ii
BAB II. MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING, PENGUASAAN KONSEP, KETERAMPILAN GENERIK SAINS, MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN... 11
A. Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing ... 11
B. Penguasaan Konsep ... 19
C. Keterampilan Generik Sains ... 20
D. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN ... 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
iii
B. Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa ... 68
1. Penguasaan Siswa ... 68
2. Keterampilan Generik Sains ... 84
C. Tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing ... 92
1. Tanggapan siswa ... 92
2. Tanggapan guru ... 95
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... ……… 101
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Harga kelarutan beberapa garam atau basa mudah larut
maupun sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 27
Tabel 2.2.Harga kelarutan garam atau basa mudah larut dan sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 30
Tabel 2.3. Hubungan antara Ksp dan kelarutan ... 32
Tabel 3.1. Desain Eksperimen ... 41
Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 48
Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal ... 50
Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes ... 51
Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran ... 52
Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda ... 51
Tabel 3.7. Kategori Tingkat %Gain yang Dinormalisasi ... 53
Tabel 3.8. Hasil Ujicoba Soal ... 58
Tabel 4.1. Data Persentase Hasil Observasi. ... 62
Tabel 4.2. Rekapitulasi data hasil perolehan keterlaksanaan LKS ... 66
Tabel 4.3. Kriteria soal pretes dan postes berdasarkan subkonsep dan dimensi proses kognitif ... 68
Tabel 4.4. Hasil rata-rata %pretes, %postes, dan %N-gain penguasaan konsep 69 Tabel 4.5. Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain Penguasaan konsep pada setiap subkonsep ... 73
Tabel 4.6. Hasil perhitungan statistic penguasaan subkonsep pada setiap subkonsep ... 77
Tabel 4.7 Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 79
Tabel 4.8 Hasil perhitungan statistik penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 82
Tabel 4.9 Hasil persentase pemberian alas an ... 83
Tabel 4.10 Kriteria aspek keterampilan generik sains pada soal ... 85
Tabel 4.11Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain pada aspek keterampilan generik sains ... 86
Tabel 4.12 Hasil perhitungan statistik keterampilan generik sains ... 88
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Learning cycle dalam model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing. ... 14
Gambar 3.1. Alur penelitian ... 44 Gambar 4.1. Hasil persentase rata-rata skor pretes, postes dan N-gain... 70 Gambar 4.2. Distribusi rata-rata persentase skor pretes, skor
postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap subkonsep... 76 Gambar 4.3. Perbandingan hasil rata-rata persentase skor pretes, skor
postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi
proses kognitif... 79 Gambar 4.4. Peningkatan persentase secara umum pada
kemampuan siswa dalam memberikan alasan…... 83 Gambar 4.5. Penguasaan keterampilan generik sains
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran……… 105
Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 153
Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen ... 176
Lampiran D : Data Pretest, Posttest, N-Gain dan Angket ... 178
Lampiran E : Uji Statistik Data ... 213
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan kenyataan di sekolah, masih banyak
permasalahan yang ditemukan di dalam proses belajar mengajar tersebut.
Beberapa masalah pokok dalam pembelajaran yang dapat terindentifikasi,
pada pendidikan formal saat ini adalah: (1) kondisi pembelajaran yang
kurang menyentuh ranah dimensi siswa, seperti dominasi guru yang kurang
memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui
penemuan dan proses berpikir serta memotivasi diri sendiri (Trianto, 2007),
(2) materi pelajaran kimia sering tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata,
padahal siswa dituntut untuk dapat menghubungkan antara pengalaman
belajar mereka dengan kehidupan nyata agar diperoleh pembelajaran
bermakna yang utuh, dan (3) guru lebih berperan sebagai pemberi
pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa tidak terlatih menemukan
pengetahuan dan membangun konsep sendiri (Sanjaya, 2009).
Menurut Gallagher (2007), seharusnya pembelajaran sains
memberikan pengalaman nyata agar siswa dapat menggunakan pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran sains diperlukan
ini jarang sekali diperhatikan oleh guru. Belajar sains sering diartikan sebagai
suatu kegiatan sepenting menghafal suatu konsep atau melakukan operasi
hitung. Hal ini terlihat dari cara guru membelajarkan materi sains di sekolah
dengan memfokuskan pembelajaran pada pelatihan rumus-rumus, pelatihan
hitungan, dan menghafal konsep (Sunyono, 2009). Selain itu, Liliasari (2007)
mengungkapkan, bahwa dalam pembelajaran sains di Indonesia umumnya
masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak
mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip secara verbalistis.
Mengingat pentingnya proses pembelajaran, maka dalam
mengembangkan kompetensi siswa perlu diperhatikan keterampilan dasar
siswa, selain siswa harus memiliki kemampuan dalam pemahaman konsep,
mereka juga harus mampu mengintegrasikan keterampilan dasar yang
dimilikinya dengan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup siswa di
berbagai situasi hidupnya (Sunyono, 2009). Berdasarkan kurikulum, tujuan
yang harus dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang
merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap serta
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seorang siswa yang
telah memiliki kompetensi di bidang tertentu, bukan hanya sekedar
mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut
yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Kurikulum dengan
kompetensi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kecakapan (skill), nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan
ingin dicapai dalam kompetensi bukan sekedar pemahaman akan materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu
dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari (Sanjaya, 2009). Demikian pula yang tertuang dalam Peraturan
Mendiknas Nomor 22 tahun 2007 mengenai latar belakang standar
kompetensi dan kompetensi dasar kimia SMA, bahwa mata pelajaran kimia
perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali peserta
didik dengan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Berdasarkan beberapa hal tersebut,
maka pembelajaran sains seharusnya berdampak pada kompetensi yang lebih
mendasar, diantaranya kompetensi dalam mengembangkan keterampilan
generik sains (KGS) yang perlu dimiliki oleh siswa untuk dapat membantu
siswa dalam menguasai konsep dan memperoleh sikap ilmiah serta kecakapan
hidup. Sebagaimana Brotosiswoyo (2001) yang mengungkapkan, bahwa
keterampilan generik sains (KGS) merupakan kemampuan berpikir dan
bertindak siswa berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya dan
diperoleh dari hasil belajar sains. Setiap kompetensi generik sains
mengandung cara berpikir dan berbuat
Sesuai berkembang pesatnya pengetahuan sains, maka pertambahan
konsep-konsep sains yang perlu dipelajari siswa juga meningkat dan
dirasakan penting untuk kehidupan siswa serta dapat memberikan
memadai (Sunyono, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, guru juga sebaiknya
memahami karakteristik materi ajar, peserta didik, dan metodologi dalam
proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan pemilihan model
pembelajaran (Trianto, 2007).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran kimia adalah melalui pemilihan desain pembelajaran yang
dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan
teori konstruktivis, satu prinsip paling penting dalam pembelajaran adalah
guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberi
siswa anak tangga yang membawa siswanya ke pemahaman lebih tinggi,
dengan syarat siswa itu sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut
(Nur, 1998). Salah satu desain pembelajaran yang dapat membangun
pengetahuan siswa adalah pembelajaran inkuiri. Pada pembelajaran inkuiri
terdapat suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan rasa percaya diri
(Trianto, 2007). National Research Council (1999), menyatakan inkuiri
sebagai penggunaan dan pengembangan higher order thinking pada kegiatan
kerja ilmiah. Inkuiri juga merupakan aktivitas eksperimental untuk menguji
suatu hipotesis (Joyce et al., 2000).
Berdasarkan National Research Council (NRC, 2000), inkuiri
konsep ilmiah selama siswa fokus terhadap konten yang dipandu oleh guru
hingga mereka dapat menemukan proses berpikir ilmiah dan mendapatkan
pengalaman. Menurut Hofstein, et al (2005) telah dikemukakan, bahwa
inkuiri laboratorium merupakan pusat dalam pembelajaran sains, karena
siswa terlibat dalam proses memahami masalah, merancang hipotesis,
mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data serta
menggambarkan kesimpulan terhadap masalah ilmiah atau fenomena sains.
Pembelajaran inkuiri ini disarankan untuk diintegrasikan dengan
pengembangan konsep ilmiah, keterampilan ilmiah dan pengalaman.
Pembelajaran inkuiri merupakan pusat dalam pembelajaran sains,
karena siswa dilibatkan dalam proses memahami masalah, merancang
hipotesis, mendesain eksperimen, mengamati, menganalisis data dan
memberikan kesimpulan mengenai masalah sains atau fenomena sains.
Kemampuan inkuiri dalam aktivitasnya dapat berperan dalam pengembangan
konsep sains, keterampilan berpikir dan pengalaman. Melalui inkuiri, siswa
dapat melakukan penyelidikan dalam penemuan konsep kimia dan
pengembangannya, serta menjelaskan konsep dan data. Pengembangan dan
peningkatan kemampuan dasar siswa bergantung pada pengalamannya.
Proses pembelajaran melalui pengalaman belajar dapat diperoleh melalui
inkuiri laboratorium dengan harapan siswa dapat menguasai konsep,
menyelesaikan masalah, dan kegiatan ilmiah lainnya, serta mampu belajar
Pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium terbimbing yang
diimplementasikan dalam penelitian ini disesuaikan dengan materi ajar yang
dibutuhkan. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelarutan
dan hasil kali kelarutan (Ksp). Berdasarkan karakteristiknya, pokok bahasan
ini memiliki jenis konsep abstrak dengan contoh konkret dan konsep
berdasarkan prinsip. Materi ini sangat penting untuk dipelajari dan dipahami
oleh siswa, karena dapat dijumpai dalam fenomena alam, selain itu juga
berkaitan dan berguna bagi kehidupan nyata. Pada pokok bahasan ini juga
tidak menutup kemungkinan adanya kesulitan dalam penguasaan konsep oleh
siswa. Kesulitan penguasaan konsep dapat dilihat pada saat proses
pembelajaran atau pada hasil evaluasi pembelajaran (Rumansyah, 2002).
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan sebelumnya,
peneliti menganggap perlu dilakukan suatu penelitian mengenai model
pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains siswa melalui pengalaman belajar. Siswa
diharapkan terbiasa mempertanyakan sesuatu, membentuk pengetahuan,
berargumentasi, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan. Selain itu
juga, siswa diharapkan dapat mengembangkan penguasaan KGS, yang
meliputi pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, pemahaman
tentang skala, konsistensi logis, kerangka logika taat- asas, inferensi logika,
hukum sebab akibat, pemodelan matematika, bahasa simbolik, membangun
konsep dan abstraksi. Sesuai dengan materi dalam penelitian ini, aspek KGS
skala, bahasa simbolik, pemodelan matematika, konsistensi logis, kerangka
logika taat asas, inferensi logika, hukum sebab akibat dan abstraksi. Melalui
kegiatan inkuiri laboratorium terbimbing, siswa akan lebih termotivasi,
karena siswa terlibat langsung dalam penemuan konsep dan prinsip (Mulyasa,
2009).
Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka yang menjadi
permasalahan pada penelitian ini adalah apakah model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan KGS
siswa dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?.
B. Rumusan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA
pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?”
Selanjutnya untuk menentukan langkah-langkah penelitian, permasalahan
tersebut diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium
terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?
2. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat
meningkatkan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan kelarutan
dan hasil kali kelarutan?
3. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat
bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan?
4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru mengenai penggunaan model
pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kelarutan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran
inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan, serta untuk menghasilkan informasi tentang pengaruh penerapan
model pembelajaran tersebut terhadap penguasaan konsep dan keterampilan
generik sains siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap guru sebagai tenaga pendidik
dalam memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa dalam
proses pembelajaran kimia
3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain untuk dijadikan
E. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang
digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada
penelitian. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing
Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing merupakan
model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara langsung dalam
proses memahami masalah dan pertanyaan ilmiah, hipotesis, desain
eksperimen, pengumpulan dan analisis data, serta memberikan
kesimpulan berdasarkan permasalahan atau fenomena, tetapi guru
membimbing siswa dalam membangun konsep (Hofstein et al, 2005).
Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing yang
diimplementasikan menggunakan rangkaian kegiatan belajar dengan
melibatkan seluruh kemampuan siswa melalui lima tahapan
pembelajaran, yaitu orientasi, eksplorasi, penemuan konsep, aplikasi dan
penutup. Eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi berproses dalam
bentuk learning cycle (Straumanis A, 2010).
2. Penguasaan konsep
Penguasaan konsep merupakan ukuran kemampuan siswa dalam
mengenal dan memaknai suatu konsep yang dipengaruhi oleh
kemampuan berpikir. Pada penelitian ini penguasaan konsep
diindikasikan oleh dimensi proses kognitif: memahami (C2),
mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5)
3. Keterampilan generik sains (KGS)
Keterampilan generik sains adalah kemampuan berpikir dan
bertindak berdasarkan kemampuan sains yang dimilikinya. Pada
penelitian ini keterampilan generik sains yang diukur mencakup
indikator-indikator pengamatan langsung, pemahaman tentang skala,
bahasa simbolik, kerangka logika taat-asas, konsistensi logis, hukum
sebab akibat, pemodelan matematika, inferensi logika dan abstraksi
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dan
metode deskriptif. Metode quasi experiment digunakan untuk mengetahui
efektivitas model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap
peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pada penelitian ini, metode
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tanggapan guru dan siswa
terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium
terbimbing serta hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran
inkuiri laboratorium terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan.
2. Desain Penelitian
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Tabel 3.1. Desain Eksperimen
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 Y O2
Keterangan:
O1 = Pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan
O2 = Postes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan
X = Pembelajaran dengan diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing
Y = Pembelajaran dengan metode yang biasa dilakukan di sekolah tempat penelitian
(Fraenkel and Wallen, 2007)
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di salah satu SMA
swasta di Bandung. Subjek penelitian ini terdiri atas dua kelas eksperimen dan
satu kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang diberi perlakuan
implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing. Teknik
sampling yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian adalah
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan mengikuti alur yang dapat dilihat
pada diagram alur penelitian. Berdasarkan diagram tersebut pada dasarnya
penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, dan tahap akhir. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Tahap Perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain:
a. Studi pendahuluan berupa studi literatur mengenai kajian standar isi
pelajaran kimia SMA/MA, studi penguasaan konsep dan keterampilan
generik sains, dan studi model pembelajaran inkuiri laboratorium
terbimbing.
b. Analisis konsep dan bahan ajar, analisis indikator penguasaan konsep
dan keterampilan generik sains dan analisis kegiatan inkuiri
laboratorium terbimbing
c. Penyusunan skenario model pembelajaran inkuiri laboratorium melalui
perumusan perangkat pembelajaran
d. Membuat instrumen penelitian
e. Melakukan validasi terhadap instrumen penelitian
f. Melakukan ujicoba instrumen dan revisi instrumen
g. Menentukan subjek penelitian
h. Memberikan pelatihan kepada guru yang akan menerapkan model
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain:
a. Pelaksanaan pretest bagi kedua kelas untuk mengetahui penguasaan
konsep dan keterampilan generik sains awal siswa tentang materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan
b. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh satu orang guru kimia yang
menerapkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing di
kelas eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran siswa dibimbing dengan
menggunakan LKS dengan bimbingan guru.
c. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh dua orang, yaitu peneliti dan
guru kimia untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama kegiatan
belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan penggunaan model
pembelajaran inkuiri inkuiri laboratorium terbimbing.
d. Pelaksanaan posttest bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik
sains siswa.
e. Pengisian angket siswa untuk menjaring tanggapan siswa terhadap
penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
f. Wawancara dengan guru untuk mengetahui tanggapan secara langsung
terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium
2. Tahap akhir
Kegiatan yang dilakukan pada tahap akhir antara lain:
a. Pengumpulan data hasil penelitian
b. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian
c. Pembahasan hasil temuan penelitian
d. Pembuatan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian
e. Pembuatan laporan hasil penelitian
Tahapan prosedur penelitian ini dapat dilihat secara lebih ringkas pada Gambar
3.1.
Validasi, Uji coba dan Revisi Instrumen
PreTest
D. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti
menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan
penelitian, yaitu tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains
sebagai instrumen utama, angket, pedoman wawancara dan lembar observasi
sebagai instrumen pelengkap. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing
instrumen:
1. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains (KGS)
Tes ini berisi butir soal untuk mengukur penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains siswa pada topik kelarutan dan hasil kali
kelarutan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes tertulis
yang digunakan adalah tes berbentuk pilihan ganda dengan lima opsi
pilihan yang disertai alasan berbentuk uraian. Sebelum tes ini dilakukan di
sekolah yang diteliti, soal terlebih dahulu diujicobakan di sekolah yang
dijadikan penelitian, yaitu siswa kelompok XII yang telah mempelajari
pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Untuk mengetahui
kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang meliputi validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Butir soal yang tidak
memenuhi salah satu kriteria (kualitasnya rendah), maka soal tersebut
perlu direvisi atau dibuang. Sebuah tes dikatakan baik sebagai alat ukur,
harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas
Pertanyaan tes berhubungan dengan penguasaan konsep melalui
penguasaan konsep pada setiap subkonsep dan dimensi proses kognitif
berdasarkan Taksonomi Bloom revisi yang dibatasi dari C2 sampai C5, diperjelas dengan indikator pembelajaran. Pertanyaan tes juga meliputi
keterampilan generik sains, yang dibatasi pada indikator bahasa simbolik,
pemahaman tentang skala, inferensi logis, kerangka logika taat asas,
konsistensi logis, hukum sebab akibat, pemodelan matematika dan
abstraksi
2. Angket Tanggapan siswa
Angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran
inkuiri laboratorium terbimbing dalam bentuk skala likert. Angket ini
bertujuan untuk mengungkap persepsi siswa tentang pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing
terhadap pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Skala
pengukuran sikap siswa yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala
yang digunakan untuk jawaban yang jelas dan konsisten terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan. Setiap siswa diminta untuk menjawab
setiap pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan yang dibuat
dalam skala Likert dalam penelitian ini adalah pernyataan positif. Jawaban
pernyataan sangat setuju hingga sangat tidak setuju diberi skala 4 hingga
skor 1. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sikap siswa (positif
laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan di kelas XI SMA. Pemberian angket dilakukan setelah proses
pembahasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan selesai dilakukan.
3. Pedoman Wawancara
Tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai tanggapan guru terhadap model
pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas XI SMA. Pada penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui sikap guru terhadap model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran.
4. Lembar Observasi
Kegiatan observasi bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dan
guru selama kegiatan belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan
model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing menggunakan
learning cycle sesuai dengan tahapan pembelajarannya yang terdiri atas
lima tahapan yaitu: tahap orientasi, tahap eksplorasi, tahap penemuan
konsep, tahap aplikasi, dan tahap penutup. Bertindak sebagai observer
yaitu peneliti dan dibantu oleh satu orang guru kimia pada sekolah yang
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan empat cara pengumpulan data, yaitu
melalui tes tertulis, angket, wawancara dan lembar observasi. Pengumpulan
data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik
pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Berikut ini merupakan
gambaran secara ringkas mengenai teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian.
Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data
No Sumber
Data
Jenis Data Teknik
Pengumpulan
Instumen
1. Siswa Penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains
3. Siswa Tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing
Kuesioner Angket Skala Likert
4 Guru Tanggapan guru terhadap
Observasi Pedoman observasi
aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran
F. Teknik Analisis Data
1. Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains
Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik
sains berpedoman pada standar penskoran yang telah ditetapkan.
Data hasil uji coba instrumen dianalisis melalui:
a. Validitas butir soal
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu
butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal,
skor-skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal
akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki
dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal
dinyatakan dalam bentuk kesejajaran (korelasi), sehingga untuk
mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.
Perhitungan korelasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
korelasi Product Moment Pearson, sebagai berikut:
{
2 2}{
2 2}
Keterangan: r = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y xy
X = skor tiap butir soal yang akan dicari validitasnya
Y = skor tes total
N = jumlah sampel
(Arikunto, 2009).
Untuk mengklasifikasi koefisien korelasi dapat digunakan pedoman
kategori seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal
kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < rxy≤ 1,00.
b. Reliabilitas tes
Reliabilitas suatu alat ukur (tes) dimaksudkan sebagai suatu alat
yang memberikan hasil yang tetap sama (ajeg, konsisten) setiap kali
dipakai. Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika
pengukurannya diberikan pada subyek yang sama (identik) meskipun
dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat
yang berbeda. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.
Perhitungan koefisien reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan
teknik belah dua menggunakan persamaan:
Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan
2 1 2 1
Harga
2 1 2 1
r adalah nilai koefisien korelasi antara dua belahan tes,
yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi Product
Moment Pearson. Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas (r11),
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J. P. Guilford, seperti pada Tabel
3.4
Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes
Koefisien reliabilitas Kategori
r11 ≤ 0,20 Sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah
0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup (sedang)
0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi
0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki reliabilitas dengan
kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < r11 ≤ 1,00.
(Arikunto, 2009)
c. Tingkat kesukaran butir soal
Bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal disebut
indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan
1,00. Indeks kesukaran menunjukkan tingkat kesukaran soal. Tingkat
kesukaran (P) butir soal dihitung berdasarkan rumus.
P =
Keterangan:
P = indeks kesukaran
Kriteria indeks kesukaran yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran
Indeks kesukaran Kategori soal
0,00 ≤ P < 0,30 Sukar
d. Daya pembeda butir soal
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi (D). Untuk menghitung indeks diskriminasi suatu tes dapat
digunakan persamaan:
Keterangan: J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
Untuk mengklasifikasi indeks daya pembeda dapat digunakan
pedoman kategori daya pembeda seperti pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda
Indeks daya pembeda Kategori
D ≤ 0,20 Kurang
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup 0,40 < D ≤ 0,70 Baik 0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali
Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki indeks daya pembeda
0,70 < D ≤ 1,00.
(Arikunto, 2009)
2. Pengukuran kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa
Untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan
generik sains siswa dapat ditinjau dari perbandingan nilai gain yang
dinormalisasi (normalized gain) yang diperoleh dari penggunaannya.
Perhitungan persentase nilai gain ternormalisasi dan pengklasifikasiannya
menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Hake dalam Meltzer,
D.E, (2002):
% 100
Keterangan: Spost = skor tes akhir Spre = skor tes awal
Smaks =skor maksimum ideal
Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada
Tabel 3.7. Kategori Tingkat Persentase Gain yang Dinormalisasi
3. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS
for windows versi 18.0. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dan homogenitas data sebagai berikut:
a. Uji normalitas data
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran
skor data penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa
dari kedua kelompok. Uji normalitas data menggunakan One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 18.0. Pada uji ini akan
diketahui suatu data normal atau tidak. Jika suatu data normal maka
uji dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene dan uji t, sedangkan
suatu data diungkapkan tidak normal maka uji dilakukan dengan uji
homogenitas dan uji Mann Whitney. Pada uji normalitas dengan
menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program
SPSS 18.0, jika tertera taraf signifikansi (sig.) > 0,05 maka data
tersebut terdistribusi normal, tetapi jika taraf signifikansi (sig.) < 0,05
maka data tersebut terdistribusi tidak normal (Landan and Brian
2003).
Persentase Gain yang dinormalisasi Klasifikasi
g > 70 Tinggi
30 < g < 70 Sedang
b. Uji homogenitas data
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan
varians kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan uji Levene Test pada program SPSS 18.0. Uji dengan
Levene Test ditujukan untuk data yang telah terdistribusi normal,
sedangkan uji yang digunakan untuk data yang tidak terdistribusi
normal adalah Mann Whitney U test yang biasanya dikenal dengan
Wilcoxon test. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari
taraf signifkansi 0,05 maka data terdistribusi homogen (Landan and
Brian 2003).
Uji tersebut jika didasarkan pada rumus statistik yaitu:
Keterangan:
s = varians terkecil (Ruseffendi, 1998)
c. Uji kesamaan dua rerata
Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan
antara dua keadaan, yaitu uji kesamaan rata-rata untuk nilai gain yang
dinormalisasi siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas
kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan
menggunakan SPSS for windows 18.0, yaitu uji-t dua sampel
independen (Independent-Samples T Test). Jika nilai signifikansi yang
dihasilkan lebih kecil dari taraf signifkansi 0,05 maka pada data
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen (Landan and Brian 2003).
Berdasarkan perhitungan statistik terdapat dua rumus untuk uji-t dua
sampel independen, yaitu:
Keterangan: x = rata-rata N-gain kelompok eksperimen 1
2
x = rata-rata N-gain kelompok kontrol
n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen
n2 = jumlah sampel kelompok kontrol
S = jumlah subyek penelitian
(Sudjana, 2002)
2) Dengan asumsi kedua variance tidak sama besar (equal variances not
assumed):
Berdasarkan perhitungan statistik dapat diperoleh rumus berikut ini.
!"# " $ %
!&# &'
(Sudjana, 2002).
Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka digunakan
uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U-test melalui
hipotesis tentang kesamaan parameter-parameter populasi dengan ukuran
sampel berbeda. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari
taraf signifkansi 0,05 maka pada data terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelas kontrol dan kelas eksperimen
4. Pengolahan data skala likert
Data yang diperoleh melalui angket dilakukan secara kuantitatif melalui
perhitungan persentase jumlah siswa atas tanggapan terhadap
pernyataan-pernyataan yang terkait dengan model pembelajaran inkuiri laboratorium
terbimbing yang digunakan. Untuk penskoran data yang diperoleh
digunakan skala Likert
G. Hasil Uji Coba Instrumen
Uji coba soal dilakukan pada siswa kelompok XII IPA di SMA yang
menjadi tempat penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 11 April 2011. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik
sains (KGS) yang diujicobakan berjumlah 31 butir soal masing-masing
berbentuk jenis pilihan ganda beralasan. Analisis instrumen dilakukan dengan
menggunakan program Microsoft Excel Windows 2007 untuk menguji
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Hasil uji
coba secara lengkap tertera pada Lampiran C.1
Hasil uji coba soal penguasaan konsep dan KGS siswa dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8. Data Hasil Ujicoba Soal Pada Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains
Ujicoba Soal Tes
Daya Pembeda Tingkat
Kesukaran
Validitas Reliabilitas
Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria
Penguasaan konsep dan keterampilan generik sains
Sangat baik
8 Sukar 2 Tinggi 5 0,79 Sangat
tinggi
Baik 14 Sedang 16 Cukup 10
Cukup 3 Mudah 12 Rendah 10
Kurang 6 sangat
mudah
1 Sangat
Rendah 6
Pada uji coba soal, terhadap tes penguasaan konsep serta KGS pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terdiri atas 31 soal berbentuk pilihan
ganda beralasan. Berdasarkan hasil uji coba soal, terdapat 25 soal yang
memiliki daya pembeda cukup hingga sangat baik dan 6 soal yang memiliki
daya pembeda kurang sehingga soal tersebut perlu direvisi atau dihilangkan,
sehingga dari 31 soal yang digunakan untuk pretes dan postes berjumlah 25
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model
pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali kelarutan dapat disimpulkan bahwa:
1. Implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium pada kelas
ekperimen telah dapat dilaksanakan dengan baik. Keterlaksanaan alur
pembelajaran secara keseluruhan sebesar 100% berdasarkan hasil data
observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran
dan 98,61% keterlaksanaan LKS selama pembelajaran berlangsung.
2. Peningkatan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Setelah
dilakukan analisis penelitian, diketahui bahwa model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan persentase gain
ternormalisasi sebesar 57,3 dalam kategori sedang. Secara lebih rinci,
melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengalami peningkatan
penguasaan konsep tertinggi pada subkonsep kelarutan dengan persentase
gain ternormalisasi sebesar 69,50; sedangkan peningkatan terendah siswa
kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 42,91 dalam
kategori sedang. Selain itu, dengan model pembelajaran ini siswa juga
mengalami peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada dimensi proses
kognitif C3 (menerapkan) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar
58,33 dan terendah pada C4 (menganalisis) dengan persentase gain
ternormalisasi sebesar 54,69
3. Keterampilan generik sains (KGS) siswa pada kelas eksperimen
mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan kelas kontrol.
Pada model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing diketahui telah
dapat meningkatkan KGS siswa secara signifikan, yaitu pada penguasaan
terhadap pemahaman tentang skala, inferensi logika, konsistensi logis,
hukum sebab akibat, dan abstraksi dalam materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Siswa mengalami peningkatan penguasaan KGS tertinggi pada
konsistensi logis dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 73,3
melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing
dan terendah dengan persentase gain ternormalisasi pada pemodelan
matematika sebesar 32,5 dalam kategori sedang. Hasil penelitian juga
menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan untuk penguasaan
bahasa simbolik, kerangka logika taat asas dan pemodelan matematika
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
4. Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran secara keseluruhan, baik guru
model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model
pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali kelarutan, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Alokasi waktu untuk setiap tahap dalam pembelajaran hendaknya
benar-benar diperhatikan agar setiap tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan
baik.
2. Kendala-kendala yang mungkin terjadi selama pembelajaran berlangsung
terkait dengan penggunaan multimedia, seperti terjadinya malfungsi alat
hendaknya dapat diantisipasi sebelum pembelajaran dimulai.
3. Berdasarkan penelitian ini, penguasaan keterampilan generik sains dengan
pemodelan matematika menunjukkan hasil peningkatan terendah, sehingga
sebaiknya pada pengembangan penelitian selanjutnya perlu adanya model
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam
pemodelan matematika siswa
4. Sebaiknya dilakukan pengembangan penelitian mengenai keterampilan
generik sains siswa yang disesuaikan dengan karakteristik kimia secara
101
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. and Shariff, A. (2008). “The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Law”. Eurasia Journal of Mathematics, Science, and Technology Education. volume 4. No.4. pp 387-398.
Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (Ed). (2001). Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Blom’s Taxonomy of Educational Objectivies. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi Revisi. Cetakan ke-10. Jakarta: Bumi Aksara.
Bilgin Ibrahim. (2009). The Effect of Guided inquiry Instruction Incorporating a Cooperative learning Approach an University Student Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude toward Guided inquiry Instruction, Scientific Reasearch and Essay. volume 4. No.10. pp 1038-1046. Turki.
Blonder R., et al. (2008). Analyzing Inquiry Question of High-School Students in a Gas Chromatography Open-Ended Laboratory Experiment. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 9. pp 250-258.
Brady, James E. (1998). General Chemistry Principles and Structure. New York: John Wiley and Sons.
Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas.
BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas.
Chang, R. (2003). Kimia Dasar. Konsep-Konsep Inti. Jilid dua. Edisi ketiga. Penerjemah: Suminar S. Jakarta: Erlangga.
Cheung D., (2007). Facilitating Chemistry Teachers to Implement Inquiry-Based Laboratory Work. International Journal of Science and Mathematics Education. volume 6. pp 107-130. Hongkong.
Dahar, R.W. (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Fay, et al. (2007). A Rubric to Characterize Inquiry in The Undergraduate Chemistry Laboratory. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 8. pp 212-219.
Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth ed). New York: McGraw-Hill Book Co.
Gallagher, J.J. (2007). Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teacher. New jersey: Pearson merill Prentice.
Hanson D.M. (2006). Instructor´s Guide to Process Oriented Guided inquiry Learning. Faculty Guidebook. Stony Brook University.
Hofstein, et al. (2001). Assessment of The Learning Environment of Inquiry-Type Laboratories in High School Chemistry. Learning Environment Research. volume 4, pp193-207. Israel.
Hofstein, et al. (2005). Developing Students Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. volume 42. No.7. pp791-806, DOI 10.1002/tea.20072. Israel.
Hofstein, et al. (2008). Evidence for Teachers’Change While Participating in a Continuous Professional Development Programme and Implementing the Inquiry Approach in the Chemistry Laboratory. International Journal of Science Education. volume 30. pp593-617. Israel.
Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research.
Joyce et al. (2000). Models of Teaching, Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Kaberman, Z. (2007). Question Posing, Inquiry, And Modeling Skills of
Chemistry Students In The Case-Based Computerized Laboratory Environment. International Journal of Science and Mathematics Education. voume 7. pp593-617.
Liliasari. (2007). Scientific Concept and generic Science Skills Relationship in the 21th century Science Education. Bandung: Science Education Facing Againts Challenges of the 21th Century. Paper.
Moerwani et al. (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. PAU-PPAI. Jakarta: Depdiknas.
Mulyasa, E.(2009). Menjadi guru Profesional: menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Cetakan ke-8. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and The National Science Education Standar: Guide for Teaching and Learning. Washington: National Academic Press.
Nur M. (1998). Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran, Surabaya: IKIP.
NCVER. (2003). Defining Generic Skills. Australian National Training Authority.
Ramsey,J. (1993). Developing Conceptual Story Lines With The Learning Cycle. Jounal of Elementary Science Education. volume 5. No 2. pp1-20.
Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna. (2002). Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 035. Tahun ke-8. hal. 172.
Rustaman, (2005). Pembelajaran Berbasis Inkuiri.Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sadeh, I., M. Zion. (2009). The Development of Dynamic Inquiry Performances within an Open Inquiry Setting: A Comparison to Guided Inquiry Setting. Journal of Research in Science Teaching. Volume 46. No.10. pp1137-1160.DOI: 10.1002/tea. Israel.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard dan Proses Pendidikan. edisi ke-6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Stasz Chatleen, et al. (2001). Classroom at Work: Teaching Generic Skills in
Academic and Vocational Setting, on-line tersedia
http://www.rand.org/pubsh.
Straumanis Andrei. (2010). Process Oriented Guided Learning, A Practical Guide for Instructor. Organic Chemistry Guided Inquiry. 2ndedition. United Stated.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi ke-6, Bandung: IKAPI.
Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Second Edition. Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.
Sunyono. (2009). Keterampilan Generik. FK-IP Unila
Trianto,S.,(2007).Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. cetakan ke-1. Jakarta: Prestasi Pustaka.
.