• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Pangan dikenal sebagai pangan pokok jika dimakan secara teratur oleh suatu kelompok penduduk dalam jumlah cukup besar untuk menyediakan bagian terbesar dari konsumsi energi total yang dihasilkan oleh makanan (Suhardjo, 1986).

Selama lebih dari 40 tahun sejak Indonesia merdeka, jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat telah banyak mengalami perubahan. Semakin banyak penduduk maka semakin banyak juga pangan yang harus diproduksi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, perubahan tersebut juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah kemajuan teknologi, kemajuan di bidang pendidikan dan ekonomi, serta perubahan di bidang sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Semakin maju suatu bangsa, semakin besar perhatiannya terhadap mutu bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno, 1993).

Pangan yang aman dan bermutu merupakan hak asasi setiap manusia, tidak terkecuali pangan yang dihasilkan oleh Industri Rumah Tangga Pangan. Undang- undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyrakat harus didasarkan pada

1

(2)

standar dan/atau persyaratan kesehatan. Terkait hal tersebut di atas, Undang- undang tersebut mengamanahkan bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diproduksi, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Berdasarkan definisi atau klasifikasi Biro Pusat Statistik (BPS), industri

rumah tangga adalah unit usaha (establishment) dengan jumlah pekerja 1 hingga 4

orang, yang kebanyakan adalah anggota-anggota keluarga (fam ily workers) yang

tidak dibayar dari pemilik usaha atau pengusaha itu sendiri. Kegiatan industri

tanpa tenaga kerja, yang disebut self employment, juga termasuk dalam kelom pok

industri rumah tangga. Pada umumnya industri rumah tangga sangat tradisional

atau primitif dalam aspek-aspek seperti sistem manajemen, pola organisasi usaha,

termasuk pembagian kerja (labour division), jenis teknologi yang digunakan atau

metode produksi yang diterapkan dan jenis produksi yang dibuat (Tambunan,

2000). Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang

memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan

manual hingga semi otomatis. Didalam produksi industri rumah tangga seringkali

di temukan hal – hal yang tidak sesuai, bahkan keluar dari kaidah kesehatan atau

prosedur higienisitas dan sanitasi yang telah digariskan. Hal ini disebabkan

karena kurangnya pengetahuan dari pelaku IRTP itu sendiri, modal yang dimiliki,

dan pemahaman tentang higienisitas sanitasi yang masih kurang.

(3)

M aka dari itu pemerintah memberlakukan Sertifikasi terhadap Industri Rumah Tangga Pangan ( IRTP ) dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen. Sehingga dampaknya adalah meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang dihasilkan IRTP serta meningkatkan daya saing Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).

M engingat hal tersebut, maka ditetapkan Cara Produksi Pangan yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) yang sesuai dengan kondisi saat ini sebagai panduan bagi berbagai pihak yang terkait dengan bidang keamanan pangan IRTP. Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan untuk pangan. M elalui CPPBIRT ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsum si, dan aman bagi kesehatan. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

Hal tersebut dapat tercapai salah satunya apabila ada dukungan dari D inas

terkait untuk secara berkala melakukan pemantauan terhadap Industri Rumah

Tangga Pangan yang ada di Kabupaten Karanganyar, sehingga jalannya produksi

dari produk olahan pangan selalu mengacu pada CPPBIRT. Karena Industri

Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar sangatlah banyak, Dinas

(4)

terkait tidak melakukan melakukan pemantauan ulang terdadap Industri Rumah Pangan. Oleh karena itu, penulis memiliki perhatian terhadap pelaksanaan CPPBIRT di Industri rumah Tangga Pangan yang ada di Karanganyar terutama untuk IRTP yang produknya telah mendapatkan ijin PIRT, apakah setelah mendapat ijin tersebut Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar masih melaksanakan prosedur-prosedur CPPBIRT dengan baik.

Keberhasilan penerapan prosedur CPPBIRT dapat digambarkan melalui Level

IRTP yang diperoleh setiap IRTP, dimana Level IRTP tersebut terdiri dari Level I

hingga Level IV. Persyaratan dalam penggolongan IRTP tersebut berbeda-beda,

untuk IRTP Level I dipersyaratkan hanya ada satu kesalahan minor dan satu

kesalahan mayor tanpa ada kesalahan serius maupun kritis, untuk IRTP Level II

dipersyaratkan dengan adanya satu kesalahan minor dan dua hingga tiga

kesalahan mayor dengan tidak adanya kesalahan serius dan kritis. Sementara

untuk IRTP Level III dipersyaratkan dengan adanya kesalahan serius sejumlah

satu hingga empat tanpa adanya kesalahan kritis, adanya kesalahan minor dan

mayor tidak berpengaruh lagi, karena asal ada satu saja kesalahan serius, maka

IRTP masuk ke Level III. IRTP yang dikategorikan menjadi Level IV karena

memenuhi persyaratan adanya lebih dari satu kesalahan kritis, sementara adanga

kesalahan minor, mayor, serius sudah tidak berpengaruh lagi karena asal ada satu

saja kesalahan kritis maka IRTP tersebut dikategorikan menjadi Level IV. M aka

penulis menjadikan Level IRTP sebagai parameter kemampuan IRTP dalam

menerapkan aspek-aspek CPPBIRT.

(5)

B. Rumusan Penelitian Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Sejauh manakah kemampuan Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT)?

2. Aspek CPPBIRT manakah yang paling sulit terpenuhi oleh Industri Rumah Tangga Pangan?

3. Apakah kendala yang sering ditemui dalam pelaksanaan CPPBIRT oleh Industri Rumah Tangga Pangan?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Industri Rumah Tangga Pangan ataupun Cara Produksi Pangan yang Baik Industri rumah Tangga (CPPBIRT) sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain.

D. Faedah Yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat maupun pelaku industri rumah tangga mengenai kualitas dari pangan yang dihasilkan Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar.

Selain karena penelitian mengenai evaluasi penerapan CPPBIRT pada

Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar belum pernah

dilakukan oleh peneliti/ mahasiswa lain, adanya penelitian ini diharapkan mampu

memberikan pemahaman akan pentingnya CPPBIRT dalam seluruh rangkaian

(6)

kegiatan produksi pangan kepada pelaku industri dan juga diharapkan memberikan masukan kepada lembaga terkait dalam mengambil langkah dan kebijakan terhadap Industri Rumah Tangga Pangan. Bagi masyarakat sendiri adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagaimana mutu dan keamanan pangan yang dirpoduksi IRTP di Kabupaten Karanganyar, sehingga masyarakat bisa lebih awas lagi untuk memilih produk olahan pangan yang baik untuk dikonsumsi.

E. Tujuan Penelitian

1. M engetahui sejauh mana kemampuan IRTP di Kabupaten Karanganyar dalam menerapkan CPPBIRT dalam keseluruhan aspek produknya.

2. M engetahui aspek CPPBIRT yang paling sulit terpenuhi oleh IRTP.

3. M engetahui kendala yang sering ditemui dalam pelaksanaan CPPBIRT oleh IRTP.

F. Tinjauan Pustaka 1. Pangan

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan

tubuh yang rusak. Pangan dikenal sebagai pangan pokok jika dimakan secara

teratur oleh suatu kelompok penduduk dalam jumlah cukup besar untuk

menyediakan bagian terbesar dari konsumsi energi total yang dihasilkan oleh

makanan (Suhardjo, 1986). Pangan tersebut bisa berasal dari sum ber hayati dan

(7)

air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Sedangkan pangan olahan sendiri adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan (Anonim, 2012

c

).

Pangan merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari manusia, karena pangan sangat terkait dengan manusia sudah seharusnya keamanan dari pangan tersebut harus dijaga. Keamanan pangan pada mulanya mengutamakan aspek pengendalian mikrobiologi. Pengendalian ini dipraktekkan oleh ibu-ibu rumah tangga agar bahan pangan bersih, awet, dan tidak mudah busuk. Kemudian berkembang di masyarkat, sehingga dirasakan adanya keperluan mengenai standar sanitasi makanan.

2. Industri Rumah Tangga

Secara umum usaha kecil yang terdapat di pedesaan adalah industri

kecil dan industri rumah tangga. Berdasarkan definisi atau klasifikasi Biro

Pusat Statistik (BPS), perbedaan antara industri kecil dan industri rumah

tangga adalah pada jumlah pekerja. Industri rumah tangga adalah unit usaha

(establishment) dengan jumlah pekerja 1 hingga 4 orang, yang kebanyakan

adalah anggota-anggota keluarga (family workers) yang tidak dibayar dari

pemilik usaha atau pengusaha itu sendiri. Kegiatan industri tanpa tenaga kerja,

(8)

yang disebut self employment, juga termasuk dalam kelompok industri rumah tangga. Sedangkan, indutri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 9 orang yang sebagian besar adalah pekerja yang dibayar (wage labourers). Perbedaan-perbedaan lainnya antara industri kecil dan industri rumah tangga adalah terutama pada aspek-aspek seperti sistem manajemen, pola organisasi usaha, termasuk pembagian kerja (labour division), jenis teknologi yang digunakan atau metode produksi yang

diterapkan dan jenis produksi yang dibuat. Pada umumnya industri rumah tangga sangat tradisional atau primitif dalam aspek-aspek tersebut (Tambunan, 2000). M engetahui karakteristik atau sifat utama daripada industri kecil dan indutri rumah tangga di pedesaan, yang sangat padat karya, pemerintah dan kalangan masyarakat beranggapan bahwa pengembangan industri-industri tersebut sangat urgen diupayakan terus agar menjadi suatu kelompok industri yang kuat dan sehat. Usaha untuk mengembangkan industri kecil dan industri rumah tangga di pedesaan merupakan langkah yang tepat sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi Indonesia pada saat ini.

Beberapa kendala yang sering dihadapi oleh pengusaha industri kecil dan industri rumah tangga adalah :

a. Keterbatasan Dana dalam Pengembangan Usaha.

Pada umumnya pengusaha industri kecil berasal dari golongan ekonomi

lemah dengan latar belakang pendidikan terbatas. Banyak diantara mereka

yang memilih menjadi wirausahawan kecil karena sulit mencari pekerjaan

(9)

di sektor formal dan karena memiliki sedikit ketrampilan yang diwarisi dari orang tuanya. Keterbatasan dana membuat usaha mereka sulit berkembang dan tidak mampu melayani permintaan pasar. Bahkan tidak sedikit pengusaha yang modalnya habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

b. Keterbatasan Kemampuan Teknis.

Keterbatasan kemampuan teknis yang meliputi pengadaan bahan baku dan peralatan standar, desain dan mutu produk. Kurangnya pengetahuan tentang bahan baku yang diperlukan, teknologi mutakhir serta pengembangan mode di pasar menyebabkan penampilan produk-produk industri kecil um umnya kurang menarik, kurang rapi dan kualitasnya tidak standar, sehingga kurang mampu bersaing dengan produk pabrik besar yang dihasilkan dengan pelatan otomatis dan bahan baku standar.

c. Keterbatasan Kemampuan M emasarkan.

Keterbatasan kemampuan memasarkan menyebabkan banyak produk industri kecil yang meskipun mutunya tinggi tetapi tidak dikenal dan tidak mampu menerobos pasar. Akibat lain yang banyak diderita pengusaha kecil adalah dipermainkan para pedagang yang menguasai mata rantai distribusi, sehingga harga ditekan serendah mungkin dan seringkali pembayaran tertunda (Lumbantoruan, 1997).

Pembangunan ekonomi di pedesaan mempunyai tujuan untuk

menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui pertumbuhan

kesempatan kerja yang produktif dan deversifikasi kegiatan-kegiatan ekonom i

(10)

atau sumber-sumber pendapatan di pedesaan. Berdasarkan tujuan tersebut, terdapat dua permasalahan penting yang memerlukan pemikiran dan penyusunan/penetapan strategi yang tepat, yaitu mengenai pemakaian sumber daya alam, sumber daya manusia dan faktor-faktor produksi lainnya (modal dan teknologi) yang terdapat di pedesaan dan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah dalam kegiatan ekonomi akan berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan mereka. Demikian juga dengan penggunaan input-input produksi yang tidak efisien mengakibatkan produktivitas yang tidak tinggi, muncul pemborosan dan akhirnya akan membawa dampak yang tidak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Salah satu tujuan pengembangan usaha kecil di pedesaan adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja, khususnya untuk menyerap arus tenaga kerja dari sektor pertanian yang kelebihan tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, dapat juga dikatakan bahwa usaha kecil di pedesaan merupakan proses produksi secara meluas dengan tujuan utama untuk meningkatkan nilai tambah total dari ekonomi pedesaan. Nilai tambah total yang tinggi hanya dapat dicapai melalui kombinasi antara pertumbuhan jum lah orang yang bekerja di semua sektor ekonomi yang ada di pedesaan dan peningkatan produktivitas pekerja di sektor-sektor tersebut.

Pengembangan usaha kecil di pedesaan dapat dilakukan dengan

menggunakan strategi sebagai berikut :

(11)

a. M engadakan penyuluhan untuk perbaikan sistem dan metode kerja, penyempurnaan tata letak mesin dan peralatan, perbaikan sistem pengadaan bahan baku, penerapan gugus kendali mutu dan penerapan komposisi penggunaan bahan baku dan penolong yang lebih baik.

b. M enerapkan kebijakan yang memberi kemudahan dalam perijinan industri, pengaturan tarif, penyediaan kuota ekspor dan fasilitas usaha lainnya.

c. Dalam hal permodalan, persyaratan untuk mendapatkan tambahan modal investasi dan m odal kerja akan semakin disederhanakan dan disesuaikan dengan kondisi serta kemampuan usaha kecil. Selain itu akan dikembangkan pola penyediaan dana bagi pengusaha kecil dan pengrajin melalui Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) seperti leasing atau m odal ventura.

d. M elaksanakan kerja sama dengan balai penelitian dan memasyarakatkan hasil-hasil penemuan produk baru kepada usaha kecil.

e. M engembangkan pola kerja sama antara industri besar, menengah dan kecil dengan sistem “bapak angkat” yang akan menghasilkan bantuan permodalan, informasi tentang teknologi baru dan terobosan pasar baru (terutama pasar ekspor) bagi pengusaha kecil, seperti yang dirintis oleh beberapa BUM N (Lumbantoruan, 1997) .

3. CPPBIRT (Cara Produksi Pangan yang Baik Industri Rumah Tangga)

CPPBIRT (Cara Produksi Pangan yang Baik Industri Rumah Tangga)

merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau

(12)

persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan untuk pangan. CPPBIRT sangat berguna bagikelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil,sedang, maupun yang berskala besar. M elalui CPPBIRT ini, industri pangandapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan amanuntuk dikonsum si, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat,dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsum si, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

CPPBIRT ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup :

a. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Untuk menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan

kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran

potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan

yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang

diproduksinya. Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari

sampah, bau, asap, kotoran, dan debu sementara lingkungan seharusnya

selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan berbagai cara, seperti :

sampah dibuang dan tidak menumpuk, tempat sampah selalu tertutup, dan

(13)

jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik (Anonim, 2012

b

).

b. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Untuk disain dan tata letak ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan dan tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan, sementara untuk konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi. Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. Fasilitas di ruang produksi dilihat dari kelengkapan ruang produksi, apakah ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakantugasnya dengan teliti, dan apakah di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. Serta bagaimana kondisi tempat penyim panan, untuk tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir (Anonim, 2012

b

).

c. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya

(14)

didisain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Persyaratan bahan peralatan produksi adalah sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. U ntuk tata letak peralatan produksi, sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higienis, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang. Pengawasan dan pemantauan peralatan produksi dilakukan untuk semua peralatan produksi agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih (Anonim, 2012

b

).

d. Suplai A ir atau Sarana Penyediaan Air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi (Anonim, 2012

b

).

e. Fasilitas dan Kegiatan Higienisitas dan Sanitasi

Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan

sarana pembuatan, peralatan, dan bahan yang ditangani, sedangkan

higienis adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat

(15)

kesehatan. Pada setiap aspek pembuatan produk olahan pangan harus dilakukan untuk menjamin terw ujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higienisitas yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran dari produk. Pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan yang dilakukan secara berkala serta menerapkan higienisitas perorangan dengan baik merupakan upaya mewujudkan higienisitas. Tersedianya fasilitas membersihkan diri yang cukup seperti jamban atau tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan pengering yang berfungsi baik, serta pembersihan ruangan sesuai prosedur, sebelum dan sesudah digunakan dapat mengurangi pencemaran (Anonim, 2012

b

). Prosedur sanitasi peralatan hendaklah dirancang dengan tepat agar dapat mencegah pencemaran peralataan oleh bahan pembersih atau bahan untuk sanitasi.

Untuk memastikan pembersihannya, setiap kali akan digunakan hendaklah

dilakukan pemerikasaan ulang. Setelah digunakan dalam proses produksi,

dilakukan pembersihan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai

prosedur. Pembersihan harus dapat menghindari pengotoran kembali

permukaan yang sudah bersih, sehingga peralatan selalu terjaga dalam

kondisi bersih walaupun saat penyimpanan (Anonim, 2012

b

).

(16)

f. Kesehatan dan H igienisitas Karyawan

Kesehatan dan higienisitas karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya dan untuk karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja dan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban. Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan (Anonim, 2012

b

).

g. Pemeliharaan dan Program Higienisitas dan Sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan,

mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya)

dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang

terhadap pangan yang diolah. Lingkungan, bangunan, peralatan dan

lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi

sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur

untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran dengan menggunakan

bahan kimia pencuci yang sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai

prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel unntuk menghindari

(17)

pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan. Untuk program higienisitas dan sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih, program tersebut seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Program Pengendalian Hama dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan.

Untuk penanganan sampah, sampah sendiri seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi, segera ditangani dan dibuang (Anonim, 2012

b

).

h. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku,

bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga

tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan. Bahan dan

produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai

dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup, sementara

untuk bahan berbahaya harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi

agar tidak mencemari pangan. Untuk penyimpanan bahan pengemas harus

disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir. Penyimpanan mesin /

peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di

tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan

menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau

pencemaran lainnya (Anonim, 2012

b

).

(18)

i. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Penetapan spesifikasi bahan

2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan 3) Penetapan cara produksi yang baku

4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akandihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa (Anonim, 2012

b

).

j. Pelabelan Pangan

Kemasan pangan IRT diberi label yang jelas dan informatif untuk

memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan,

mengolah dan mengonsumsi pangan IRT. Label pangan IRT harus

memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor

69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya; dan

peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan sekurang-

kurangnya memuat:

(19)

1) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

2) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan 3) Berat bersih atau isi bersih

4) Nama dan alamat IRTP

5) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa 6) Kode produksi

7) Nomor P-IRT

Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi (Anonim, 2012

b

).

k. Pengawasan oleh Penanggungjawab

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap

proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya

produk pangan yang bermutu dan aman. untuk menjadi seorang

penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang

prinsip-prinsip dan praktek higienisitas dan sanitasi pangan serta proses

produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan

Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP) dan melakukan

pengawasan secara rutin untuk mengawasi bahan dan proses. A pabila

ditemukan adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap persaratan

yang telah ditetapkan seharusnya penanggungjawab melakukan tindakan

korekasi atau pengendalian (Anonim, 2012

b

).

(20)

l. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/ atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persayaratan peraturan perundang-undangan di bidang pangan. kemudian melaporkan penarikan produknya, khususnya yang terkait dengan keamanan pangan ke Pemerintah Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/ Balai Pengawas Obat dan M akanan setempat (A nonim, 2012

b

).

m. Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi, mencegah produk melampaui batas kedaluwarsa, meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan (A nonim, 2012

b

).

n. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar

mengenai prinsip-prinsip dan praktek higienisitas dan sanitasi pangan serta

proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi

(21)

resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) dan kemudian menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilanya kepada karyawan yang lain (Anonim, 2012

b

).

Setiap persyaratan atau aspek dalam CPPBIRT diatas memiliki bobot ketidaksesuasian masing-masing. Ketidaksesuaian yang ditemukan itulah yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan Level setiap IRTP. Ketidaksesuaian adalah : penyimpangan terhadap seperangkatpersyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri RumahTangga (CPPBIRT). U ntuk penetapan ketidaksesuaianterdiri dari :

a. Ketidak sesuaian M inor (M I) adalah penyimpangan terhadap persyaratan

“dapat” di dalam CPPBIRT yang mempunyai potensi mempengaruhi mutu(wholesomeness) produk pangan IRTP.

b. Ketidak sesuaian M ajor (M A) adalah penyimpangan terhadap persyaratan

"sebaiknya" di dalam CPPBIRT yang mempunyai potensi mempengaruhi efisiensi pengendalian keamanan produk pangan IRTP.

c. Ketidak sesuaian Serius (SE) adalah penyimpangan terhadap persyaratan

"seharusnya" di dalam CPPBIRT yang mempunyai potensi mempengaruhi keamanan produk pangan IRTP.

d. Ketidak sesuaian Kritis (KR) adalah penyimpangan terhadap persyaratan

(22)

"harus" di dalam CPPBIRT yang akan mempengaruhi keamananproduk pangan IRTP secara langsung dan/atau merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi(A nonim, 2012

b

).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai sejauh

mana kemampuan Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karanganyar

dalam menerapkan CPPBIRT yang sudah ditetapkan oleh BPOM . Sehingga dapat

diketahui sejauh mana kemampuan IRTP di Kabupaten Karanganyar dalam

menerapkan seluruh aspek CPPBIRT, dari situ dapat dlihati aspek CPPBIRT

mana yang paling sulit untuk dipenuhi serta dapat diketahui kendala apa yang

sering ditemui oleh IRTP di Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan

CPPBIRT.

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing Pihak dapat mengakhiri Memorandum Saling Pengertian ini sewaktu-waktu dengan pemberitahuan tertulis melalui jalur diplomatik paling lambat 6 (enam) bulan

Berdasar pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa beraneka ragam baik berasal dari dalam diri siswa yang

Semua Instrumen Pemenuhan Syarat Minimum Akreditasi Pembukaan Program Studi (jika diperlukan pembukaan program studi baru untuk memenuhi persyaratan minimum jumlah

Peningkatan suhu gelatinisasi akhir menunjukkan bahwa pada pati tapioka termodifikasi granulanya masih banyak yang utuh, karena jumlah gugus hidroksil pada pati

perpajakan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik, dipandang perlu mengatur tentang kewajiban pihak lain memberikan Data dan Informasi yang berkaitan dengan

Berdasarkan uraian sebagaimana terungkap dalam poin 1, 2, 3 dan 4 di atas, maka terhadap kemungkinan respon dan berdampak negatif di masa yang akan datang terhadap operasional

[r]

Berdasarkan hasil uji F, maka dapat diketahui bahwa variabel bebas yang terdiri dari materi pelatihan (X1), pelatih (X2), dan metode pelatihan (X3) secara