• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam. No Judul dan Penulis Hasil Penelitian Relevansi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam. No Judul dan Penulis Hasil Penelitian Relevansi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis.Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan peneltian yang dilakukan penulis.

No Judul dan Penulis Hasil Penelitian Relevansi

1. Pemberdayaan Mantan TKI Melalui Pengembangan Usaha Berbasis Potensi Lokal. Sri Wahjuni Latifah dan A.Waluya Jati dan Erna Retna R, 2016.Jurnal Bisnis, Manajemen & Perbankan. Vol. 2. No 12026: 67-80. P. ISSN 2338-4409. E. ISSN. 2528-4649.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mantan TKI di Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang memiliki karakterisrik sosial dan budaya yang cukup, namun memiliki karakteristik ekonomi yang rendah. Sesuai dengan karakteritik skill mantan TKI dan potensi sumber daya alamnya maka potensi usaha yang relevan adalah mendukung Wisata Pantai dan Goa di Malang Selatan. Beberapa jenis usahanya antara lain usaha produksi makanan ringan berbasis singkong dan souvenir berbasis tanaman kelapa.

Persamaan:Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Perbedaan:penelitian ini mengambil subjek yang lebih luas seperti Kaur ekonomi, staf pemerintahan desa dan pengurus koperasi. Penelitian ini juga menggunkan teknik kuesioner dalam melakukan penelitian, sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih menekankan subjek kepada TKI purna

(2)

22

Faktor suku bunga, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesiapan sarana dan prasarana, sumber daya alam dan birokrasi yang mudah menjadi domain pendukung investasi. Namun sebaliknya, kualitas sumber daya manusiadan tehnologi yang rendah menjadi domain kendala investasi.

yang kurang memiliki skill dalam melakukan pekerjaan dan penelitian yang akan dilakukan tidak menggunakan teknik kuesioner dalam penelitian. 2. Strategi Pengembangan UMKM Berbasis Agroindustri Melalui Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) Dalam Rangka Perluasan Kesempatan Kerja Yeni Nuraeni, 2018. Jurnal Akuntansi Manajerial. ISSN (E): 2502-6704. Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2018: 42-53.

Tingginya minat masyarakat Indonesia untuk mencari peluang kesempatan kerja di luar negeri salah satunya disebabkan karena belum berkembangnya budaya wirausaha dikalangan masyarakat pedesaan walaupun potensi sumber sumberdaya alam khususnya sektor pertanian cukup

berlimpah untuk

pengembangan UMKM berbasis agroindustri. Salah satu terobosan yang dilakukan

oleh Kementerian

Ketenagakerjaan untuk memacu perkembangan UMKM di daerah kantong TKI adalah dengan program Desa Migran Produktif melalui kegiatan pengembangan usaha produktif dan pembentukan koperasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi yang dimiliki daerah yang menjadi lokus program desmigratif untuk mengembangan UMKM berbasis agroindustri. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif terhadap data primer

Persamaan: penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian deskriptif. Perbedaan: penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan mengunakan teknik kuesioner dalam penelitiannya,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

pendekatam kualitatif saja dan tidak menggunakan teknik kuesioner dalam melakukan penelitian.

(3)

23

dan data sekunder yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan wawacara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan dari 111 desa yang diambil menjadi sampel, sebagian besar memiliki potensi sumberdaya alam yang berlimpah untuk mengembangkan UMKM berbasis agroindustri. Untuk keberhasilan program desmigratif diperlukan strategi untuk dapat mengintegrasikan program-program lintas Kementerian/Lembaga sesuai dengan program prioritas nasional. Optimalisasi keberadaan mitra lokal yang bersedia bekerjasama untuk mengsukseskan program desmigratif menjadi kunci keberhasilan pengembangan UMKM berbasis agroindustri di daerah-daerah kantong TKI.

3. Model Kewirausahaan Pada Pemberdayaan Buruh Migran (TKI) Di Lombok Barat-NTB Nenet Natasudian Jaya Dan I Gusti Made Subrata, 2014. Jurnal Gane Swara. Vol. 8 No. 2.

Hasil penelitian terhadap responden diperoleh hasil diantaranya bahwa sebagian besar TKI berpendidikan rendah, yaitu 13,33% lulusan SD, 46,67% berpendidikan SMP/sederajat, dan sisanya SMA/sederajat sebanyak 40%. Pemberdayaan mantan TKI diarahkan pada pendidikan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dengan menggali potensi yang ada di daerah asal TKI seperti pertanian, perkebunan, beternak, usaha kelontong maupun usaha lain.

Persamaan:memiliki tujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan buruh migran purna, menghasilkan model kewirausahaan pada pemberdayaan buruh migrant. Perbedaan: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis, sedangkan penelitian yang akan dilakukan

menggunakan jenis penelitian deskriptif

(4)

24 kualitatif 4. Adaptasi Strategis dan Kewirausahaan Para Pekerja Migran Indonesia di Desa Asalnya. Paulus Rudolf Yuniarto. Jurnal Analisis Sosial Volume 20, No. 1 & 2

TKI yang pulang kampung mengem-bangkan

kewirausahaan untuk menjamin penghidupan berkelanjutan dengan menerapkan remitan sosial yang mereka peroleh melalui migrasi. mereka lebih memilih berwirausaha daripada bekerja upahan karena kualifikasi mereka yang membuat mereka sulit memperoleh pekerjaan layak di desa. Kurangnya keahlian, keterbatasan jejaring, dan rendahnya pendidikan memaksa mereka mencari cara alternatif untuk bertahan di kampung halaman. Studi ini mengidentifikasi atribut-atribut individu dan sosial yang mempengaruhi kewirausahaan dan penyesuaian

Persamaan:

penelitian ini mengkaji para para mantan pekerja migran yang kurang memiliki keahlian, keterbatasan jejaring, dan rendahnya pendidikan sehinggamereka dibekali kewirausahaan. Perbedaan: penelitian ini menggunakan dua metode penelitian yakni kualitatif dan kuantitatif. 5. Model Pemberdayaan Tki Pasca Migrasi Melalui Ekonomi Produktif Menuju Keluarga Sakinah Sayid Abas, Bambang Widyahseno, Rudianto, 2014. Jurnal MUADDIB Vol.04 No.01 Januari-Juni 2014 ISSN 2088-339

Sasaran Model pemberdayaan TKI pasca migrasi melalui usaha ekonomi produktif menuju keluarga sakinah ini adalah para keluarga TKI pasca migrasi yang kondisnya belum mandiri baik secara ekonomi maupun sosial. Model pemberdayaan TKI ini proses-prosesnya selain melakukan pelatihan dan training juga lebih mengedepankan

pendampingan pembimbingan secara kekeluargaan dan berkelanjutan sampai mandiri baik secara ekonomi dan menjadi keluarga sakinah mawadah wa rohmah. Dalam

Persamaan: penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Perbedaan: penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dalam melakukan penelitian

(5)

25

proses pembimbingan juga mengedepankan active learning dari para TKI.

6. Upaya Strategis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Kelompok Usaha Bersama (Kube) Hendrik Yasin. Jurnal Administrasi Publik, Volume 5 No. 1 Thn. 2015

KUBE di desa kuala memiliki potensi, yang terdiri dari Cateringan, Perbengkelan, dan pertukangan meubel. Tetapi yang paling menonjol dan aktif sampai dengan saat ini adalah cateringan. Ada beberapa masalah yang di hadapi anggota kelompok dalam usaha, seperti: kurangnya modal usaha, masih belum terpenuhinya fasilitas yang di butuhkan serta alat-alat yang harus di sediakan. Untuk mengatasi permasalahan dalam kelompok usaha bersama (KUBE) diperlukan suatu strategi berupa: Sosialisasi, kebijakan Pemerintah dalam pengaturan KUBE yang sudah berjalan dan yang masih baru agar lebih cepat maju dan terarah dalam mengelola cateringan yang ingin dikembangkan. Persamaan: Dalam penelitian tersebut membahas tentang strategi pemberdayaan masyarakat melalui kelompok usaha bersama. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Perbedaan:DDalam penelitian ini pelkasanaan pemberdayaan diperuntukkan seluruh aspek masyarakat, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu pemberdayaan masyarakat kususnya untuk mantan TKI atau TKI purna.

7. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Dalam Meningkatkan Pendapatan (Studi Empiris Di Kelurahan Bandung Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo) Satya Prihantoro. Journal of Non Formal Education Masyarakat miskin di Kelurahan Bandung adalah masyarakat yang memiliki kondisi kesejahteraan rendah. Sandang, pangan, papan yang belum sesuai dengan masyarakat pada umumnya (masyarakat ekonomi menengah keatas), kondisi tempat tinggal yang kurang layak seperti dinding rumah yang rusak dan atap rumah yang rusak, pendidikan hanya SMP, kesehatan dan gizi yang tidak tercukupi, memiliki pekerjaan tidak tetap seperti

Persamaan: Dalam penelitian tersebut menunjukan bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat. Penelitian tersebut menggunakan jenis dan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.

Perbedaan:

pemberdayaan yang dilakukan yaitu untuk masyarakat kalangan miskin, sedangkan penelitian yang akan

(6)

26 and Community

Empowerment. ISSN 2252-6331

kuli bangunan dan kuli pasar. Strategi pemberdayaan yang dilakukan antara lain: pelatihan pembuatan paving yang diikuti oleh warga masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan, membuat

organisasi KSM

maskumambang yang mengurusi kegiatan pemberdayaan, bimbingan dalam pelaksanaan kegiataan pemberdayaan seperti pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan. Saran yang disampaikan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin perlu diupayakan, kegiatan pemberdayaan yang disusun dan dilaksanakan seharusnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat miskin dan ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

dilakukan peneliti pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dikhususkan untuk TKI purna. 8. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Keterampilan Produktif Di Pkbm Rawasari, Jakarta Timur. Puji Hadiyanti. Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 17 Th. IX April 2008

Kebermanfaatan dari program pemberdayaan yang ada sangat dirasakan oleh peserta program pemberdayaan. Namun, dalam strategi yang dilaksanakan belum sepenuhnya mengacu pada konsep-konsep pemberdayaan. Seperti dalam tahap sosialisasi yang dianggap kurang maksimal sehingga program pemberdayaan yang ada kurang mengena pada sasaran yang lebih membutuhkan. Pengaruh dari kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, hubungan antara pihak penyelenggara dengan peserta

Persamaan: Dalam penelitian tersebut membahas mengenai strategi pemberdayaan masyarakat. Dalam penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Perbedaan: pemberdayaan melalui program ketrampilan produktif tersebut dilaksanakan untuk masyarakat umum, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh

(7)

27

program pemberdayaanpun kurang harmonis. Program-program yang ada dibatasi oleh ketersediaan dana yang ada. Di samping itu, tidak ada penyaluran dari pihak penyelenggara program kepada pengguna jasa.

peneliti, pemberdayaan

masyarakat melalui program desmigratif dikhususkan untuk para mantan TKI atau TKI purna.

2.2.Tinjauan Pustaka

2.2.1 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Strategi adalah cara untuk mengerahkan tenaga, dana, daya, dan peralatan yang dimiliki guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Arti pemberdayaan masyarakat itu sendiri adalah suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara bebas (independent) dan mandiri (Sumaryo, 1991). Hikmat (2001:12) menjelaskan ada beberapa faktor internal yang menghambat pemberdayaan antara lain, kurang bisa untuk saling mempercayai, kurang daya inovasi atau kreativitas, mudah pasrah atau menyerah atau putus asa, aspirasi dan cita-cita rendah, tidak mampu menunda menikmati hasil kerja, wawasan waktu yang sempit, familisme, sangat tergantung pada bantuan pemerintah, sangat terikat pada tempat kediamannya dan tidak mampu atau tidak bersedia menempatkan diri sebagai orang lain.

(8)

28

Bagaimana memberdayakan masyarakat merupakan suatu masalah tersendiri yang berkaitan dengan hakikat dari power atau daya (mengandung pengertian “kemampuan”, “kekuatan” ataupun “kekuasaan”) serta hubungan antarindividu atau lapisan sosial yang lain. Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dengan daya. Hanya saja kadar daya itu berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait (interlinking factors), seperti pengetahuan, kemampuan, status, harta, kedudukan, dan jenis kelamin. Faktor-faktor yang saling terkait tersebut pada akhirnya membuat hubungan antarindividu, dengan dikotomi subjek (penguasa) dan objek yang dikuasai meliputi kaya-miskin, laki-lakiperempuan, guru-murid, pemerintah-warganya, serta antaragen pembangunan dan si miskin. Bentuk relasi sosial yang dicirikan dengan dikotomi subjek dan objek tersebut merupakan relasi yang ingin “diperbaiki” melalui proses pemberdayaan.

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan (Suharto, 2005) dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.

1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugastugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

(9)

29

2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran. Pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinnya.

3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system-strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat adalah cara untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah penekanan pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri.Pendekatan pemberdayaan yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka dengan mengupayakan berbagai potensi yang dimilikinya. Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar

(10)

30

dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin.

Dalam penelitian ini, proses tersebut yang akan dipakai peneliti untuk mendeskripsikan, menggambarkan, dan menjelaskan proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program desmigratif pada TKI purna di Desa Betak Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung.

2.2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Senada dengan pengertian ini Prijono & Pranarka (1996:77) menyatakan bahwa: pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama adalah to give power or authority, pengertian kedua togive ability to or enable. Pemaknaan pengertian pertama meliputimemberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/ belum berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu (Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka, 1996:77).

Berbeda dengan pendapat Pranarka, Sumodiningrat (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004:78-79) menyampaikan: pemberdayaan sebenarnya

(11)

31

merupakan istilah yang khas Indonesia daripada Barat. Di barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat. Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan” daripada “ pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah “energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah pemberian energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004:78-79).

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Winarni mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan, (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998:75).Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada aras ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.

Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya proses ini melihat

(12)

32

pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003:44).

1. Tujuan Pemberdayaan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut perlu ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik-material.

Pemberdayan masyarakat hendaklah mengarah pada pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu

(13)

33

sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapatdiintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan ketrampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan.

Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan demikian dalam masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan yang dilengkapi dengan kecakapan ketrampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan memperoleh kemampuan/ daya dari waktu ke waktu, dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang memadai untuk mengantarkan kemandirian mereka, apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang merupakan visualisasi dari pembangunan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan komunitas yang baik dan masyarakat yang ideal (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004:80-81).

(14)

34

Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004:82). Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun demikian dalam rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.

Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

a) Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.

b) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

c) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004:83). 2.2.3. TKI Purna

TKI purna (Mantan Tenaga Kerja Indonesia) dapat diartikan sebagai warga Negara Indonesia bekas pemegang jabatan pada kegiatan dibidang

(15)

35

perekonomian di luar negeri, mempunyai hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.TKI purna yang maksudkan adalah tenaga kerja Indonesia yang sudah habis kontrak kerja dan memutuskan untuk tidak kembali bekerja di luar negeri. Dengan demikian pemberdayaan TKI purna adalah suatu langkah melalui berbagai cara dan usaha terencana yang digunakan oleh para TKI Purna bekas pemegang jabatan pada kegiatan dibidang perekonomian di luar negeri supaya dapat menciptakan kondisi yang menguntungkan yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup.

1. Faktor Penyebab Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia

Kepulangan tenaga kerja Indonesia (TKI) berdasarkan informasi yang diperoleh, tidak ada TKI yang bermasalah selama bekerja di luar negeri. Kepulangan hanya terjadi pada calon tenaga kerja Indonesia (CTKI), calon TKI dipulangkan karena setelah melakukan tes kesehatan dinyatakan tidak sehat, oleh sebab itu calon TKI tersebut kemudian dipulangkan.Kepulangannya selain keinginan diri sendiri karena merasa tidak nyaman dengan kondisi dan keadaan di tempatnya bekerja, juga dikarenakan saat masih bekerja tidak pernah dipandang benar oleh majikannya, semua yang dilakukan selalu dipandang salah. Oleh karena itu, ia dipulangkan kembali ke Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab kepulangan tenaga kerja perempuan, diantaranya seperti tes kesehatan yang dinyatakan tidak lulus, penganiayaan terhadap tenaga kerja perempuan dan pandangan buruk majikan terhadap tenaga kerja perempuan. Selain itu

(16)

36

juga kepulangan tenaga kerja perempuan disebebkan karena sudah habis kontrak kerja.

2. Kondisi TKI Purna

Kondisi TKI purna (mantan tenaga kerja Indonesia) yang berada di desa Betak Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung juga belum bisa dikatakan sangat sejahtera.Hanya saja sebelum berangkat kondisinya memang kurang sejahtera.Saat masih bekerja di luar negeri kurang bisa memanfaatkan uang dengan baik, sehingga setelah pulang hanya sedikit uang yang terkumpul untuk memulai kembali kehidupan di desa, seperti untuk membuka usaha.

Pendapatan yang diperoleh saat masih bekerja hanya terus dikirimkan untuk biaya kehidupan sehari-hari keluarga di desa, untuk biaya pendidikan anak-anaknya, untuk membangun rumah dan untuk membeli kebutuhan lainnya. Secara umum, kondisi mantan tenaga kerja setelah pulang ada yang sejahtera dan tidak sejahtera. Ketidaksejahteraan disebabkan karena saat masih bekerja di luar negeri kurang bisa memanfaatkan uang dengan baik, sedangkan kesejahteraan yang diperoleh disebabkan karena saat masih bekerja di luar negeri bisa memanfaatkan uang dengan baik.

Berdasarkan permasalahan perekonomian yang tidak kunjung membaik, kemudian juga karena keinginan dan keyakinan yang kuat untuk memperbaiki kondisi perekonomian supaya kehidupan menjadi

(17)

37

lebih baik, hal inilah yang kemudian menyebabkan warga yang ada di desa Betak memutuskan untuk memilih bekerja menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia diluar negeri. Mereka memutuskan bekerja ke luar negeri karena sulitnya memenuhi kebutuhan hidup keluarga, penghasilan suami hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kebutuhan hidup semakin lama semakin meningkat seperti untuk pendidikan anak yang memerlukan biaya tidak sedikit.

Penghasilan yang diperoleh hanya terus digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Uang jika terus digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan habis, tetapi jika uang tersebut selain digunakan untuk memenuhi kebtuhan hidup sehari-hari, juga digunakan untuk membuka kegiatan usaha, maka uang tersebut akan berkembang dan otomatis perekonomian keluarganya juga akan naik dan berkembang.

2.2.4. Kontribusi TKI dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat dan Keluarga

Dana remitansi tenaga kerja merupakan transfer dari tenaga kerja migran kepada keluarga di negara asal. Remitansi meliputi transfer tunai dan non-tunai yang dikirimkan melalui saluran formal, seperti antar electronic wire, atau melalui saluran informal, seperti uang atau barang yang dibawa antar batas ekonomi atau negara. Jumlah remitansi sebagai bentuk pengiriman uang yang diterima oleh keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tinggal di daerah asal, dapat dipandang sebagai kontribusi remitansi terhadap

(18)

38

pembiayaan proses pembangunan sosialekonomi di daerah asal, karena remitansi TKI berkontribusi terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Wujud dari kontribusi remitansi tersebut dapat berupa peningkatan kemampuan keluarga TKI untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.Pengiriman remitan oleh remitansi mampu meningkatkan kesejahteraan perekonomian rumah tangga, terbukti dengan adanya peningkatan jumlah pengiriman hasil remiatansi setiap tahunnya, meskipun kadang terjadi naik turun dalam pengirimannya.

Pemanfaatan remitan pada TKI banyak yang sesuai dengan kategori pemanfaatan rumah tangga yaitu untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, melunasi hutang, biaya pendidikan keluarga, membangun atau memperbaiki rumah, membeli sawah, menabung, dan membuka usaha. Pola pemanfaatan dana remitansi TKI ini berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lainnya, hal ini sesuai dengan beberapa karakteristik dari hal-hal berikut diantaranya: karakteristik keluarga, karakteristik TKI dan karakteristik daerah asal.

Dampak positif dari pengiriman remitan sendiri diantaranya untuk biaya sekolah, membiayai fasilitas kesehatan, konsumsi, pembangunan dan perbaikan rumah, modal usaha dan yang paling penting remitan mampu membantu mensejahterkan kehidupan masyarakat.Jika dilihat dari segi ekonomi, para keluarga dari TKI sebagian besar mengalami kemajuan, hal tersebut dapat dilihat dari rumah-rumah mereka yang mengalami perubahan

(19)

39

setelah menjadi TKI yaitu semakin bagus, selain itu dapat dilihat juga dari kendaraan yang mereka pakai, baju yang mereka kenakan, gaya hidup serta setelah mereka menjadi TKI mereka mampu membuka usaha sendiri, membeli tanah, dan juga mereka kebanyakan melakukan investasi, hal ini dilakukan untuk persiapan setelah mereka berhenti menjadi TKI.

Korelasi antara remitan dengan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan buruh keluarga migran, kesadaran memperbaiki tingkat pendidikan, penyerapan tenaga kerja baru, kesadaran akses informasi komunikasi, serta perubahan sosial.Dengan adanya dana remitansi yang dikirimkan oleh para TKI mampu membantu mensejahterkan perekonomian keluarga. Selain itu pengiriman remitan juga mampu untuk mensejaterakan perekonomian di daerah asal, sehingga tidak hanya keluarga TKI yang merasakan imbas dari pengiriman dana remitansi tersebut, tetapi masyarakat sekitar juga ikut merasakannya. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memanfaatkan remitan oleh keluarga TKI sebagian dapat diidentifikasi sebagai kegiatan yang mendukung perkembangn wilayah.Kegiatan pembangunan dan perbaikan rumah mendorong perbaikan perumahan.Kegiatan pembiayaan pendidikan/sekolah mendorong perkembangan tingkat pendidikan.Dana remitan TKI yang digunakan keluarga TKI untuk membuka usaha juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.Dana remitan dari TKI yang digunakan untuk modal usaha di sektor pertanian dapat memberikan peluang kerja untuk masyarakat untuk mengelola sawah dimiliki oleh keluarga TKI.

(20)

40

Hasil bekerja di luar negeri yang dikirimkan kepada keluarga daerah asal digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.Salah satu dan yang paling utama adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti konsumsi, dan biaya pendidikan anak-anak.Tidak hanya itu para TKI dapat pula memenuhi kebutuhan lainnya seperti pembanguan dan perbaikan rumah, perluasan wilayah usaha serta digunakan untuk pembukaan usaha seperti usaha peternakan ikan, kambing, sapi, bebek, dan ayam.

2.2.5. Program Desa Migran Produktif (Desmigratif)

Program Desa migran produktif (Desmigratif) adalah upaya terobosan Kementerian Ketenagakerjaan yang bekerja sama dengan berbagai Lembaga untuk memberdayakan, meningkatkan pelayanan serta member perlindungan bagi CTKI/TKI di Desa yang menjadi kantong-kantong TKI, dengan menawarkan program-program unggulan yang dibutuhkan CTKI/TKI dan keluarganya melalui pemanfatan potensi lokal dengan tidak mengabaikan karateristik Daerah setempat (Kementerian ketenagakerjaan republik Indonesia, Pedoman Program Desmigratif Indonesia, 2018:7)

1. Sasaran

Melayani, melindungi dan memberdayakan CTKI/TKI dan keluarganya sejak dari dan kembali ke Daerah asal, dengan kriteria peserta sebagai berikut:

a. Calon TKI yaitu TKI yang akan berangkat ke luar negeri.

b. Keluarga TKI yaitu Suami/Istri atau Anak atau Ayah/Ibu dari TKI yang sedang bekerja di Luar Negeri.

(21)

41

c. TKI Purna yaitu TKI yang sudah tidak bekerja di Luar Negeri dan telah kembali ke Daerah asal paling lama 3 (tiga) tahun setelah kepulangan.

Sasaran lokasi program Desmigratif yaitu di Desa-desa asal TKI dengan jumlah TKI cukup banyak dan diutamakan Desa dimana tingkat terjadinya permasalahan TKI cukup banyak, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Desa dengan penduduk yang berusia produktif bekerja sebagai TKI. b. Desa dengan penduduk yang pernah mengalami permasalahan TKI. c. Desa dengan penduduk yang bekerja ke Luar Negeri tidak melalui

mekanisme/non prosedural.

d. Desa asal TKI yang masuk dalam kategori Desa tertinggal. 2. Prinsip Program Desmigratif.

Kebijakan Program Desmigratif dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Kolaboratif: pelaksanaannya bekerjasama, bersinergi dan berintegrasi dengan berbagai kegiatan dan program yang terkait dari para pemangku kepentingan.

b. Partisipatif: masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan. c. Berkelanjutan:setiap pengambilan keputusan dalam

penyelenggaraan program Desmigratif harus mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan TKI dan

(22)

42

keluarganya tidak hanya saat ini tetapi juga di masa depan (Kementerian ketenagakerjaan republik Indonesia, Pedoman Program Desmigratif. Indonesia, 2018 hal 7)

3. Maksud dan Tujuan Program Desmigratif a. Maksud

Sebagai acuan bagi pemangku kepentingan dalam melaksanakan program Desa Migran Produktif di desa asal TKI.Program Desa Migran Produktif dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat yang produktif dan keluarga TKI yang sejahtera pada desa asal TKI yang memahami sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja baik di dalam maupun di Luar Negeri.

b. Tujuan

Program Desmigratif bertujuan untuk:

a. Melayani proses penempatan dan perlindungan calon tenaga kerja yang akan bekerja baik di dalam dan Luar Negeri yang dimulai dari Desa asal TKI dan memberdayakan TKI Purna beserta keluarganya.

b. Mendorong peran aktif Pemerintah Desa di desa asal TKI dan seluruh pemangku kepentingan.

c. Menekan jumlah TKI Non Prosedural 4. Kegiatan Program Desmigratif

Program Desmigratif merupakan salah satu upaya terintegrasi yang dirancang di daerah asal TKI untuk mengurangi jumlah TKI Non

(23)

43

Prosedural, meningkatkan penciptaan usaha-usaha produktif melalui pelayanan dan perlindungan bagi CTKI/TKI dan keluarganya. Program Desmigratif di daerah asal TKI difokuskan kepada 4 (empat) kegiatan utama yang pelaksanaannya terintegrasi, saling mendukung dan berkelanjutan, sebagai berikut:

a. Memberikan Informasi dan Layanan Migrasi

Melalui pembangunan pusat informasi dan layanan migrasi, warga desa yang ingin bekerja ke luar negeri mendapatkan pelayanan informasi pasar kerja, bimbingan kerja, informasi mengenai bekerja ke luar negeri dan layanan dokumen bagi calon TKI seperti KTP, KK, surat keterangan atau dokumen lainnya sebagai dokumen awal dalam pembuatan paspor yang dilaksanakan di balai desa melalui peran aktif dari pemerintah desa, selain itu membantu menyelesaikan permasalahan TKI.

b. Menumbuhkembangkan Usaha Produktif

Membantu TKI dan keluarganya agar mereka memiliki keterampilan dan kemauan untuk menumbuhkembangkan usaha-usaha produktif melalui kegiatan pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana usaha produktif hingga pemasarannya.

c. Memfasilitasi Pembentukan Komunitas Pengasuhan Tumbuh Kembang Anak (Community Parenting)/ Bina Keluarga TKI

Membantu masyarakat dalam pembentukan komunitas yang tugasnya memberikan bimbingan kepada keluarga TKI dalam hal

(24)

44

mendidik, mengasuh dan membimbing anak dengan baik dan benar.Melalui kegiatan ini anakanak TKI diasuh bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar mengajar yang disebut “Rumah Belajar Desmigratif”.Orang tua dan pasangan yang tinggal di rumah diberikan pelatihan tentang bagaimana membesarkan, merawat, mendidik, dan membimbing anak secara baik dan benar agar mereka dapat terus bersekolah dan mengembangkan kreatifitasnya.

d. Memfasilitasi Pembentukan dan Pengembangan Koperasi/Lembaga Keuangan

Membentuk dan mengembangkan koperasi/lembaga keuangan yang bertujuan untuk memperkuat usaha-usaha produktif masyarakat untuk jangka panjang dan berkelanjutan.

2.2.6. Dasar Kebijakan Program Desmigratif

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502)

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atasUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606)

(25)

45

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720)

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 58 Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866)

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11)

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216)

(26)

46

9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90) 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2012 Tentang

Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53050)

13. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5388)

14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-UndangNomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404)

15. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5413)

(27)

47

16. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 19)

17. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1882)

18. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, serta Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 411)

19. . Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 45 Tahun 2015 tentang Pembiayaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2077)

20. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembangunan Industri Rumahan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga melalui Pemberdayaan Perempuan

21. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Data Dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

(28)

48

22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.

2.3. Landasan Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons

Teori fungsional struktural umumnya digunakan melihat hubungan antara aspek-aspek di dalam sebuah struktur. Selain itu, teori ini juga digunakan untuk menganalisis proses yang ada. Dalam teorinya, Talcott Parsons menyebutkan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.Masyarakat merupakan suatu struktur makro yang pada setiap bagiannya memiliki fungsi yang berbeda-beda, tapi berfungsi bersama-sama untuk kepentingan kehidupan berbersama-sama.Cepat maupun lambat hidup dan kehidupan masyarakat mengalami perubahan sosial yang mengarah pada berbagai perbedaan.Kondisi sosial yang berbeda ini menuntut untuk mengubah segala tindakan yang dilakukannya. Dalam upaya menjaga kestabilan sebuah struktur, Parsons menerangkan berbagai skema AGIL yang terdiri dari Adaptasi, Goal (tujuan), Integrasi dan Latensi (pemeliharaan pola). AGIL adalah suatu fungsi suatu kompleks kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu. Menggunakan definisi tersebut, parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang perlu bagi semua sistem. Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat fungsi tersebut.

(29)

49

1. Adaptasi: suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifatsituasional dan mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.

2. GoalAttainment (Pencapaian tujuan): suatu sistem harus mendefiniskikan dan mencapaitujuan utamanya.

3. Integrasi: suatu sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian darikomponennya. Ia juga harus mengelola hubungan diantara tiga imperatif fungsional lainnya. (A,G,L).

4. Latensi (pemeliharaan pola): suatu sistem harus menyediakan,memelihara, dan memeperbarui baik motivasi para individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan menopang motivasi itu.

Adaptasi merupakan suatu proses dimana sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.Selanjutnya, sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan (Goal) yang di inginkan. Ini penting artinya bagi sebuah sistem untuk memiliki tujuan yang akan dicapai, karena akan berpengaruh terhadap apa yang dibutuhkan oleh sistem tersebut dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan.

Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian-bagian yang menjadi komponennya (integrasi). Penting untuk diperhatikan bahwa integrasi yang terjalin antar

(30)

50

komponen di dalam sebuah sistem harus juga mengatur hubungan ketiga fungsi yang lain, yaitu adaptasi, goal dan latensi. Setelah sebuah sistem mampu melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dan mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai serta mengintegrasikan berbagai komponen yang terlibat didalamnya. Selanjutnya, sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer dan Douglas, 2007: 257).

Berdasarkan skema AGIL tersebut, dapat dilihat empat sistem tindakan yang menjadi inti dari pemikiran Parsons. Secara sederhana, ke empat sistem tindakan tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

Kultural Organisme Sistem Sosial

Perilaku Sistem Kepribadian

Organisme perilaku, yaitu sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. Penilaian lingkungan dan perencanaan merupakan awal kegiatan penetapan dari berbagai hasil akhir yang ingin dicapai oleh Disnaker yang meliputi strategi, kebijakan, prosedur, program, dan anggaran yang diperlukan

L (Latensi) I (Integrasi)

G (Goal) A (Adaptasi)

(31)

51

untuk mencapai tujuan pelaksanaan dan penerapan Program Desmigratif dalam pemberdayaan masyarakat khususnya TKI purna di Desa Betak.

Selanjutnya, sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan mobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Pelaksanaan dan penerapan Program Desmigratif perlu dipantau untuk memastikan bahwa pelaksanaan program Desmigratif tidak menyimpang dari rencana yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi juga diperlukan untuk mengetahui sudah sejauh mana pencapaian tujuan program agar tidak terdapat penyimpangan yang membutuhkan tindakan koreksi.

Tahapan yang ketiga, yaitu sistem sosial mengenai fungsi integrasi dengan mengontrol bagian-bagian yang menjadi komponennya. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pembuatan rencana Program Desmigratif adalah bahwa pelaksanaan program Desmigratif melibatkan kerja sama Disnaker dengan pihak lain. Dalam hal ini pelaksanaan Program Desmigratif biasanya melibatkan pula pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, media masa, serta pihak-pihak calon penerima manfaat Program Desmigratif. Oleh sebab itu, penerapan dan pelaksanaan Program Desmigratif merupakan perencanaan yang terintegrasi dan bukan semata-mata perencanaan yang dibuat oleh Disnaker, tetapi dalam hal ini Disnaker harus melibatkan pihak-pihak lain yang akan terlibat dalam pelaksanaan

(32)

52

program Desmigratif agar program Desmigratif dapat berjalan dengan efektif.

Tahapan yang terakhir adalah sistem kultural yang menjalankan fungsi latensi dengan membekali aktor dengan norma dan nilai-nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak. Pemilihan program Desmigratif yang akan dilaksanakan sangat bergantung pada tujuan pelaksanaan Program desmigratif yang ingin dicapai.

Jika dihubungankan dengan struktur fungsional yang sedang dianalisis ini, struktur fungsional pemberdayaan masyarakat melalui Program Desmigratif pada TKI Purna di Desa Betak Tulungagung ini, dalam konsep berfikir Talcott Parsons yang perlu ditekankan perilaku masyarakat sebagai penerima program merupakan hasil dari pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan pembinaan dan pelatihan yang diberikan oleh pembina Program Desmigratif guna mensejahterakan perekonomian para TKI purna di Desa Betak. Hal ini menjadi kajian bagi peneliti untuk mengkaji lebih dalam adanya pemeberdayaan masyarakat melalui program Desmigratif pada TKI purna di Desa Betak Tulungagung.

Peneliti menggunakan teori Fungsional Struktural untuk menjelaskan suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada masyarakat sebagai pemenuhan suatu kebutuhan TKI purna yang ada di Desa Betak. Dimana teori Fungsional struktural ini cocok untuk

(33)

53

menjelaskan keterbelakangan perekonomian dan capaian yang harus dicapai melalui Program Desmigratif pada kehidupan masyarakat dan menjadikan masyarakat mandiri dan berdaya melalui pemberdayaan masyarakat khususnya TKI purna dengan cara melakukan pelatihan peternakan pengembangbiakan ayam Jowo Super (Joper), ayam ini perpaduan antara ayam bangkok dan ayam petelor yang dikawinkan, sehingga muncul lah ayam Joper.

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat bisa menjalankan fungsinya dengan baik dalam penelitian ini

Untuk menilai perencanaan audit dengan banyaknya pertanyaan dalam kuesioner yaitu 7 pertanyaan, maka nilai terendahnya adalah 7, nilai ini diperoleh dari skor terendah

Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview Hasil dari studi evidence base ini menggambarkan bahwa persepsi perawat tentang faktor yang meningkatkan

Perkuliahan sakubun ini menekankan pada keterampilan menulis mahasiswa dalam menyampaikan ide sehingga dapat menghasilkan tulisan dalam bentuk poster, memo dan pengumuman,

Seminar proposal maupun hasil penelitian dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan dimana peneliti wajib menyeminarkan proposalnya untuk

Berdasarkan hasil olah data dalam beberapa skenario yang telah diuji, ukuran kinerja Win Trades/Loss Trades indikator MACDCSO tidak terbukti lebih baik dari indikator

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

kelembagaan pariwisata, namun tidak mempunyai kekuasaan atau kewenangan dalam hal mengelola Tahura Ngurah Rai dan peranan masyarakat Banjar Kajeng, Desa Pemogan dalam hal