• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SISWA SMA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SISWA SMA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ii

BAB II. MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING, PENGUASAAN KONSEP, KETERAMPILAN GENERIK SAINS, MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN... 11

A. Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing ... 11

B. Penguasaan Konsep ... 19

C. Keterampilan Generik Sains ... 20

D. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

(2)

iii

B. Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa ... 68

1. Penguasaan Siswa ... 68

2. Keterampilan Generik Sains ... 84

C. Tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing ... 92

1. Tanggapan siswa ... 92

2. Tanggapan guru ... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... ……… 101

(3)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Harga kelarutan beberapa garam atau basa mudah larut

maupun sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 27

Tabel 2.2.Harga kelarutan garam atau basa mudah larut dan sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 30

Tabel 2.3. Hubungan antara Ksp dan kelarutan ... 32

Tabel 3.1. Desain Eksperimen ... 41

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 48

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal ... 50

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes ... 51

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran ... 52

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda ... 51

Tabel 3.7. Kategori Tingkat %Gain yang Dinormalisasi ... 53

Tabel 3.8. Hasil Ujicoba Soal ... 58

Tabel 4.1. Data Persentase Hasil Observasi. ... 62

Tabel 4.2. Rekapitulasi data hasil perolehan keterlaksanaan LKS ... 66

Tabel 4.3. Kriteria soal pretes dan postes berdasarkan subkonsep dan dimensi proses kognitif ... 68

Tabel 4.4. Hasil rata-rata %pretes, %postes, dan %N-gain penguasaan konsep 69 Tabel 4.5. Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain Penguasaan konsep pada setiap subkonsep ... 73

Tabel 4.6. Hasil perhitungan statistic penguasaan subkonsep pada setiap subkonsep ... 77

Tabel 4.7 Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 79

Tabel 4.8 Hasil perhitungan statistik penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 82

Tabel 4.9 Hasil persentase pemberian alas an ... 83

Tabel 4.10 Kriteria aspek keterampilan generik sains pada soal ... 85

Tabel 4.11Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain pada aspek keterampilan generik sains ... 86

Tabel 4.12 Hasil perhitungan statistik keterampilan generik sains ... 88

(4)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Learning cycle dalam model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing. ... 14

Gambar 3.1. Alur penelitian ... 44 Gambar 4.1. Hasil persentase rata-rata skor pretes, postes dan N-gain... 70 Gambar 4.2. Distribusi rata-rata persentase skor pretes, skor

postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap subkonsep... 76 Gambar 4.3. Perbandingan hasil rata-rata persentase skor pretes, skor

postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi

proses kognitif... 79 Gambar 4.4. Peningkatan persentase secara umum pada

kemampuan siswa dalam memberikan alasan…... 83 Gambar 4.5. Penguasaan keterampilan generik sains

(5)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran……… 105

Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 153

Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen ... 176

Lampiran D : Data Pretest, Posttest, N-Gain dan Angket ... 178

Lampiran E : Uji Statistik Data ... 213

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan kenyataan di sekolah, masih banyak

permasalahan yang ditemukan di dalam proses belajar mengajar tersebut.

Beberapa masalah pokok dalam pembelajaran yang dapat terindentifikasi,

pada pendidikan formal saat ini adalah: (1) kondisi pembelajaran yang

kurang menyentuh ranah dimensi siswa, seperti dominasi guru yang kurang

memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui

penemuan dan proses berpikir serta memotivasi diri sendiri (Trianto, 2007),

(2) materi pelajaran kimia sering tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata,

padahal siswa dituntut untuk dapat menghubungkan antara pengalaman

belajar mereka dengan kehidupan nyata agar diperoleh pembelajaran

bermakna yang utuh, dan (3) guru lebih berperan sebagai pemberi

pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa tidak terlatih menemukan

pengetahuan dan membangun konsep sendiri (Sanjaya, 2009).

Menurut Gallagher (2007), seharusnya pembelajaran sains

memberikan pengalaman nyata agar siswa dapat menggunakan pengetahuan

dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran sains diperlukan

(7)

ini jarang sekali diperhatikan oleh guru. Belajar sains sering diartikan sebagai

suatu kegiatan sepenting menghafal suatu konsep atau melakukan operasi

hitung. Hal ini terlihat dari cara guru membelajarkan materi sains di sekolah

dengan memfokuskan pembelajaran pada pelatihan rumus-rumus, pelatihan

hitungan, dan menghafal konsep (Sunyono, 2009). Selain itu, Liliasari (2007)

mengungkapkan, bahwa dalam pembelajaran sains di Indonesia umumnya

masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak

mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip secara verbalistis.

Mengingat pentingnya proses pembelajaran, maka dalam

mengembangkan kompetensi siswa perlu diperhatikan keterampilan dasar

siswa, selain siswa harus memiliki kemampuan dalam pemahaman konsep,

mereka juga harus mampu mengintegrasikan keterampilan dasar yang

dimilikinya dengan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup siswa di

berbagai situasi hidupnya (Sunyono, 2009). Berdasarkan kurikulum, tujuan

yang harus dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang

merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap serta

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seorang siswa yang

telah memiliki kompetensi di bidang tertentu, bukan hanya sekedar

mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut

yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Kurikulum dengan

kompetensi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

kecakapan (skill), nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan

(8)

ingin dicapai dalam kompetensi bukan sekedar pemahaman akan materi

pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu

dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan

sehari-hari (Sanjaya, 2009). Demikian pula yang tertuang dalam Peraturan

Mendiknas Nomor 22 tahun 2007 mengenai latar belakang standar

kompetensi dan kompetensi dasar kimia SMA, bahwa mata pelajaran kimia

perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali peserta

didik dengan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu dan teknologi. Berdasarkan beberapa hal tersebut,

maka pembelajaran sains seharusnya berdampak pada kompetensi yang lebih

mendasar, diantaranya kompetensi dalam mengembangkan keterampilan

generik sains (KGS) yang perlu dimiliki oleh siswa untuk dapat membantu

siswa dalam menguasai konsep dan memperoleh sikap ilmiah serta kecakapan

hidup. Sebagaimana Brotosiswoyo (2001) yang mengungkapkan, bahwa

keterampilan generik sains (KGS) merupakan kemampuan berpikir dan

bertindak siswa berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya dan

diperoleh dari hasil belajar sains. Setiap kompetensi generik sains

mengandung cara berpikir dan berbuat

Sesuai berkembang pesatnya pengetahuan sains, maka pertambahan

konsep-konsep sains yang perlu dipelajari siswa juga meningkat dan

dirasakan penting untuk kehidupan siswa serta dapat memberikan

(9)

memadai (Sunyono, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, guru juga sebaiknya

memahami karakteristik materi ajar, peserta didik, dan metodologi dalam

proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan pemilihan model

pembelajaran (Trianto, 2007).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran kimia adalah melalui pemilihan desain pembelajaran yang

dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan

teori konstruktivis, satu prinsip paling penting dalam pembelajaran adalah

guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus

membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberi

siswa anak tangga yang membawa siswanya ke pemahaman lebih tinggi,

dengan syarat siswa itu sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut

(Nur, 1998). Salah satu desain pembelajaran yang dapat membangun

pengetahuan siswa adalah pembelajaran inkuiri. Pada pembelajaran inkuiri

terdapat suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kemampuan siswa untuk

mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga

mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan rasa percaya diri

(Trianto, 2007). National Research Council (1999), menyatakan inkuiri

sebagai penggunaan dan pengembangan higher order thinking pada kegiatan

kerja ilmiah. Inkuiri juga merupakan aktivitas eksperimental untuk menguji

suatu hipotesis (Joyce et al., 2000).

Berdasarkan National Research Council (NRC, 2000), inkuiri

(10)

konsep ilmiah selama siswa fokus terhadap konten yang dipandu oleh guru

hingga mereka dapat menemukan proses berpikir ilmiah dan mendapatkan

pengalaman. Menurut Hofstein, et al (2005) telah dikemukakan, bahwa

inkuiri laboratorium merupakan pusat dalam pembelajaran sains, karena

siswa terlibat dalam proses memahami masalah, merancang hipotesis,

mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data serta

menggambarkan kesimpulan terhadap masalah ilmiah atau fenomena sains.

Pembelajaran inkuiri ini disarankan untuk diintegrasikan dengan

pengembangan konsep ilmiah, keterampilan ilmiah dan pengalaman.

Pembelajaran inkuiri merupakan pusat dalam pembelajaran sains,

karena siswa dilibatkan dalam proses memahami masalah, merancang

hipotesis, mendesain eksperimen, mengamati, menganalisis data dan

memberikan kesimpulan mengenai masalah sains atau fenomena sains.

Kemampuan inkuiri dalam aktivitasnya dapat berperan dalam pengembangan

konsep sains, keterampilan berpikir dan pengalaman. Melalui inkuiri, siswa

dapat melakukan penyelidikan dalam penemuan konsep kimia dan

pengembangannya, serta menjelaskan konsep dan data. Pengembangan dan

peningkatan kemampuan dasar siswa bergantung pada pengalamannya.

Proses pembelajaran melalui pengalaman belajar dapat diperoleh melalui

inkuiri laboratorium dengan harapan siswa dapat menguasai konsep,

menyelesaikan masalah, dan kegiatan ilmiah lainnya, serta mampu belajar

(11)

Pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium terbimbing yang

diimplementasikan dalam penelitian ini disesuaikan dengan materi ajar yang

dibutuhkan. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelarutan

dan hasil kali kelarutan (Ksp). Berdasarkan karakteristiknya, pokok bahasan

ini memiliki jenis konsep abstrak dengan contoh konkret dan konsep

berdasarkan prinsip. Materi ini sangat penting untuk dipelajari dan dipahami

oleh siswa, karena dapat dijumpai dalam fenomena alam, selain itu juga

berkaitan dan berguna bagi kehidupan nyata. Pada pokok bahasan ini juga

tidak menutup kemungkinan adanya kesulitan dalam penguasaan konsep oleh

siswa. Kesulitan penguasaan konsep dapat dilihat pada saat proses

pembelajaran atau pada hasil evaluasi pembelajaran (Rumansyah, 2002).

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan sebelumnya,

peneliti menganggap perlu dilakukan suatu penelitian mengenai model

pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa melalui pengalaman belajar. Siswa

diharapkan terbiasa mempertanyakan sesuatu, membentuk pengetahuan,

berargumentasi, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan. Selain itu

juga, siswa diharapkan dapat mengembangkan penguasaan KGS, yang

meliputi pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, pemahaman

tentang skala, konsistensi logis, kerangka logika taat- asas, inferensi logika,

hukum sebab akibat, pemodelan matematika, bahasa simbolik, membangun

konsep dan abstraksi. Sesuai dengan materi dalam penelitian ini, aspek KGS

(12)

skala, bahasa simbolik, pemodelan matematika, konsistensi logis, kerangka

logika taat asas, inferensi logika, hukum sebab akibat dan abstraksi. Melalui

kegiatan inkuiri laboratorium terbimbing, siswa akan lebih termotivasi,

karena siswa terlibat langsung dalam penemuan konsep dan prinsip (Mulyasa,

2009).

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka yang menjadi

permasalahan pada penelitian ini adalah apakah model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan KGS

siswa dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?.

B. Rumusan Masalah

Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat

meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA

pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?”

Selanjutnya untuk menentukan langkah-langkah penelitian, permasalahan

tersebut diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium

terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?

2. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat

meningkatkan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan kelarutan

dan hasil kali kelarutan?

3. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat

(13)

bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan?

4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru mengenai penggunaan model

pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan

kelarutan dan hasil kelarutan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran

inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali

kelarutan, serta untuk menghasilkan informasi tentang pengaruh penerapan

model pembelajaran tersebut terhadap penguasaan konsep dan keterampilan

generik sains siswa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut.

1. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap guru sebagai tenaga pendidik

dalam memperbaiki proses belajar mengajar.

2. Memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa dalam

proses pembelajaran kimia

3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain untuk dijadikan

(14)

E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang

digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada

penelitian. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing merupakan

model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara langsung dalam

proses memahami masalah dan pertanyaan ilmiah, hipotesis, desain

eksperimen, pengumpulan dan analisis data, serta memberikan

kesimpulan berdasarkan permasalahan atau fenomena, tetapi guru

membimbing siswa dalam membangun konsep (Hofstein et al, 2005).

Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing yang

diimplementasikan menggunakan rangkaian kegiatan belajar dengan

melibatkan seluruh kemampuan siswa melalui lima tahapan

pembelajaran, yaitu orientasi, eksplorasi, penemuan konsep, aplikasi dan

penutup. Eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi berproses dalam

bentuk learning cycle (Straumanis A, 2010).

2. Penguasaan konsep

Penguasaan konsep merupakan ukuran kemampuan siswa dalam

mengenal dan memaknai suatu konsep yang dipengaruhi oleh

kemampuan berpikir. Pada penelitian ini penguasaan konsep

diindikasikan oleh dimensi proses kognitif: memahami (C2),

mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5)

(15)

3. Keterampilan generik sains (KGS)

Keterampilan generik sains adalah kemampuan berpikir dan

bertindak berdasarkan kemampuan sains yang dimilikinya. Pada

penelitian ini keterampilan generik sains yang diukur mencakup

indikator-indikator pengamatan langsung, pemahaman tentang skala,

bahasa simbolik, kerangka logika taat-asas, konsistensi logis, hukum

sebab akibat, pemodelan matematika, inferensi logika dan abstraksi

(16)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dan

metode deskriptif. Metode quasi experiment digunakan untuk mengetahui

efektivitas model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap

peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains pada

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pada penelitian ini, metode

deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tanggapan guru dan siswa

terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium

terbimbing serta hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran

inkuiri laboratorium terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan.

2. Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(17)

Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1. Desain Eksperimen

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 Y O2

Keterangan:

O1 = Pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan

O2 = Postes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan

X = Pembelajaran dengan diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Y = Pembelajaran dengan metode yang biasa dilakukan di sekolah tempat penelitian

(Fraenkel and Wallen, 2007)

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di salah satu SMA

swasta di Bandung. Subjek penelitian ini terdiri atas dua kelas eksperimen dan

satu kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang diberi perlakuan

implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing. Teknik

sampling yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian adalah

(18)

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan mengikuti alur yang dapat dilihat

pada diagram alur penelitian. Berdasarkan diagram tersebut pada dasarnya

penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan, dan tahap akhir. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain:

a. Studi pendahuluan berupa studi literatur mengenai kajian standar isi

pelajaran kimia SMA/MA, studi penguasaan konsep dan keterampilan

generik sains, dan studi model pembelajaran inkuiri laboratorium

terbimbing.

b. Analisis konsep dan bahan ajar, analisis indikator penguasaan konsep

dan keterampilan generik sains dan analisis kegiatan inkuiri

laboratorium terbimbing

c. Penyusunan skenario model pembelajaran inkuiri laboratorium melalui

perumusan perangkat pembelajaran

d. Membuat instrumen penelitian

e. Melakukan validasi terhadap instrumen penelitian

f. Melakukan ujicoba instrumen dan revisi instrumen

g. Menentukan subjek penelitian

h. Memberikan pelatihan kepada guru yang akan menerapkan model

(19)

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain:

a. Pelaksanaan pretest bagi kedua kelas untuk mengetahui penguasaan

konsep dan keterampilan generik sains awal siswa tentang materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan

b. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh satu orang guru kimia yang

menerapkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing di

kelas eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran siswa dibimbing dengan

menggunakan LKS dengan bimbingan guru.

c. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh dua orang, yaitu peneliti dan

guru kimia untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama kegiatan

belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan penggunaan model

pembelajaran inkuiri inkuiri laboratorium terbimbing.

d. Pelaksanaan posttest bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik

sains siswa.

e. Pengisian angket siswa untuk menjaring tanggapan siswa terhadap

penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

f. Wawancara dengan guru untuk mengetahui tanggapan secara langsung

terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium

(20)

2. Tahap akhir

Kegiatan yang dilakukan pada tahap akhir antara lain:

a. Pengumpulan data hasil penelitian

b. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian

c. Pembahasan hasil temuan penelitian

d. Pembuatan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian

e. Pembuatan laporan hasil penelitian

Tahapan prosedur penelitian ini dapat dilihat secara lebih ringkas pada Gambar

3.1.

Validasi, Uji coba dan Revisi Instrumen

PreTest

(21)

D. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti

menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan

penelitian, yaitu tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

sebagai instrumen utama, angket, pedoman wawancara dan lembar observasi

sebagai instrumen pelengkap. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing

instrumen:

1. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains (KGS)

Tes ini berisi butir soal untuk mengukur penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa pada topik kelarutan dan hasil kali

kelarutan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes tertulis

yang digunakan adalah tes berbentuk pilihan ganda dengan lima opsi

pilihan yang disertai alasan berbentuk uraian. Sebelum tes ini dilakukan di

sekolah yang diteliti, soal terlebih dahulu diujicobakan di sekolah yang

dijadikan penelitian, yaitu siswa kelompok XII yang telah mempelajari

pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Untuk mengetahui

kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang meliputi validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Butir soal yang tidak

memenuhi salah satu kriteria (kualitasnya rendah), maka soal tersebut

perlu direvisi atau dibuang. Sebuah tes dikatakan baik sebagai alat ukur,

harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas

(22)

Pertanyaan tes berhubungan dengan penguasaan konsep melalui

penguasaan konsep pada setiap subkonsep dan dimensi proses kognitif

berdasarkan Taksonomi Bloom revisi yang dibatasi dari C2 sampai C5, diperjelas dengan indikator pembelajaran. Pertanyaan tes juga meliputi

keterampilan generik sains, yang dibatasi pada indikator bahasa simbolik,

pemahaman tentang skala, inferensi logis, kerangka logika taat asas,

konsistensi logis, hukum sebab akibat, pemodelan matematika dan

abstraksi

2. Angket Tanggapan siswa

Angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran

inkuiri laboratorium terbimbing dalam bentuk skala likert. Angket ini

bertujuan untuk mengungkap persepsi siswa tentang pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

terhadap pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Skala

pengukuran sikap siswa yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala

yang digunakan untuk jawaban yang jelas dan konsisten terhadap suatu

permasalahan yang ditanyakan. Setiap siswa diminta untuk menjawab

setiap pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),

tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan yang dibuat

dalam skala Likert dalam penelitian ini adalah pernyataan positif. Jawaban

pernyataan sangat setuju hingga sangat tidak setuju diberi skala 4 hingga

skor 1. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sikap siswa (positif

(23)

laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali

kelarutan di kelas XI SMA. Pemberian angket dilakukan setelah proses

pembahasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan selesai dilakukan.

3. Pedoman Wawancara

Tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing dilakukan melalui wawancara dengan

menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk

memperoleh informasi mengenai tanggapan guru terhadap model

pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam pokok bahasan

kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas XI SMA. Pada penelitian ini,

peneliti ingin mengetahui sikap guru terhadap model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran.

4. Lembar Observasi

Kegiatan observasi bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dan

guru selama kegiatan belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan

model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing menggunakan

learning cycle sesuai dengan tahapan pembelajarannya yang terdiri atas

lima tahapan yaitu: tahap orientasi, tahap eksplorasi, tahap penemuan

konsep, tahap aplikasi, dan tahap penutup. Bertindak sebagai observer

yaitu peneliti dan dibantu oleh satu orang guru kimia pada sekolah yang

(24)

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan empat cara pengumpulan data, yaitu

melalui tes tertulis, angket, wawancara dan lembar observasi. Pengumpulan

data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik

pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Berikut ini merupakan

gambaran secara ringkas mengenai teknik pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian.

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data

No Sumber

Data

Jenis Data Teknik

Pengumpulan

Instumen

1. Siswa Penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains

3. Siswa Tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Kuesioner Angket Skala Likert

4 Guru Tanggapan guru terhadap

Observasi Pedoman observasi

aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran

F. Teknik Analisis Data

1. Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik

sains berpedoman pada standar penskoran yang telah ditetapkan.

(25)

Data hasil uji coba instrumen dianalisis melalui:

a. Validitas butir soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu

butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal,

skor-skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal

akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki

dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal

dinyatakan dalam bentuk kesejajaran (korelasi), sehingga untuk

mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan korelasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

korelasi Product Moment Pearson, sebagai berikut:

{

2 2

}{

2 2

}

Keterangan: r = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y xy

X = skor tiap butir soal yang akan dicari validitasnya

Y = skor tes total

N = jumlah sampel

(Arikunto, 2009).

Untuk mengklasifikasi koefisien korelasi dapat digunakan pedoman

kategori seperti pada Tabel 3.3.

(26)

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal

kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < rxy≤ 1,00.

b. Reliabilitas tes

Reliabilitas suatu alat ukur (tes) dimaksudkan sebagai suatu alat

yang memberikan hasil yang tetap sama (ajeg, konsisten) setiap kali

dipakai. Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika

pengukurannya diberikan pada subyek yang sama (identik) meskipun

dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat

yang berbeda. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.

Perhitungan koefisien reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan

teknik belah dua menggunakan persamaan:

Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

2 1 2 1

(27)

Harga

2 1 2 1

r adalah nilai koefisien korelasi antara dua belahan tes,

yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi Product

Moment Pearson. Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas (r11),

digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J. P. Guilford, seperti pada Tabel

3.4

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes

Koefisien reliabilitas Kategori

r11 ≤ 0,20 Sangat rendah

0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup (sedang)

0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki reliabilitas dengan

kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < r11 ≤ 1,00.

(Arikunto, 2009)

c. Tingkat kesukaran butir soal

Bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal disebut

indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan

1,00. Indeks kesukaran menunjukkan tingkat kesukaran soal. Tingkat

kesukaran (P) butir soal dihitung berdasarkan rumus.

P =

Keterangan:

P = indeks kesukaran

(28)

Kriteria indeks kesukaran yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran Kategori soal

0,00 ≤ P < 0,30 Sukar

d. Daya pembeda butir soal

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi (D). Untuk menghitung indeks diskriminasi suatu tes dapat

digunakan persamaan:

Keterangan: J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar

(29)

Untuk mengklasifikasi indeks daya pembeda dapat digunakan

pedoman kategori daya pembeda seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda

Indeks daya pembeda Kategori

D ≤ 0,20 Kurang

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup 0,40 < D ≤ 0,70 Baik 0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali

Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki indeks daya pembeda

0,70 < D ≤ 1,00.

(Arikunto, 2009)

2. Pengukuran kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa

Untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan

generik sains siswa dapat ditinjau dari perbandingan nilai gain yang

dinormalisasi (normalized gain) yang diperoleh dari penggunaannya.

Perhitungan persentase nilai gain ternormalisasi dan pengklasifikasiannya

menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Hake dalam Meltzer,

D.E, (2002):

% 100

Keterangan: Spost = skor tes akhir Spre = skor tes awal

Smaks =skor maksimum ideal

Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada

(30)

Tabel 3.7. Kategori Tingkat Persentase Gain yang Dinormalisasi

3. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS

for windows versi 18.0. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas dan homogenitas data sebagai berikut:

a. Uji normalitas data

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran

skor data penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa

dari kedua kelompok. Uji normalitas data menggunakan One Sample

Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 18.0. Pada uji ini akan

diketahui suatu data normal atau tidak. Jika suatu data normal maka

uji dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene dan uji t, sedangkan

suatu data diungkapkan tidak normal maka uji dilakukan dengan uji

homogenitas dan uji Mann Whitney. Pada uji normalitas dengan

menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program

SPSS 18.0, jika tertera taraf signifikansi (sig.) > 0,05 maka data

tersebut terdistribusi normal, tetapi jika taraf signifikansi (sig.) < 0,05

maka data tersebut terdistribusi tidak normal (Landan and Brian

2003).

Persentase Gain yang dinormalisasi Klasifikasi

g > 70 Tinggi

30 < g < 70 Sedang

(31)

b. Uji homogenitas data

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan

varians kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan

menggunakan uji Levene Test pada program SPSS 18.0. Uji dengan

Levene Test ditujukan untuk data yang telah terdistribusi normal,

sedangkan uji yang digunakan untuk data yang tidak terdistribusi

normal adalah Mann Whitney U test yang biasanya dikenal dengan

Wilcoxon test. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari

taraf signifkansi 0,05 maka data terdistribusi homogen (Landan and

Brian 2003).

Uji tersebut jika didasarkan pada rumus statistik yaitu:

Keterangan:

s = varians terkecil (Ruseffendi, 1998)

c. Uji kesamaan dua rerata

Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan

antara dua keadaan, yaitu uji kesamaan rata-rata untuk nilai gain yang

dinormalisasi siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas

kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan

menggunakan SPSS for windows 18.0, yaitu uji-t dua sampel

independen (Independent-Samples T Test). Jika nilai signifikansi yang

(32)

dihasilkan lebih kecil dari taraf signifkansi 0,05 maka pada data

terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen (Landan and Brian 2003).

Berdasarkan perhitungan statistik terdapat dua rumus untuk uji-t dua

sampel independen, yaitu:

Keterangan: x = rata-rata N-gain kelompok eksperimen 1

2

x = rata-rata N-gain kelompok kontrol

n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen

n2 = jumlah sampel kelompok kontrol

S = jumlah subyek penelitian

(Sudjana, 2002)

2) Dengan asumsi kedua variance tidak sama besar (equal variances not

assumed):

Berdasarkan perhitungan statistik dapat diperoleh rumus berikut ini.

!"# " $ %

!&# &'

(Sudjana, 2002).

Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka digunakan

uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U-test melalui

(33)

hipotesis tentang kesamaan parameter-parameter populasi dengan ukuran

sampel berbeda. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari

taraf signifkansi 0,05 maka pada data terdapat perbedaan yang signifikan

antara kelas kontrol dan kelas eksperimen

4. Pengolahan data skala likert

Data yang diperoleh melalui angket dilakukan secara kuantitatif melalui

perhitungan persentase jumlah siswa atas tanggapan terhadap

pernyataan-pernyataan yang terkait dengan model pembelajaran inkuiri laboratorium

terbimbing yang digunakan. Untuk penskoran data yang diperoleh

digunakan skala Likert

G. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba soal dilakukan pada siswa kelompok XII IPA di SMA yang

menjadi tempat penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin

tanggal 11 April 2011. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik

sains (KGS) yang diujicobakan berjumlah 31 butir soal masing-masing

berbentuk jenis pilihan ganda beralasan. Analisis instrumen dilakukan dengan

menggunakan program Microsoft Excel Windows 2007 untuk menguji

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Hasil uji

coba secara lengkap tertera pada Lampiran C.1

Hasil uji coba soal penguasaan konsep dan KGS siswa dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

(34)

Tabel 3.8. Data Hasil Ujicoba Soal Pada Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains

Ujicoba Soal Tes

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran

Validitas Reliabilitas

Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria

Penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

Sangat baik

8 Sukar 2 Tinggi 5 0,79 Sangat

tinggi

Baik 14 Sedang 16 Cukup 10

Cukup 3 Mudah 12 Rendah 10

Kurang 6 sangat

mudah

1 Sangat

Rendah 6

Pada uji coba soal, terhadap tes penguasaan konsep serta KGS pada

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terdiri atas 31 soal berbentuk pilihan

ganda beralasan. Berdasarkan hasil uji coba soal, terdapat 25 soal yang

memiliki daya pembeda cukup hingga sangat baik dan 6 soal yang memiliki

daya pembeda kurang sehingga soal tersebut perlu direvisi atau dihilangkan,

sehingga dari 31 soal yang digunakan untuk pretes dan postes berjumlah 25

(35)

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model

pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil

kali kelarutan dapat disimpulkan bahwa:

1. Implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium pada kelas

ekperimen telah dapat dilaksanakan dengan baik. Keterlaksanaan alur

pembelajaran secara keseluruhan sebesar 100% berdasarkan hasil data

observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran

dan 98,61% keterlaksanaan LKS selama pembelajaran berlangsung.

2. Peningkatan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Setelah

dilakukan analisis penelitian, diketahui bahwa model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa

pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan persentase gain

ternormalisasi sebesar 57,3 dalam kategori sedang. Secara lebih rinci,

melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengalami peningkatan

penguasaan konsep tertinggi pada subkonsep kelarutan dengan persentase

gain ternormalisasi sebesar 69,50; sedangkan peningkatan terendah siswa

(36)

kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 42,91 dalam

kategori sedang. Selain itu, dengan model pembelajaran ini siswa juga

mengalami peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada dimensi proses

kognitif C3 (menerapkan) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar

58,33 dan terendah pada C4 (menganalisis) dengan persentase gain

ternormalisasi sebesar 54,69

3. Keterampilan generik sains (KGS) siswa pada kelas eksperimen

mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan kelas kontrol.

Pada model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing diketahui telah

dapat meningkatkan KGS siswa secara signifikan, yaitu pada penguasaan

terhadap pemahaman tentang skala, inferensi logika, konsistensi logis,

hukum sebab akibat, dan abstraksi dalam materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Siswa mengalami peningkatan penguasaan KGS tertinggi pada

konsistensi logis dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 73,3

melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

dan terendah dengan persentase gain ternormalisasi pada pemodelan

matematika sebesar 32,5 dalam kategori sedang. Hasil penelitian juga

menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan untuk penguasaan

bahasa simbolik, kerangka logika taat asas dan pemodelan matematika

pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan antara kelas kontrol dan

kelas eksperimen.

4. Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran secara keseluruhan, baik guru

(37)

model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model

pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil

kali kelarutan, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Alokasi waktu untuk setiap tahap dalam pembelajaran hendaknya

benar-benar diperhatikan agar setiap tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan

baik.

2. Kendala-kendala yang mungkin terjadi selama pembelajaran berlangsung

terkait dengan penggunaan multimedia, seperti terjadinya malfungsi alat

hendaknya dapat diantisipasi sebelum pembelajaran dimulai.

3. Berdasarkan penelitian ini, penguasaan keterampilan generik sains dengan

pemodelan matematika menunjukkan hasil peningkatan terendah, sehingga

sebaiknya pada pengembangan penelitian selanjutnya perlu adanya model

pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam

pemodelan matematika siswa

4. Sebaiknya dilakukan pengembangan penelitian mengenai keterampilan

generik sains siswa yang disesuaikan dengan karakteristik kimia secara

(38)

101

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. and Shariff, A. (2008). “The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Law”. Eurasia Journal of Mathematics, Science, and Technology Education. volume 4. No.4. pp 387-398.

Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (Ed). (2001). Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Blom’s Taxonomy of Educational Objectivies. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi Revisi. Cetakan ke-10. Jakarta: Bumi Aksara.

Bilgin Ibrahim. (2009). The Effect of Guided inquiry Instruction Incorporating a Cooperative learning Approach an University Student Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude toward Guided inquiry Instruction, Scientific Reasearch and Essay. volume 4. No.10. pp 1038-1046. Turki.

Blonder R., et al. (2008). Analyzing Inquiry Question of High-School Students in a Gas Chromatography Open-Ended Laboratory Experiment. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 9. pp 250-258.

Brady, James E. (1998). General Chemistry Principles and Structure. New York: John Wiley and Sons.

Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Chang, R. (2003). Kimia Dasar. Konsep-Konsep Inti. Jilid dua. Edisi ketiga. Penerjemah: Suminar S. Jakarta: Erlangga.

Cheung D., (2007). Facilitating Chemistry Teachers to Implement Inquiry-Based Laboratory Work. International Journal of Science and Mathematics Education. volume 6. pp 107-130. Hongkong.

Dahar, R.W. (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.

(39)

Fay, et al. (2007). A Rubric to Characterize Inquiry in The Undergraduate Chemistry Laboratory. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 8. pp 212-219.

Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth ed). New York: McGraw-Hill Book Co.

Gallagher, J.J. (2007). Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teacher. New jersey: Pearson merill Prentice.

Hanson D.M. (2006). Instructor´s Guide to Process Oriented Guided inquiry Learning. Faculty Guidebook. Stony Brook University.

Hofstein, et al. (2001). Assessment of The Learning Environment of Inquiry-Type Laboratories in High School Chemistry. Learning Environment Research. volume 4, pp193-207. Israel.

Hofstein, et al. (2005). Developing Students Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. volume 42. No.7. pp791-806, DOI 10.1002/tea.20072. Israel.

Hofstein, et al. (2008). Evidence for Teachers’Change While Participating in a Continuous Professional Development Programme and Implementing the Inquiry Approach in the Chemistry Laboratory. International Journal of Science Education. volume 30. pp593-617. Israel.

Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research.

Joyce et al. (2000). Models of Teaching, Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Kaberman, Z. (2007). Question Posing, Inquiry, And Modeling Skills of

Chemistry Students In The Case-Based Computerized Laboratory Environment. International Journal of Science and Mathematics Education. voume 7. pp593-617.

Liliasari. (2007). Scientific Concept and generic Science Skills Relationship in the 21th century Science Education. Bandung: Science Education Facing Againts Challenges of the 21th Century. Paper.

(40)

Moerwani et al. (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. PAU-PPAI. Jakarta: Depdiknas.

Mulyasa, E.(2009). Menjadi guru Profesional: menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Cetakan ke-8. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and The National Science Education Standar: Guide for Teaching and Learning. Washington: National Academic Press.

Nur M. (1998). Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran, Surabaya: IKIP.

NCVER. (2003). Defining Generic Skills. Australian National Training Authority.

Ramsey,J. (1993). Developing Conceptual Story Lines With The Learning Cycle. Jounal of Elementary Science Education. volume 5. No 2. pp1-20.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna. (2002). Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 035. Tahun ke-8. hal. 172.

Rustaman, (2005). Pembelajaran Berbasis Inkuiri.Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sadeh, I., M. Zion. (2009). The Development of Dynamic Inquiry Performances within an Open Inquiry Setting: A Comparison to Guided Inquiry Setting. Journal of Research in Science Teaching. Volume 46. No.10. pp1137-1160.DOI: 10.1002/tea. Israel.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard dan Proses Pendidikan. edisi ke-6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Stasz Chatleen, et al. (2001). Classroom at Work: Teaching Generic Skills in

Academic and Vocational Setting, on-line tersedia

http://www.rand.org/pubsh.

Straumanis Andrei. (2010). Process Oriented Guided Learning, A Practical Guide for Instructor. Organic Chemistry Guided Inquiry. 2ndedition. United Stated.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi ke-6, Bandung: IKAPI.

(41)

Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Second Edition. Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.

Sunyono. (2009). Keterampilan Generik. FK-IP Unila

Trianto,S.,(2007).Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. cetakan ke-1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

.

Gambar

Gambar 2.1. Learning cycle dalam model pembelajaran inkuiri
Gambar 3.1  Alur Penelitian
gambaran secara ringkas mengenai teknik pengumpulan data yang dilakukan
Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kelayakan modul multimedia berbasis inkuiri terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, 2)

Dengan demikian apabila model pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada materi koloid akan meningkatkan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep yang lebih

Pada penelitian ini akan diterapkan pembelajaran inkuiri, khususnya inkuiri terbimbing, untuk mengamati ada atau tidaknya peningkatan pada penguasaan konsep dan

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan

Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Siswa Sma Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Alkana.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Pemahaman Konsep Gelombang Siswa SMP. Sekolah

Perbedaan Keterampilan Generik Sains antara siswa yang menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur dan Inkuiri Terbimbing secara jelas dapat dilihat dari

Surya Edukasi : Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantukan LKS Inkuiri Terintegrasi Generik Sains (Itgs) Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Ditinjau Dari