• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar."

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG BERDASARKAN MODEL VAN HIELE UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Dhany Oktavia Jati Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini berawal dari adanya potensi dan masalah terkait kurangnya pemahaman siswa kelas V di SD Negeri Sendangadi 2 tentang bangun ruang. Potensi yang ada adalah mengenai bangun ruang khususnya materi geometri harus dikuasai siswa kelas V. Khususnya tentang jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok. Masalah peneliti dapatkan dari hasil angket yang dibagikan pada 34 siswa kelas VI SD Sendangadi 2 dan Kanisius Kadirojo: 68% siswa tidak memahami jaring-jaring kubus, dan 50% siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Karena itu peneliti termotivasi mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok berdasarkan model van Hiele untuk kelas V Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas produk yang peneliti kembangkan.

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R&D) yang menggunakan 6 langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) ujicoba produk. Produk yang dihasilkan berupa prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok untuk kelas V SD dengan menerapkan lima fase

van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase

orientasi bebas, dan fase integrasi.

Prototipe divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 3,25 yang artinya sangat baik untuk diujicobakan. Ujicoba terbatas dilakukan peneliti dengan mengajar materi jaring-jaring kubus berdasarkan teori van Hiele. Ujicoba dilakukan kepada 20 siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 2. Dari hasil evaluasi yang peneliti lakukan pada fase integrasi, didapatkan data: 85% siswa memahami arti jaring-jaring, dan 60% siswa dapat membuat gambar jaring-jaring kubus.

Kata kunci: Pengembangan, perangkat pembelajaran, geometri, bangun ruang,

(2)

ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF SOLID GEOMETRY LEARNING TOOLS BASED ON VAN HIELE’S MODEL FOR ELEMENTARY

SCHOOL FIFTH GRADERS Dhany Oktavia Jati Sari Sanata Dharma University

2016

This research began from a potential and problem concerning the fifth graders of SD Negeri Sendangadi 2’s lack of understanding on solid geometry. The existing potential is on the concept of solid geometry being a compulsory material for fifth graders, especially cube nets. Researcher found this result of the questionnaires distributed to 34 sixth graders of SD N Sendangadi and SD Kanisius Kadirojo as follows: 68% students do not understand about cube nets, and 50% students do not understand about block nets. Because of that, researcher is motivated to develop a prototype of solid geometry learning tools based on van

Hiele model aimed at elementary school fifth graders. The prototype is developed

in order to explain the developmental process and describing the quality of the developed product.

This research is a research and development (R&D) using 6 steps by Sugiyono which involve: (1) potential and problem, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) design trial implementation. The output product is a prototype of solid geometry learning tools for elementary school fifth graders based on van Hiele’s 5 phases of learning, which are: information phase, direct orientation phase, explanation phase, free orientation phase, and integration phase.

The prototype is validated by two validators with an average score of 3.25, and is very good to be put onto trial. Limited trial was carried out by researcher by teaching about cube nets geometry based on van Hiele’s theory. The trial was conducted on 20 fifth graders of SD N Sendangadi 2. From the evaluation result conducted based on integration phase, the data obtained is: 85% students can identify the meaning of cube nets, and 60 % can draw cube nets.

(3)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT

PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG

BERDASARKAN MODEL VAN HIELE UNTUK

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dhany Oktavia Jati Sari NIM: 121134129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT

PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG

BERDASARKAN MODEL VAN HIELE UNTUK

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dhany Oktavia Jati Sari NIM: 121134129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan Kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, membimbing dan memberkati dalam

setiap langkahku.

Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dalam setiap usahaku.

Adik-adik tersayang yang selalu memberi dukungan dan mendoakan

Almamaterku Universitas Sanata Dharma

(8)

v

MOTTO

“Belajar itu bagaikan mendayung ke hulu. Jika kita tidak maju, maka kita akan terhanyut ke bawah.”

-Brigham Young-

Kesuksesan tidak pernah final, kegagalan tidak pernah fatal, keberanian yang

utama”

(9)
(10)

vii

(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG BERDASARKAN MODEL VAN HIELE UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Dhany Oktavia Jati Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini berawal dari adanya potensi dan masalah terkait kurangnya pemahaman siswa kelas V di SD Negeri Sendangadi 2 tentang bangun ruang. Potensi yang ada adalah mengenai bangun ruang khususnya materi geometri harus dikuasai siswa kelas V. Khususnya tentang jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok. Masalah peneliti dapatkan dari hasil angket yang dibagikan pada 34 siswa kelas VI SD Sendangadi 2 dan Kanisius Kadirojo: 68% siswa tidak memahami jaring-jaring kubus, dan 50% siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Karena itu peneliti termotivasi mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok berdasarkan model van Hiele untuk kelas V Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas produk yang peneliti kembangkan.

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R&D) yang menggunakan 6 langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) ujicoba produk. Produk yang dihasilkan berupa prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok untuk kelas V SD dengan menerapkan lima fase

van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase

orientasi bebas, dan fase integrasi.

Prototipe divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 3,25 yang artinya sangat baik untuk diujicobakan. Ujicoba terbatas dilakukan peneliti dengan mengajar materi jaring-jaring kubus berdasarkan teori van Hiele. Ujicoba dilakukan kepada 20 siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 2. Dari hasil evaluasi yang peneliti lakukan pada fase integrasi, didapatkan data: 85% siswa memahami arti jaring-jaring, dan 60% siswa dapat membuat gambar jaring-jaring kubus.

Kata kunci: Pengembangan, perangkat pembelajaran, geometri, bangun ruang,

(12)

ix ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF SOLID GEOMETRY LEARNING

TOOLS BASED ON VAN HIELE’S MODEL FOR ELEMENTARY SCHOOL FIFTH GRADERS

Dhany Oktavia Jati Sari Sanata Dharma University

2016

This research began from a potential and problem concerning the fifth graders of SD Negeri Sendangadi 2’s lack of understanding on solid geometry. The existing potential is on the concept of solid geometry being a compulsory material for fifth graders, especially cube nets. Researcher found this result of the questionnaires distributed to 34 sixth graders of SD N Sendangadi and SD Kanisius Kadirojo as follows: 68% students do not understand about cube nets, and 50% students do not understand about block nets. Because of that, researcher is motivated to develop a prototype of solid geometry learning tools based on van

Hiele model aimed at elementary school fifth graders. The prototype is developed

in order to explain the developmental process and describing the quality of the developed product.

This research is a research and development (R&D) using 6 steps by Sugiyono which involve: (1) potential and problem, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) design trial implementation. The output product is a prototype of solid geometry learning tools for elementary school fifth graders based on van Hiele’s 5 phases of learning, which are: information phase, direct orientation phase, explanation phase, free orientation phase, and integration phase.

The prototype is validated by two validators with an average score of 3.25, and is very good to be put onto trial. Limited trial was carried out by researcher by teaching about cube nets geometry based on van Hiele’s theory. The trial was conducted on 20 fifth graders of SD N Sendangadi 2. From the evaluation result conducted based on integration phase, the data obtained is: 85% students can identify the meaning of cube nets, and 60 % can draw cube nets.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas semua berkat, karunia dan rahmat yang diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:

“Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Berdasarkan Model van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah

Dasar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Drs. Paulus Wahana, M.Hum, dosen pembimbing 1 yang berkenan menguji dan membimbing penulisan skripsi saya.

4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, dosen pembimbing 2 yang telah memberi pengarahan dan nasehat dalam membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum, yang telah berkenan membimbing peneliti, memberikan kritik, saran, dan dorongan yang positif dalam menyelesaikan skripsi.

(14)
(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR RUMUS ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Spesifikasi Produk ... 7

1.6 Definisi Operasional ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

2.1 Kajian pustaka ... 13

2.1.1 Pembelajaran Matematika ... 13

2.1.2 Teori Pembelajaran van Hiele ... 17

2.1.3 Kontekstual ... 23

2.1.4 Teori Inteligensi Ganda Howard Gardner ... 24

2.2 Penelitian yang Relevan ... 26

2.2.1 Penelitian tentang Pembelajaran teori van Hiele ... 26

2.2.2 Peta Konsep Penelitian yang Relevan ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 29

(16)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.3 Rancangan Penelitian ... 34

3.4 Prosedur Pengembangan ... 37

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.7 Teknik Analisis Data ... 51

3.8 Jadwal Penelitian ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Hasil Penelitian ... 54

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Bangun Ruang Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas V SD ... 54

4.1.1 Deskripsi Kualitas Prototipe Perangkat Pembelajaran Model van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas V Sekolah Dasar untuk Memahami Konsep Bangun Ruang ... 72

4.2 Pembahasan ... 74

4.2.1 Deskripsi Kualitas Prototipe Perangkat Pembelajaran Model van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas V Sekolah Dasar untuk Memahami Konsep Bangun Ruang ... 74

4.2.2 Perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan teori van Hiele dapat mengasah kecerdasan matematis-logis pada siswa ... 75

4.2.3 Perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan teori van Hiele dapat mengasah kecerdasan ruang-visual pada siswa ... 75

BAB V PENUTUP ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 79

5.3 Saran ... 79

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi ... 40

Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Pra-penelitian Guru ... 41

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Pra-penelitian Siswa ... 42

Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Validasi Pra-penelitian Guru oleh Dosen ... 43

Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Validasi Pra-penelitian Siswa oleh Dosen ... 44

Tabel 3.6 Kisi-kisi Lembar Validasi Produk oleh Dosen ... 45

Tabel 3.7 Kisi-kisi Lembar Validasi Produk oleh Guru ... 46

Tabel 3.8 Instrumen Fase Informasi... 47

Tabel 3.9 Instrumen Fase Orientasi Langsung ... 47

Tabel 3.10 Instrumen Fase Penjelasan ... 48

Tabel 3.11 Instrumen Fase Orientasi Bebas ... 48

Tabel 3.12 Instrumen Fase Integrasi ... 49

Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Produk ... 52

Tabel 4.1 Rekap Hasil Observasi ... 55

Tabel 4.2 Hasil Rekap Angket Guru ... 57

Tabel 4.3 Rekap Hasil Angket Pra-penelitian Siswa ... 59

Tabel 4.4 Hasil Validasi Produk oleh Dosen ... 63

Tabel 4.5 Hasil Validasi Produk oleh Guru ... 64

(18)

xv

DAFTAR BAGAN

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kubus ... 16

Gambar 2.2 Jaring-jaring Kubus ... 16

Gambar 2.3 Balok ... 17

Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok ... 17

Gambar 4.1 Kegiatan Fase Informasi ... 68

Gambar 4.2 Kegiatan Fase Orientasi Langsung ... 70

Gambar 4.3 Kegiatan Fase Penjelasan ... 70

Gambar 4.4 Kegiatan Fase Orientasi Bebas ... 71

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 HASIL ANALISIS KEBUTUHAN

OBSERVASI ... 83

1.1 Lembar Observasi ... 83

1.2 Hasil Observasi Pembelajaran 1... 84

1.3 Hasil Observasi Pembelajaran 2 ... 85

LAMPIRAN 2 HASIL ANGKET PRA-PENELITIAN ... 87

2.1 Lembar Angket Pra-penelitian untuk Guru ... 87

2.2 Hasil Angket Pra-penelitian untuk Guru ... 89

2.3 Lembar Angket Pra-penelitian untuk Siswa ... 93

2.4 Hasil Angket Pra-penelitian untuk Siswa ... 97

2.7 Rekap Hasil Nilai Angket Pra-penelitian siswa ... 103

LAMPIRAN 3 HASIL VALIDASI ANGKET PRA-PENELITIAN ... 106

3.1 Lembar Validasi Pra-penelitian Guru oleh Dosen ... 106

3.2 Hasil Validasi Pra-penelitian Guru oleh Dosen ... 108

3.3 Lembar Validasi Pra-penelitian Siswa oleh Dosen ... 110

3.4 Hasil Validasi Pra-penelitian Siswa oleh Dosen ... 112

LAMPIRAN 4 HASIL VALIDASI PRODUK ... 115

4.1 Angket Validasi Produk untuk Dosen ... 115

4.2 Hasil Validasi Produk oleh Dosen ... 117

4.3 Angket Validasi Produk untuk Guru ... 119

4.4 Hasil Validasi Produk oleh Guru ... 121

LAMPIRAN 5 HASIL PEKERJAAN SISWA ... 125

5.1 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lima Fase Pembelajaran ... 125

5.2 Rekap Nilai ... 138

LAMPIRAN 6 PERANGKAT PEMBELAJARAN 1 ... 142

6.1 Silabus ... 142

6.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 155

6.3 Lembar Kerja Siswa ... 167

LAMPIRAN 7 DOKUMENTASI ... 181

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

(22)

harus menguasai materi tentang konsep bangun ruang sesuai dengan kompetensi dasar. Bangun ruang yang dipelajari meliputi tabung, kubus, balok, kerucut, limas segiempat, dan limas segitiga. Konsep bangun ruang yang dipahami siswa dengan baik dapat mengembangkan inteligensi ruang-visual siswa. Menurut Gardner (dalam Suparno, 2004: 29-31), inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat termasuk kepekaan terhadap bentuk. Oleh karena itu sangatlah penting bagi siswa mempelajari konsep bangun ruang sejak tingkat Sekolah Dasar.

Pada saat melakukan kegiatan Program Pengakraban Lingkungan II (Probaling) di SD Bopkri Gondolayu pada tanggal 12 Februari 2015 sampai tanggal 28 Mei 2015, peneliti berkesempatan melakukan pengamatan di kelas V pada saat kegiatan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang. Berdasarkan pengamatan selama probaling II tersebut peneliti mengamati dalam mengajar materi bangun ruang, guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Model pembelajaran yang digunakan guru saat mengajar juga belum nampak karena guru hanya fokus terhadap materi yang disampaikan, sehingga beberapa siswa masih terlihat kesulitan saat pembelajaran berlangsung. Kesulitan siswa yang terlihat yaitu kurang mampu memahami perbedaan jaring-jaring bangun ruang.

(23)

kemampuan berpikir logis. Pengajaran geometri di Sekolah Dasar dimulai dari bangun-bangun datar (bangun dua dimensi) kemudian bangun-bangun ruang (bangun tiga dimensi) (Runtukahu, 2014: 150). Bangun ruang yang dipelajari di Sekolah Dasar antara lain kubus, balok, tabung, kerucut, limas segiempat, dan limas segitiga. Materi bangun ruang yang diajarkan di kelas V SD meliputi pengenalan sifat-sifat dan jaring-jaring bangun ruang kubus, balok, tabung, kerucut, limas segiempat, dan limas segitiga. Berdasarkan gagasan di atas, peneliti ingin mengetahui tentang model, metode, dan media yang digunakan guru saat mengajarkan bangun ruang mengenai sifat-sifat dan jaring-jaring bangun ruang. Oleh karena itu, peneliti menyusun daftar pertanyaan dalam sebuah angket yang berkaitan dengan hal tersebut.

Peneliti bersama teman-teman penelitian kolaboratif membagi angket kepada 11 guru kelas dari kelas I sampai kelas V. Hasil data yang diperoleh dari 2 guru kelas V menyatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajar materi geometri menggunakan metode diskusi, demonstrasi, dan ceramah. Selain itu data yang diperoleh dari 9 guru lainnya menunjukkan hasil yang hampir sama dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu ceramah, diskusi, demonstrasi dan presentasi. Model pembelajaran yang dominan untuk diterapkan yaitu kooperatif dan CTL. Metode dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa dalam memahami materi yang dipelajari.

(24)

angket kepada siswa kelas VI yang sudah mempelajari tentang jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok. Peneliti membagikan angket siswa di 2 sekolah yang berbeda yaitu di SD Sendangadi 2 dan di SD Kanisius Kadirojo. Peneliti memperoleh data dari hasil angket tersebut yaitu: 14 siswa di SD Sendangadi 2, 50% siswa tidak memahami jaring-jaring kubus, dan 78% siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Sedangkan 20 siswa di SD Kanisius Kadirojo, 50% siswa tidak memahami jaring-jaring kubus dan 60% siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Kesulitan tersebut hendaknya harus segera diatasi agar masalah yang menunjukkan bahwa siswa belum memahami konsep geometri dengan benar dapat diminimalisir dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih kesulitan dalam mempelajari materi tentang bangun ruang kubus dan balok, guru pun juga kurang kreatif dalam memberikan kegiatan pembelajaran yang menarik minat belajar siswa. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengembangkan prototipe berupa perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar. Peneliti menerapkan teori van Hiele karena van Hiele seorang ahli matematika yang khusus mempelajari tentang geometri. Prototipe yang disusun berdasarkan level analisis yang sesuai dengan level siswa kelas V dan mengintegrasikan lima fase van Hiele dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa akan terbantu dalam memahami materi tentang bangun ruang dengan benar. Hal tersebut terbukti dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh Trisna, dkk (2013) dengan judul

“Pengaruh Pembelajaran Berbasis Model van Hiele Terhadap Pemahaman Konsep

(25)

Gugus II Kecamatan Buleleng”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis model van Hiele mampu memudahkan siswa dalam memahami konsep geometri dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Berdasarkan Model van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan model van Hiele pada siswa kelas V Sekolah Dasar?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri berdasarkan model van Hiele dalam membantu siswa kelas V Sekolah Dasar memahami konsep bangun ruang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri pada materi bangun ruang sesuai dengan model

(26)

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri dengan menggunakan model van Hiele dapat membantu siswa kelas V Sekolah Dasar dalam memahami konsep bangun ruang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dihasilkan terdiri dari manfaat bagi siswa, guru, peneliti dan sekolah. Berikut penjabaran dari masing-masing manfaat yang diperoleh dari penelitian:

1.4.1 Bagi Siswa

Penelitian ini membantu siswa mendapat pengalaman baru dalam mempelajari geometri materi bangun ruang (kubus dan balok) berdasarkan model van Hiele.

1.4.2 Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi tentang perangkat pembelajaran dengan berdasarkan model van Hiele sebagai upaya mempermudah siswa dalam mempelajari geometri materi bangun ruang (kubus dan balok).

1.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini menambah pengalaman baru yang berharga dalam mengembangkan produk berdasarkan model van Hiele untuk membantu siswa memahami konsep bangun ruang.

1.4.4 Bagi Sekolah

(27)

1.5 Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan mengambil materi tentang bangun ruang kubus dan balok untuk kelas V SD dengan menggunakan model pembelajaran van

Hiele. Perangkat pembelajaran meliputi:

1.5.1 Bagian 1: Bahan ajar menggunakan model pembelajaran van Hiele Bahan ajar ini dikembangkan sesuai dengan 5 fase van Hiele yaitu: 1) fase informasi, 2) orientasi langsung, 3) penjelasan, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Materi pada bahan ajar disusun pada setiap pembelajaran. Bahan ajar terdiri dari 2 pembelajaran, yakni pertemuan 1 tentang materi jaring-jaring bangun ruang kubus dan pertemuan 2 tentang materi jaring-jaring bangun ruang balok. Bahan ajar memuat langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan dilengkapi dengan foto atau gambar media yang digunakan dalam pembelajaran. Bahan ajar juga memuat kekhasan tahapan berpikir geometri siswa berdasarkan model van

Hiele yakni pada level analisis.

1.5.2 Bagian 2: Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1.5.2.1Silabus

(28)

1.5.2.1.1 Standar Kompetensi

Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi diambil dari standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar).

1.5.2.1.2 Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih dari yang tercantum dalam standar isi.

1.5.2.1.3 Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi pokok yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1.5.2.1.4 Kegiatan Pembelajaran

Langkah kegiatan pada silabus menggunakan KTSP dikaitkan dengan pokok bahasan bangun ruang kubus dan balok pada mata pelajaran Matematika dan memadukan fase-fase pembelajaran berdasarkan model

van Hiele.

1.5.2.1.5 Penilaian

(29)

1.5.2.1.6 Alokasi Waktu

Alokasi waktu ini diberikan untuk setiap kompetensi yang akan dicapai. Satu jam pelajaran (1 JP) berdurasi 35 menit. Setiap muatan pelajaran berdurasi 1 JP.

1.5.2.1.7 Sumber Belajar

Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan. Sumber belajar ini berupa media cetak atau elektronik dan lingkungan alam serta sosial.

1.5.2.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Prototipe perangkat pembelajaran yang dikembangkan memuat 2 RPP tentang bangun ruang untuk kelas V. RPP disusun dengan menerapkan 5 fase model pembelajaran van Hiele yang terdiri dari: 1) fase informasi, 2) orientasi langsung, 3) penjelasan, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran. RPP terdiri dari 2 pertemuan yaitu pertemuan 1 dengan materi jaring-jaring kubus dan pertemuan 2 dengan materi jaring-jaring balok. RPP yang dikembangkan memiliki komponen identitas, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, model/pendekatan/metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, media/alat/sumber belajar, dan penilaian. Contoh format RPP yang dikembangkan dapat dilihat pada lampiran 6.2.

1.5.2.2.1 Tujuan Pembelajaran

(30)

Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar.

1.5.2.2.2 Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus. Materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran adalah pelajaran Matematika materi bangun ruang kubus dan balok.

1.5.1.2.3 Model, Pendekatan, dan Metode Pembelajaran

Model, pendekatan, dan metode pembelajaran merupakan cara atau strategi yang digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan adalah dengan tanya jawab, ceramah, diskusi kelompok, kerja kelompok, demonstrasi, dan pemberian tugas.

1.5.1.2.4 Media, Alat, Bahan dan Sumber Belajar

(31)

1.5.1.2.5 Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan ini merupakan serangkaian langkah-langkah pembelajaran KTSP yang menerapkan fase-fase model pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran Matematika materi bangun ruang kubus dan balok. Kegiatan pada RPP meliputi kegiatan awal, akhir, dan penutup. RPP juga dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

1.5.1.2.6 Penilaian

Rubrik penilaian memuat penilaian yang diperoleh dari penjabaran kompetensi dasar pada RPP yang berupa penilaian yang mengacu pada penilaian kognitif, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama proses pembelajaran yang berupa rubrik penilaian. Penilaian juga diperoleh dari pemberian soal evaluasi pada setiap akhir pembelajaran dalam setiap pertemuan untuk memperoleh komponen penilaian pemahaman siswa. Penilaian soal evaluasi berupa penghitungan skor dari hasil jawaban siswa dengan menggunakan rumus yang telah dicantumkan pada lembar rubrik penilaian.

1.5.3 Bagian 3: Lembar Kerja Siswa

(32)

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran baik secara mandiri maupun kelompok. Setiap kegiatan siswa di LKS disesuaikan dengan kegiatan yang mengacu pada 5 fase van Hiele.

1.6 Definisi Operasional

1.6.2 Prototipe adalah draft atau bentuk dasar dari suatu produk yang belum bisa diproduksi secara masal. Prototipe yang dikembangkan berupa perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang dan balok berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V.

1.6.3 Matematika adalah ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran yang termasuk salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar.

1.6.4 Pembelajaran geometri adalah kegiatan belajar yang mempelajari tentang bangun-bangun yang ada hubungannya antara titik, garis dan bidang. 1.6.5 Bangun ruang merupakan sebutan untuk bangun-bangun tiga dimensi atau

bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut.

1.6.6 Model pembelajaran van Hiele adalah model pembelajaran yang menerapkan 5 fase yaitu: 1) informasi (information), 2) orientasi langsung (directed orientation), 3) penjelasan (explication), 4) orientasi bebas (free

orientation), dan 5) integrasi (integration).

(33)

13 BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 ini, akan membahas mengenai empat bagian, yaitu: kajian pustaka, kerangka berpikir, penelitian yang relevan, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Pada sub bab kajian pustaka ini membahas empat hal yang bersangkutan dengan penelitian. Pertama pembelajaran Matematika, kedua model pembelajaran

van Hiele, ketiga pembelajaran kontekstual, dan keempat teori inteligensi ganda

Howard Gardner.

2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika

Matematika merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, manthein atau

mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedangkan dalam bahasa

(34)

digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis. Jadi, matematika perlu diajarkan pada siswa sejak usia Sekolah Dasar karena pembelajaran matematka memuat konsep pengembangan kemampuan pemecahan masalah yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.1.2 Tujuan Matematika

Matematika merupakan bidang studi yang wajib dipelajari sejak usia Sekolah Dasar. Tujuan pembelajaran Matematika menurut Permendiknas (dalam Wijaya, 2012: 7) yaitu supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep Matematika yakni menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan.

(35)

2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Di Sekolah mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mengkomunikasikan dengan simbol, tabel, diagram, dan media lainnya. Mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar meliputi aspek bilangan, geometri, dan pengukuran, serta pengolahan data (Depdiknas, 2004: 134-135). Berdasarkan peraturan mentri pendidikan nasional nomor 23 tahun 200, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Matematika SD/MI meliputi kemampuan memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya; memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifatnya; memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, serta debit; memahami koordinat; memahami konsep pengumpulan data dan penyajiannya; memiliki sikap menghargai matematika; serta memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.

(36)

2.1.1.4 Geometri

Geometri merupakan cabang matematika yang mempelajari hubungan di dalam ruang (Haryono, 2014: 139). Kata geometri berasal dari bahasa Yunani ge yang berarti bumi dan metrein yang artinya mengukur. Pengertian lain menurut Syudam (dalam Clement, 1992) bahwa geometri merupakan bagian dari Matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis.

Pengajaran geometri di SD dimulai dari bangun-bangun datar (bangun dua dimensi) kemudian bangun-bangun ruang (bangun tiga dimensi) (Runtukahu, 2014: 150). Pengetahuan geometri sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa. Siswa dapat mengembangkan konsep geometri dengan mengamati bentuk geometri yang terdapat di lingkungan sekitar siswa (Runtukahu, 2014: 46-47).

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran geometri yang benar perlu diajarakan kepada siswa sejak usia dini karena pembelajaran matematika berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran geometri melibatkan lingkungan sebagai sumber belajar sehingga siswa tidak asing dengan media yang digunakan saat proses pembelajaran.

2.1.1.5 Tujuan Pembelajaran Geometri

(37)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peeliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain agar dapat memecahakan masalah,berkomunikasi dan bernalar matematis.

2.1.1.6 Bangun Ruang

Bangun ruang adalah bangun tiga dimensi yang memiliki volume atau isi (Sari, 2012: 1). Jenis bangun ruang diantaranya ialah kubus, balok, tabung, prisma, limas, kerucut dan bola. Bangun ruang yang dipelajari oleh siswa kelas atas yaitu bangun ruang kubus, balok, tabung, kerucut, bola, prisma dan limas. Pada pembelajaran geometri dengan melihat adanya kesulitan yang dialami siswa yaitu membedakan jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok.

2.1.1.6.1 Kubus

Sulardi (2008: 207) mengemukakan kubus adalah bangun ruang terdiri enam sisi berbentuk persegi. Sedangkan menurut mustaqim (2008: 208) kubus adalah sebuah bangu ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang berukuran sama. Simangunsong (2008: 46) menyatakan kubus adalah bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan kubus adalah bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegiyang sama dan sebangun. Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa kubus memiliki 6 sisi, 12 rusuk, dan 8 titik sudut, berikut ini adalah gambar sebuah kubus:

(38)

Gambar 2.1 Kubus 2.1.1.6.1.1 Jaring-jaring Kubus

Kubus memiliki jaring-jaring yang terdiri dari enam buah persegi dengan ukuran sama besar yang saling berhubungan. Jaring-jaring kubus adalah rangkaian sisi-sisi sebuah kubus yang jika dipadukan akan membentuk kubus (Sari, 2012: 11). Contoh jaring-jaring kubus sebagai berikut:

Gambar 2.2 Jaring-jaring Kubus 2.1.1.6.2 Balok

(39)

dikemukakan oleh Ismadi (2006: 16) balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh tiga pasang sisi berbentuk persegi panjang yang masing-masing pasangan sama dan sebangun.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa balok adalah sebuah bangun ruang yang memiliki tiga pasang (enam buah) sisi yang berbentuk persegi panjang yang setiap pasang sisinya kongruaen. Benda disekitar kita yang termasuk balok antara lain lemari, kardus makanan, kotak tisu, dan lain sebagainya. Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa balok memiliki 6 sisi, 12 rusuk, dan 8 titik sudut, berikut ini adalah gambar sebuah balok:

Gambar 2.3 Balok

2.1.1.6.2.1 Jaring-jaring Balok

(40)
[image:40.595.88.507.68.627.2]

Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok

2.1.2 Teori Pembelajaran van Hiele

(41)

menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan konsep pembelajaran geometri. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran geometri yaitu model pembelajaran berdasarkan teori van Hiele.

2.1.2.1 Sejarah van Hiele

Teori van Hiele dicetuskan oleh dua tokoh pendidikan dari Belanda yaitu Pierre van Hiele dan istrinya Dina van Hiele-Geldof yang mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan kognitif siswa dalam mempelajari geometri pada tahun 1957 sampai 1959 (Mason, 2002: 4). Pierre van Hiele mengadakan penelitian lapangan yang melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahapan perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri melalui observasi dan tanya jawab. Hasil penelitian yang dilakukan Pierre van Hiele ditulis di dalam desertasi pada tahun 1954 dan diselesaikan bersama di Universitas Utrecht. Setelah menyelesaikan desertasinya tak lama kemudian Dina van Hiele meninggal. Sejak itu Pierre van Hiele mengklarifikasi, mengubah, dan memajukan teorinya sehingga muncullah teori pembelajaran van Hiele (Crowley, 1987: 1).

Model van Hiele memberikan pengaruh besar terhadap pembelajaran geometri sehingga teori ini diakui secara internasional. Negara yang telah menggunakan kurikulum geometri berdasarkan teori van Hiele yaitu Uni Soviet pada tahun 1960-an dan Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Dari perubahan kurikulum di dua negara tersebut sudah membuktikan bahwa penerapan teori van

(42)

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa teori van Hiele sangat cocok digunakan dalam pembeajaran matematika khususnya geometri karena teori

van Hiele muncul berdasarkan proses perkembangan kognitif yang dilalui siswa

dalam mempelajari geometri. Siswa perlu memiliki banyak pemikiran dan pengalaman pada tingkat yang lebih rendah dulu sebelum mempelajari konsep geometri formal. Hal tersebut karena teori van Hiele terdiri dari lima leve dalam pemahaman ide-ide ruang. Kelima level tersebut merupakan tahapan pemikiran geometri dari tingkat yang sederhana menuju tingkat yang lebih rumit.

2.1.2.2 Lima Level dalam Pemahaman Ide-ide Ruang van Hiele

Model pembelajaran van Hiele mempunyai fitur yang paling menonjol yaitu hierarki lima tingkat dari cara dalam pemahaman ide-ide ruang. Tiap tingkatan menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang cara berpikir dan jenis-jenis geometri yang dipikirkan, bukan berapa banyak pengetahuan yang dimiliki (Walle, 2007: 150). Berikut penjelasan dari masing-masing tahapan berpikir geometri menurut van Hiele:

a) Level 0: Visualisasi

Objek-objek pikiran pada level 0 berupa bentuk-bentuk dan bagaimana “rupa” mereka. Siswa-siswa pada tingkatan awal ini mengenal dan menamakan

(43)

pemikiran pada level 0 adalah kelas-kelas atau kelompok-kelompok dari bentuk yang terlihat sama. Tujuan umum yaitu menelusuri bagaimana bentuk-bentuk serupa atau berbeda, serta menerapkan ide-ide ini untuk membuat berbagai kelompok dari bentuk-bentuk (baik secara fisik maupun mental).

b) Level 1: Analisis

Objek-objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok-kelompok bentuk bukan bentuk-bentuk individual. Siswa pada tingkat analisis dapat menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya. Siswa juga mulai mengerti bahwa kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Siswa yang berada pada level 1 akan dapat menyebutkan sifat-sifat dari bujur sangkar, persegi panjang, dan jajargenjang tetapi belum menyadari bahwa ada yang merupakan bagian dari yang lain, bahwa semua bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa semua persegi panjang adalah jajaran genjang. Hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah sifat-sifat dari bentuk.

c) Level 2: Deduksi Informal

Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari bentuk. Siswa pada tingkat 2 akan dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat-sifatnya. Hasil pemikiran pada level 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri.

d) Level 3: Deduksi

(44)

bahwa garis diagonal dari sebuah persegi panjang saling berpotongan, sebagaimana siswa pada tingkat yang lebih rendah pun dapat melakukannya.

e) Level 4: Ketepatan (Rigor)

Objek-objek pemikiran pada tingkat 4 berupa sistem-sistem deduktif dasar dari geometri. Tingkat teratas dalam tingkatan van Hiele, objek-objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri, bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Secara umum ini adalah tingkatan mahasiswa jurusan Matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu Matematika. Hasil pemikiran dari tingkat 4 berupa perbandingan dan perbedaan diantara berbagai sistem-sistem geometri dasar.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap level menurut

van Hiele memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda sesuai pengalaman

belajar siswa. Siswa kelas V Sekolah Dasar berada pada level 1 yaitu analisis. Hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah mengenai sifat-sifat dan bentuk. Materi geometri bangun ruang kelas V Sekolah Dasar mengenai jaring-jaring bangun ruang yang berkaitan dengan sifat-sifat dan bentuk sehingga siswa mempelajari bahwa sekumpulan bentuk yang tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Dengan demikian, muncul fase tahapan pembelajaran van Hiele untuk membantu siswa dalam memahami jaring-jaring bangun ruang.

2.1.2.3 Lima Fase Model Pembelajaran van Hiele

van Hiele mengungkapkan peningkatan ke tingkat lebih tinggi tergantung

(45)

(ecplication), orientasi bebas (free orientation), dan integrasi (intregation) (Crowley, 1987), berikut adalah penjelasannya:

a) Fase 1: Penyelidikan/Informasi

Fase awal ini, guru mengidentifikasi mengenai apa yang sudah dan apa yang belum diketahui siswa mengenai sebuah topik baru. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan tanya jawab antara guru dan siswa sehingga dapat disampaikan konsep awal tentang materi yang akan dipelajari. Kegiatan tanya jawab maupun aktifitas yang dilakukan melibatkan guru maupun siswa aktif. Dengan adanya tanya jawab tersebut memberi informasi yang dapat membantu siswa memberi gambaran tentang yang akan dipelajari selanjutnya.

b) Fase 2: Orientasi langsung

Siswa menggali topik pembelajaran yang dipelajari melalui alat-alat yang telah disiapkan oleh guru. Siswa meneliti objek-objek dengan menggunakan alat yang sudah dipelajari dengan bimbingan guru sehingga siswa dapat merespon secara khusus. Fase ini membantu menumbuhkan semangat siswa dalam bereksplorasi dengan aktifitas yang dilakukannya dan menemukan ciri-ciri khusus pada jaring-jaring bangun ruang.

c) Fase 3: Penjelasan

(46)

d) Fase 4: Orientasi Bebas

Siswa mendapatkan tugas yang diberikan oleh guru untuk lebih mengeksplor ide atau pengetahuan yang telah dipelajari dengan cara mereka sendiri dalam menyelesaikannya. Di fase ini hubungan antar objek menjadi jelas dan siswa juga lebih memahami materi yang dipelajari.

e) Fase 5: Integrasi

Siswa membuat kesimpulan dengan meringkas apa yang telah dipelajari dan kekurangan apa yang diperoleh dengan bantuan guru. Peran guru pada fase ini untuk membimbing siswa melakukan perbaikan. Hal ini penting karena siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah mereka amati dan merefleksikan pengetahuan yang mereka dapatkan. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelima fase model van Hiele memiliki kegiatan yang berbeda-beda dan tidak terlepas dari pembelajaran yang kontekstual. Hal tersebut diperoleh dari sumber belajar dan media yang digunakan dalam model pembelajaran van Hiele. Dengan demikian, model pembelajaran van

Hiele dapat membangun pengetahuan dan keterampilan siswa yang realistis dalam

memecahkan masalah.

2.1.3 Pembelajaran Kontekstual

(47)

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pengertian lain dari pembelajaran kontekstual menurut Johnson (dalam Sugiyanto, 2011: 14) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Tujuan pembelajaran kontekstual adalah membekali siswa berupa pengetahuan dan kemampuan (skill) yang lebih realistis karena inti pembelajaran ini adalah untuk mendekatkan hal-hal teoritis ke praktis (Taniredja, dkk, 2014: 49-50)

2.1.4 Teori Intelegensi Ganda Howard Gardner

Teori intelegensi ganda (Multiple intelligences atau MI) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner. Seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (Suparno, 2004: 17).

Menurut Gardner, inteligensi seseorang bukan dapat hanya diukur dengan tes tertulis, melainkan lebih cocok dengan cara bagaimana orang itu memecahkan persoalan dalam hidup nyata. Pada penelitiannya Gardner mengumpulkan banyak sekali kemampuan manusia yang kiranya dapat dimasukkan dalam pengertiannya tentang inteligensi, dan akhirnya Gardner menerima sembilan inteligensi yaitu: inteligensi linguistik (linguistic intelligence), inteligensi matematis-logis

(logical-mathematical intelligence), inteligensi ruang (spatial intelligence), inteligensi

(48)

intelligence), inteligensi interpersonal (intrapersonal intelligence), inteligensi

intrapersonal (intrapersonal intelligence), inteligensi lingkungan/naturalis

(naturalist intelligence), dan inteligensi eksistensial (existensial intelligence).

Peneliti dalam pengembangan penelitian ini mengembangkan inteligensi matematis-logis dan ruang-visual. Berikut ini penjelasan mengenai kedua inteligensi dari Howard Gardner:

2.1.4.1 Inteligensi Matematis-logis

Inteligensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence) adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif. Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Orang yang berinteligensi matematis-logis mudah belajar berhitung, kalkulus, dan bermain dengan angka. Anak yang mempunyai inteligensi matematis-logis menonjol biasanya mempunyai nilai Matematika yang baik, jalan pikirannya bila bicara dan memecahkan persoalan logis.

2.1.4.2 Inteligensi Ruang-visual

(49)

Gardner mengungkapkan suatu kemampuan disebut intelegensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Selanjutnya, dapat pula menciptakan suatu produk baru, dan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Jadi, dalam kemampuan itu ada unsur pengetahuan dan keahlian. Kemampuan itu sungguh mempunyai dampak, yaitu dapat memecahkan persoalan yang dialami dalam kehidupan nyata (Suparno, 2004: 19-21).

2.2 Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian tentang Pembelajaran Berdasarkan Model van Hiele

Peneliti memaparkan tiga hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang pembelajaran berbasis van Hiele yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Berikut ini merupakan penjabaran dari ketiga penelitian tersebut.

Penelitian menggunakan teori van Hiele yang pertama yaitu dilakukan oleh Trisna, dkk (2013) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Model van

Hiele Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau dari Kemampuan

Visualisasi Spasial pada Siswa Kelas V di Gugus II Kecamatan Buleleng”.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan rancangan Posttest

Only Control Group Design. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan 1)

(50)

dikendalikan, terdapat perbedaan pemahaman konsep geometri antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis model van Hiele dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional, 2) setelah kovariabel kemampuan visualisasi spasial dikendalikan, terdapat perbedaan pemahaman konsep geometri antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis model van Hiele dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional, 3) kovariabel kemampuan visualisasi spasial memberi kontribusi terhadap pemahaman konsep geometri siswa. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis model van Hiele dapat berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pemahaman konsep geometri. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis model van Hiele mampu memudahkan siswa dalam memahami konsep geometri dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Lonnie pada tahun 2002 dengan judul “Assessing the Effect of an Instructional Intervention on the Geometric

Understanding of Learners in a South African Primary School”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menentukan perubahan pemahaman geometri siswa melalui intervensi kelas, apakah pemikiran geometris siswa sekolah dasar berkembang sesuai dengan pola tertentu. Penelitian ini berfokus terutama pada reaksi siswa untuk instruksi di ruang kelas normal. Penelitian ini melibatkan kelompok eksperimen dan kontrol dengan pre-test dan post-test yang diberikan untuk memastikan apakah pergeseran pemahaman siswa telah terjadi.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Astuti pada tahun 2015 dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Volume Kubus dan

(51)

dari penelitian ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran geometri pada materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van Hiele, menghasilkan produk yang berkualitas dalam perangkat pembelajaran geometri pada materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van Hiele, dan mengetahui hasil implementasi perangkat pembelajaran materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van

Hiele untuk siswa kelas V. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian dan pengembangan (R&D). Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan fase-fase van Hiele ini mendukung suasana pembelajaran sehingga siswa menjadi aktif meskipun tidak terlihat secara maksimal.

Ketiga penelitian di atas digunakan untuk menambah referensi tentang penelitian yang menggunakan teori van Hiele dalam pembelajaran geometri di Sekolah Dasar. Ketiga penelitian yang relevan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika tentang geometri yang menerapkan teori van Hiele dapat berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Penelitian-penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan fase-fase menurut model van Hiele. Dengan demikian peneliti memutuskan untuk membuat penelitian pengembangan berdasarkan model van

Hiele dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang dapat digunakan

(52)

2.2.2 Peta Konsep Penelitian yang Relevan

Bagan 2.1 Peta Konsep Penelitian yang relevan

2.2 Kerangka Berpikir

Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (KBBI, 2008). Matematika memiliki berbagai macam cabang ilmu, salah satunya adalah Geometri. Siswa beranggapan bahwa geometri merupakan pelajaran yang dianggap sulit dan susah dipahami. Berkenaan dengan kesulitan siswa dalam mempelajari materi tentang geometri, maka dalam pembelajaran matematika khususnya materi geometri, siswa perlu dihadapkan dengan benda-benda yang

Trisna, dkk (2013)

“Pembelajaran berbasis model van

Hiele meningkatkan pemahaman konsep geometri ditinjau dari kemampuan visualisasi spasial”

Lonnie (2002)

“Teori van Hiele meningkatkan hasil kinerja siswa yang tampak pada nilai post-test kelompok eksperimen”.

Yang akan diteliti Sari, Dhany Oktavia Jati (2015)

“Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Berdasarkan Model Pembelajaran van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar”

Astuti, Budi (2015)

“Model pembelajaran van Hiele

(53)

nyata dalam kehidupan sehari-hari. Maka peneliti menggunakan model yang menghadapkan siswa pada realitas dalam kehidupan sehari-hari yaitu model pembelajaran van Hiele.

Model pembelajaran van Hiele menggunakan lima fase dalam kegiatan pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam memahami materi geometri yang disampaikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini digunakan pula media konkret agar siswa lebih jelas dalam mempelajari materi geometri yang dipelajari. Siswapun diajak mencoba langsung saat mempraktikan media-media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran materi geometri.

(54)

2.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan teori di atas, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

2.4.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri bangun ruang berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar?

(55)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari enam bagian. Enam bagian tersebut akan membahas jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian dan pengembangan atau sering disebut R&D (Research and Development). Penelitian pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. (Sugiyono, 2010: 407). Menurut Trianto (2011: 243-244) Penelitian pengembangan merupakan metode penelitian untuk mengembangkan produk atau menyempurnakan produk. Produk tersebut dapat berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium atau juga perangkat lunak (software) seperti program komputer, model pembelajaran, dan lainnya. Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan dan mengembangkan produk yang sudah ada.

(56)

Bagan 3.1 Langkah-langkah Penelitian Pengembangan Menurut Sugiyono

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah SD Negeri Sendangadi 2. Sekolah tersebut terletak di Tegalturi, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan April 2015 sampai Januari 2016. Tahap pelaksanaan penelitian dideskripsikan pada jadwal penelitian.

3.2.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri Sendangadi 2. Adapun siswa di kelas ini berjumlah 20 siswa.

3.2.4 Objek Penelitian

Objek penelitian berupa pengembangan produk prototipe perangkat pembelajaran geometri menggunakan model pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran Matematika materi bangun ruang.

(57)

3.3 Rancangan Penelitian

Peneliti membuat produk awal pada tahap rancangan penelitian. Menurut Sugiyono (2011: 298) menguraikan 10 langkah penelitian R&D yang terdiri dari: (1) analisis potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi massal. Masing-masing langkah penelitian dijelaskan sebagai berikut:

3.3.1 Potensi dan Masalah

Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. Semua potensi akan berkembang menjadi masalah bila kita tidak dapat mendayagunakan potensi-potensi tersebut. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Masalah juga dapat dijadikan potensi, apabila kita dapat mendayagunakannya. Potensi dapat diperoleh berdasarkan laporan penelitian orang lain atau dari perorangan, sedangkan masalah akan diidentifikasikan oleh peneliti dengan melakukan wawancara dan observasi.

3.3.2 Pengumpulan Data

(58)

3.3.3 Desain Produk

Desain produk dalam penelitian dan pengembangan berupa desain produk baru, yang lengkap dengan spesifikasinya sesuai kebutuhan siswa yang sudah disiapkan sebelumnya. Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa silabus, RPP, bahan ajar, LKS dan penilaian. Penilaian yang didesain berupa rubrik penilaian proses pembelajaran dan penilaian soal evaluasi.

3.3.4 Validasi Desain

Validasi desain adalah proses kegiatan untuk menilai rancangan produk yang telah dibuat. Produk yang sudah dibuat kemudian divalidasi oleh ahli. Tujuan dari validasi desain ini adalah untuk memperbaiki kekurangan produk yang telah dibuat tersebut.

3.3.5 Revisi Desain

Desain produk yang telah divalidasi oleh pakar dan para ahli atau validator maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain produk. Peneliti yang menghasilkan produk bertugas untuk memperbaiki desain.

3.3.6 Ujicoba Produk

(59)

3.3.7 Revisi Produk

Setelah ujicoba produk siswa mengisi evaluasi berupa respon terhadap pembelajaran. Produk direvisi oleh peneliti berdasarkan hasil kuesioner dan masukan dari siswa selama mengikuti pembelajaran. Hasil revisi tersebut menjadi acuan untuk membuat desain produk final berupa prototipe perangkat pembelajaran.

3.3.8 Ujicoba Pemakaian

Tahap selanjutnya setelah peneliti merevisi desain produk yaitu ujicoba pemakaian. Setelah ujicoba pemakaian berhasil maka produk yang berupa sistem baru tersebut diterapkan dalam kondisi nyata dan ruang lingkup yang luas. Dalam operasinya sistem baru tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna perbaikan lebih lanjut.

3.3.9 Revisi Produk

Revisi produk pada tahap ini dilakukan untuk menyempurnakan dan pembuatan produk baru lagi. Jika masih ada kekurangan dan kelemahan pada desain produk, maka pada tahap ini adalah yang terakhir untuk melakukan revisi.

3.3.10 Produksi Masal

Pembuatan produk masal dilakukan apabila produk baru dinyatakan layak dan efektif. Pembuatan produksi masal dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya.

(60)

terbatas. Selain itu materi bangun ruang hanya dapat diajarkan di semester genap pada tahun berikutnya.

3.4 Prosedur Pengembangan

Prosedur pengembangan perangkat pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti menerapkan prosedur menurut Sugiyono, namun langkah prosedur yang diterapkan hanya sampai pada tahap ujicoba produk sampel terbatas alasanya membutuhkan waktu yang lama jika melakukan penelitian pengembangan secara keseluruhan karena ujicoba dilakukan di semester yang sama tetapi di tahun berikutnya. Prosedur yang dimodifikasi oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Bagan 3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan yang Dimodifikasi

Langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

3.4.1 Potensi dan Masalah

Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan mencari potensi dan masalah di SD Bopkri Gondolayu menggunakan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan dengan melakukan observasi pembelajaran Matematika

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Desain Produk

Validitas Desain Revisi

Desain Ujicoba

(61)

materi bangun ruang di kelas V. Kemudian, peneliti membagikan angket kepada guru kelas V dan siswa kelas VI yang sudah mempelajari bangun ruang saat di kelas V. Angket berisi materi tentang bangun ruang kubus, balok, tabung, kerucut, limas segiempat, dan limas segitiga. Angket guru dan siswa disebarkan di 2 SD yaitu, di SD Negeri Sendangadi 2 dan di SD Kanisius Kadirojo untuk lebih memperjelas masalah yang muncul dalam pembelajaran. Angket guru berisi metode dan model yang digunakan guru saat mengajarkan materi bangun ruang serta kesulitan yang dialami siswa ketika mengikuti pembelajaran tentang bangun ruang.

3.4.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah memperoleh hasil data yang akan digunakan peneliti untuk mengetahui masalah yang ada. Kemudian peneliti menganalisis dan mencari sumber yang relevan. Hal tersebut bertujuan sebagai bahan untuk perencanaan desain produk yang akan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

3.4.3 Desain Produk

(62)

3.4.4 Validasi Desain

Produk yang telah selesai dibuat divalidasi oleh 1 dosen ahli matematika dan 1 guru kelas V. Validasi desain dilakukan dosen ahli dan guru dengan memberi skor pada lembar validasi yang memuat pernyataan tentang produk yang dibuat. Tujuan dari validasi desain produk tersebut adalah untuk memperoleh skor, kritik, dan saran terhadap produk yang telah dibuat agar produk tersebut layak untuk diujicobakan.

3.4.5 Revisi Desain

Produk setelah divalidasi akan diketahui kekurangan dari produk yang didesain. Kekurangan tersebut selanjutnya direvisi oleh peneliti sesuai dengan masukan dari 1 dosen ahli dan 1 guru kelas. Revisi desain produk tersebut bertujuan agar produk yang dibuat menjadi lebih berkualitas.

3.4.6 Ujicoba Produk

Setelah revisi desain kemudian dilakukan ujicoba produk. Peneliti melakukan ujicoba produk di kelas V SD Negeri Sendangadi 2. Ujicoba produk tersebut bertujuan untuk memperkuat keyakinan peneliti bahwa perangkat pembelajaran yang dibuat layak untuk digunakan di sekolah.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

(63)

3.5.1 Observasi

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 2005: 175). Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2011: 220).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas,dapat disimpulkan bahwa observasi adalah pengambilan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan. Peneliti menggunakan jenis observasi secara langsung dengan mengamati proses pembelajaran di kelas. Observasi dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Bopkri Gondolayu pada saat melaksanakan kegiatan probaling. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui cara guru dalam mengajarkan materi bangun ruang dan kesulitan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3.5.2 Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2015: 216). Peneliti memberikan angket pra-penelitian kepada dua responden yaitu guru dan siswa. Penggunaan angket untuk guru bertujuan untuk mengetahui model, metode dan media yang digunakan guru saat mengajarkan bangun ruang serta mengetahui kesulitan yang dialami siswa. Penggunaan angket untuk siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi bangun ruang.

(64)

oleh dosen dengan jumlah masing-masing 7 pernyataan bertujuan untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan. Kemudian angket validasi produk dilakukan bertujuan untuk menentukan kualitas produk yang dikembangkan oleh peneliti. Angket uji validasi diberikan kepada guru kelas V SD Negeri Sendangadi 2 yang terdiri dari 20 pernyataan dan kepada dosen yang terdiri dari 10 pernyatan yang mengacu pada lima fase van Hiele.

3.5.3 Tes

Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Riduwan, 2013: 30). Cronbach (dalam Sugiyono, 2015: 208) menambahkan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis guna mengobservasi dan memberi deskripsi sejumlah atau lebih ciri seseorang dengan bantuan skala numerik atau suatu sistem kategoris. Tes pada pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi bangun ruang yang menggunakan model pembelajaran van Hiele yang terdapat pada LKS. 3.5.4 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2012: 326). Dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto-foto saat melakukan

Gambar

Gambar 2.1 Kubus  ............................................................................................
Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok
Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Observasi
Tabel. 3.4 Kisi-Kisi Angket Pra-penelitian untuk Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

siswa dalam belajar geometri pokok bahasan luas dan keliling bangun datar. berdasarkan teori belajar

Analisis Buku Sekolah Elektronik (BSE) SMP pada Materi Geometri Berdasarkan Teori van Hiele; Ngalim Kuatno, 080210181005; 2011: 63 halaman; Program Studi

Dalam penysusunan prototipe rancangan pembelajaran tematik Matematika materi bangun ruang kubus dan balok untuk kelas V dengan metode bernyanyi memperhatikan kemampuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pengembangan produk perangkat pembelajaran materi bangun ruang sisi datar yang mengakomodasi teori Van Hiele

Sekolah Elektronik SD pada setiap kelas?; 2) sesuai dengan tingkat berpikir van Hiele, pada tingkat berapakah materi geometri yang disajikan pada Buku Sekolah

ajar berbasis masalah pada materi geometri berdasarkan level berpikir geometri Van.. Hiele yang dikembangkan telah sesuai dengan standar bahan ajar pembelajaran

Pada penelitian deskriptif kualitatif ini ditelusuri level berpikir geometri Van Hiele pada bangun datar segitiga dari seorang mahasiswa program studi pendidikan matematika

Sesuai hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan modul pembelajaran geometri bangun datar berbasis teori Van Hiele dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran efektif untuk