• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah... 12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah... 12"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

i DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 12

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 12

1.5. Tujuan Penelitian ... 13

1.5.1 Tujuan Umum ... 13

1.5.2 Tujuan Khusus ... 13

1.6. Manfaat Penelitian ... 14

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 14

1.6.2 Manfaat Praktis ... 14

1.7. Landasan Teori ... 15

1.8. Metode penelitian ... 19

1.8.1 Jenis Penelitian ... 20

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 20

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ... 21

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 22

1.8.5 Teknik Analisa Bahan Hukum ... 22

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM TKI SPA BALI ... 25

2.1 Pengertian Perlindungan Hukum ... 25

(2)

ii

2.2 Jenis-jenis Perlindungan Hukum... 37

BAB III PROSEDUR PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI SPA BALI DI LUAR NEGERI ... 42

3.1 Mekanisma Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri ... 40

3.2 Tanggung Jawab Penempatan dan Perlindungan TKI oleh Pemerintah ... 53

3.2.1 Pemerintah Pusat ... 53

3.2.2 Pemerintah Provinsi ... 54

3.2.3 Pemerintah Kabupaten/Kota ... 55

3.2.4 Kantor Perwakilan RI di Negara Indonesia ... 55

BAB IV TANGGUNG JAWAB PPTKIS TERHADAP TKI SPA BALI YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI ... 57

4.1 Hubungan antara PPTKIS dengan pengguna jasa tenaga kerja luar negeri ... 67

4.2 Tanggung Jawab perlindungan yang dilakukan oleh PT Alqurrny Bagas Pratama selaku PPTKIS terhadap Masalah yang dihadapi oleh TKI yang bekerja di Luar Negeri... 60

4.3 Kendala yang dihadapi oleh PT Alqurrny Bagas Pratama selaku PPTKIS dalam memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri dan upaya pemecahan yang dilakukan oleh PT Alqurrny Bagas Pratama ... 73

BAB V PENUTUP ... 89

(3)

iii

5.1 Kesimpulan ... 89 5.2 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(4)

iv ABSTRAK

Amanat Pasal 33 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah agar penempatan TKI diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai tingkat kompetensinya dengan selalu memperhatikan harka, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum. Pemerintah melalui UU No 39 tahun 2004 mengambil kebijakan menempatan TKI di luar negeri, karena lapangan pekerjaan didalam negeri semakin langka. Kebijakan tersebut mengandung dampak positifnya yaitu TKI dan keluarganya disamping menjadi sejahtera juga dapat menjadi pemasuk devisa negara melalui pengiriman reminten ke Indonesia dan dampak negatifnya, menambah beban Pemerintah untuk melindungi TKI di luar negeri padahal Pemerintah sudah tidak mampu melakukan perlindungan, ketidak mampuan tersebut dapat dilihat dari permasalahan yang menimpa TKI di luar negeri tetap berlanjut.

Karena hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat Perlindungan Hukum TKI Spa Bali di luar negeri yang penempatannya didasarkan atas UU No 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, sebagai judul sekripsi, dengan pokok pembahasan perlindungan hukum pada masa penempatan, yaitu (a) Bagaimanakah presedur pemberangkatan yang baik dan benar agar TKI Spa Bali dapat terhindar dari Status sebagai TKI Ilegal setelah sampai di Negara penempatan dan (b) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap TKI Spa Bali yang akan ditempatkan di luar negeri.

Penyusunan skripsi ini akan menggunakan metode penelitian Normatif, metode ini dipergunakan untuk menelaah asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum yang berhasil dikumpulkan dari beberapa dokumen perpustakaan serta merumuskan hasil wawancara yang dilakukan dengan para praktisi Spa dan para pajabat serta staf Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar untuk mencari jawaban terhadap permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pada diterapkannya UU No 39 tahun 2004. Dan akhirnya pada kesimpulan ditegaskan bahwa penempatan TKI harus dilaksanakan sesuai dengan UU No 39 tahun 2004 dan peraturan lain yang terkait serta bentuk perlindungan hukum TKI Spa Bali agar bisa ditegakkan harus memasukan hak- hak TKI yang tertuang dalam pasal 8 UU No 39 tahun 2004 kedalam kontrak kerja antara TKI dengan User.

Kata Kunci:

TKI Spa Bali, PPTKIS dan Pemerintah

(5)

v ABSTRACT

The mandate of Article 33 of Law Number 13 Year 2003 on Manpower is for placement of Overseas Workers directed to appropriate positions according to their level of competence by always paying attention to harka, dignity, human rights and legal protection. The government through Law No. 39 of 2004 took the policy of placing migrant workers abroad, as employment in the country is increasingly scarce. The policy has a positive impact that the TKI and its family in addition to being prosperous can also become the country's foreign exchange entrants through reminten delivery to Indonesia and its negative impact, increasing the burden of the Government to protect migrant workers abroad whereas the Government is not able to do the protection, the inability can be seen from The problems affecting migrant workers abroad continue.

Because of the above, the authors are interested in raising the Legal Protection of Indonesian Spa Workers in abroad, whose placement is based on Law No. 39 of 2004 on the placement and protection of overseas migrant workers, as the title of the passage, with the subject of legal protection at the time of placement, A) What is the proper and proper departure procedure for TKI Spa Bali to be protected from Status as Illegal Migrant Workers after arriving in placement country and (b) What kind of legal protection against TKI Spa Bali will be placed abroad.

The preparation of this thesis will use Normative research methods, this method is used to examine legal principles, legal system, legal synchronization level, legal history, and comparative law collected from several library documents and formulate interviews conducted with Spa practitioners and The officials and staff of the Center for Placement and Protection of Indonesian Migrant Workers (BP3TKI) Denpasar to seek answers to the problems that arise as a result of the implementation of Law No. 39 of 2004. And finally at the conclusion stressed that the placement of labor migrants must be implemented in accordance with Law No. 39 years 2004 and other related regulations as well as the legal form of TKI Spa Bali's protection to be enforced should include the rights of Indonesian Migrant Workers as stipulated in Article 8 of Law No. 39 of 2004 into work contract between TKI and User.

Keywords:

TKI SPA BALI, PPTKIS,Government

(6)

vi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah (supaya kelihatan ada kontradiktif antara teotri dan praktek – gunakan responden)

Dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, banyak tantangan yang dihadapi oleh suatu Negara. Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh suatu negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya adalah tekanan pemulihan ekonomi nasional dan persaingan global.

Dua tantangan ini juga dihadapi oleh Indonesia dalam usahanya untuk melakukan pemulihan ekonomi nasionalnya. Dalam pemulihan ekonomi nasional, masalah mendasar yang dihadapi oleh Indonesia adalah penciptaan lapangan pekerjaan, sedangkan dalam persaingan global tantangan mendasar yang dihadapi adalah perluasan pangsa pasar terhadap produk dan jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha nasional.1

Suatu Negara yang berada dalam tekanan ekonomi nasional akan mengalami kesulitan dalam menciptakan lapangan kerja bagi warga negaranya, apabila lapangan kerja sulit, maka pada Negara tersebut akan banyak terjadi pengangguran. Dalam mengatasi masalah pengangguran, Pemerintah Indonesia menetapkan kabijakan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia untuk bekerja ke luar negeri, karena pengiriman TKI keluar negeri merupakan salah satu solusi yang paling tepat saat ini.2

1Unila, 2007, “Digital Repositori Unila” URL : Digilib.unila.ac.id, diakses tanggal 20 Desember 2016

2 BNP2TKI, 2016, BNP2TKI Bersih dan Melayani,URL: www.bnp2tki.go.id, diakses tanggal 20 Desember 2016

(7)

vii

Dalam mendukung kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri, pada tanggal 18 Oktober 2004 Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) RI telah menyetujui dan mengesahkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menurut pembentuknya, Landasan Filosofis dari pada diterbitkan Undang-Undang No 39 Tahun 2004 adalah untuk memenuhi amanat Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu agar setiap Warga Negara Indonesia mendapat pekerjaan yang layak. Penempatan TKI ke luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja.Disamping itu tujuan Penerbitan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 adalah untuk mencegah terjadinya TKI Ilegal di luar negeri.Pemerintah dan pembentuk undang-undang memerangi praktek-praktek penempatan TKI ilegal dengan cara memberikan ancaman hukuman yang cukup berarat kepada pelaku hal tersebut terlihat dalam pasal-pasal UU No 39 Th 2004. Disini Pemerintah dan penyusun undang- undang sengaja memberikan shock teraphydengan cara memberikan ancaman hukuman yang tinggi diharapkan dengan ancaman hukuman yang berat dapat menimbulkan rasa takut sehingga orang tidak melakukan pelanggaran lagi.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No 39 Tahun 2004 yang merupakan langkah prestatif dari pada pembentuk undang-undang (legislator), karena

(8)

viii

semenjak Indonesia merdeka baru pertama kali Indonesia memiliki undang- undang yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

Berlaku Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk melakukan pekerjaan di luar Indonesia (Staatblad Tahun 1887 No.8) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 104A/Men/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri serta peraturan pelaksanaannya, tetapi Peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pengaturan penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri secara lengkap dan komprehensif .

Kebijakan Pemerintah Indonesia yang memfasilitasi pengiriman TKI ke luar negeri disambut baik oleh rakyat Indonesia khususnya masyarakat Bali karena animo masyarakat Bali untuk bekerja di luar negeri sebagai TKI Spa adalah cukup tinggi. Tingginya animo tersebut dapat dilihat dalam laporan Kepala Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar yang menginformasikan bahwa dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2016 realisasi pemberangkatanTKI dari Bali menuju ke beberapa Negara sebanyak 3580 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 1.300 orang adalah TKI Spa.

Pengiriman TKI ke Luar Negeri memiliki beberapa dampak yaitu ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif. Dampak positifnya adalah (a) pengiriman TKI ke luar negeri dapat menjadi sumber devisa negara yang sangat potensial, (b) pengiriman TKI ke luar negeri juga memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan keluarga TKI karena TKI tersebut mendapat

(9)

ix

gaji untuk membiayai kebutuhan keluarganya di Bali sehingga keluarga TKI yang bersangkutan akan menjadi lebih sejahtera, (c) pengiriman TKI ke luar negeri dapat meningkatkan keterampilan TKI karena ia memperoleh pengalaman kerja di Luar Negeri. Sedangkan dampak negatifnya yaitu munculnya kasus-kasus kekerasan fisik maupun mental (psikis) yang menimpa para TKI.

Berdasarkan Data dari Kementerian Luar Negeri Indonesia menyebutkan bahwa kasus-kasus atau jenis-jenis pelanggaran yang sering menimpa TKI yang bekerja diluar negeri adalah (a) penempatan TKI pada pekerjaan yang tidak sesuai kontrak kerja, (b) pembayaran gaji yang sering terlambat atau gaji yang diterima tidak sesuai dengan nilai yang tertera dalam kontrak kerja, (c) pelecehan seksual, (d) sering dijadikan tenaga kerja ilegal (illegal worker) karena user lalai dalam melengkapi TKI dengan dokumen yang diperlukan setelah mereka sampai di negara tujuan dan (e) bentuk-bentuk kekerasan lain lagi yang dilakukan oleh user atau pengguna TKI,3 dan kasus-kasus tersebut diatas terus menimpa TKI sampai sekarang, berlanjutnya kasus-kasus yang menimpa TKI karena posisi tawar (bargaining) Indonesia selaku Negara pengirim dengan negara penerima TKI sangatlah lemah padahal sejak tanggal 18 Oktober 2004 Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Masih berlangsungnya kasus-kasus yang menimpa TKI adalah tidak sesuai dengan amanat Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

3BNP2TKI, Op Cit.

(10)

x

Tahun 1945 yang memerintahkan agar setiap orang mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Disamping tidak sesuai dengan amanat pasal 28 D ayat (1) tersebut diatas, pemberlakuan UU No 39 Tahun 2004 juga banyak mendapat penolakan dan perlawanan dari masyarakat.perlawanan yang paling keras datang dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menganggap bahwa kebijakan pemerintah dalam Undang-Undang ini masih memandang TKI atau buruh migran sebagai komoditas.4 Lebih lanjut dikatakan bahwa Implementasi kebijakan pemerintah dalam materi UU No 39 Tahun 2004 masih mengandung semangat diskriminasi dan bahkan kebijakan penempatan buruh migran sudah mengarah pada kebijakan perdagangan manusia (trafficking).5 Ditambahkan oleh Wahyo Susilo seorang anelis dari Migran Care, bahwa kebijakan penempatan TKI dalam UU No 39 Tahun 2004 lebih mengatur teknis operasional dan administratif serta target pemenuhan devisa negara dan mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan.6 Karena itu LSM Migrant Care dalam statemennya secara tegas menuntut agar Pemerintah Indonesia menempuh langkah konkrit yaitu mencabut UU No 39 Th 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri, karena UU itu tidak berperspektif penegakan

4Anonim, “Pemerintah hanya jadikan TKI sebagai komoditas”, URL :http://www.eramoislem.com br/fa/4812377.v.html, diakses tanggal 10 Desember 2016.

5Tempo.co, 2002, “Konmas HAM, Hak Azasi Migran Indonesia”, URL : http://www.tempointeraktif .com/hg/narasi /2004/06/17/ nrs,2004017,id.html, diakses tanggal 10 Desember 2016

6 Penempatan TKI masih dengan paradigm komoditas, harian Kedaulatan Rakyat No 353, Th LXII, Minggu 30 September 2007, h 11

(11)

xi

Hak Asasi Manusia.7 Labih lanjut dikatakan bahwa UU No 39 Tahun 2004 merupakan kebijakan legislasi pemerintah yang memanpaatkan sarana hukum pidana atau kebijakan hukum pidana (criminal law policy/penal policy) atau politik hukum pidana, tetapi hasilnya justru kurang baik padahal menurut Barda Namawi Areif bahwa sarana hukum pidana atau Kebijakan hukum pidana mengandung arti bahwa bagaimana caranya untuk mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik.8 Dengan adanya banyak penolakan dapat dikatakan bahwa materi UU No 39 Tahun 2004 perlu disempurnakan agar lebih optimal dalam mencegah atau mengurangi penempatan TKI secara ilegal atau penempatan TKI melalui jalur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga kedepannya tidak ada lagi TKI Ilegal di luar negeri.

TKI Ilegal adalah TKI yang pemberangkatannya tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Beberapa tahun yang lalu banyak terdapat TKI Ilegal di luar negeri. Keberadaan TKI illegal di luar negeri dapat dilihat dalam wetsite-nya VIVAnews, yang mengatakan bahwa terdapat kurang lebih sebanyak 1.000 (seribu) orang Tenaga Kerja Spa Indonesia (TKI Spa) Ilegal yang berada di Colombo Sri Langka, VIVAnews melandasi beritanya dari surat Duta Besar Republik Indonesia (Ka DUBES RI) untuk Colombo Srilangka yang ditujukan kepada Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BP3TKI) Denpasar waktu

7Xander Wilson, 2013, “Humas Rights Council untuk Penegakan Hak Azasi Buruh Migran”

, URL : http://buruhmigranberdaulat.blogspot com/2006/05/human-rights-council-untuk- penegakan.html, diakses 20 Desember 2016.

8 Barda Namawi Areif, 1996. Bunga rampai kebijakan hukum pidana Cetekan I, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, bandung, h 27-28

(12)

xii

itu, yaitu Bapak I Wayan Pageh. Dalam surat tersebut Duta Besar Colombo minta kepada Kepala BP3TKI Denpasar agar segera menyelesaikan permasalahan Tenaga Kerja Spa Indonesia yang bekerja di Colombo Srilangka secara illegal, dari 1.400 (seribu empat ratus) orang TKI Spa yang ada di Colombo Srilangka hanya beberapa ratus orang saja yang diberangkatkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sisanya illegal semua. Bapak I Wayan Pageh selaku Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar waktu itu, mengatakan bahwa Ribuan TKI ilegal itu diberangkatkan secara mandiri atau perseorangan melalui cara hearing partner (pengiriman TKI menggunakan jasa calo atau petugas yang disuruh oleh pengguna TKI (user/employer), bukan diberangkatkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah seperti Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), pemberangkatan TKI melalui hearing partner ini sering mengabaikan dokumen persyaratan pemberangkatan yang wajib dipenuhi sesuai dengan Pasal 51 Undang-Undang No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan perlindunbgan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri seperti visa kerja, Kontrak kerja, ijin tinggal, tiket pesawat udara PP dan lain-lain, akibatnya TKI yang bersangkutan akan manjadi TKI illegal setelah mereka tiba di negara penempatan.9 Berkaitan dengan diberlakukannya UU No 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, Gubernur Bali

9Viva.co, 2017, “Seribu Lebih TKI Asal Bali Ilegal di Srilanka”, URL : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/389656-seribu-lebih-tki-asal-bali-ilegal-di-sri-

lanka,diakses tanggal 1 Januari 2017

(13)

xiii

membuat surat edaran No 562/4729/III.2/Disnaker, tanggal 25 Juli 2005 yang isinya menghimbau kepada Direktur atau Pimpinan Pelaksana Penempatann Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) agar Pengiriman TKI asal Bali hanya mengisi peluang kerja di sektor formal (penempatan pada lembaga resmi) bukan sektor in formal (penempatan pada orang- perorang atau sebagai Tenaga Kerja Wanita/TKW), sejak diterbitkan surat edaran terswebut, banyak TKI Formal (TKI Spa Bali) yang diberangkatkan dari Bali. Berdasarkan data yang ada pada Kantor BP3TKI Denpasar, TKI Formal (TKI Spa) asal Bali banyak yang ditempatkan di Colombo/Srilangka dan beberapa Negara tujuan penempatan lainnya.

Seperti disebutkan dalam laporan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar yang menginformasikan bahwa dari bulan januari sampai dengan bulan Desember 2016 realisasi penempatan TKI Spa Bali menuju beberapa Negara sebanyak 1.300 (serbu tiga ratus) orang. Yang menjadi pertanyaan berkaitan dengan realisasi pemberangkatan TKI Spa Bali tersebut diatas adalah apa yang dipakai sebagai sarana oleh pelaksana penempatan (Pemerintah dan PPTKID) dalam melindungi TKI Spa apabila TKI tersebut mendapat masalah di negara penempaatan karena UU No 39 Tahun 2004 yang merupakan dasar dalam pelaksanaan penempatan tidak mengatur tentang jabatan sebagai TKI Spa, Untuk lebih jelasnya

(14)

xiv

dibawah ini penulis sampaikan bunyi pasal 28 undang-undang No 39 Tahun 2004 dan penjelasannya yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28 UU No 39 Tahun 2004 berbunyi :

Penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri

Penjelasan Pasal 28 UU No 39 Tahun 2004 berbunyi:

Yang dimaksud dengan pekerjaan atau jabatan tertentu dalam Pasal ini antara lain pekerjaan sebagai pelaut.

Diatas ada disebutkan mengenai Spa. Apa itu Spa. penulis ingin mejelaskan secara singkat tentang apa itu Spa. Spa berasal dari bahasa latin yaitu “Sante par aqua” artinya sehat melalui air, yang dapat diartikan suatu therapy kesehatan yang menggunakan media air sebagai sarana utamanya contohnya seperti mandi berendam dengan aromatherapy, mandi dengan gelombang air, theraphy air panas dan dingin, mandi dengan semburan air garam atau belerang.10 Jadi TKI Spa adalah Tenaga Kerja yang bekerja pada therapy kesehatan yang menggunakan media air sebagai sarana utamanya.

Seperti disebutkan diatas bahwa masih banyak TKI Ilegal yang bekerja di luar negeri, menurut penulis keadaan itu disebabkan oleh kurangnya pengawasan penyelenggaraan penempatan TKI keluar negeri oleh Pemerintah atau pengawasan penyelenggaraan penempatan TKI ke luar negeri oleh pemerintah tidak berfungsi maksimal atau dapat dikatakan bahwa Pemerintah belum melaksanakan amanat pasal 92 dan 93 UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

10Anonim, “Atrium 168 Spa”, URL : http://atrium168.com/index.php/spa, diakses tanggal 1 Januari 2017

(15)

xv

secara maksimal. Karena Pasal 92 dan Pasal 93 UU tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa fungsi pengawasan penyelenggaraan penempatan TKI di Negara asal dilakukan oleh Pemerintah RI dan pengawasan di negara Penempatan di lakukan oleh Perwakilan RI (KBRI), untuk lebih jelasnya mari kita lihat bunyi Pasal 92 dan 93 UU No 39 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 92 :

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yaitu Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.

(3) Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 93

(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Tujuan utama diundangkannya undang-undang No 39 Tahun 2004 adalah untuk mengatasi permasalahan TKI tetapi nyatanya setelah diundangkan UU No. 39 Tahun 2004, tidak serta merta permasalahan TKI di luar negeri dapat diselesaikan oleh Pemerintah, hal ini terjadi karena dimensi cakupan yang terkait dalam pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri sangat

(16)

xvi

luas, yaitu melibatkan banyak peran seperti peran Pemerintah, peran perwakilan RI di luar negeri, peran pengguna TKI seperti Agensi atau employer luar negeri dan peran swasta dalam hal ini Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia swasta (PPTKIS). Dalam penempatan TKI ke luar negeri peran PPTKIS atau para calo cukup dominan karena berkat sepak terjang mereka, banyak terdapat TKI Ilegal di luar negeri dan penulis juga melihat bahwa keberadaan mereka aman-aman saja, tidak pernah tersentuh oleh sanksi hukum.

Atau dapat dikatakan bahwa UU No. 39 Tahun 2004 belum dapat menjamin kepastian hukum bagi perlindungan TKI, hal ini terjadi karena UU No. 39 Tahun 2004 banyak mengadung kelemahan, dan kelemahan itu dapat dilihat mulai dari tidak adanya singkronisasi dan harmonisasi peraturan-peraturan terkait, banyaknya pendelegasian Undang-Undang (delegatie van wetgeving),tidak maksimalnya tugas dan fungsi Lembaga terkait terutama lembaga legulator dan eksekutor dalam pelaksanaan penempatan sehingga sering terjadi lembaga eksekutor (BNP2TKI) kadang-kadang menerbitkan regulasi untuk mengisi kekosongan hukum karena lembaga regulator tidak menerbitkan aturan, apabila karena aturan tersebut timbul permasalahan maka kedua lembaga tersebut sering saling lempar tanggung jawab. Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap “PelaksanaanPerlindunganHukumterhadap TKI Spa Bali di Luar Negeri yang dilaksanakan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta”.Pasal 10 Undang-Undang No 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Pelaksana penempatan adalah Pemerintah dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)

(17)

xvii 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut diatas maka penulis berhasil menetapkan Rumusan Masalah dalam penelitian ini, yaitu:

a Bagaimanakah prosedur pemberangkatan yang baik dan benar agar TKI Spa Bali dapat terhindar dari Status TKI Ilegal setelah sampai di negara Penempatan.?

b Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap TKI Spa Bali yang akan ditempatkan di Luar Negeri.?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Mengingat luasnya masalah yang terkait dengan Pelaksanaan Perlindungan Hukum TKI Spa Bali di luar negeri yang dilakukan oleh Pelaksana Penempatan maka merupakan hal yang tidak mungkin untuk membahas semua permasalahan tersebut dalam satu tulisan saja terlebih dalam suatu bentuk tulisan skripsi, sehingga dalam tulisan skripsi ini Ruang Lingkup Permasalahan akan dibatasi pada : Bagaimanakah prosedur pemberangkatan yang baik dan benar agar TKI Spa Bali dapat terhindar dari Status TKI Ilegal setelah mereka sampai di negara Penempatan dan Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap TKI Spa Bali yang akan ditempatkan di Luar Negeri.

1.4 Orisinalitas.

(18)

xviii

Dalam tulisan ini penulis mengambil 2 skripsi sebagai pembanding,untuk melihat adanya perbedaan, seperti yang tertera dalam matrix dibawah ini.

No Skripsi Judul Rumusan Masalah

1 2 3 4

1 ABD Rasyid, 2003 Fak Hukum Univ Hasanudin Makasar

Tugas dan Fungsi Balai Pe

Layanan Penempatan dan Perlindungan TKI di Kota Makasar

1 Bagaimana pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Balai Pelayanan Penem patan dan Perlindungan Kota Makasar dalam

memberikan Pelayanan penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

2 Faktor-faktor apakah yang menja di hambatan Balai Pelayanan Penem Patan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Kota Makasar dalam men jalankan tugas dan fungsinya 2 Andyva Amelia

2011 Fak Hukum Univ Pembangun an Nasional Jawa Timur

Perlindungan terhadap TKI ditinjau dari UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlin dungan TKI di luar Negeri.

1 Bagaimana bentuk aspek hukum ketenagakerjaan dari pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan TKI.

2. Bagaimana bentuk

perlindung an terhadap TKI ditinjau dari UU No 39 tahun 2004 tentang Penem patan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap pembehasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan adanya tujuan yang jelas maka upaya untuk mencapai tujuan diharapkan dapat tercapai.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

- Untuk menegaskan tentang pentingnya kelengkapan dokumen keimigrasianbagi TKI Spa Bali yang akan bekerja ke luar negeri.

(19)

xix

- Untuk dapat mencegah bertambahnya keberadaan TKI Spa Bali yang illegal di luar negeri.

- Untuk menambah perkembangan pengetahuan hukum ketenagakerjaan.

1.5.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan Latar Balakang Masalah tersebut diatas maka dapat dilihat tujuan khusus dari penulisan ini adalah :

- Untuk mengetahui sejauh mana pertanggung jawaban Negara dan peran hukum Nasional dalam menyelesaikan masalah yang dihadapai oleha TKI Spa Bali di ,luar negeri .

- Untuk mengetahui upaya-upaya Pemerintah dalam mencegah penempatan TKI Spa Ilegal dan keberadaan TKI Spa Over Stey di luar negeri.

1.6 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang didapat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoritis

- Untuk memberikan gambaran dasar mengenai tanggung jawab Negara serta peran hukum nasional dalam menangani kasusu-kasus yang menimpa TKI Spa Bali di Negara penempatan terkait dengan keberadaan dokumen pemberangkatan.

- Untuk menambah literature bagi mahasiswa pada umumnya dan penulis pada khususnya dalam hal pengetahuan hukum yang terkait dengan

(20)

xx

perlindungan hukum TKI Spa Bali di luar negeri berdasarkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004

1.6.2 Manfaat Praktis

- Menerapkan teori dan prinsip-prinsip tentang tanggung jawab Negara yang didapat diperkuliahan terhadap kasus-kasus yang menimpa TKI Spa Bali di Negara Penempatan’

- Penulisan Ilmiah berupa skripsi ini diharapkan bisa menjadi acuan atau pedoman bagi para peneliti yang peduli terhadap kasus-kasus TKI baik secara nasional maupun internasional.

1.7 Landasan Teoritis

Didalam setiap penelitiansangat diperlukan adanya landasan teori sebagaimana dikemukakan oleh Ronny H. Sumitra yang mengatakan bahwa untuk adanya landasan yang kuat dan mantap, dalam setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.11 Teori menempati kedudukan yang penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.

Landasan teori merupakan kerangka berpikir atau butir-butir pendapat atau teori sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis yang mungkin ia setujui

11 Ronny H. Sumitra, 1982, Metodelogi Penelitian Hukum, penerbit, Ghalia Jakarta, h 37

(21)

xxi

ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.12 Menurut Kaelan MS, landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan.13

Untuk mengkaji faktor-faktor yuridis dalam konteks Pelaksanaan Perlindungan Hukum TKI Spa Bali di luar Negeri oleh Pelaksana Penempatan penulis akan mempergunakan beberapa teori yaitu :

a Teori Perlindungan Hukum, Teori ini akan mengkaji masalah perlindungan hukum. Padanan kata perlindungan hukum dalam bahasa inggris adalah

“Legal Protection” dalam bahasa belanda “Rechtsbecherming”kedua istilah tersebut juga mengandungan konsep dan pengertian hukum yang berbeda untuk memberi makna sesungguhnya dari perlindungan hukum. Harjono berusaha membangun sebuah konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum, menurutnya perlindungan hukum mempunyai makna sebagai pelindung dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut masuk kedalam sebuah hak hukum.

Dari batasan tersebut diatas jelaslah bahwa konsep-konsep umum dari perlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum. Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata, yaitu perlindungan dan hukum artinya

12 Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, pencetak, Bandar Maju Bandung, h 80

13Kaelan MS, 2005, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdispliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni) Penerbit Paradigma Jogjakarta, h 239

(22)

xxii

perlindungan menurut hukum dan perlindungan menurut undang-undang yang berlaku.

Konsep tentang perlidungan hukum terhadap TKI Spa Bali yang bekerja di luar negeri dipergunakan untuk melindungi hak-hak TKI yang harus ia dapatkan dengan menggunakan sarana hukum, atau perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap TKI adalah perlindungan TKI terhadap tindakan-tindakan employer atau user luar negeri pada Pra Penempatan (pre- employment)masa Penempatan (during employment) dan Pasca Penempatan

(post employment).

b Teori Hubungan Industrial Pancasila. Secara umum dapat diartikan bahwa Hubungan Industrial sebagai suatu subyek yang membahas sikap dan perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi kerja dan mencari sebab yang menentukan terjadinya perilaku tersebut serta mencarikan jawaban terhadap penyimpangan yang terjadi. Hubungan industrial akan selalu berhubungan erat dengan pancasila karena didalam pancasila menerapkan berbagai asas kemanusiaan. Didalamnya pancasila menyebutkan mengenai asas-asas kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, permusyawatan serta persatuan.

Sehingga HI (Hubungan Industrial) akan membutuhkan asas-asas pancasila sebagai barometer sikap dan perilaku orang-orang dalam organisasi kerja.

Indonesia telah memiliki sejarah panjang mengenai hubungan industrial.

Walau demikian, hingga saat ini begitu banyak permasalahan di bidang hubungan industrial itu yang masih terjadi dan menimbulkan perpecahan antar para pekerja di satu pihak dan pengusaha di pihak lain. Tanpa adanya

(23)

xxiii

perbaikan pola hubungan industrial antar keduanya, maka tidak akan pernah terjadi kesamaan persepsi didalam menyikapi masalah yang terjadi diantara mereka. Oleh karena itu, para pihak di dalam hubungan industrial harus melakukan upaya strategis untuk memperbaiki nasib dan pola hubungan mereka. Jika upaya startegis tidak segera dilakukan tidak jarang para pekerja akan menumpahkan permaslahan tersebut melalui demonstrasi. Tidak jarang dari perpecahan antara pekerja dengan pengusaha banyak dari pekerja yang membentuk serikat buruh untuk menumpahkan segala perasaan tidak wajar yang mereka rasakan terhadap para pengusaha.

c Teori Hubungan kerja oleh Soepomo, seperti dikutif oleh Abdul Hakim.

Menurut Soepomo hubungan seorang buruh dan seorang majikan dimana hubungan kerja itu terjadi setelah terjadi perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka terikat dalam suatu perjanjian, disatu pihak karyawan bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan karyawan dengan member upah.14 Dalam pasal 1 angka 15 Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah diberikan definisi bahwa hubungan tenaga kerja adalah hubungan pengusaha dengan karyawan berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Dari pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa yang menjadi dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja. Atas dasar perjanjian kerja itu kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan perintah. Tetapi hubungan kerja

14 Soepomo, 2007, Perjanjian Kerja, Penerbit DSS Publishing Jakarta, h 35

(24)

xxiv

tersebut masih bersipat abstrak, sedangkan perjanjian kerja baru dapat dikatakan merupakan sesuatu yang konkrit atau nyata. Dengan adanya perjanjian kerja akanada ikatan antara pengusaha dan karyawan. Dengan kata lain ikatan karena adanya perjanjian kerja adalah merupakan hubungan kerja.

Menurut Subekti sebagaimana dikutip oleh Abdul Hakim, perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang karyawan dan seorang majikan atau pengusaha, perjanjian mana ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu diperatas (dienstverhoeding), dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak karyawan. Secara umum pengertian dari perjanjian kerja dapat dilihat dalam pasal 1 angka 14 undang-undang nomor 13 tahun 2003 yang menyatakan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/karyawan dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.15

1.8 Metode Penelitian.

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. karena idealnya dari suatu ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta dengan kedekatan kesangsian sistematis. 16 penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala tertentu dengan jelas

15 Abdul Khakim, 2005, perjanjian kerja perseroan, penerbit Alumni Bandung, h 37

16 Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT.RajaGrafindo, Jakarta, h.44

(25)

xxv

menganalisisnya, kecuali itu, maka juga harus diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 17 Dalam penulisan skripsi ini metode penulisan yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1.8.1 Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian normatif. Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi, penelitian sejarah hukum dan penelitan perbandingan hukum.18Penelitian normatif ini dipergunakan untuk menelaah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan hukum TKI spa Bali oleh Negara penempatan dan Negara asal (Indonesia).

1.8.2 Jenis Pendekatan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu (a) pendekatan sejarah yang akan dipergunakan untuk menelaah latar belakang dan perkebangan materi yang diteliti.19(b) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitica & Conseptualitical Approach) pendekatan ini

17 Bambang Sunggono, Ibid, h.38

18 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, cetakan pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.153

19 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Ibid, h.189

(26)

xxvi

akan dipergunakan dalam study dokumen dan study kasus dan pandangan- pandangan para pakar atau doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum dan (c) pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan fakta akan dipergunakan dalam mengkaji fakta-fakta yang terjadi dalam masalah.

Pendekatan sejarah ini digunakan untuk meneliti latar belakang serta pelaksanaan perlindungan hukum yang dilakukan baik oleh Negara penempatan maupun Negara asal (Indonesia) terkait dengan keberadaan dokumen pemberangkatan.

Pendekatan analitis konsep hukum dipergunakan untuk mempelajari pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, dari pendekatan ini penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan peran hukum internasional dan hukum nasional dalam memberikan perlindungan TKI yang menghadapi masalah di Negara penempatan.

Pendekatan fakta digunakan untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi dalam proses pemberian perlindungan hukum terhadap TKI yang menghadapi permasalahan di Negara penempatan.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum.

Suatu penelitian Normatif sumber datanya adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku- buku atau dokumen yang disediakan di perpustakaan umum atau milik pribadi.

(27)

xxvii

Data sekunder itu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

- Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat, dalam tulisan ini yang menjadi bahan hukum primer adalah hukum internasional.

- Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil- hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.20 Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.21

- Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Begitu isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Apabila di dalam penelitian menyebutkan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang harus dilakukan adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu tersebut.22Dalam teknik pengumpulan bahan maka langkah pertama mengadakan studi kepustakaan yang berkaitan

20 Amiruddindan H. ZainalAsikin, 2008, op.cit, Hal. 32.

21Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Cet. XII, PT Kharisma Putra Utama, Jakarta, h.197

22 Peter Mahmud Marzuki, 2016, op.cit, Hal. 237.

(28)

xxviii

dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan.

1.8.5 Teknik Analisis

Analisa data merupakan kegiatan penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapat sebelumnya.23 Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya.24 Seharusnya menurut Ronny Hanitijo pemaparan bahan hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dilakukan dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain.

Teknik lainnya yang penulis gunakan adalah teknik analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari penjelasan yang didapat dari tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhan membentuk satu kesatuan saling berhubungan secara logis.25

23 Mukti Fajar, op.cit, h.183

24 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet,II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93

25 Ronny Hanitijo , Ibid

Referensi

Dokumen terkait

Sejauhmana otoritas pusat dan institusi penegak hukum yang terkait dapat memperlihatkan kinerja dan berperan dalam upaya penegakan hukum dalam kerangka

Mengingat luasnya ruang lingkup masalah, serta keterbatasa waktu, maka perlu adanya pembatasan masalah yaitu pembelajaran matematika pada materi Aritmatika social

Terkait dengan hal tersebut diatas, Pusat Pelatihan Pertanian yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan peningkatan kompetensi aparatur dan non aparatur melalui

Implikasi praktis yang berguna bagi perhotelan di Bali adalah penerapan strategi bisnis yang tepat akan dapat mempercepat terwujudnya target dari perusahaan, yaitu

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang muncul dalam penilaian ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, maka penelitian ini hanya terbatas pada ranah kognitif saja,

Logam besi dapat digolongkan dalam beberapa kelompok berdasarkan komposisi kimia, khususnya kadar karbon, sifat-sifat mekanis atau fisis dan

Mengingat luasnya cakupan dari masalah yang berhubungan dengan Penerapan Metode Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Komunikasi Antar Pribadi Siswa dalam

coli merupakan penyebab tersering dari diare yang terkait foodborne disease dan peran penjamah makanan dalam transmisi penyakit tersebut, maka peneliti tertarik menggunakan