• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL NOTULEN RAPAT DENGAR UMUM KOMITE III DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL NOTULEN RAPAT DENGAR UMUM KOMITE III DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 | K o m i t e – I I I

\\

NOTULEN

SIDANG DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI

DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL

---

NOTULEN

RAPAT DENGAR UMUM KOMITE III DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

H a r i : Senin

Tanggal : 24 Februari 2014 Pukul : 10.00 s.d selesai

Tempat : Ruang Rapat Komite II, Gd. B Lt. III DPD RI Pimpinan Rapat : Pimpinan Komite Komite III:

1. Prof. Dr. Dra. Hj, Istibsyaroh, SH., MA.

2. Ir. H. A. Aziz Qahar Mudzakar, M. Si.

Acara : Rapat Dengar Pendapat Umum mengenai berkenaan dengan Perlindungan terkait Aset Cagar Budaya, dengan mengundang:

1. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia;

JAKARTA 2014

JAKARTA

(2)

NOTULEN

SIDANG PLENO KOMITE III DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

1. H a r i/Tanggal : Selasa, 24 Febbruari 2014

2. Pukul : 10.00 s.d. Selesai

3. Tempat : Ruang Rapat Komite II, Gd. B Lt.III DPD RI 4. Pimpinan Rapat : Pimpinan Komite III:

1. Prof. Dr. Dra. Hj. Istibsyaroh, SH., MA.

2. Ir. H. A. Aziz Qahar Mudzakar, M. Si.

5. Acara : Rapat Dengar Umum Komite III berkenaan dengan Perlindungan terkait Aset Cagar Budaya, dengan mengundang :

1. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia;

6. Hadir : 7 (tujuh) orang dari 33 (tiga puluh tiga) orang Anggota Komite III DPD RI.

Hasil Rapat :

I. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) Komite III DPD RI berkenaan dengan Perlindungan terkait Aset Cagar Budaya dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2014 dan dibuka pada pukul 10.40 WIB serta dihadiri oleh 7 (tujuh) orang Anggota Komite III DPD RI.

II. Sidang Pleno Komite III DPD RI didahului sambutan oleh Wakil Ketua Komite III DPD RI, Ibu Prof. Dr. Dra. Hj. Istibsyaroh, SH., MA.

III. RDPU yang seharusnya dihadiri oleh dua tamu undangan yaitu dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia dan Marco Kusumatmaja, namun Marco Kusumatmaja berhalangan hadir.

IV. Pemaparan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia adalah sebagai berikut:

Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) didirikan pada tahun pada 1976 dengan anggota lebih dari 600 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. IAAI berpendapat bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ialah pada hal penetapan cagar budaya. Didalam undang-undang tersebut cagar budaya ditentukan oleh menteri dan kepala daerah. Pada undang-undang sebelumnya yaitu

(3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang benda Cagar Budaya, penetapan cagar budaya ditentukan oleh arkeolog. Namun didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, penetepan cagar budaya dilaksanakan oleh pemerintah, mulai dari bupati, gubernur hingga menteri. Namun demikian, penetepan oleh masing- masing kepala daerah masih menemui kendala, dimana tidak semua daerah memiliki tim ahli. Sehingga banyak daerah yang membebankan penetapan cagar budaya dilimpahkan kepada para ahli di pusat

Permasalahan lain ialah tidak semua orang mengerti tentang cagar budaya. Sebagai contoh ialah sebuah calon cagar budaya yang terdapat di Sulawesi Selatan, dimana tempat tersebut akan dibangun bendungan. IAAI pernah berdiskusi dengan Kementerian Pekerjaan Umum terkait dengan rencana pembangunan bendungan, hasil yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan Umum bahwa mereka tidak mengetahui tempat tersebut termasuk cagar budaya. Ditambah lagi dengan Sulawesi Selatan belum memiliki ahli cagar budaya.

Ada beberapa permasalahan cagar budaya yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah, yaitu keterbatasan ahli arkeologi. Fakta menunjukkan baru empat perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program studi arkeologi sebagai pencetak para ahli arkeologi. Keempat unversitas tersebut ialah Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanudin. Padahal kebutuhan akan ahli arkeologi sangat mendesak dimana wilayah Indonesia yang cukup luas dan terdapat banyak cagar budaya yang sudah ditetapkan maupun masih calon cagar budaya. Namun demikian, tim ahli penetapan cagar budaya tidak semuanya ahli arkeologi, dibutuhkan juga para ahli dari disiplin ilmu yang menunjang, seperti ahli kesenian, ahli geografi, social budaya, dan ekonomi.

Tim ahli cagar budaya, selain memiliki kualifikasi lulus pendidikan formal, tim ahli cagar budaya juga harus memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh pihak terkait. Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ada dua definisi mengenai tim ahli, yaitu tenaga ahli dan tim ahli. Sedangkan tenaga ahli memerlukan sertifikasi dari organisasi profesi, namun untuk tim ahli belum jelas bagaimana memberikan sertifikasinya.

Dalam hal permasalahan data belum ada koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dimana antara pemerintah daerah maupun pemerintah pusat masih saling menunggu. Untuk tim ahli, sebagaimana diutarakan di atas bahwa permasalahan tim ahli ialah kekurangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, IAAI mengusulkan kepada pemerintah untuk mensosialisasikan mekanisme penentuan tim ahli di daerah, karena masing-masing daerah masih berbeda pendapat dalam penentuan tim ahli.

(4)

Kewenangan kebuyaan yang sering berubah-rubah, mulai dari dibawah kementerian pariwasata hingga kementerian pendidikan juga menjadi kendala yang dialami oleh para ahli arkeologi. Lebih dari itu, di daerah juga masih banyak dinas kebudayaan yang bercampur dengan dinas lain. IAAI sebagai salah satu pihak yang menjalankan undang- undang ini mengalami kesulitan dalam berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sehingga salah satu aspek yang paling penting dalam penentuan cagar budaya yaitu sosialisasi kepada masyarakat sering terjadi penolakan.

Masih ada persepsi ditengah masyarakat dan pemerintah daerah bahwa barang cagar budaya memiliki nilai ekonomi tinggi. Padahal tidak semua barang yang ditemukan memiliki nilai ekonomi. Hal ini kerap terjadi dimana pemerintah daerah mengeluarkan biaya besar untuk menggali barang-barang kuno seperti barang-barang yang terdapat di kapal karam. Namun demikian, ketika barang tersebut tidak memiliki nilai ekonomi akan menjadi tumpukan barang yang mankrak.

IAAI juga mendesak peraturan pemerintah yang harus lahir dari undang-undang nomor 11 segera diterbitkan oleh pemerintah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini sangat penting, mengingat banyak pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan yang melebihi kewenangan yang telah ditentukan didalam undang-undang tersebut.

V. Beberapa tanggapan dan masukan dari Anggota Komite III DPD RI adalah sebagai berikut:

1. Didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang membatasi usia benda cagar budaya yang hanya 50 tahun, maka akan banyak benda cagar budaya baru yang bermunculan. Apakah hal ini cukup menyulitkan.

Apakah sebaiknya perlu diperketat dalam penentuan barang cagar budaya, yaitu memberikan persyaratan yang ketat.

2. Bagaimana dengan benda cagar budaya yang merusakan warisan turun temurun yang dimiliki para kolektor.

3. Ada 4 (empat) kepentingan yang terkait dengan cagar budaya, yaitu kepentingan pembangunan, kepentingan hobi/koleksi, kepentingan bisnis, dan kepentingan mistis.

4. Kami mengharapkan IAAI bekerjasama dengan DPD RI untuk melaksanakan kegiatan bersama seperti seminar untuk mendesak pemerintah untuk memperdulikan permasalahan cagar budaya tersebut.

5. DPD RI perlu bekerjasama dengan IAAI untuk mendesak pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah yang diamanatkan didalam undang-undang tersebut.

(5)

6. Di Bengkulu sudah banyak cagar budaya yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, namun belum ada kepedulian dari pemerintah daerah. Sebagai contoh salah satu cagar budaya di Bengkulu dibangun menjadi kantor kelurahan dan kantor urusan agama.

7. Dengan adanya otonomi daerah, masyarakat lebih terkesan sebagai penonton dalam penentuan cagar budaya. Karena semua kewenangan dipengang oleh kepala daerah yang sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Seperti koleksi pribadi.

8. Bagaimana cagar budaya yang terdapat di lahan masyarakat,

9. Apa saja yang paling prinsip dalam Undnag-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang perlu dirubah

10. Bagaiman cagar budaya dapat memberikan nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat.

11. Bagaimana dengan hukumana bagi para pencuri benda cagar budaya.

12. Apakah perlu masing masing daerah memiliki peraturan daerah untuk perlindungan cagar budaya atau sudah cukup dengan dengan undang-undang tersebut.

VI. Tanggapan narasumber adalah sebagai berikut:

1. Dasar penetapan 50 tahun ialah undang-undang sebelumnya juga telah menetapkan 50 tahun. Didalam para ahli juga terjadi perdebatan dalam penentuan 50 tahun. Namun IAAI tetap mepertahankan 50 tahun dengan alasan bahwa banyak warisan perang dunia kedua yang mengalami kerusakan, dan kebanyakan warisan-warisan tersebut berusia disekitar 50 tahun. Namun apabila ada barang cagar budaya yang memiliki nilai historis dan memiliki usia kurang 50 tahun juga dapat dimasukkan sebagai cagar budaya dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

2. Sebuah benda cagar budaya harus memiliki nilai sejarah dan ilmu pengetahuan, sehingga tidak semua benda yang memiliki usia 50 tahun termasuk benda cagar budaya.

3. Perhatian terhadap kebudayaan memang sangat kurang dari pemerintah, karena masih ada mindset bahwa kebudayaan tidak menghasilkan nilai ekonomis. Hal ini sangat berbeda dengan Malaysia yang memiliki perhatian yang cukup besar terhadap kebudayaan.

4. Lemahnya perhatian kepada kebudayaan oleh pemerintah sangat kentara dengan hilangnya GBHN sebagai pedoman dalam bernegara yang bersifat menyeluruh, termasuk kebudayaan yang memiliki porsi yang cukup besar.

(6)

Sedangkan pada saat ini, pemerintah dalam menyusun progam pembangunan lebih bersifat teknokratik yang mengeminilisir perhatian kepada pembangunan kebudayaan.

5. IAAI sependapat dan siap membantu apabila DPD RI membutuhkan untuk mendesak pemerintah agar menerbitkan peraturan pemerintah.

6. Terkait barang cagar budaya koleksi perlu dibuktikan kepemilikannya dan telah diatur didalam undang-undang. Namun demikian terlalu luas definisi kepemilikan dalam undang-undang tersebut.

7. Pemerintah wajib memberikan kompensasi kepada masyarakat apabila akan mengambil cagar budaya. Namun apabila cagar budaya tersebut tidak memiliki kepentingan umum, makan barang tersebut dikembalikan kepada masyarakat.

8. Permasalahan lain ialah banyaknya museum di Indonesia yang kekurangan dana, sehingga banyak barang-barang yang bernilai tidak dapat masuk ke museum.

9. Terkait dengan peraturan daerah, banyak ditemui peraturan daerah yang diterbitkan dengan acuan undang-undang lama. Padahal peraturan daerah tersebut disusun ketika undang-undang baru telah lahir.

10. Permasalahan lain ialah tidak adanya pos anggaran yang khusus untuk pelestarian cagar budaya, sedangkan hasil ekonomi dari pemanfaatan benda cagar budaya tidak dikembalikan kepada pengembangan cagar budaya, terutama cagar budaya baru.

11. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya masih kurang dari segi sosialisasi.

12. IAAI berpendapat membutuhkan 5.000 arkelog yang dijadikan sebagai tim ahli dalam penetapan cagar budaya.

13. Selain progam studi yang menjadi hambatan, ketersediaan tenaga pengajar bidang kebudayaan juga masih terbatas.

14. Perlu segera dibentuk badan pengelola cagar budaya yang terdiri dari pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat untuk memformulasikan cagar budaya memberikan manfaat bagi negara dan maysarakat.

15. Menurut IAAI, Rancangan Peraturan Pemerintah yang sedang dirancang pemerintah isinya masih kurang baik dan terlalu banyak mengadopsi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

16. Efek jera bagi pelanggar sebenarnya sudah terakomodasi didalam undang- undang tersebut dengan adanya pelibatan hukum adat dalam memberikan efek jera.

(7)

17. Terkait dengan sertifikasi tenaga ahli, didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya belum termaktub lembaga yang berwenang untuk memberikan sertifikasi. Sedangkan IAAI sendiri apabila diberikan kewenangan, hingga sekarang masih terkendalan dalam pendanaan. Oleh karena itu, IAAI mendorong DPD RI untuk memperjuangkan kepada pemerintah untuk membantu agar pemerintah memberikan dukungan terhadap pendanaan sertifikasi.

18. Perlu adanya pengakuan terhadap aliran kepercayaan yang tersebar di tengah masyarakat, karena diakui atau tidak benda cagar budaya masih memiliki kaitan dengan aliran kepercayaan masyarakat.

19. Ada kekhawatiran yang terjadi di tengah masyarakat bahwa banyak benda cagar budaya yang dianggap tidak penting.

VII. Sidang Pleno Komite III DPD RI ditutup pada pukul 12.45 WIB.

Jakarta, 24 Februari 2014 Kepala Bagian

Sekretariat Komite III DPD RI,

SUDARMAN, SH., MH.

NIP. 195904021982031002

Referensi

Dokumen terkait

This study aims to determine the benefits of the use of hedges on the exposure of transactions а nd determine the currency to be selected by PT Multibint а ng Indonesi а to

1) Serginho berhasil setelah tendangan pelan ke arah kanan kiper menipu pergerakannya. 2) Seedorf gagal setelah tendanganya ke sebelah kanan dengan pelan kiper

Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai.. Evakuasi

Uji Chi-Kuadrat digunakan untuk menguji kebebasan antara dua sampel (variabel) yang disusun dalam tabel baris kali kolom atau menguji keselarasan dimana pengujian dilakukan

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan yaitu

1) Apabila PIHAK KEDUA tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana tersebut dalam Petunjuk Teknis Bantuan Fasilitasi Sarana Kesenian di Satuan Pendidikan Tahun

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2017 tentang Formulasi Biaya Operasi Penerbangan Angkutan Udara

Interaksi an- tara konsentrasi asap cair batang tembakau de- ngan lama perendaman tidak berpengaruh pada kekerasan, warna, aroma, dan total bakteri daging ikan gurami