• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS & MEKANIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH WAKTU PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS & MEKANIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS & MEKANIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)

SKRIPSI

HYLERY L.Y. SITOMPUL 141201051

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

PENGARUH WAKTU PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS & MEKANIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)

SKRIPSI

OLEH :

HYLERY L.Y. SITOMPUL 141201051

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGARUH WAKTU PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS & MEKANIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)

SKRIPSI

Oleh :

HYLERY L.Y. SITOMPUL 141201051

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(4)
(5)

ABSTRAK

Hylery L.Y. Sitompul : Pengaruh Waktu Pemadatan Terhadap Sifat Fisis &

Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba), dibimbing oleh RUDI HARTONO.

Pemadatan kayu adalah salah satu teknik untuk meningkatkan kekuatan kayu berkerapatan rendah seperti kayu Jabon. Adanya variasi waktu pemadatan kayu Jabon akan berpengaruh terhadap kualitas kayu yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pemadatan terhadap sifat fisis & mekanis kayu Jabon. Kayu Jabon dipadatkan menggunakan kempa panas selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit dan suhu pengempaan 1800C dengan target pemadatan 20%. Kayu yang telah dikempa akan dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan meningkat dari 0,37 g/cm3 hingga 0,39-0,42 g/cm3, nilai kadar air berkurang hingga 11,57- 15,12%. Nilai MOE, MOR dan tekan yang dihasilkan berturut-turut adalah 45879,58-61411,24 kg/cm2, 438,76-633,31 kg/cm2, dan 209,21-268,04 kg/cm2. Peningkatan nilai kerapatan, kadar air, MOE, MOR dan keteguhan tekan sejajar serat berturut-turut adalah 5,13-11,90 %, 11,57-15,12 %, 31,55-48,86 %, 6,65- 35,33 %, dan 42,68-55,26 %. Hasil optimum pemadatan kayu Jabon berdasarkan waktu pemadatan terjadi pada waktu pemadatan selama 10 menit.

Kata kunci : Jabon, Waktu pemadatan, Sifat fisis & mekanis

(6)

ABSTRACT

Hylery L.Y. Sitompul: The Effect of Compressing Time on Physical &

Mechanical Properties of Jabon Wood (Anthocephalus cadamba), supervised by RUDI HARTONO.

Compression of wood is a technique to increase the strength of low density wood such as Jabon wood. The variation in the time of compression of Jabon wood will affect the quality of the wood produced. The purpose of this study was to determine the effect of compression time on the physical & mechanical properties of Jabon wood. Jabon wood is compressed using hot press at 5 minutes, 10 minutes, 15 minutes, 20 minutes and pressuring temperature 1800C with a compression target of 20%. This compressing wood will be compare with control.

The results showed that the density value increased from 0.37 g/cm3 to 0.39-0.42 g/cm3, the moisture content value was reduced to 11.57-15.12 %. The resulting MOE, MOR and press values were 45879.58-61411.24 kg/cm2, 438.76-633.31 kg/cm2, and 209.21-268.04 kg/cm2. The increase in density, moisture content, MOE, MOR and fiber parallel compression constancy are 5.13-11.90%, 11.57- 15.12%, 31.55-48.86%, 6.65- 35.33%, and 42.68-55.26%. The optimum results of Jabon wood compression based on compaction time occur at compression time for 10 minutes.

Keywords: Jabon, Time compression, Physical & mechanical properties

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Sibolga pada tanggal 19 September 1996, merupakan putri kedua dari empat bersaudara dari Ayah J. Sitompul dan Ibu M.

Sinaga.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Tri Ratna Sibolga tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Sibolga tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Tri Ratna Sibolga tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SNMPTN, Penulis memilih Program Studi Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa aktifitas.

Tahun 2016 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 29 Januari – 1 Maret 2018 di Hutan Tanaman Industri PT. PUTRA LIKA PERKASA, Langga Payung, Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Waktu Pemadatan Terhadap Sifat Fisis & Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si atas kesediaannya untuk membimbing dan memberikan kritik serta saran terhadap penulisan skripsi ini.

2. Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si dan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si selaku dosen penguji ujian komprehensif yang telah memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

3. Ayah J. Sitompul, Ibu M. Sinaga, Kakak Marwis Sitompul, Adik Hani Sitompul, Say Marshanda Sitompul serta keluarga yang mendukung penulis melalui materi, semangat juga doa.

4. Arif Irwansyah dan Roby Hidayat yang telah membantu penulis dalam mengerjakan penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan.

5. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang telah memberikan izin serta membantu penulis dalam pengempaan kayu.

6. Celvia M. Sitinjak, Ratih Fransiska, Tim PKL HTI PLP, Farid Ali, Mhd.

Hasnan Batubara, Tim penelitian serta teman-teman di Fakultas Kehutanan.

Penelitian ini terlaksana atas bantuan hibah penelitian Dosen dari dana DPRM DIKTI Skim Terapan Unggul Perguruan Tinggi (TUPT). Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak.

(9)

Medan, Januari 2019

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jabon (Anthocephalus cadamba) ... 5

B. Pemadatan Kayu ... 8

C. Waktu Pemadatan ... 10

(11)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ... 12

Alat dan Bahan ... 12

Prosedur Penelitian ... 12

Pengujian Sifat Fisis ... 13

Pengujian Sifat Mekanis ... 14

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba)... 18

Kerapatan ... 18

Kadar Air ... 20

Sifat Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) ... 22

Keteguhan Lentur Statis (MOE) ... 22

Keteguhan Lentur Patah (MOR) ... 24

Keteguhan Tekan Sejajar Serat ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan Metode Penelitian ... 17

2. Nilai Rata-rata Kerapatan Kayu Jabon ... 18

3. Nilai Rata-rata Kadar Air Kayu Jabon ... 20

4. Nilai Rata-rata MOE Kayu Jabon ... 22

5. Nilai Rata-rata MOR Kayu Jabon ...

6. Nilai Rata-rata Keteguhan Tekan Sejajar Serat ...

25

27

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas kayu dari hutan alam mengalami penurunan dari tahun ke tahun akibat penebangan liar, kebakaran hutan dan berkurangnya luas kawasan hutan karena konversi lahan hutan menjadi areal pemukiman, perkebunan dan pertanian. Sementara itu kebutuhan kayu di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah membangun hutan tanaman industri (HTI) dan hutan tanaman rakyat (HTR).

Pembangunan HTI & HTR diharapkan dapat menambah pasokan kayu untuk kebutuhan industri kayu. Jenis kayu yang dikembangkan dalam program tersebut

sangat beragam yakni umumnya berasal dari fast growing species (Pandit, dkk. 2011).

Salah satu jenis pohon cepat tumbuh dan tanaman andalan pada hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri kayu adalah jabon (Anthocephalus cadamba). Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tanaman

hutan asli Indonesia yang potensial untuk dibudidayakan sebagai tanaman hutan penghasil kayu dan pulp. Selain itu, Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis exotic species yang potensial dan pemanfaatan kayunya saat ini sudah banyak dikenal masyarakat (Bramasto, dkk. 2015).

Tanaman jabon merupakan jenis pohon industri yang cepat tumbuh dari famili Rubiaceae dan memiliki banyak kegunaan. Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah alluvial yang lembab dan umumnya dijumpai di hutan sekunder. Secara spesifik tanaman jabon tidak

(14)

memiliki syarat tumbuh yang khusus karena mudah beradaptasi dengan kondisi dan jenis tanah apapun. Jabon digolongkan dalam kayu kelas kuat III-IV (kurang kuat) dan kelas awet V (tidak awet). Kayu kelas tersebut, tingkat kekuatan dan keawetan kayunya rendah. Kayu jabon memiliki tekstur yang halus, bentuknya silinder lurus, berwarna putih kekuningan, mengilap, dan licin. Batang kayunya mudah dikupas, dikeringkan, direkatkan, bebas dari cacat mata kayu, dan tingkat penyusutannya rendah (Safitri, 2016).

Kayu dari hutan tanaman yang tumbuh lebih cepat dan berdaur pendek mengandung lebih banyak kayu remaja. Kayu remaja memiliki sifat lingkar tumbuh relatif lebih lebar pada tahun awal, kerapatan rendah dengan sel yang lebih pendek dan mengandung lignin dengan kadar yang lebih tinggi, penyusutan longitudinal lebih besar dan lebih banyak arah serat spiral serta kekuatannya lebih rendah. Pohon yang makin cepat pertumbuhannya pada periode awal, akan makin banyak volume kayu remajanya dan bila ditebang pada umur yang masih muda maka seluruhnya akan terdiri dari kayu remaja sehingga kualitas kayu yang ditebang relatif rendah (Muslich dan Krisdianto, 2006).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kayu adalah dengan pemadatan kayu (densifying). Pemadatan kayu adalah salah satu usaha untuk meningkatkan kekuatan dan keawetan kayu berkerapatan rendah dengan cara mengempa papan kayu menjadi lebih padat sehingga kekuatan kayu meningkat. Pemadatan kayu dapat dilakukan dengan 2 langkah utama, yaitu perlakuan perendaman, perebusan dan pengukusan agar kayu bersifat plastis dan perlakuan pemadatan pada arah tegak lurus serat. Proses plastilisasi dan pemadatan kayu dilakukan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik kayu

(15)

terpadatkan dan berkualitas tinggi. Kualitas yang dimaksud adalah kemudahan proses pemadatan, stabilitas dimensi, keseragaman dan peningkatan kekuatan papan kayu, kehalusan corak permukaan papan dan fiksasi permanen (Sulistiyono, dkk. 2003).

Proses pemadatan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerapatan awal kayu, pra perlakuan sebelum proses pengempaan, kadar air kayu, suhu, tekanan kempa dan lamanya waktu pengempaan. Waktu kempa mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mendapatkan hasil pemadatan kayu.

Waktu kempa berguna untuk memudahkan proses pemadatan dan mengikat perubahan bentuk kayu yang dipadatkan sehingga tidak kembali kebentuk semula (Arinana dan Diba, 2009).

Penelitian pengaruh waktu pemadatan kayu telah dilakukan pada berbagai jenis kayu seperti kayu jelutung (Pinna, dkk. 2016); kayu gerunggang (Megawati, dkk. 2016); dan kayu pulai (Arinana dan Diba, 2009). Pada kayu jabon juga telah dilakukan oleh Hidayat (2012) dengan perlakuan pendahuluan pengukusan kayu sebelum dipadatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemadatan kayu jabon dapat memperbaiki sifat fisis dan mekanis kayu. Atas dasar perbandingan hasil penelitian tersebut, maka peneliti mencoba pemadatan kayu jabon dengan perlakuan pendahuluan perendaman air dingin sebelum kayu jabon dipadatkan dan variasi waktu kempa (5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit) agar mengetahui waktu pemadatan yang tepat dan menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik dari segi sifat fisis dan mekanis kayu terpadatkan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh waktu pemadatan terhadap sifat fisis dan mekanis kayu jabon (Anthocephalus cadamba).

(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Waktu Pemadatan Terhadap Sifat Fisis & Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh waktu pemadatan terhadap sifat fisis & mekanis kayu Jabon (Anthocephalus cadamba).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif penggunaan kayu berkerapatan tinggi yang semakin berkurang ketersediaannya.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : Waktu pengempaan tidak berpengaruh terhadap sifat fisis & mekanis kayu Jabon (Anthocephalus cadamba).

H1 : Waktu pengempaan berpengaruh terhadap sifat fisis & mekanis kayu Jabon (Anthocephalus cadamba).

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Jabon (Anthocephalus cadamba)

Susunan klasifikasi jabon (Anthocephalus cadamba) menurut Heyne (1987) dalam Mindawati dkk.(2015) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae Family : Rubiaceae Ordo : Rubiales Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Genus : Anthocephalus

Spesies : Anthocephalus cadamba

Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis potensial asli Indonesia yang cepat tumbuh dan multiguna. Di Indonesia, jenis ini dikenal dengan beberapa nama lokal, seperti galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kalampain, kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian, selapaian, serebunaik (Sumatera); jabon, jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa); ilan, kelampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan); bance, pute, loeraa, pontua, suge manai, sugi manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (Nusa Tenggara); aparabire, masarambi (Papua) (Mindawati, dkk. 2015).

Jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat (fast growing species) dan dapat tumbuh subur di hutan tropis. Jabon merupakan salah satu jenis tanaman yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri. Jenis tanaman ini dipilih dengan dua jenis

(18)

alasan. Alasan pertama adalah, kayu jabon merupakan salah satu jenis kayu yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat di dunia yakni 10 cm/tahun dan memiliki kualitas yang baik sehingga, jenis ini kerap dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat produk kayu olahan. Alasan kedua adalah Jabon merupakan jenis tanaman yang bisa dibudidayakan secara mandiri oleh masyarakat sehingga hal ini bisa membantu menggerakkan sektor perekonomian rakyat di sektor riil (Sarjono, dkk. 2017).

Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris, serta memiliki tajuk tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas mendatar. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100–160 cm dan kadang-kadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus, sedangkan kulit pohon tua bertekstur kasar dan sedikit beralur. Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengilap, berpasangan, dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15–50 cm x 8–25 cm). Daun pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar dengan posisi lebih rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak. Jabon putih termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang; tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Mindawati, dkk. 2015).

Jabon memiliki tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, berserat lurus, kurang mengkilat dan tidak berbau. Kerapatan kayunya berkisar 290–560 kg/m3 pada kadar air 15%. Beberapa kelebihan jabon antara lain: pertumbuhan cepat, mudah beradaptasi pada berbagai tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur relatif mudah. Kayu jabon termasuk kayu lunak (ringan) dengan beberapa manfaat antara

(19)

lain: bahan baku kayu lapis, konstruksi ringan, lantai, pulp dan kertas, langitlangit, kotak, peti, mainan, ukiran, korek api, sumpit dan pensil. Tegakan jabon banyak diusahakan di lahan milik petani karena sifatnya yang cepat tumbuh dengan kualitas kayu yang relatif sama dengan sengon (Widianto dan Siarudin, 2016).

Kayu jabon memiliki berat jenis 0,42 (0,29-0,56) dan masuk ke dalam kelas kuat III-IV. Kayu jabon dimasukkan ke dalam kelas awet V. Selain itu, komposisi kimia kayu jabon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Komponen kimia Nilai (%)

Selulosa 52,4

Lignin 25,4

Pentosan 16,2

Abu 0,8

Silika 0,1

Kelarutan :

a. Alkohol-benzena 4,7

b. Air dingin 1,6

c. Air panas 3,1

d. NaOH 18,4

Sumber : Fajriani (2011).

Kayu kelas kuat III-IV dan kelas awet V, tingkat kekuatan dan keawetan kayunya rendah. Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap faktor perusak kayu secara biologis, misalnya cendawan, nematode, dan serangga. Keawetan kayu diukur berdasarkan ketahanannya terhadap perusak biologis dan nonbiologis. Jika kerapatan atau bobot jenis kayu itu rendah, maka semakin tidak kuat. Namun dengan sistem pengeringan dan pengawetan kayu secara kimiawi, kayu jabon pun bisa awet hingga minimal 10 tahun atau setara dengan kayu kelas II dan III. Kayu jabon memiliki tekstur yang halus, bentuknya silinder lurus, berwarna putih kekuningan, mengilap, dan licin. Batang kayunya mudah dikupas,

(20)

dikeringkan, direkatkan, bebas dari cacat mata kayu, dan tingkat penyusutannya rendah (Safitri, 2016).

Kayu jabon juga memiliki keteguhan tarik dan retak yang cukup baik, sedangkan kekuatan sobek dan bilangan kappa-nya kurang baik. Namun demikian, kekuatan sobek dan bilangan kappa tersebut dapat diperbaiki melalui pengolahan kayu jabon dengan meningkatkan kondisi pemasakannya. Kayu jabon mudah dikerjakan, baik dengan tangan maupun mesin, mudah dipotong dan diketam, serta menghasilkan permukaan kayu yang halus. Kayunya juga mudah dipaku, dibor, dan dilem. Namun demikian, kayu jabon dinilai tidak tahan lama.

Hasil uji kayu di Indonesia menunjukan bahwa rata-rata kayu jabon dapat tahan kurang dari 1,5 tahun jika dibiarkan di atas tanah. Kayu jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit atau tanpa cacat. Untuk mencegah jamur (noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah pemanenan atau harus diberi perlakuan seperti pengeringan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Mindawati, dkk. 2015).

B. Pemadatan Kayu

Pemadatan kayu merupakan salah satu cara yang pernah dipakai oleh para ilmuwan kayu untuk memperbaiki atau memodifikasi kondisi fisik kayu. Pada proses pemadatan kayu diperhitungkan bahwa susunan serat kayu akan menjadi lebih rapat dan struktur sel menjadi lebih sempit. Hal ini memungkinkan angka pori kayu akan lebih kecil, dengan demikian maka kandungan kadar air akan berkurang dan nilai kerapatan kayu meningkat. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat press dengan kekuatan tertentu pada arah radial sampai kayu tersebut benar-benar padat dalam waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukan

(21)

bahwa pemadatan dapat memperbaiki sifat fisis kayu, hal ini tentunya berpengaruh pada sifat mekanisnya (Hasan dan Tatong, 2005) .

Densifikasi kayu merupakan suatu proses pemadatan kayu yang bertujuan untuk meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu. Prinsip kerja metode ini adalah dengan memodifikasi kondisi pemadatan kayu sehingga terjadi deformasi/

perubahan bentuk yang akan menghasilkan dimensi kayu yang tetap (fiksasi) dan peningkatan sifat-sifat kayu. Hasil penelitian yang memadai mutlak diperlukan untuk mendapatkan kayu terdensifikasi yang berkualitas tinggi. Penerapan metode densifikasi terhadap kayu-kayu berkualitas rendah diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada kayu tersebut sehingga ragam penggunaanya meningkat (Arinana dan Diba, 2009).

Pemadatan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, plastisitas kayu, kadar air, suhu kempa, dan penerapan besarnya tekanan kempa. Perubahan struktur sel menjadi lebih padat dan lignin tidak mengalami kerusakan sehingga meningkatkan kelenturan kayu, mengurangi kadar air pada rongga sel serta meningkatkan kestabilan dimensi kayu. Proses plastilisasi dan pemadatan kayu yang sesuai akan meningkatkan sifat fisik dan sifat mekanik kayu terpadatkan (Sulistyono, dkk. 2003). Pengempaan terhadap kayu diupayakan tidak merusak dinding sel karena akan menurunkan kekuatan kayu. Hal tersebut bisa diperoleh jika dinding sel kayu plastis sehingga mudah dipadatkan. Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan perlakuan pengukusan atau perebusan sebelum kayu dipadatkan. Waktu pengukusan yang disarankan untuk kayu dengan kadar air 20- 25% adalah 15 menit cm-1 tebal kayu, sedangkan untuk kadar air lebih rendah sekitar 30 menit cm-1 tebal kayu (Basri, dkk. 2014).

(22)

Salah satu kekurangan utama dari metode pemadatan kayu melalui pengempaan yaitu pemulihan tebal kayu (springback) yang seringkali terjadi ketika kayu terpadatkan (densified wood) terpapar pada suhu dan kelembaban lingkungan pemakaian. Selain itu berdasarkan beberapa hasil penelitian, kayu terpadatkan masih rentan terhadap serangan organisme perusak kayu. Kelemahan- kelemahan tersebut perlu diatasi agar kayu terpadatkan mempunyai nilai guna dan nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu peluang untuk mencegah terjadinya springback sekaligus meningkatkan keawetan kayu terpadatkan adalah dengan terlebih dahulu melakukan impregnasi senyawa kimia tertentu ke dalam kayu yang dapat mengisi pori-pori kayu secara permanen dan bersifat racun bagi organisme perusak kayu. Beberapa senyawa kimia yang selama ini dipergunakan sebagai bahan impregnasi kayu umumnya merupakan senyawa kimia berbasis formaldehida, seperti PF, MF, dan UF (Nandika, dkk. 2015).

C. Waktu Pemadatan Kayu

Proses densifikasi kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerapatan awal kayu, perlakuan pendahuluan sebelum proses pengempaan, kadar air kayu, suhu, tekanan kempa dan lamanya pengempaan. Suhu dan waktu kempa mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mendapatkan hasil pemadatan kayu. Suhu dan waktu kempa berguna untuk memudahkan proses densifikasi dan mengikat perubahan bentuk kayu yang didensifikasi sehingga tidak kembali kebentuk semula (Arinana dan Diba, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Pinna, dkk (2016) menyatakan bahwa perlakuan densifikasi kayu berdasarkan suhu dan waktu kempa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan MOE. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini

(23)

terdapat pada perlakuan suhu kempa 1800C dan waktu kempa 70 menit. Perlakuan waktu pengukusan dan waktu kempa serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap sifat fisik dan mekanik kayu. Kayu yang dipadatkan menunjukan peningkatan sifat fisik dan mekanik menjadi lebih baik.

Sifat fisik kayu yang dipadatkan berdasarkan waktu kempa dapat menghasilkan sifat fisik yang lebih baik yaitu kesan raba menjadi halus dan warnanya menjadi kemerahan serta meningkatkan sifat mekanik kayu (Megawati, dkk. 2016).

Proses pengempaan kayu dengan suhu tinggi dimungkinkan karena meningkatnya elastisitas berbagai polimer pembentuk dinding sel kayu, khususnya hemiselulosa dan lignin. Pemadatan kayu yang dipengaruhi oleh suhu dan waktu kempa menyebabkan lumen menyempit dan dinding sel semakin rapat satu dengan lainnya. Selain itu dengan adanya panas dan pengempaan dengan waktu tertentu menyebabkan bagian dinding sel yang mengandung selulosa mengalami plastisasi sehingga terjadi perubahan bentuk permanen. Kondisi ini menyebabkan sifat anatomi dan sifat mekanis kayu bertambah bentuk permanen dan menyebabkan sifat-sifat mekanis kayu bertambah (Wardhani, 2005).

Pemadatan kayu mengakibatkan nilai kerapatan kayu meningkat seiring berkurangnya tebal contoh uji, sehingga secara keseluruhan volume sampel menjadi berkurang, sementara massanya relatif tetap. Hal ini mengakibatkan rongga sel dan dinding sel menjadi lebih padat. Penggunaan suhu tinggi dalam waktu tertentu juga mengakibatkan peningkatan daerah kristalin pada struktur selulosa, dimana sebagian daerah amorf berubah menjadi daerah kristalin (Hartono, 2012).

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2018 - Oktober 2018.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Workshop Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu chain saw, oven, kalifer, timbangan analitik, desikator, alat tulis, kompor, panci dan kempa panas (hot press). Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yakni kayu Jabon

(Anthocephalus cadamba).

Prosedur Penelitian 1. Persiapan bahan baku

Kayu Jabon diperoleh dari KM 13,5 Binjai, Kabupaten Deli Serdang.

Sampel pengujian sifat fisis dan mekanis kayu terdiri dari kadar air, kerapatan, tekan sejajar serat, MOE dan MOR, sesuai dengan standar ASTM D143 – 94 (2000). Sampel MOE, MOR, tekan sejajar serat, kadar air, dan kerapatan dibuat dengan ukuran 38cm x 2cm x 2cm.

2. Persiapan contoh uji

Sebelum dilakukan pengempaan, sampel kayu ukuran 4cm x 2cm x 2cm diukur dimensi kayu dan ditimbang berat kayu pada masing-masing ulangan.

Terakhir, seluruh sampel kayu di rendam dalam air dingin selama 3-5 hari hingga

(25)

3. Proses pemadatan kayu

Pemadatan kayu dilakukan pada arah tebal dengan rasio pemadatan 20%.

Pemadatan dilakukan dengan suhu 1800C dengan waktu kempa selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Kayu yang telah dikempa selanjutnya didiamkan selama 2 minggu (pengkondisian). Kemudian sampel kayu dipotong- potong sesuai ukuran pengujian sifat fisis dan mekanis kayu.

Pengujian Sifat Fisis

Pengujian ini meliputi menguji kerapatan dan kadar air kayu jabon.

1) Kerapatan

Contoh uji berukuran 4 x 2 x2 cm dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (M). Selanjutnya diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji (V). nilai kerapatan dihitung dengan rumus :

Keterangan:

P = Kerapatan (g/cm3)

M = Berat contoh uji kering udara (g) V =Volume contoh uji kering udara (cm3)

2) Kadar Air

Contoh uji berukuran 2 x 2 x2 cm dihitung berat awal (BA) dan berat akhir setelah pengovenan (BKO) selama 24 jam pada suhu 103±20C sampai beratnya konstan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan rumus :

Keterangan : KA = Kadar air

(26)

BA = Berat awal (gram)

BKO = Berat kering oven (gram)

Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian ini meliputi menguji keteguhan lentur statis (Modulus of elasticity = MOE), keteguhan lentur patah (Modulus of rupture = MOR), dan kuat

tekan sejajar serat yang ukuran sampel dibuat berdasarkan standar ASTM D143 (2008). Pengijian MOE dan MOR dilakukan bersama-sama sehingga contoh ujinya adalah sama yaitu berukuran 1,5 x 2 x 22,5 cm, sedangkan untuk pengujian kuat tekan sejajar serat yaitu berukuran 6cm x 2cm x 1,5cm.. Pengujian dilakukan pada kondisi kering udara dibentangkan dengan pembebanan ditengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan pada uji MOE & MOR sebesar 7 mm/menit, sedangkan kecepatan pembebanan pada uji tekan sejajar serat sebesar 0,7 mm/menit. Selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat ditahan oleh contoh uji sampai batas proporsi. Pengujian sifat mekanis meliputi MOE, MOR, dan kuat tekan sejajar serat adalah sebagai berikut :

1) Keteguhan Lentur Statis (Modulus of elasticity = MOE)

Pengujian keteguhan lentur statis dicatat besarnya defleksi yang terjadi setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dapat ditentukan menggunakan rumus:

Keterangan :

MOE = Modulus of elasticity (kg/cm2) P = Beban sampai batas proporsi (kg) L = Jarak sangga (cm)

∆Y = Perubahan defleksi pada setiap perubahan beban (cm) b = Lebar contoh uji (cm)

(27)

h = Tebal contoh uji (cm)

2) Keteguhan Lentur Patah (Modulus of rupture = MOR)

Pengujian Keteguhan Lentur Patah (Modulus of Rupture = MOR) merupakan kelanjutan dari pengujian keteguhan lentur statis (MOE), yakni sampai mencapai beban yang menyebabkan kayu rusak. Besarnya nilai MOR dihitung dengan rumus :

Keterangan :

MOR = Modulus of Rupture (kg/cm2) P = Beban sampai batas proporsi (kg) L = Jarak sangga (cm)

b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) 3) Keteguhan Tekan Sejajar Serat

Contoh uji berukuran 6 x 2 x1,5 cm dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

T = Kuat tekan kayu (kg/cm2) P = Beban uji maksimum (kg) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm)

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan nonfaktorial dengan pola acak lengkap (RAL Nonfaktorial). Model yang digunakan tersusun atas 1 faktor perlakuan yaitu: faktor waktu pemadatan

(28)

yang terdiri atas 5 taraf (kontrol, 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit) dengan ulangan sebanyak 4 kali. Model umum perancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yijk = Respon faktor waktu pada masing-masing taraf ke-i pada ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

i = Pengaruh faktor waktu ke i

∑ij = Galat pengaruh faktor waktu pada taraf ke-i pada ulangan ke-j;

j =1,2,3,4

Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor perlakuan yang dicoba, dengan kriteria pengujian yaitu jika F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima dan jika F hitung ≥ F tabel maka H1 diterima. Apabila diantara faktor perlakuan ada yang berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjutan yaitu menggunakan Uji Wilayah Berganda (Duncan Multi Range Test) dengan tingkat kepercayaan 95%.

(29)

Secara singkat alur penelitian dapat disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Bagan Metode Penelitian Sampel (A)

4cm x 2cm x 2cm

Kering Udara Oven T0 & W0

Sampel (B) 38cm x 2cm x 1,5cm

Perlakuan

Pengempaan

Pengkondisian

Pengujian

Sifat Mekanis Sifat Mekanis

Kerapatan dan Kadar air

MOE, MOR dan Kuat Tekan Sejajar

Serat

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) Kerapatan

Nilai rata-rata kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) kontrol 0,37 g/cm3 setelah dipadatkan berkisar antara 0,39-0,42 g/cm3. Kerapatan kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) terpadatkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai rata-rata kerapatan kayu Jabon

Nilai kerapatan kayu Jabon paling tinggi adalah 0,42 g/cm3 yang diperoleh pada waktu pemadatan 10 menit dan nilai kerapatan kayu Jabon paling rendah sebesar 0,39 g/cm3 diperoleh pada waktu pemadatan 5 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu Jabon terpadatkan dengan rasio pemadatan 20% meningkat dibandingkan kayu jabon kontrol, yaitu meningkat dengan kisaran 5,13% - 11,90%. Nilai kerapatan kayu Jabon setelah dipadatkan meningkat seiring berkurangnya tebal contoh uji, sehingga secara keseluruhan

0,39

0,42

0,40 0,41

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45

5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit

Kerapatan (gr/cm3)

Waktu Pemadatan

Kontrol

a a a a

(31)

volume sampel menjadi berkurang, sementara massanya relatif tetap. Hal ini mengakibatkan rongga sel dan dinding sel menjadi lebih padat. Selain itu, penggunaan suhu tinggi dalam waktu tertentu mengakibatkan peningkatan daerah kristalin pada struktur selulosa, dimana sebagian daerah amorf berubah menjadi daerah kristalin (Hartono, 2012).

Peningkatan kerapatan kayu pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh perendaman dengan air dingin selama ± 7 hari sehingga kayu menjadi lunak dan bersifat plastis. Menurut Sulistyono dkk (2003) pemadatan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, plastisitas kayu, kadar air, suhu kempa, dan penerapan besarnya tekanan kempa. Proses plastilisasi dan pemadatan kayu yang sesuai akan meningkatkan sifat fisik dan sifat mekanik kayu terpadatkan dan berkualitas tinggi. (Basri, dkk. 2014) juga menjelaskan bahwa jika dinding sel kayu plastis maka kayu akan mudah dipadatkan. Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan perlakuan perendaman atau perebusan sebelum kayu dipadatkan. Menurut Fajriani (2011) kelarutan komponen kimia kayu Jabon pada air dingin sebesar 1,6%.

Perendaman kayu dalam air dingin terjadi pelunakan hemiselulosa dan lignin yang mempercepat terjadinya deformasi sel penyusun kayu. (Wardhani, 2005) menjelaskan kerapatan kayu yang dipadatkan bertambah terkait dengan lumen menyempit dan dinding sel semakin rapat satu dengan lainnya akibat bagian dinding sel yang mengandung selulosa mengalami plastisasi.

Selanjutnya pada waktu pengempaan 15 menit kerapatan kayu Jabon mengalami penurunan 0,02 g/cm3, sementara pada waktu 20 menit kerapatan kayu Jabon meningkat hingga 0,41 g/cm3. Hal ini disebabkan karena penurunan berat kayu dan volume kayu akibat adanya zat ekstraktif yang terlarut atau menguap

(32)

selama proses densifikasi berlangsung. (Wardhani, 2005) menjelaskan penurunan kerapatan kayu juga dipengaruhi oleh penurunan berat kayu dan volume kayu karena adanya zat ekstraktif yang terlarut dan menguap selama proses densifikasi berlangsung yang terdapat pada permukaan sel-sel kayu.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor waktu pemadatan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan kayu jabon yang dipadatkan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Lampiran 1.

Kadar Air

Nilai rata-rata kadar air kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) kontrol 11,33% setelah dipadatkan berkisar antara 11,57-15,12 (%). Kadar air kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) terpadatkan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Nilai rata-rata kadar air kayu Jabon

Nilai kadar air kayu jabon paling tinggi adalah 15,12% yang diperoleh pada waktu pemadatan 5 menit dan nilai kadar air paling rendah 11,57% diperoleh

15,12

11,57 12,11

14,66

0 2 4 6 8 10 12 14 16

5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit

Kadar Air (%)

Waktu Pemadatan

Kontrol a

a a

a

(33)

air kayu jabon terpadatkan dengan rasio 20% meningkat dibandingkan dengan kayu jabon kontrol. Nilai kadar air kayu Jabon terpadatkan yang diperoleh berkisar antara 11,57% - 15,12% termasuk dalam kadar air kering udara. Menurut Praptoyo (2010) besarnya nilai kadar air kering udara kayu untuk iklim di Indonesia yaitu sebesar 12-20%.

Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air kayu Jabon setelah dipadatkan mengalami kenaikan dengan semakin bertambahnya waktu pemadatan. Namun pada waktu 10 menit kayu Jabon mengalami penurunan kadar air hingga 11,57%, sementara pada waktu 15-20 menit nilai kadar air kayu Jabon meningkat masing-masing 12,11% dan 14,66%. Berkurangnya nilai kadar air kayu Jabon terpadatkan terjadi akibat menggunakan suhu tinggi 1800C selama 5- 20 menit. Pada proses pemadatan kayu diperhitungkan bahwa susunan serat kayu akan menjadi lebih rapat dan struktur sel menjadi lebih sempit. Hal ini memungkinkan angka pori kayu akan lebih kecil, dengan demikian maka kandungan kadar air akan berkurang (Hasan dan Tatong, 2005). Selain itu, berkurangnya nilai kadar air kayu Jabon terpadatkan dibandingkan kayu Jabon kontrol adalah karena proses pemadatan menyebabkan berkurangnya porositas

kayu akibat dinding sel kayu satu dengan lainnya saling merapat (Basri, dkk. 2014).

Penurunan kadar air sampai dibawah 10% ini diduga disebabkan pengaruh panas pada waktu pengempaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Arinana dan Diba (2009) yang menggunakan perlakuan variasi suhu kempa panas yang cukup tinggi sebesar 1600C dan 1800C dalam waktu 40 menit, 50 menit, dan 60 menit menghasilkan kayu terpadatkan dengan kadar air 54,81% lebih rendah

(34)

dari kadar air kayu sebelum perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor waktu pemadatan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air kayu jabon (Gambar 3).

Sifat Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) Keteguhan Lentur Statis (MOE)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOE kayu Jabon kontrol 31403,34 kg/cm2 setelah dipadatkan berkisar antara 45879,58-61411,24 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE kayu Jabon setelah dipadatkan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Nilai rata-rata MOE kayu Jabon

Hasil rata-rata MOE kayu Jabon yang disajikan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai MOE kayu Jabon terpadatkan dengan rasio pemadatan 20% meningkat dibandingkan kayu jabon kontrol, yaitu meningkat dengan kisaran 31,55% - 48,86%. Nilai rata-rata MOE kayu Jabon paling tinggi adalah 61411,24

31403,34

45879,58

61411,24

56931,33 56226,04

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

Kontrol 5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit

WaktuPemadatan MOE (kgf/cm2)

a

b b b

ab

(35)

kg/cm2 pada waktu 10 menit dan nilai rata-rata MOE kayu Jabon paling rendah adalah 45879,58 kg/cm2 pada waktu 5 menit. Pemadatan kayu dapat meningkatkan kelenturan dan kekakuan kayu. Sulitiyono dkk (2003) menyatakan bahwa akibat perubahan struktur sel menjadi lebih padat dan lignin tidak mengalami kerusakan dapat meningkatkan kelenturan kayu.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor waktu pemadatan berpengaruh nyata terhadap nilai MOE kayu jabon (Gambar 4 dan Lampiran 3).

Hasil uji lanjut Duncan Multi Range Test (DMRT) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemadatan 10 menit, 15 menit, dan 20 menit tidak berbeda nyata, namun akan berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol.

Waktu pemadatan optimum yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai MOE kayu Jabon dari penelitian ini adalah waktu pemadatan selama 10 menit.

Hal ini dikerenakan pemadatan kayu dengan suhu dan waktu kempa menyebabkan lumen menyempit dan dan dinding sel semakin rapat satu dengan lainnya. Selain itu dengan adanya panas dan pengempaan waktu tertentu menyebabkan bagian dinding sel yang mengandung selulosa mengalami plastisasi sehingga terjadi bentuk permanen (Wardhani, 2005). Menurut Sulistyono dkk (2003) juga menjelaskan bahwa perubahan struktur sel menjadi lebih padat dan lignin tidak mengalami kerusakan sehingga meningkatkan kelenturan kayu, mengurangi kadar air pada rongga sel serta meningkatkan kestabilan dimensi kayu.

Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOE sangat bervariasi, pada perlakuan waktu 10 menit, nilai MOEnya lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan nilai kontrol. Hal ini terjadi karena kerapatan kayu pada perlakuan tersebut lebih tinggi. Sesuai dengan pendapat Pinna dkk (2016) yang menyatakan bahwa salah

(36)

satu faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu adalah berat jenis atau kerapatan kayu. Nilai MOE kayu Jabon mengalami penurunan pada waktu 15 dan 20 menit masing-masing berkisar 56931,33 kg/cm2 dan 56226,04 kg/cm2. Hal ini dikarenakan pada proses densifikasi dengan waktu yang lama dapat merusak struktur sel anatomi kayu pada dinding sel sehingga struktur sel mengalami deformasi.

Peningkatan nilai MOE kayu Jabon pada penelitian ini disebabkan karena adanya pengaruh pemadatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasan dan Tatong (2005) yang menyatakan bahwa pengaruh pemadatan kayu Palapi sebesar 50%, menghasilkan peningkatan nilai MOE kayu terpadatkan sebanyak 98,85% lebih tinggi dari nilai MOE kayu sebelum dipadatkan. Pinna dkk (2016) juga menyatakan bahwa pengaruh suhu dan waktu pemadatan dapat menyebabkan perubahan nilai MOE kayu Jelutung yang didensifikasi mengalami peningkatan sampai 89% jika dibandingkan dengan kayu Jelutung kontrol.

Keteguhan Lentur Patah (MOR)

Nilai rata-rata MOR kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) kontrol 409,58 kg/cm2 setelah dipadatkan berkisar antara 438,76-633,31 kg/cm2. Nilai rata-rata MOR kayu Jabon paling tinggi adalah 633,31 kg/cm2 pada waktu 10 menit dan nilai rata-rata MOR kayu Jabon paling rendah adalah 438,76 kg/cm2 pada waktu 5 menit. Hasil rata-rata MOR kayu Jabon menunjukkan bahwa nilai MOR kayu Jabon terpadatkan dengan rasio pemadatan 20% meningkat dibandingkan kayu jabon kontrol, yaitu meningkat dengan kisaran 6,65-35,33%. Data MOR kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) terpadatkan dapat dilihat pada Gambar 5.

(37)

Gambar 5. Nilai rata-rata MOR kayu Jabon

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor waktu pemadatan berpengaruh nyata terhadap nilai MOR kayu jabon (Gambar 5). Hasil uji lanjut Duncan Multi Range Test (DMRT) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa pada perlakuan waktu pemadatan 5 menit dan kontrol tidak berbeda nyata pengaruhnya, begitu pula pada perlakuan waktu 15 menit dan 20 menit tidak berbeda nyata. Pada perlakuan waktu pemadatan 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan kontrol berbeda nyata pengaruhnya. Waktu pemadatan optimum yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai MOR kayu Jabon dari penelitian ini adalah waktu pemadatan selama 10 menit.

Berdasarkan nilai MOR tersebut, menunjukkan bahwa secara umum waktu pemadatan dapat meningkatkan nilai MOR kayu Jabon. Pada waktu pemadatan 10 menit menunjukkan nilai MOR lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pemadatan lainnya dimana kombinasi suhu dan waktu pemadatan dapat mengikat perubahan bentuk sehingga menjadi lebih padat dengan memipihnya rongga sel,

409,58 438,76

633,31

517,08

565,12

0 100 200 300 400 500 600 700

Kontrol 5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit

Waktu Pemadatan MOR (kgf/cm2)

a

abc

bc c

ab

(38)

mengurangi kadar air kayu dan mengikat komponen-komponen sel sehingga lebih mampu menahan beban dibandingkan kayu tanpa pemadatan dalam beban yang sama. Menurut Pinna dkk (2016) nilai rata-rata MOR berhubungan erat dengan nilai rata-rata MOE dan kerapatan. Hubungan antara kerapatan dengan MOE dan MOR membentuk garis linear positif, yang berarti semakin tinggi kerapatan maka semakin tinggi pula MOE dan MOR, begitupula sebaliknya.

Pada waktu pemadatan 15 menit terjadi penurunan nilai MOR hingga 517,08 kg/cm2 dan pada waktu pemadatan 20 menit meningkat hingga 565,12 kg/cm2. Hal ini sejalan dengan tingkat kerapatan kayu jabon terpadatkan pada masing-masing waktu pemadatan. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penurunan nilai MOR kayu Jabon yakni karena mengalami kerusakan pada struktur anatomi kayu. Menurut Wardhani (2005) menyatakan bahwa kerusakan struktur anatomi kayu pada dinding sel akan menurunkan kekuatan kayu.

Berdasarkan hasil penelitian Megawati dkk (2016) menjelaskan bahwa nilai MOR kayu Gerunggang yang didensifikasi berdasarkan waktu pengukusan dan waktu kempa mengalami peningkatan sebesar 33-100% dibandingkan dengan kayu Gerunggang kontrol. Pinna dkk (2016) juga menjelaskan bahwa pengaruh suhu dan waktu pemadatan dapat menyebabkan perubahan nilai MOR kayu Jelutung yang didensifikasi mengalami peningkatan sampai 43% jika dibandingkan dengan kayu Jelutung kontrol.

Menurut Arinana (2009) waktu kempa dapat mengikat perubahan bentuk kayu densifikasi, sehingga menjadi lebih padat dengan memipihnya rongga sel, mengurangi kadar air kayu dan mengikat komponen-komponen sel sehingga lebih mampu menahan beban dibandingkan kayu tanpa densifikasi dalam beban yang

(39)

sama. Peningkatan MOE dan MOR pada kayu densifikasi terjadi karena densifikasi menyebabkan struktur sel menjadi lebih padat dan merata.

Keteguhan Tekan Sejajar Serat

Nilai rata-rata tekan sejajar serat kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) kontrol 119,93 kg/cm2 setelah dipadatkan berkisar antara 209,21-268,04 kg/cm2. Hasil rata-rata keteguhan tekan sejajar serat kayu Jabon terpadatkan meningkat dibandingkan kayu jabon kontrol, yaitu meningkat dengan kisaran 42,68-55,26%.

Nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu Jabon terpadatkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat

Berdasarkan pada Gambar 6 menjelaskan bahwa nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat paling tinggi adalah 268,04 kg/cm2 pada waktu 10 menit dan nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat paling rendah adalah 209,21 kg/cm2 pada waktu 5 menit. Penelitian ini membuktikan bahwa pemadatan kayu menyebabkan struktur sel kayu menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang dipadatkan.

209,21

268,04

233,52 241,53

0 50 100 150 200 250 300

5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit Tekan Sejajar serat (kg/cm2)

Waktu Pemadatan

Kontrol a

a

a a

(40)

Menurut Megawati dkk (2016) Peningkatan nilai keteguhan tekan sejajar serat ini berhubungan dengan pemadatan yang terjadi. Peningkatan porsi kristalit pada dinding sel berpengaruh dalam peningkatan keteguhan tekan sejajar serat.

Peningkatan ini memberi gambaran bahwa dengan pemadatan diduga struktur sel kayu menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang dipadatkan.

Namun pada waktu pemadatan 15 menit nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu mengalami penurunan hingga 233,52 kg/cm2 dan mengalami peningkatan pada waktu pemadatan 20 menit sebesar 241,53 kg/cm2. Pada dasarnya semakin tinggi nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula kekuatan kayu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pinna dkk (2016) yang menyatakan bahwa kerapatan kayu berhubungan erat dengan sifat mekanis kayu tersebut, semakin tinggi kerapatan maka semakin tinggi pula nilai sifat mekanisnya, begitupula sebaliknya.

Meningkatnya waktu kempa akan mengikat perubahan bentuk dari kayu di densifikasi sehingga pemadatan komponen kayu dapat lebih dipertahankan.

Sementara semakin lama kayu tersebut dikenai suhu akan menyebabkan kadar air kayu semakin menurun. Menurut Arinana (2009) peningkatan keteguhan tekan sejajar serat (MCS) berhubungan dengan pemadatan yang terjadi. Peningkatan porsi kristalin pada dinding sel berpengaruh dalam peningkatan keteguhan tekan sejajar serat. Peningkatan kekuatan tekan sejajar serat menunjukkan bahwa dengan densifikasi menyebabkan struktur sel kayu menjadi lebih padat dan merata. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor waktu pemadatan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon, dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 5.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemadatan kayu Jabon sebesar 20% dari tebal dapat memperbaiki sifat fisis mekanis kayu jabon, dimana kerapatan kayu meningkat berkisar antara 0,39- 0,42 g/cm3, nilai kadar air meningkat berkisar antara 11,57-15,12 %, nilai MOE kayu Jabon meningkat berkisar antara 45879,58-61411,24 kg/cm2, nilai MOR meningkat berkisar antara 438,76-633,31 kg/cm2, dan nilai keteguhan tekan sejajar serat meningkat berkisar antara 209,21-268,04 kg/cm2. Berdasarkan hasil uji DMRT menyatakan bahwa waktu pemadatan yang optimum adalah waktu 10 menit.

Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah waktu pemadatan pada kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) dapat ditingkatkan waktu pemadatannya untuk mengetahui waktu maksimum yang dapat digunakan hingga menghasilkan kualitas kayu Jabon yang baik.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arinana dan F. Diba. 2009. Kualitas Kayu Pulai (Alstonia Scholaris) Terdensifikasi (Sifat Fisis, Mekanis Dan Keawetan). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(2): 78-88.

ASTM D143 – 94. 2000. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. West Conshohocken. United States.

Basri, E., Abdurachman, dan W., Dwianto. 2014. Pengaruh Pengukusan dan Pengempaan Panas terhadap Beberapa Sifat Kayu Jabon untuk Bahan Mebel. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 12(2): 169-177.

Bramasto, Y., Dede J. Sudrajat, dan Eva Y. Rustam. 2015. Keragaman Morfologi Tanaman Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus) Dan Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) Berdasarkan Dimensi Buah, Benih Dan Daun.

Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversity Indonesia, ISSN:

2407-8050. 1(6): 1278-1283.

Fajriani, E. 2011. Keawetan Papan Partikel Berkerapatan Sedang Dari Kayu Jabon (Anthocephalus Cadamba Miq.), Sungkai (Peronema Canescens Jack.) Dan Mangium (Acacia Mangium Willd.) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes Curvignathus Holmgren). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartono, R. 2012. Peningkatan Kualitas Batang Kelapa Sawit Bagian Dalam Dengan Metode Close System Compression dan Kompregnasi Fenol Formaldehida. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hasan, H. dan B. Tatong. 2005. Pengaruh Pemadatan Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Kayu Palapi. Media Komunikasi Teknik Sipil13(1): 1-15.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I-IV. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Hidayat, R. 2012. Perbaikan Kualitas Sifat Mekanis Jenis Kayu Cepat Tumbuh Jabon (Anthocephalus cadamba) Dengan Metode Pemadatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Megawati, F. H. Usman, dan G. E. Tavita. 2016. Sifat Fisik Dan Mekanik Kayu Gerunggang (Cratoxylon arborescen Bl) Yang Didensifikasi Berdasarkan Waktu Pengukusan Dan Waktu Kempa. Jurnal Hutan Lestari 4(2): 163- 175.

Mindawati N., I. Mansur, dan P. Setio. 2015. Bunga Rampai Teknologi Pembenihan Dan Pembibitan Jabon Putih (Neolamarckia Cadamba (Roxb.) Bosser). FORDA PRESS. Jawa Barat.

Muslich M. dan Krisdianto. 2006. Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyat Sebagai Bahan Baku Industri. Prosiding Seminar Hasil Litbang

(43)

Nandika, D., W. Darmawan dan Arinana. 2015. Peningkatan Kualitas Kayu Sengon (Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen) Melalui Teknik Kompregnasi. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 25(2): 125-135.

Pandit, I K. N., D. Nandika dan I W. Darmawan. 2011. Analisis Sifat Dasar Kayu Hasil Hutan Tanaman Rakyat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 16(2): 119- 124.

Pinna, L., F. H. Usman dan A. Yani. 2016. Sifat Fisik Dan Mekanik Kayu Jelutung (Dyera Costulata Hook F.) Yang Didensifikasi Berdasarkan Suhu Dan Waktu Kempa.Jurnal Hutan Lestari 4 (2) : 151–162.

Safitri, D.Y. 2016. Tingkat Serangan Hama Pada Tanaman Jabon (Anthocephalus Cadamba Miq.) Di Desa Negara Ratu II Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sarjono, A., A.M. Lahjie, R. Kristiningrum, dan Herdiyanto. 2017. Produksi Kayu Bulat Dan Nilai Harapan Lahan Jabon (Anthocephalus Cadamba) Di PT Intraca Hutani Lestari. Jurnal Hutan Tropis 5(1): 22-30.

Sulistiyono, N. Nugroho, dan S. Surjokusumo. 2003. Teknik Rekayasa Pemadatan Kayu II : Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Agatis (Agathis lorantifolia) Terpadatkan dalam Konstruksi Bagunan Kayu. Buletin Keteknikan Pertanian. 17(1): 32-45.

Wardhani, I.Y. 2005. Kajian Sifat Dasar dan Pemadatan Bagian dalam Kayu Kelapa (Cocos nucifera L). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widianto, A. dan M. Siarudin. 2016. Karakteristik Sifat Fisik Kayu Jabon (Anthocephalus Cadamba Miq) Pada Arah Longitudinal Dan Radial.

Jurnal Hutan Tropis 4(2): 102-108.

(44)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Kerapatan

SK DB JK KT Fhitung F Tabel

Perlakuan 4 0,013 0,003 1,949 Tn 3,056

Galat 15 0,024 0,002

Total 19 0,037

Keterangan : Tn : Tidak Berpengaruh Nyata Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Kadar Air

SK DB JK KT Fhitung F Tabel

Perlakuan 4 51,2657 12,8164 0,8956 Tn 3,05557

Galat 15 214,647 14,3098

Total 19 265,913

Keterangan : Tn : Tidak Berpengaruh Nyata Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam MOE

SK DB JK KT Fhitung F Tabel

Perlakuan 4 2316604880 579151220 4,07678 * 3,05557

Galat 15 2130916713 142061114,2

Total 19 4447521593

Keterangan : * : Berpengaruh Nyata Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam MOR

SK DB JK KT Fhitung F Tabel

Perlakuan 4 133664 33416 3,3831* 3,05557

Galat 15 148160 9877,34

Total 19 281824

Keterangan : * : Berpengaruh Nyata

Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Keteguhan Tekan Sejajar Serat

SK DB JK KT Fhitung F Tabel

Perlakuan 4 51725,1 12931,3 3,0299 Tn 3,05557

Galat 15 64017,5 4267,84

Total 19 115743

Keterangan : TN : Tidak Berpengaruh Nyata

(45)

Lampiran 6. Uji DMRT MOE kayu Jabon

Perlakuan Rataan

Kontrol 31403,3 a

5 Menit 45879,6 ab

10 Menit 61411,2 b

15 Menit 56931,3 b

20 Menit 56226,04 b

Lampiran 7. Uji DMRT MOR kayu Jabon

Perlakuan Rataan

Kontrol 409,58 a

5 Menit 438,76 ab

10 Menit 633,31 c

15 Menit 517,08 abc

20 Menit 565,12 bc

Gambar

Gambar 1. Bagan Metode Penelitian Sampel (A)
Gambar 2. Nilai rata-rata kerapatan kayu Jabon
Gambar 3. Nilai rata-rata kadar air kayu Jabon
Gambar 4. Nilai rata-rata MOE kayu Jabon
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kewenangan negara yang dalam hal ini adalah pemerintah untuk menjamin hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di indonesia dirasa tidak memenuhi hasil yang memadai sehingga dapat

Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi BK - FKIP - UKSW Angkatan

Andrain mengemukakan klasifikasi pola perubahan sosial sebagai berikut :Pertama, Golongan revolusioner, mengambil pilihan perubahan sosial secara fundamental dan cepat dengan

Pengujian aplikasi menunjukkan bahwa aplikasi Pengenalan Kerangka dan Organ Tubuh dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kebutuhan yang telah diusulkan pada

Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk merancang bangun sistem informasi berbasis web guna memudahkan dalam hal mengakses informasi yang berhubungan

Button yang terdapat dalam layer kategori ini ada tiga yaitu Button Kerangka, Button Organ Dalam, Soal yang memiliki keterangan pada setiap masing-masing buttonnya,

Oleh karena itu, penulis ingin mencoba merancang sistem informasi pemesanan tiket bus secara online dan dukungan teknologi berbasis web diharapkan dapat mempermudah

Teks adalah elemen paling awal dan sederhana dalam multimedia.Teks biasanya mengacu pada kata, kalimat, alinea, segala sesuatu yang tertulis atau ditayangkan.Sebagian