunder manunjukkan karateristik koloni berbentuk

bulat, agak cembung, tapi agak rata, struktur dalam menyerupai pasir halus dengan

meneruskan sinar meskipun benda di bawahnya tidak semua terlihat dengan jelas

(Harahap, 2000).

Karakteristik bakteri Xenorhabdus spp. adalah bakteri gram negatif, vakultatif

anaerob, berbentuk batang dengan flagella paritrik, bioluminescens negatif, tidak

dapat memfermentasi laktosa, pancairan gelatin posotif, mempunyai aktifitas

antibiotik terhadap bakteri tertentu dan nounfluorencent (Aguillera et al., 1993).

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang menginfeksi hama masuk ke dalam

tubuh hama tersebut dan mengeluarkan bakteri simbion dari dalam ususnya dan

(26)

24 – 48 jam, gejala yang ditimbulkan adalah serangga hama berwarna coklat caramel

(Anonim, 2006).

Hubungan antara nematoda dan bakteri ini bersifat mutualistik karena kedua

mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Meskipun nematoda dapat

membunuh serangga inang tanpa adanya bakteri, akan tetapi mereka akan sangat

lambat, dan tidak akan dapat bereproduksi tanpa memakan bakteri yang mensuplai

nutrien seperti sterol. Dengan bakteri, serangga inang akan terbunuh secara cepat dan

cadaver akan terjaga dari bakteri lain karena adanya antibiotik yang diproduksi oleh

bakteri. Yang didapat dari hubungan dengan nematoda bagi bakteri adalah karena

mereka tidak bisa menyebar, mencari inang dan menginvasi tubuh serangga, oleh

sebab itu nematoda membawa bakteri ke serangga inang.

B. Ulat Gr ayak (Spodoptera spp.)

1. Klasifika si Ula t Gr ayak (Spodoptera spp.)

Menurut Santoso (2009), Spodoptera spp. merupakan hama penting pada

tanaman kelompok Brassicaceae, larvanya bersembunyi dalam tanah untuk

menghindari sinar matahari. Hama ini bersifat polyphag reproduksi tinggi dan

penyebarannya sangat luas seperti di beberapa Negara Asia, Africa, Australia dan

(27)

Sistematika Spodoptera spp. adalah sebagai berikut (Hartati, 2009) :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae

Subfamili : Amphipyrinae

Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

2. Biologi dan Mor fologi Ulat Gr ayak (Spodoptera spp. )

Spodoptera spp. termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami

metamorfosis sempurna yang terdiri dari 4 stadia hidup, yaitu telur, larva, pupa dan

imago (Kalshoven, 1981).

Menurut Abel (2010) Spodoptera spp. mempunyai siklus hidup sebagai berikut :

a. Telur

Telur berbentuk agak bulat, berwarna putih pucat pada waktu diletakkan dan

berwarna keruh pada waktu hampir menetas. Telur diletakkan secara berkelompok di

permukaan atas maupun bawah daun yang ditutupi rambut-rambut halus yang

berasal dari ujung abdomen. Tiap kelompok telur terdiri atas 350 butir dan seekor

betina dewasa dapat meletakkan telur lebih kurang 2000-3000 butir. Stadia telur

(28)

untuk sementara waktu ditempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, larva

berpencaran.

(a) (b)

Gambar 3. Telur Spodoptera spp. (Perbesaran 100X)

(a) Telur Spodoptera spp. (b) Telur Spodoptera spp. yang menetas

b. Larva

Larva mula-mula berada di permukaan bawah daun, kemudian setelah

berumur 3-5 hari berpencar. Larva aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari

bersembunyi di bawah permukaan tanah atau di dekat pangkal batang tanaman

(Kalshoven, 1981). Pada umur 2 minggu panjang larva mencapai 3 cm, dan dapat

lebih merusak tanaman. Larva muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis

atas dan tulang-tulang daun saja. Larva dewasa merusak pertulangan daun hingga

tampak lobang-lobang bekas gigitan larva. Sebelum menjadi pupa, larva memasuki

masa prapupa dan ukuran larva menjadi lebih kecil, mengkerut, tidak aktif dan tidak

makan. Stadia larva berkisar antara 20-26 hari (Irfan, B. dkk. 2007).

Larva Spodoptera spp. mempunyai 4 instar, tubuh larva berwarna hijau

(29)

hitam dengan lebar 0,2 – 0,3 mm. Larva instar kedua tubuh yang berwarna hijau

dengan panjang 3,75 – 10,00 mm (Gambar 4). Bulu-bulunya tidak terlihat dan pada

ruas abdomen pertamana terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat

garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen (Silihi, 2010).

(a) (b)

Gambar 4. Larva Spodoptera spp. (Perbesaran 100X) (a) Larva Instar 1 (b) Larva Instar 2

Yaksan (2010) melaporkan bahwa larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8 –

15 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, pada bagian kiri dan kanan abdomen

terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar

keempat panjang tubuh 13 – 20 mm, warna bervariasi yaitu hitam, hijau keputihan,

hijau kekuningan atau hijau keunguan (Gambar 5).

(30)

c. Pupa

Pembentukan pupa terjadi di dalam tanah, dengan lama stadium pupa selama

9-15 hari. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Marwoto dan Suharsono (2008)

bahwa larva kepompong dalam tanah kemudian membentuk pupa yang berwarna

coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm dan berumur 8 – 11 hari.

d. Imago

Pabbage, Adnan dan Pratiwi (2006) melaporkan bahwa sayap ngengat bagian

depan berwarna coklat atau keperak-perakan dan juga ditemukan spo-spt berwarna

hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih,

imago jantan memikili panjang tubuh 1,7 cm dan imago betina 1,4 cm , umur imago

berkisar 4 – 6 hari (Gambar 6).

(a) (b) (c) Gambar 6. Morfologi Spodoptera spp (Anonim, 1999)

(a) Pupa (b) Imago Jantan (c) Imago Betina

Imago berupa ngengat berwarna coklat muda, diselimuti oleh sisik-sisik halus

berwarna coklat kelabu pada semua permukaan tubuhnya. Seekor imago betina dapat

(31)

keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam.Imago aktif

pada sore dan malam hari, tertarik pada cahaya lampu. Kemampuan terbang pada

malam hari mencapai 5 km.

Serangga dari Ordo Lepidoptera pada umumnya dikenal oleh setiap orang.

Mereka dapat secara langsung dikenali oleh sisik-sisik pada setiap sayap. Sayap lepas

seperti debu pada jari seseorang bila serangga dipegang.

3. Gejala Serangan Spodoptera spp.

Gejala yang ditimbulkan larva Spodoptera spp. dengan ngengat meletakkan

telur dibawah daun sejak tanaman menghasilkan 4 – 5 daun. Saat keluar dari telur,

larva hidup bergerombol disekitar daun sampai dengan instar ke-3, pada fase ini

larva memakan daun sampai instar ke-4 kemudian larva menyebar ke bagian

tanaman atau tanaman sekitarnya sampai meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian

atas atau transparan sampai tinggal tulang-tulang daun dan larva yang dewasa

memakan tulang daun, hama ini juga memakan tunas dan bunga (Rauf, 1999).

C. Hipotesis

Semakin tinggi dosis nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman sawi di Desa Pilang, Kecamatan

Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Juni

2012. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu, pembiakan massal namatoda

entomopatogen Steinernema spp. dan aplikasi namatoda entomopatogen Steinernema

spp. pada areal tanaman sawi.

B. Bahan-Ba han yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembiakan dan perbanyakan nematoda

entomopatogen Steinernema spp. adalah Nutrient Broth, Yeast Extract, minyak

jagung, aquadest, spon, tepung kedelai, kapas steril, Ringer, Hyamine, Suspension,

kertas saring steril, aluminium foil, tanaman sawi (Brasicca juncea), Spodoptera spp.,

dan Steinernema spp.

C. Alat-alat ya ng Digunakan

Alat yang digunakan sebagai pembiakanan perbanyakan yaitu mikroskop,

autoclaf, pipet ependorf, laminar air flow, beaker glass, tabung erlenmeyer (ukuran

250, 500, 1000 ml), bunsen, label, gunting, hand counter, counting dist, cutter, bak

(33)

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembua ta n Media Bia kan da n Per banyakan Ma ssal Nematoda

Entomopa togen Steinernema spp. seca ra Invitr o

Perbanyakan nematoda entomopatogen dilakukan secara invitro. Perbanyakan

dilakukan dengan pembuatan media untuk biakan yaitu bahan-bahan yang digunakan

adalah Nutrient Broth (7,04 g), Yeast Extract ( 2,56 g), tepung kedelai (115,2 g),

minyak jagung (93 g), aquadest (432 ml), spon (36 g). Bahan-bahan tersebut

dimasukkan ke dalam air mendidih, diaduk sampai merata kemudian diangkat. Spon

dimasukkan ke dalam bak yang berisi bahan-bahan dan diremas-remas. Media spon

dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer ukuran 1000 ml, kemudian ditutup dengan

kapas dan dilapisi dengan alluminium foil atau kertas kemudian media disterilkan ke

dalam autoclaf selama 30 menit dengan suhu 121 ºC dengan tekanan 1,5 atm.

2. Pembua ta n Media Cair Yeast Salt ( YS)

Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan antara lain Dipostassium Phospate

(K2HPO4) 0,5 g, Amonium Phospate (NH4H2PO4) 0,5 g, Magnesium Sulphate

(MgSO4.7H2O) 0,2 g, BactoYeast Extract 5 g, Natrium Clorida (NaCl) 5 g, dan H2O

sebanyak 1000 ml. Semua bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga

homogen kemudian direbus hingga mendidih. Media yang sudah mendidih

dituangkan ke dalam erlenmeyer 250 ml (Gambar 7.) ditutup dengan kapas dan

dilapisi aluminium foil atau kertas, kemudian disterilkan dalam autoclaf selama 30

menit pada suhu 121 ºC (hitungan waktu dimulai ketika tekanan autoclaf mencapai

(34)

Gambar 7. Media Yeast Salt yang sudah Disterilkan

3. Inokulasi bakter i Simbion dan Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. pada Media Spon

Bakteri simbion diperoleh dari hasil isolasi bakteri dari dalam tubuh serangga

yang telah dibiakkan dalam media Yeast Salt. Hasil biakan bakteri kemudian

dikocok dalam shaker selama 24 jam.

Setelah media spon disterilkan selanjutnya media dalam tiap tabung

erlenmeyer 1000 ml diinokulasi dengan bakteri simbion Xenorhabdus spp.

kemudian diinkubasi selama 24 jam (Gambar 8).

(35)

Setelah 24 jam media spon yang telah berisi bakteri simbion Xenorhabdus

spp. diinokulasi nematoda entomopatogen Steinernema spp.. Tabung erlenmeyer

yang berisi nematoda dalam media spon ditutup menggunakan kapas steril dan

aluminium foil atau kertas kemudian disimpan dengan suhu 25ºC selama 14 - 21 hari.

Selama masa penyimpanan diketahui di dalam tabung erlenmeyer setelah tiga hari

muncul nematoda entomopatogen Steinernema spp. membentuk jala-jala pada

dinding-dinding Erlenmeyer (Gambar 9).

Gambar 9. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Membentuk Jala-jala pada Dinding Erlenmeyer

4. Pa nen Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Cara panen nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang disimpan dalam

medium spon selama 14 - 21 hari dengan suhu 25 ºC, keluarkan spon yang telah

ditumbuhi nematoda entomopatogen Steinernema spp. dari erlenmeyer 1000 ml dan

diletakkan dalam bak ukuran 30 x 50 cm. Setelah itu spon diremas perlahan-lahan

menggunakan air, diendapkan selama dua jam. Setelah dua jam, suspensi hasil

(36)

5. Rancangan Per cobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima

perlakuan, masing-masing perlakuan diletakkan di Rancangan Acak Lengkap dan

diulang 5 kali (Gambar 10).

Gambar 10. Denah Penempatan Perlakuan pada Rancangan Acak Lengkap

Keterangan : A adalah Dosis 125.000 IJ/m2 B adalah Dosis 250.000 IJ/m2 C adalah Dosis 375.000 IJ/m2 D adalah Dosis 500.000 IJ/m2 E adalah Dosis 625.000 IJ/m2

1, 2, 3, 4, dan 5 adalah ulangan pada tiap dosis

6. Aplika si Spodoptera spp. pada Ar el Ta naman Sawi

Masing-masing perlakuan luasnya 1 m2 dengan jumlah tanaman sawi

berkisar antara 20 – 25. Karena tanaman sawi jenis Brasica juncea tidak memiliki

nilai ambang batas ekonomi maka diinvestasi larva Spodoptera spp. sebanyak 20

larva/ perlakuan. Larva Spodoptera spp. diaplikasikan pada tanaman sawi saat

(37)

7. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Gambar 11. Denah Perlakuan pada Areal Tanaman Sawi

Uji efikasi nematoda entomopatogen Steinernema spp. dilakukan pada areal

pertanaman sayuran yang terserang Spodoptera spp.(Gambar 11). Pada lahan jika

tidak ditemukan larva Spodoptera spp. maka perlu diaplikasikan larva tersebut.

Banyaknya larva yang diaplikasikan pada masing-masing perlakuan ialah 20

larva/m2, untuk mengantisipasi agar larva tersebut tidak hilang maka larva

Spodoptera spp. diletakkan pada bagian tengah dari setiap plot-plot pada beberapa

pertanaman sayuran sawi. Percobaan terdiri dari 5 perlakuan dan masing-masing

perlakuan diulang 5 kali. Perlakuannya terdiri dari 125.000 IJ/m2, 250.000 IJ/m2,

375.000 IJ m2, 500.000 IJ/m2 dan 625.000 IJ/m2. Penyemprotan di lapang dilakukan

pada sore hari, sebelum disemprot suspensi dicampur dengan agristik (perekat) agar

(38)

8. Metode Pengama tan

Pengamatan dilakukan 12 jam setalah aplikasi, selanjutnya dilakukan setiap

24 jam kemudian sampai terjadi kematian pada larva Spodoptera spp. Persentase

kematian larva Spodoptera spp. dihitung menggunakan rumus Abbot (1925) dan

dianalisis menggunakan analisis Sidik Ragam.

9. Analisis Data

Hasil dari persentase kematian larva Spodoptera spp. dihitung menggunakan

metode Abbot dengan rumus:

A

P = x 100 %

B

Keterangan : P adalah persentase kematian larva Spodoptera spp. A adalah jumlah larva Spodoptera spp yang mati. B adalah jumlah larva Spodoptera spp. keseluruhan

Data hasil pengamatan dianalisis dengan metode sidik ragam atau anova.

Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka selanjutnya diuji dengan beda nyata

(39)

IV. HASIL DAN PE MBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan

Hasil uji efikasi nematoda entomopatogen Steinernema spp. terhadap

Spodoptera spp. menunjukkan peningkatan mortalitas larva Spodoptera spp. dari

awal pengamatan (12 jam setelah aplikasi) sampai pengamatan keempat (72 jam

setelah aplikasi). Mortalitas larva Spodoptera spp. mencapai 100% pada pengamatan

keempat.

Tabel 1. Persentase Kematian Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Per la kuan Persentase Mor talitas Larva Spodoptera spp.

Pengama tan ke……….setelah Aplikasi

aplikasi) paling banyak ditunjukkan pada dosis 625.000 IJ/m2 dan berlanjut sampai

pengamatan ketiga (48 jam setelah aplikasi), kematian yang paling rendah

ditunjukkan pada dosis 500.000 IJ/m2, kemudian pada pengamatan kedua dan ketiga

ditunjukkan pada dosis 375.000 IJ/m2. Sampai pada pengamatan ke empat (72 jam

setelah aplikas) tingkat mortalitas larva Spodoptera spp. yang paling banyak pada

(40)

Spodoptera spp. diduga disebabkan karena pada waktu yang semakin bertambah,

nematoda Steinernema spp. semakin tumbuh dan berkembang di dalam tubuh

Spodoptera spp., sehingga tingkat kerusakan jaringan tubuh serangga semakin tinggi

pula. Tingkat kerusakan jaringan tubuh yang tinggi dapat menyebabkan mortalitas

serangga. Hasil pengamatan mortalitas Spodoptera sp. menunjukkan bahwa jumlah

mortalitas Spodoptera spp. mencapai maksimal pada pengamatn ke empat setelah

aplikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Levine & Sadeghi (1992), bahwa nematoda

entomopatogen Steinernema spp. efektif untuk mengendalikan larva Lepidoptera

selama 1 sampai 8 hari setelah aplikasi.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari pemberian dosis yang

berbeda setelah aplikasi, tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (tn)

terhadap persentase mortalitas Spodoptera spp.. Dengan demikian dapat diketahui

bahwa dosis nematoda Steinernema spp. yang efektif dalam mengendalikan

Spodoptera spp. adalah 125.000 IJ/m2. Meskipun tidak ada perbedaan nyata dari

hasil analisis, tetapi ada kecenderungan peningkatan mortalitas Spodoptera spp. pada

pengamatan 1 (12 jam), 2 (24 jam), 3 (48 jam) dan ke 4 (72 jam) yang semakin

meningkat.

Kematian larva Spodoptera spp. yang diakibatkan nematoda Steinernema spp.

ditandai dengan morfologi fisik seperti tubuh larva berwarna coklat karamel

(41)

Larva Sehat Larva Terserang

Gambar 12. Larva Spodoptera spp. yang Sehat dan yang Terserang Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. (Perbesaran 200X)

Serangga yang mati akibat serangan nematoda akan menampakkan gejala

spesifik. Gejala serangan nematoda Steinernema spp. terhadap larva Spodoptera spp.

selain tubuh larva berubah warna menjadi kecoklatan/ karamel, tubuh larva juga

menjadi lunak tetapi tidak berbau dan kemudian hancur (Gambar 13). Gejala hama

yang terinfeksi Steinernema spp. berwarna kecoklatan/ karamel karena bakteri

Xenorhabdus spp. yang bersimbiosis dengan nematoda Steinernema spp.

menghasilkan enzimlekitinase, protease serta entomotoksin (eksotoksin dan

endotoksin) yang mempengaruhi proses kematian pada hama. Bakteri Xenorhabdus

spp. termasuk bakteri gram negatif, katalase negatif dan bioluminenscens negatif

sehingga gejala larva yang terinfeksi nematoda Steinernema spp. berwarna

(42)

Gambar 13. Larva Spodoptera spp. yang Mati (Perbesaran 100X)

Menurut Jarozs (1996), tidak adanya bau busuk pada larva yang terserang

nematoda Steinernema spp. diduga karena bakteri simbion mampu memproduksi

senyawa antimikroba seperti antibiotik, bakteriosin dan fages yang dapat

menghambat perkembangan mikroorganisme sekunder yang ada d dalam tubuh

serangga inang.

(43)

Menurut grafik hubungan antara waktu pengamatan dan persentase mortalitas

Spodoptera spp. menunjukkan bahwa semakin lama, persentase mortalitas

Spodoptera sp. semakin meningkat (Gambar 14). Hal disebabkan karena semakin

lama, nematoda yang berada di dalam tubuh Spodoptera spp. semakin tumbuh dan

berkembang maka jumlah juga akan semakin bertambah dan ini akan mempengaruhi

kerusakan jaringan tubuh Spodoptera spp..

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat tingkat mortalitas tertinggi terjadi

pada pengamatan keempat (Dosis 125.000 IJ/m2) dengan persentase mortalitas

100%. Hasil pengamatan bahwa gejala yang ditimbulkan Spodoptera spp. yang

terserang nematode entomopatogen Steinernema spp. adalah tubuh larva Spodoptera

spp. berubah menjadi warna coklat caramel, jika dipegang menjadi lembek dan

mengeluarkan cairan tetapi tidak berbau busuk dan reproduksi pencernaannya

menurun, semakin lama tubuh larva yang tersisa berupa kutikula.

Secara umum Steinernema spp. sudah dapat mematikan serangga inang

Spodoptera spp. dengan presentase 50 % pada pengamatan ke dua (24 jam). Hal ini

dapat membuktikan bahwa Steinernema spp. memiliki sifat ambusher yaitu

kemampuan untuk menunggu serangga inang yang aktif. Polandono (2003)

menyatakan bahwa Steinernema spp. memiliki perilaku ambusher yaitu diam dan

menunggu serangga inang sampai berada didekatnya kemudian menyerang serangga

(44)

Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kenaikan

tingkat mortalitas Spodoptera spp. pada perlakuan dosis nematoda entomopatogen

Steinernema spp.. Dosis Steinernema spp. yang semakin tinggi, tidak begitu banyak

memberikan pengaruh terhadap mortalitas Spodoptera spp.. Namun secara garis

umum, nematoda entomopatogen Steinernema spp. memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap mortalitas kematian Spodoptera spp..

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. menyerang lebih agresif terhadap

larva Spodoptera spp. yang bergerak lebih aktif (larva instar 3). Hal ini sesuai

dengan pernyataan dari Gaugler (1993) bahwa nematoda entomopatogen

Steinernema spp. lebih cocok diadaptasikan pada serangga inang yang mempunyai

mobilitas tinggi.

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. diketahui dapat mematikan

serangga dari ordo Lepidoptera (Spodoptera spp.) dalam waktu 24 – 72 jam (1 – 3

hari). Hal ini sependapat dengan Kaya dan Koppenhofer (1996) bahwa Steinernema

spp. mempunyai beberapa kelebihan yaitu dapat mematikan serangga dari ordo

Lepidoptera (termasuk Spodoptera spp.) dengan cepat, mempunyai kisaran inang

yang luas, tidak berbahaya bagi organisme bukan sasarannya dan dapat diaplikasikan

dengan mudah. Selain itu juga, terbukti dari penelitian sebelummnya (Akhurst dan

Boemare, 1990) bahwa entomopatogen masuk ke dalam tubuh inang kemudian 24 –

48 jam serangga inang akan mati.

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang menyentuh larva

(45)

kematian bagi serangga tersebut. Simoes dan Rossa (1996) menyatakan bahwa

jumlah kematian serangga yang menjadi inang akan lebih tinggi apabila nematoda

entomopatogen Steinernema spp. secara langsung bersentuhan dengan tubuh

serangga inang. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. menginfeksi serangga

inang melalui lubang-lubang alami seperti mulut, anus, spirakel dan kutikula.

Spirakel merupakan jalan untuk masuk ke dalam tubuh serangga inang, hal ini

pernah diteliti oleh Gaugler (1993) yang menyatakn bahwa spirakel merupakan jalan

masuk utama dari nematoda entomopatogen Steinernema spp. untuk mempenetrasi

ke dalam ubuh serangga inang.

Sebelumnya nematoda entomopatogen Steinernema spp. melemahkan

kekebalan tubuh dari serangga inang larva Spodoptera spp. dengan menggunakan

bakteri simbion yang ada di dalam tubuh Steinernema spp. yaitu Xenorhabdus spp..

Bakteri simbion tersebut terdapat dalam saluran pencernaan invektif juvenil. Simoes

dan Rossa (1996) berpendapat bahwa apabila nematoda entomopatogen masuk ke

dalam tubuh serangga inang, nematoda entomopatogen melepaskan bakteri simbion

ke dalam tubuh serangga inang.

Hasil persentase mortalitas larva Spodoptera spp. yang tertinggi ialah 100%

dan terjadi pada pengamatan ke empat (72 jam setelah aplikasi). Hal ini dikarenakan

semakin lama Steinernema spp. berada di dalam tubuh larva Spodoptera spp. maka

jumlah Steinernema spp. itu sendiri akan bertambah sehingga dapat mempengaruhi

kerusakan jaringan dari Spodoptera spp. Sedangkan menurut hasil analisa statistik

(46)

kematian larva Spodoptera spp. instar 3 tidak menunjukkan perbedaan nyata antar

perlakuan (tn). Dengan demikian dapat diketahui bahwa dosis nematoda

Steinernema spp. yang efektif dalam mengendalikan Spodoptera spp. adalah

125.000 IJ/m2 dengan persentase mortalitasnya mencapai 100% pada pengamatan ke

empat (72 jam setelah aplikasi), namun tingkat mortalitas tidak berbeda jauh dengan

perlakuan dosis yang lain, oleh sebab itu perlakuan dosis tidak memberikan

pengaruh yang nyata.

Mortalitas yang terjadi pada Spodoptera spp. tidak hanya ditentukan oleh

patogenesitas dari Steinernema spp. itu sendiri, tetapi juga ditentukan oleh kekebalan

tubuh dari Spodoptera spp. untuk melindungi diri dari parasit yang menyerang.

Kematian yang terjadi pada Spodoptera spp. disebabkan karena kekebalan tubuh dari

Spodoptera spp. tidak dapat melawan bakteri simbion Steinernema spp. sehingga

menyebabkan kematian. Hal ini serupa dengan pendapat dari Ehlers (1996) yang

menyatakan bahwa kemampuan menyebabkan kematian dari hubungan parasitasi

nematoda entomopatogen dengan inang tidak hanya ditentukan oleh patogenesitas

bakteri simbionnya, tetapi juga oleh seberapa besar kemampuan serangga inang

untuk mempertahankan diri malawan parasit yang menyerang.

Kematian Spodoptera spp. yang disebabkan oleh nematoda entomopatogen

yaitu adanya bakteri yang ada dalam tubuh Steinernema spp. yang dapat meracuni

serangga inang. Bakteri Xenorhabdus spp. yang berada di dalam tubuh Steinernema

spp. akan mematikan serangga Spodoptera spp.. Bakteri tersebut terbawa

(47)

bakteri sendiri menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan nematoda tersebut. Hal ini

serupa dengan pendapat Uhan (2007) kematian Spodoptera spp. yang diakibatkan

oleh bakteri Xenorhabdus spp.. Bakteri tersebut mulai aktif di dalam tubuh serangga

inang pada 24 jam setelah aplikasi. Gejala serangan yang terlihat pada Spodoptera

spp. yaitu perubahan warna menjadi coklat caramel, tubuh menjadi lunak dan

apabila dibedah mengeluarkan cairan bening dan tidak berbau. Hal ini serupa dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Kaya dan Gaugler (1993) menyatakan bahwa

serangga inang yang terserang oleh Steinernema spp. ditandai oleh perubahan warna

pada tubuh serangga inang menjadi coklat karamel dan lembek setelah terinfeksi

namatoda. Selain itu gejala yang nampak ialah kutikula terlihat yang terlihat

memudar karena rusaknya jaringan menjadi cairan. Rusaknya jaringan diakibatkan

pengaruh bakteri simbion Xenorhabdus spp. yang mengeluarkan toksin sehingga

meyebabkan paralisis pada serangga yang diikuti dengan kematian.

Tubuh larva yang terinfeksi nematoda entomopatogen dalam jangka waktu

yang lebih lama tubuhnya tinggal kutikulanya saja (Gambar 14). Hal ini sesuai

dengan pendapat Kornia (2011) menyatakan bahwa hama dari ordo Lepidoptera

yang terserang nematoda entomopatogen dalam jangka lebih lama serangga inang

terlihat kering dan tinggal kutikulanya saja. Jika dibedah di bawah mikroskop maka

(48)

Kutikula

Gambar 15. Larva Spodoptera spp. yang telah Mengering dan Tinggal Kutikula (Perbesaran 200X)

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. dapat berkembangbiak dalam

tubuh larva Spodoptera spp. yang akan berpindah untuk mencari inang yang baru

jika nutrisi yang ada di dalam tubuh larva Spodoptera spp. sudah habis. Hal ini

sesuai dengan pendapat Indriani (2009) yang menyatakan setelah nematode

entomopatogen memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam

tubuh serangga inang, maka nematode entomopatogen akan menghasilkan 2 – 3

generasi baru di dalam serangga inang. Setelah nutrisi yang ada di dalam tubuh habis

(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Tingkat mortalitas tertinggi hama tanaman sayuran sawi (Spodoptera spp.)

terjadi pada pengamatan ke 4 setelah aplikasi.

2. Dosis nematoda (Steinernema spp.) yang paling efektif untuk

mengendalikan Spodoptera spp. adalah 125.000 IJ/m2.

SARAN

Semoga hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abel. 2010. Ulat Grayak spodoptera litura F.

http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid =204.

Aguillera, M. M., N. C Hodge, F. E Stall and G. C Smart, Jr., 1993. Bacterial Symbiont of Steinernema scapterisci, J. Invert. Pathol. 62 : 68-72.

Akhurst, R. I and N. E. Boemare. 1990. Biology and Taxonomy of Xenorhabditis in Enthomopathogenic Nematodes in Biological Control (R. Gaugler and H. K. Kaya, Eds.). CRC. Press. Boca Rotan. Florida.

Anonim., 1992. Pengaruh Ekstrak Biji Mimba dan Mahoni Terhadap Mortalitas

Spodoptera spp.

, 2004. NPS (Nematoda Patogen Serangga) Biopestisida. File;///F:BELUM/nps-nematoda-patogen-serangga.biopestisida html

, 2006. NPS Biopestisida Unggulan.

(51)

, 2007. Steinernema feltiae Parasit Nematodes for Scriarid Flies Control. http://www.bioplanet.it/en/bcas/nemopaks.php, akses 23 Maret 2012

Arinana, 2002. Keefektifan Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Dan Heterohabditis indica Sebagai Agens Hayati Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgran (Isoptera: Rhinortermitidae). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chaerani, Finegan, M.M., Downes, M. J. Dan Griffin, C. T. (1995) Pembiakan massal nematoda entomopatogen serangga Steinernema dan Heterorhabditis isolat Indonesia secara in vitro untuk pengendalian hama penggerek padi secara hayati. Poster Ilmiah pada Pekan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Puspitek Serpong 28-29 Nopember 1995. 11p.

Ehlers, R. U. and A. Peters. 1995. Enthomopathogenic in Biology Control : Feasibility, Perpective and Possible Risk. Cambridge University Press. Cambridge.

, R. U. 1996. Current and Future Use of Nematodes in Biocontrol: Practice and Comercial Aspect in Regard to Regulatory Policies. Biocontrol Sciencent and Technology.

, R.U. (2001) Mass production of entomopathogenic nematodes for plant protection. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56 : 623-633.

Fedrianto, Y, Riyanto S. 2009. Pestisida Kimia dan Alami. Universitas BRAWIJAYA.

Mhtml://H:\Go%20organic%202010_%20Desember%2020009.mht

Gaugler, R. Dan Harry K. Kaya., 1990. Entomopatogenic Nematodes in Biological control. CRC Press. USA. 52 Hal

(52)

Harahap, M., 2000. Karakteristik Morfologi, Fisiologi Beberapa Isolat Lokal Bakteri Simbiose Nematoda Entomopatogen Kompleks serta Uji Virulensi pada Larva Pluttela xynostella. 49 hal.

Hartati, S. 2009. Biologi Spodoptera Litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Kedelai dengan Dosis Pupuk Nitrogen yang Berbeda. Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Hofftman M. P., a. M Shelton & Weeden C. R. 2007. Nematodes (Rhabditia: Steinernema & Heterorhabditis) Cornel University. www. Nysaes. Cornel, akses 20 Maret 2012

Indriani, D. 2009. Potensi Patogen Serangga dan Pengendalian Hama Penggerek Buah Kapas Helicoverpa Armigera Huber. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Irfan, B. dkk. 2007. Prospek Nuclear Polyhedrosis Virus sebagai Agens Hayati

Pengendali Spodoptera litura. LKTM. Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32517/PROSPEK%20 NUCLEAR.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 17 Agustus 2012.

Jarosz, J. (1996) Do antibiotic compound produced in vitro by Xenorhabdus nematophilus minimize the secondary invasion of insect carcasses by contaminating bacteria. Nematologica 42 : 367-377.

Kaya, H. K and Koppenhofer, AM. 1996. Efeect of Microbial and Other Antagonistic Organism and Competition on Entomopatogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology.

(53)

Kornia, E. 2011. Pengembangan dan Pemanfaatan Agensia Pengendalian Hayati (APH) Terhadap Hama. Balai Pertanian Jawa Timur

Kalshoven, 1981 dalam Irfan, B. dkk. 2007. Prospek Nuclear Polyhedrosis Virus sebagai Agens Hayati pengendali Spodoptera litura. LKTM. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32517/PROSPEK%20 NUCLEAR.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 17 Agustus 2012.

Laoh. J.H. 2003. SpltNPV untuk Pengendalian Spodoptera litura pada Tanaman Perkebunan.

http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpsur/images/stories/proteksi/slnpv.pdf

Levine, E. and Sadeghi, H.O. (1992) Field evaluation of S. carpocapsae against black cutworm larvae in field corn. Journal of Entomology Science 27 : 427 - 435.

Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera liura Fabricus) pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101.

Pabbage, Adnan, dan Pratiwi. 2006. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serelia, Maros.

Polandono. 2003. Nematoda Parasit sebagai Agens Hayati Serangga Hama Tanaman Pangan dan Hortikultur. Pasuruan.

Rauf, A. 1999. Dinamika Populasi Spodoptera exigua (Hubner Lepidoptera Noctuedae) pada Pertanaman Bawang Merah di Dataran Rendah. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Institut Pertanian Bogor.

Sanjaya, Y. 2005. Infektivitas Nematoda Entomopatogen Heterohabditis sp. Terhadap Infektivitas Cyllodes Bifacies Walker (Coleoptera: Nitidulidae). Tropika. Vol 13, No 2.

(54)

Sherler. D.J.. P.E. Sulaeman. and R. Georgis. 1998. Irrigation and use of Enthomopathogenous Nematodes. Neoploctana spp. and Heterorhabditis heleothidis (Rhabaitda: Steinernematidae and Heterorhabditidae) for Central of Japanense Berle (Coleoptera: Seracabidae). Graps in Turfgrass. J. Econ. Entomol. 81 (5): 1318-1322.

Silihi, J, M. 2010. Hama Ulat Grayak Spodoptera Litura ditanaman Umbi. Arsip Blog.

Simoes. 1992. Patogenicity and Host Specifity of Entomopathogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology.

, N. and J.S. Rossa. 1996. Patogenicity and Host Specifity of Entomopathogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology.

Sulistyanto D. 2009. Pengendalian Nematoda Entomopatogen sebagai Agensia Hayati Organisme Pengganggu Tanaman yang Berwawasan Lingkungan. Study Lapangan Peserta Pendidikan Ketahanan Nasional Pemuda (TANNASDA), 2-4

Tanada, T. and H. K. Kaya. 1993. Insect Pathologi. Academic Press. San Diego.

Tanty, E. 2006. Efikasi Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis sp. dan Steinernema sp.Isolat Bogor Sebagai Bioinsektisida Terhadap Rayap Tanah Coptothermes curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae). Institut Pertanian Bogor.

Uhan, 2007. Notifikasi Beberapa Isolat Nematoda Entomopatogenik Steinernema spp. Terhadap Spodoptera litura Fabricus pada Tanaman Cabai di rumah Kaca. Balai Penelitian Tanaman Sayur.

Wales, J.2011. Nematoda. http://id.wikipedia.org/wiki/Nematoda

(55)

Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada pengamatan pertama ( 12 jam setelah aplikasi)

SK pengamatan kedua (24 Jam setelah aplikasi)

SK pengamatan ketiga (48 Jam setelah aplikasi)

SK db J K KT Fhitung F 5% F 1% pengamatan keempat (72 Jam setelah aplikasi)

SK db J K KT Fhitung F 5% F 1%

Per lakua n 4 1.2 0.3 0.571429 3.01 4.77 tn

Galat 16 8.4 0.525

Total 24

Gambar

Gambar 1. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. (Anonim,2007
Gambar 2. Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen (Kaya dan Gaugler, 1993)
Gambar 3. Telur Spodoptera (a) Telur spp. (Perbesaran 100X) Spodoptera spp.        (b) Telur Spodoptera spp
Gambar 4. Larva Spodoptera spp. (Perbesaran 100X) (a) Larva Instar 1     (b) Larva Instar 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

karunianya, sehingga penulisan skripsi dengan judul: TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN

Dengan segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga penulisan skripsi dengan judul: TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas nematoda entomopatogen (Steinernema spp.) isolat lokal Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam pengendalian ulat grayak

Dengan segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga penulisan skripsi dengan judul: TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema

Identifikasi bakteri simbion nematoda entomopatogen dilakukan dengan melihat karakteristik morfologi bakteri yang ditumbuhkan pada beberapa medium yang berbeda antara lain

Hal tersebut menunjukkan bahwa strain nematoda yang efektif terhadap satu spesies inang belum tentu efektif terhadap spesies inang yang lain, karena setiap serangga memiliki

Jika gejala infeksi nematoda entomopatogen tidak terlihat secara visual, maka kadaver serangga uji dibedah dibawah mikroskop untuk mengetahui nematoda entomopatogen yang

Pada pengamatan yang dilakukan juga menunjukkan bahwa pupa yang terbentuk pada perlakuan yang diaplikasikan oleh nematoda entomopatogen Steinernema sp., sebagian tidak