• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan

Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa

Sekolah Menengah Pertama”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Pasca sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya membangun demi tercapainya kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi dunia pendidikan dalam meningkatkan pengajaran matematika pada umumnya.

(2)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

Prof. Dr. H. Wahyudin, M. Pd selaku pembimbing I, serta Dr. Jarnawi Afghani Dahlan, M.Kes. selaku pembimbing II, yang telah dengan sabar dan penuh perhatian membantu, membimbing selama penyusunan tesis ini.

Banyak pihak yang membantu dan mendukung pada penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Jozua Sabandar, M.A., Ph. D, selaku Ketua Jurusan Matematika Program Pasca Sarjana UPI.

2. Prof. Dr. H. Wahyudin, M. Pd, Drs. Yaya S. Kusuma, M. Sc, Dr. Edi Tri Baskoro, Dr. Oki Neswan, dan segenap staf pengajar pada program studi pendidikan matematika.

3. Direktur, Asisten I, dan Asisten II beserta staf Program Pasca Sarjana UPI.

4. Drs. H. Djudji Fatah, selaku Kepala SMP Negeri 1 Cilaku. 5. Seluruh guru SMP Negeri 1 Cilaku.

6. Seluruh siswa SMP Negeri 1 Cilaku.

(3)

iii

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibunda, suami, ananda, dan kakak-kakakku tercinta yang telah memberikan dorongan dan semangat demi kelancaran dan kesuksesan penulis, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung mapun tidak langsung dalam penulisan tesis ini. Amal baik anda semua mudah-mudahan mendapat pahala yang berlipat.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan pahala yang tidak terhingga kepada semuanya. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ………..………i

UCAPAN TERIMA KASIH ……….…ii

DAFTAR ISI ………...……..iv

DAFTAR TABEL ……….……vi

DAFTAR GAMBAR ………vii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……..viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..……….…1

B. Rumusan Masalah ……….…7

C. Tujuan Penelitian ………..….…8

D. Manfaat Penelitian ……….……9

E. Penjelasan Istilah ………..…..10

F. Pembatasan Masalah ……….…12

G. Hipotesis Penelitian ………....12

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Belajar Mengajar Matematika ………...…….……13

B. Masalah dan Pemecahan Masalah ……….… 18

C. Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah .… 20 D. Koneksi Matematika... 38

E. Pembelajaran Konvensional ……….…...……… 40

F. Penelitian yang Relevan ……… 42

(5)

v

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………46

C. Variabel Penelitian ………...………47

1. Variabel Bebas ………..…………47

2. Variabel Terikat ……….…48

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ………48

1. Tahap Pembuatan Instrumen ……… 48

2. Tahap Uji coba Instrumen ……….… 51

E. Pelaksanaan dan Teknik Pengumpulan Data ……....………56

1. Tes Kemampuan Koneksi Matematik ………..……….57

2. Skala Sikap ………58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………….…………...………59

1. Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran ……...…...59

2. Kemampuan Koneksi Matematik ………..………….60

3. Hasil Observasi ………..……….….64

4. Analisis Inferensial Data Kemampuan Koneksi Matematik....66

B. Temuan dan Pembahasan ………..………..69

1. Kemampuan Koneksi Matematik Siswa ………...70

2. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran ………..…..72

3. Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran …………..…..73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..………75

B. Saran ………..………...………….76

DAFTAR PUSTAKA ………..77

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………... 81

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Ciri-ciri Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah dan Dengan Pembelajaran

Konvensional ………..……… 41

Tabel 3.1 Rancangan Bentuk Penelitian ………..……… 44

Tabel 3.2 Rekapitulasi Analisa Hasil Uji Coba Tes……….…..………….55

Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ……… 57

Tabel 4.1 Klasifikasi Skor Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ……….……… 62

Tabel 4.2 Klasifikasi Skor Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol ……….…… 62

Tabel 4.3 Persentase Rata-Rata Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……… 63

Tabel 4.4 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran pada Kelas Eksperimen ……… 65

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……….…… 67

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Tes Awal dan Tes Akhir ………..…… 68

Tabel untuk skor Z ... 180

Tabel untuk Distribusi t ……… 181

Tabel untuk Distribusi

χ

2 ………. 182

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Langkah-langkah tercapainya transfer ……….…… 15 Gambar 4.1 Diagram Perolehan Rataan Nilai Tes Akhir ………. 63 Gambar 4. 2 Perbedaan Persentase Rataan Nilai Tes Akhir

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Lampiran Halaman

Lampiran A1 Rencana Pembelajaran Dengan Pendekatan

Problem Solving ... 81

Lampiran A2 Rencana Pembelajaran Dengan Pembelajaran Biasa ... 100

Lampiran A3 Lembar Kerja Siswa ... 117

Lampiran B1 Kisi-kisi Soal Kemampuan Koneksi Matematik ... 134

Lampiran B2 Uji Coba Soal Kemampuan Koneksi Matematik ... 135

Lampiran B3 Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 137

Lampiran B4 Lembar Jawaban Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 139

Lampiran B5 Penyelesaian Soal dan Teknik Penilaian Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 140

Lampiran B6 Kisi-kisi Skala Sikap ... 143

Lampiran B7 Lembar Uji Coba Skala Sikap ... 144

Lampiran B8 Lembar Skala Sikap ... 146

Lampiran C1 Data Skor Uji Coba Tes Koneksi Matematik ... 148

Lampiran C2 Uji Validitas Butir Soal ... 149

Lampiran C3 Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 150

Lampiran C4 Daftar Skor Uji Coba Tes Koneksi Matematik Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ... 152

Lampiran C5 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 153

Lampiran D1 Data Skor Uji Coba Skala Sikap ... 154

(9)

ix

Lampiran D3 Uji Reliabilitas Skala Sikap ... 156

Lampiran E1 Distribusi Skor Tes Awal Kelompok Eksperimen ... 158

Lampiran E2 Distribusi Skor Tes Akhir Kelompok Eksperimen ... 159

Lampiran E3 Distribusi Skor Tes Awal Kelompok Kontrol ... 160

Lampiran E4 Distribusi Skor Tes Akhir Kelompok Kontrol ... 161

Lampiran E5 Perhitungan Uji Normalitas ... 162

Lampiran E6 Perhitungan Uji Homogenitas ... 166

Lampiran E7 Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 169

Lampiran E8 Sebaran Jawaban Skala Sikap ... 172

Lampiran E9 Data Skor Skala Sikap ... 173

Lampiran E10 Distribusi Skor dan Tingkat Persetujuan ... 174

Lampiran E11 Data Hasil Observasi Kelas Eksperimen ... 175

Lampiran E12 Skor Konversi Hasil Observasi Kelas Eksperimen ………. 176

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi yang melibatkan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis, cermat, dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan yang pada dasarnya merupakan suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya seperti yang tercantum dalan Tujuan Pendidikan Nasional kita.

(11)

kebanyakan terlibat dengan mata pelajaran lainnya sehingga bila seorang siswa memiliki pemahaman konsep matematika yang baik, maka ia akan dengan mudah dapat mempelajari mata pelajaran lainnya. Dalam NCTM (1989, h.32) dinyatakan bahwa belajar dan menggunakan matematika merupakan aspek yang penting dalam keseluruhan mata pelajaran di sekolah. Demikian pula dengan yang dikemukakan oleh Cockroft (dalam Abdurrahman, 1999, h.253) tentang perlunya pelajaran matematika diberikan di sekolah. Menurutnya, matematika perlu diajarkan di sekolah karena selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, dan semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.

Salah satu tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematik dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud, 1995, h.1). Beberapa ahli tampaknya memiliki persepsi yang sama tentang tujuan itu. Davis (1960, h.3) banyak menguraikan tujuan pengajaran matematika, salah satunya adalah memberikan sumbangan pada permasalahan sains, tehnik, filsafat, dan bidang-bidang lainnya. Demikian pula dengan pendapat Cornelius (dalam Ruspiani, 2000, h.2) menyatakan bahwa tujuan pengajaran matematika di sekolah di antaranya adalah untuk memberikan perangkat dan keterampilan yang perlu untuk penggunaan dalam dunia nyata, kehidupan sehari-hari dan dengan mata pelajaran lain.

(12)

3

dalam mata pelajaran lain dan dalam dunia nyata. Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan kemampuan koneksi matematik dalam pembelajaran matematika karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki relevansi dan manfaat dengan bidang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Tanpa koneksi-koneksi para siswa harus mempelajari dan mengingat terlalu banyak konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan yang berdiri sendiri. Dengan koneksi para siswa dapat membangun pemahaman-pemahaman baru berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Hal ini memerlukan upaya yang optimal bagi guru dan pihak lain untuk memikirkannya.

Pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah suatu proses terus menerus manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang hayat. Disadari atau tidak, setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah. Dalam penyelesaian suatu masalah, kita seringkali dihadapkan pada suatu hal yang kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Dengan demikian tidak berlebihan bila pendekatan pemecahan masalah matematika menjadi suatu strategi belajar-mengajar yang penting untuk dilakukan di sekolah-sekolah.

(13)

cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajaran matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.

Ruspiani (2000) menemukan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematika masih tergolong rendah. Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa proses pembelajaran berlangsung secara biasa dan bertolak belakang dengan harapan di atas. Sementara itu siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan menghapal apa yang dijelaskan guru. Seperti yang dikatakan oleh Wahyudin (1999) bahwa pilihan favorit guru dalam mengajar matematika adalah metode ceramah dan ekspositori dimana guru asyik menerangkan materi baru di depan kelas dan murid mencatat. Kemudian siswa disuruh mengerjakan latihan dan diberi pekerjaan rumah. Dengan demikian, dalam belajar matematika jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah mengkomunikasikannya secara lisan hasil dan pengalamannya.

(14)

5

pemahaman matematika siswa masih rendah (Sumarmo, 1987, TIMSS, 2000), guru lebih banyak terpaku pada pembelajaran tradisional. Upaya guru ke arah peningkatan proses belajar mengajar belum optimal, metode dan pendidikan yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, dan hal ini membawa dampak negatif terhadap daya serap siswa yang ternyata masih tetap lemah yang ditandai dengan masih rendahnya rata-rata NEM (Wahyudin, 1999).

Dalam kajian lain, Wahyudin (1999) mengatakan bahwa pemecahan masalah, yang merupakan sentral perhatian dalam pembelajaran matematika (di deklarasi dalam konferensi Euclid 1980), tidak dikenal dengan baik oleh para pengajar, apalagi dicoba. Bahkan muncul tanggapan dari guru dan siswa bahwa materi atau konsep cukup hanya dihafalkan, tanpa harus dipahami atau dimaknai. Untuk itu sangatlah penting untuk melakukan pengembangan pendidikan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan aktifitas matematika, serta kemampuan penalaran, pemahaman, dan koneksi matematik siswa.

NCTM (1989, h.84) telah mengisyaratkan kriteria kreatifitas guru dalam hal kegiatan koneksi matematika terutama koneksi dengan disiplin ilmu yang lain. “… Mathematics teachers must seek and gain the active participation of teachers of other disciplines in exploring mathematical ideas

through problems that arise in their classes.” Guru matematika harus

mencoba dan mencari partisipasi aktif dari guru mata pelajaran lain dalam menggali ide matematik yang muncul di setiap mata pelajaran masing-masing.

(15)

(classroom setting) memegang peranan yang sangat penting. Dalam setiap pertemuan, siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 5 orang, dengan struktur kelompok yang heterogen. Pembelajaran berorientasi pada upaya menciptakan iklim yang kondusif dalam membangun hubungan kerjasama, berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman antara sesama siswa maupun guru dengan siswa.

Mengenai pemecahan masalah, Polya (1957) menganjurkan empat langkah fase pemecahan masalah yang disebut heuristic, yaitu: memahami masalah; merencanakan penyelesaian; menyelesaikan masalah sesuai rencana; dan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dari empat langkah penyelesaian masalah tersebut, aspek koneksi muncul pada langkah kedua dimana siswa harus dapat menentukan hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-hal yang tidak diketahui. Kemampuan merencanakan penyelesaian, baik secara tertulis atau tidak, sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, maka ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.

(16)

7

yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Semua ini memerlukan kerja optimal guru agar dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving guru tidak hanya berperan sebagai perancang proses pembelajaran, melainkan juga sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dan kenyataan yang kontradiktif di lapangan, penulis beranggapan bahwa dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan pendekatan yang demikian maka diharapkan dapat meningkatkan proses dan keterampilan berpikir siswa yang menekankan pada adanya koneksi baik antar topik dalam matematika, koneksi antara matematika dengan mata pelajaran lain, maupun koneksi antara matematika dengan kehidupan sehari-hari. Membuat koneksi merupakan standar yang jelas dalam pendidikan matematika yang juga menjadi salah satu standar utama yang disarankan oleh NCTM. Melalui koneksi matematik, konsep pemikiran dan wawasan siswa terhadap matematika akan semakin luas, tidak hanya terfokus pada satu topik tertentu yang sedang dipelajari. Tanpa koneksi, siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep yang terpisah, padahal matematika kaya akan prinsip-prinsip yang relevan dengan bidang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

(17)

tepat dalam memilih pendekatan yang sesuai. Oleh karena itu permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa dengan menggunakan pendekatan problem solving?. Masalah ini dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan

sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan koneksi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving berbeda dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?

2. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving, dan terhadap koneksi matematik.

C. TUJUAN PENELITIAN

(18)

9

mengungkapkan satu diantaranya yaitu sikap. Secara lebih spesifik tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan koneksi matematik siswa melalui pendekatan problem solving dan pembelajaran biasa pada pembelajaran matematika.

2. Mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika melalui pendekatan problem solving.

3. Mengetahui sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving, dan terhadap koneksi matematik. Melalui sikap siswa ini akan ditelaah kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi terhadap kemampuan koneksi matematik.

D. MANFAAT PENELITIAN

Pada umumnya pembelajaran matematika sekarang ini kurang mengoptimalkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan kurang memfokuskan pada pemecahan masalah. Dengan demikian maka hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembelajaran matematika di sekolah dalam hal:

1. Memberi gambaran tingkat kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik.

2. Sebagai peluang untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematik mereka. Selain itu penelitian ini akan memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar matematika. 3. Dengan mengetahui hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran problem

(19)

kemampuan koneksi matematik dengan pendekatan problem solving di masa-masa mendatang.

4. Dapat menjadi petunjuk bagi guru maupun pimpinan institusi sebagai usaha untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran matematika.

5. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan penelitian pengajaran matematika lebih lanjut.

E. PENJELASAN ISTILAH

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindarkan penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa batasan istilah sebagai berikut:

1. Kemampuan adalah potensi untuk dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau pemikiran.

2. Koneksi matematik berasal dari bahasa Inggris: mathematical connection. Istilah koneksi matematik dipopulerkan NCTM (1989) yang mengulas masalah ini untuk pembelajaran matematika dari tingkat dasar sampai menengah. Dalam kamus, (Shadily dan Echols, 1995, h. 139) connection berarti hubungan, sambungan, pertalian (kaitan), sangkut paut. Jadi koneksi matematik adalah keterkaitan topik yang sedang dibahas dengan topik lainnya baik antar topik matematika itu sendiri, dengan mata pelajaran lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari dalam dunia nyata. 3. Kemampuan koneksi matematik

(20)

11

a. Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama.

b. Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen.

c. Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan dari luar matematika.

d. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada pandangan problem solving sebagai proses, yaitu suatu kegiatan yang mengutamakan prosedur pemecahan masalah matematik daripada kegiatan rutin. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah langkah-langkah pemecahan masalah dari Polya yang disebut heuristic. Langkah-langkah pemecahan masalah ini merupakan kiat-kiat

untuk menggiring siswa pada suatu proses belajar, yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali proses dan hasil perhitungan.

(21)

F. PEMBATASAN MASALAH

Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving dalam penelitian ini adalah suatu rangkaian kegiatan belajar di kelas

dimana siswa dapat mempelajari dan memperdalam pemahaman mereka terhadap konsep-konsep matematik, dilanjutkan dengan mengerjakan soal-soal yang tidak rutin dan menerapkannya dalam konteks yang lain. Melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas guru berupaya agar siswa-siswanya dapat mengemukakan ide atau konsep yang dapat mereka pahami. Demikian pula evaluasi terhadap konsepsi siswa dilakukan melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas dan dilanjutkan dengan mengadakan review.

G. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematik antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving dan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, maka metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pengajaran matematika serta sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Solving dan terhadap koneksi matematik sebelum dan selama penelitian.

Adapun pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan koneksi matematik siswa, baik koneksi terhadap matematika itu sendiri, terhadap mata pelajaran lain maupun terhadap permasalahan dengan dunia nyata. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Control Group Pretest-Posttest Design”. (Arikunto, 1998:86). Desain ini digambarkan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:

TABEL 3.1

RANCANGAN BENTUK PENELITIAN

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen O1 T1 O2

Kontrol O1 T2 O2

(23)

T1 = Perlakuan dengan Pendekatan Problem Solving T2 = Perlakuan dengan Pengajaran Biasa

Selanjutnya prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Secara random dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia, selanjutnya sampel yang terpilih masing-masing diperlakukan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Memberikan tes awal kepada kedua kelompok kemudian menentukan mean dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap konsep koneksi matematik.

3. Mengusahakan agar kondisi kedua kelompok tetap sama, kecuali pada pemberian perlakuan. Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen adalah Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Solving sedangkan perlakuan pada kelompok kontrol adalah

Pembelajaran Matematika dengan Pengajaran Biasa.

4. Memberikan tes akhir kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik.

5. Membandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui sejauh mana perbedaan kemampuan koneksi matematik yang terjadi pada kedua kelompok tersebut.

(24)

46

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol signifikan atau hanya terjadi secara kebetulan saja.

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas II karena mereka sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan dengan cara belajar di sekolah menengah pertama. Adapun siswa kelas I masih berada dalam masa transisi dan siswa kelas III sedang mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian. Selain itu, dalam teori kognisi menurut Jean Piaget mengenai penggolongan usia dalam tahap berfikir anak, bahwa anak usia 11 tahun ke atas (umumnya usia siswa SMP di Indonesia) sudah memasuki tahap berfikir formal. Karena sekolah menengah pertama itu cakupannya luas, maka penelitian ini dibatasi pada siswa SMP Negeri 1 Cilaku.

Dari uraian di atas populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II SMP Negeri 1 Cilaku di Kabupaten Cianjur pada semester satu tahun pelajaran 2005 / 2006. Dari sejumlah kelas II yang ada, maka secara acak terambil kelas II-A dan II-B sebagai subyek sampel.

(25)

dari siswa-siswa dengan tingkat kemampuan bermatematika yang relatif berbeda (heterogen).

Pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan bermatematika yang heterogen pada setiap kelompok dilakukan dengan alasan peneliti ingin melihat kerja sama yang dilakukan kelompok jika mereka mengalami kesulitan dalam memahami soal, menganalisis soal, dan memilih kemungkinan-kemungkinan jawaban. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat melakukan setiap langkah pemecahan masalah matematika bersama-sama karena soal yang mereka bahas ketika berdiskusi kelompok antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya berbeda namun tingkat kesulitannya sama. Anggota setiap kelompok ini adalah tetap, yaitu tetap berlaku untuk setiap kegiatan belajar dan pada akhir kegiatan belajar setiap kelompok membuat satu laporan hasil diskusi mereka dalam memecahkan satu masalah yang diberikan peneliti.

C. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas

(26)

48

2. Variabel Terikat

Variabel terikat disebut juga variabel tak bebas, variabel akibat, variabel tergantung, atau dependent variable (Arikunto, 1993: 93). Dengan demikian, kemampuan koneksi matematik yang diperoleh siswa dalam penelitian ini merupakan variabel terikat.

D. INSTRUMEN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANNYA

1. Tahap Pembuatan Instrumen

Dengan berpegang pada rumusan masalah, penelitian ini akan melibatkan tiga macam instrumen yaitu: Tes kemampuan koneksi matematik, pedoman observasi, dan angket sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

a. Tes Kemampuan Koneksi Matematika

Tes kemampuan koneksi matematik dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV). Tes yang digunakan berbentuk uraian dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa, agar dapat diketahui sejauh mana siswa mampu melakukan koneksi matematika. Soal tes dibagi dalam tiga kelompok.

• Kelompok 1 untuk soal K1, yaitu koneksi antar topik dalam matematika;

• Kelompok 2 untuk soal K2, yaitu koneksi dengan disiplin ilmu yang lain;

(27)

Untuk memenuhi persyaratan tes yang baik, sebelum digunakan tes yang terdiri dari 3 item untuk soal K1 dan K2, dan 4 item untuk soal K3 dikonsultasikan terlebih dahulu untuk mendapat arahan dan persetujuan pembimbing berkenaan dengan validitas isi dan selanjutnya diujicobakan. Tes kemampuan koneksi matematik ini disusun berdasarkan rumusan indikator yang dituangkan dalam kisi-kisi tes. Tes ini diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut:

1). Perencanaan, yaitu berupa perumusan tujuan yang dituangkan dalam kisi-kisi tes

2). Penulisan butir soal

3). Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan kunci jawaban 4). Pelaksanaan uji coba

5). Menganalisis hasil uji coba

6) Melakukan revisi terhadap item-item yang kurang baik berdasarkan analisis hasil uji coba.

b. Pedoman Observasi

(28)

50

pelatihan observer kepada 2 orang guru SMP tempat penelitian. Keterangan mengenai pendekatan problem solving dijelaskan peneliti secara ringkas.

Bentuk kerja yang dilakukan dalam observasi adalah mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan problem solving. Kegiatan siswa dicatat oleh observer dan dikumpulkan melalui pengisian kartu observasi. Kegiatan observasi dan pengisian kartu dilakukan selama KBM berlangsung.

c. Angket Sikap

Angket sikap ini diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengungkap tanggapan siswa secara umum terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan problem solving dan terhadap koneksi matematika. Sikap ini terbagi atas tiga bagian, yaitu sikap terhadap matematika, pembelajaran problem solving, dan sikap atas koneksi matematika. Skala yang digunakan untuk mengungkap sikap tersebut adalah skala Likert.

Menurut Subino (1987: 124) skor skala sikap Likert dapat ditentukan secara apriori atau dapat pula secara aposteriori. Adapun teknik penentuan skor dalam penelitian ini adalah secara apriori, yaitu bagi skala yang berarah positif akan mempunyai skor 4 bagi sangat setuju (SS), 3 bagi setuju (S), 2 bagi netral, 1 bagi tidak setuju (TS), dan 0 bagi sangat tidak setuju (STS). Bagi skala yang berarah negatif skor tersebut menjadi sebaliknya.

(29)

204). Jadi, teknik penentuan skor dalam penelitian ini adalah 4 bagi sangat setuju (SS), 3 bagi setuju (S), 2 bagi tidak setuju (TS), dan 1 bagi sangat tidak setuju (STS). Ketentuan ini diberikan kepada soal yang berarah positif, sedang bagi soal yang berarah negatif berlaku sebaliknya.

2. Tahap Ujicoba Instrumen

Sebelum seperangkat soal tes dipergunakan dalam penelitian, soal tes tersebut diujicobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh materi Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel. Ujicoba tes dilakukan pada tanggal 24 September 2005 di sekolah lain dan diikuti oleh 40 siswa.

Hasil ujicoba soal diberi skor, ditabulasi dan diurut, kemudian dilakukan uji validitas butir, uji reliabilitas, daya pembeda, dan mengetahui tingkat kesukaran soal.

a. Validitas Butir Soal

Ukuran validitas butir soal ingin menunjukkan seberapa jauh soal tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Sebuah soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment.

( )( )

(30)

52

(Arikunto, 1999: 76 -78)

Pengujian signifikansi koefisien korelasi menggunakan uji t dengan rumus:

Untuk derajat kebebasan 38 dan dengan taraf signifikansi 5%, maka ttabel = 2,04. Hasil validitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.2 halaman 54.

b. Reliabilitas

Suatu soal dikatakan memiliki reliabilitas yang baik bila soal itu dapat memberikan hasil yang relatif tetap sama (konsisten) walaupun dikerjakan oleh siapapun (pada level yang sama), di manapun dan kapanpun.

Reliabilitas soal bentuk uraian menggunakan rumus Alpha-Cronbach:



Penentuan tolak ukur koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 2001:156) adalah sebagai berikut:

r11 ≤ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah

(31)

0,40 < r11 ≤ 0,60 derajat reliabilitas sedang

0,60 < r11 ≤ 0,80 derajat reliabilitas tinggi

0,80 < r11 ≤ 1,0 derajat reliabilitas sangat tinggi

Dari hasil perhitungan pada lampiran C3 nampak bahwa reliabilitasnya adalah 0,728. Hasil ini dikonsultasikan dengan ttabel.

2 Jadi ttabel< thitung, sehingga soal ini secara signifikan reliabel.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah soal menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) dengan siswa yang kurang pandai (belum/tidak menguasai materi yang ditanyakan).Logikanya adalah siswa yang pandai akan lebih mampu menjawab (mendapat skor lebih baik) daripada siswa yang kurang pandai.

(32)

54

Keterangan:

DP = Indeks Daya Pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang

diolah.

Kriteria Indeks DP yang digunakan adalah kriteria menurut Suherman dan Sukjaya (1990:202), yaitu:

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda butir soal dapat dilihat pada Lampiran C5.

d. Tingkat kesukaran

(33)

TABEL 3.2

REKAPITULASI ANALISA HASIL UJI COBA TES

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK hanya 6 soal yang digunakan. Dari hasil uji coba ternyata tidak satupun siswa yang 100% menjawab dengan benar. Akhirnya diputuskan bahwa soal yang terpilih dalam penelitian adalah soal-soal dengan nomor 2, 3, 4, 5. 7, dan 8.

Adapun pelaksanaan uji coba skala sikap dilaksanakan pada hari yang sama dengan waktu uji coba soal namun pada waktu yang berbeda. Jumlah soal ada 28 item dan soal yang berarah negatif sebanyak 12 item.

(34)

56

Hasil ini dikonsultasikan dengan t tabel.untuk dk = 38 dan dengan taraf signifikansi 5%, maka ttabel = 2,04. Jadi ttabel< thitung, sehingga soal ini secara signifikan reliabel. Kesimpulan semua perhitungan statistik serta pemilihan soal skala sikap dapat dilihat pada lampiran D2 dan D3.

E. PELAKSANAAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di kelas II SMP Negeri 1 Cilaku Kabupaten Cianjur pada semester 1 tahun pelajaran 2005/2006 dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan problem solving pada pembelajaran pokok bahasan Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pemberian tes awal, kemudian melaksanakan pembelajaran, dan diakhiri dengan pemberian tes akhir. Pelaksanaan pembelajaran baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan langsung oleh peneliti dan dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran yang berlaku di sekolah.

(35)

TABEL 3. 3

1. Implementasi Tes Kemampuan Koneksi Matematik

(36)

58

Hasil tes diberi skor dan nilai untuk menentukan ukuran-ukuran statistik sebagai dasar dalam mengkaji permasalahan yang diteliti. Untuk menghindari terjadinya bias dari tes awal terhadap tes akhir, maka contoh-contoh soal dan latihan yang diberikan pada saat perlakuan tidak mengarah pada penyelesaian soal yang ada pada tes awal.

2. Implementasi Skala sikap

Skala sikap diberikan setelah pelaksanaan tes kemampuan koneksi matematik. Analisa skala sikap dilakukan untuk mencari rataan jumlah siswa yang menjawab SS, S, TS, STS. Cara ini bertujuan untuk mengetahui secara umum kecenderungan jawaban siswa. Kemudian dianalisa pula tingkat persetujuan siswa untuk masing-masing item dengan tujuan untuk mengungkap kecenderungan persetujuan siswa secara umum. Cara menentukan tingkat persetujuan adalah sebagai berikut:

100% ideal

Skor

n 2n 3n 4n n persetujua

Tingkat = 1 + 2 + 3 + 4 ×

dimana: n1 = banyaknya siswa yang menjawab skor 4 n2 = banyaknya siswa yang menjawab skor 3 n3 = banyaknya siswa yang menjawab skor 2 n4 = banyaknya siswa yang menjawab skor 1 Skor ideal = 36 x 4 = 144

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara deskriptif rata-rata skor tes akhir kemampuan koneksi pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 48,52 (80,87%) dan 40,14(66,90%) dari skor total 60. Jenis koneksi matematik antar topik matematika merupakan jenis koneksi yang nilainya paling rendah, urutan selanjutnya adalah koneksi dengan disiplin ilmu yang lain, dan jenis koneksi yang nilainya paling tinggi adalah koneksi dengan dunia nyata.

2. Kemampuan koneksi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving berbeda dengan pembelajaran biasa.

3. Secara umum siswa menyukai dan mempunyai minat yang besar untuk mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving, meskipun bagi mereka pendekatan problem solving tersebut merupakan sesuatu yang baru. Hal ini

(38)

76

dengan pembelajaran sebesar 82,5%, dan berperilaku yang tidak relevan dengan KBM 1,16%.

4. Sebagai tambahan, dalam penelitian ini sikap siswa secara umum memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving, koneksi matematika, materi pembelajaran, LKS, suasana kelas, penampilan guru, dan cara mengajar guru. Hal ini nampak dari tingkat persetujuan tertinggi sebesar 88,89% dan tingkat persetujuan terendah sebesar 62,50%. Nilai terendah ini masih berada pada daerah setuju.

B. Saran-saran

1. Dari kesimpulan di atas maka dalam pembelajaran di sekolah menengah, pendekatan Problem Solving menjadi fokus dalam mengajarkan matematika untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. Dilihat dari aktivitas pun pendekatan ini dapat merangsang siswa untuk belajar secara mandiri dan aktif.

2. Guru hendaknya selalu memberi masalah-masalah koneksi matematika untuk dikerjakan di rumah baik secara individu atau kelompok yang selanjutnya dapat dibahas dan didiskusikan bersama. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi keterbatasan waktu di sekolah.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan bagi Siswa Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ansari, B. I. (1995). Metode Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Pengetahuan Prosedural Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa di Sekolah Menengah Pertama. Tesis, PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Arifin, M. (1997). Dinamika Berfikir Siswa Sekolah Dasar Dalam mengantisipasi Perkembangan Sains dan Teknologi. Disertasi, PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

______________(2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bahri, S. (2003). Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Bahan Ajar Pada Topik Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Bell, F. H. (1976). Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New York: Wm C. Brown Company Publiser.

Davis, David R. (1960). The Teaching of Mathematics. Massachussets: Addison-Wesley Publishing Co. Inc.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kurikulum Sekolah Menengah Umum. GBPP Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

______________(1993). Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: C.P. Aneka Ilmu.

Hasbullah, L. (2000). Penerapan Model Pengajaran Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis, PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hudoyo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

(40)

78

Jepta, S. (2000). Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika. Tesis, PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Karno To. (1996). Mengenal Analisis Tes (Pengantar ke program Komputer ANATES). Bandung: FIP IKIP Bandung.

Killen, R. (1998). Effective Teaching Strategies. Lesson From Research And Practise. Second Edition. Australia: Social Science Press.

Krulik, S. dan Reys, R. E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia. NCTM.

Lestari, T. (1997). Dampak Metode Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Siswa Dalam Pengajaran Matematika. Tesis, PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Linn M. C. Burbules, N. C. (Kenneth Tobin, 1993). “Construction of Knowledge and Group Learning”. The Practice of Constructivism In Science Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.

Edisi pertama. Jakarta: Bina Aksara.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Arthur.

Polya, G. (1957). How to Solve It. Princeton, NJ: Princeton University Press. ______________(1981). Mathematical Discovery On Understanding,

Learning, and Teaching Problem Solving. United States of America.

Posamentier, A. S., dan Stepelman, J. (1990). Teaching Secondary School Mathematics: Techniques and Enrichment Units. Ohio: Merrill Publishing Company.

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

______________(1991a). “Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA”. Bandung: Tarsito.

(41)

______________(1994). Dasar-dasar Penelitian pendidikan dan Bidang Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang.

______________(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa Dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis, UPI: Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual Dalam Soal Matematika Dalam Realistic Mathematics Education. Makalah disajikan pada seminar sehari “Realistic Mathematics Education” di Kampus UPI. Bandung, 4 April 2001.

Schoenfeld, A. H. (1980). Heuristic in The Classroom Problem Solving in School Mathematics. NCTM.

Seragih, S. (1996). Penerapan Langkah-langkag Pemecahan Masalah Dalam Menyelesaikan Soal Cerita. Laporan Penelitian: IKIP Medan.

Shadily, H. dan Echols, (1995). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Sudjana, N. (1999). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Prakstis Untuk melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah

Sujono. (1998). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud. P2LPTK.

Sukasno. (2002). Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Trigonometri. Tesis, PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika siswa SMA Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

(42)

80

______________(1994). “Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru Dan Siswa SMA Di Kodya Bandung”. Laporan penelitian IKIP Bandung: Tidak diterbitkan. _____________ (1999). “Implementasi Kurikulum Matematika 1993 pada

Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah”. (Studi kasus pada beberapa sekolah di Bandung dan sekitarnya). Laporan penelitian, IKIP Bandung.

______________(2002). Alternatif Pembelajaran Matematika Dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

______________(2004). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada pertemuan MGMP Matematika SMP Negeri 1 Tasikmalaya. Bandung: UPI.

Sutiarso, S. (2000). Problem Posing: Strategi Efektif meningkatkan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Konferensi Nasional Matematika X. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. Bandung: ITB.

Tanjung, R. (1999). Penggunaan Model Mengajar Pemecahan Masalah Dalam Pengajaran Fisika di SLTP Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis, PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Tim Peneliti PPS UNY. (2004). Pedoman Penilaian Afektif. Yogyakarta: UNY Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematik,

Dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Wasono. (2000). Penggunaan Model Mengajar Pemecahan Masalah Dalam Penagajran Biologi di Madrasah Aliyah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis, PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wilis, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Gambar

Gambar 4. 2 Perbedaan Persentase Rataan Nilai Tes Akhir
TABEL 3.1 RANCANGAN BENTUK PENELITIAN
TABEL 3.2 REKAPITULASI ANALISA HASIL UJI COBA TES
TABEL 3. 3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Hasil Prakualifikasi Nomor: 05/PPBJ-CKTR/SS-TR2/2011, tanggal 1 Agustus 2011, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang

Pertama kalinya di Indonesia, system KAI Online menggunakan e-ticket diselenggarakan secara nasional dengan tujuan agar masyarakat pengguna jasa trasportasi kereta api lebih

Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul), yaitu ditentukan dengan meremas segumpal tanah

Penyedia Jasa Konsultansi yang merupakan badan usaha wajib hadir adalah pimpinan perusahaan/direktur atau yang mewakilkan dengan membawa surat kuasa dari pimpinan

Dari kedua data tersebut dapat disimpulkan pemberian reinforcement positif dan negatif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterampilan gerak peserta

Model Alternatif Pembinaan Kepatuhan Terhadap Norma Ketertiban di Sekolah Dalam Menyiapkan Warga Negara Demokratis ... Model

Analisis Pengaruh Store Atmosphere Dan Kualitas Layanan Toko Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Kasus Pada Toko Buku Toga Mas Bangkong Semarang). Pengaruh

mengenai Nilai-nilai Budaya, Estetika, dan Pendidikan serta Bentuk Respons Masyarakat Setempat terhadap Nilai-nilai Ketradisian dalam Kehidupan Sosial di Kecamatan