• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SKARIFIKASI DENGAN PERENDAMAN DALAM AQUADES, AIR PANAS, DAN ASAM SULFAT TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN PERTUMBUHAN AWAL LAMTORO (Leucaena leucocephala)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SKARIFIKASI DENGAN PERENDAMAN DALAM AQUADES, AIR PANAS, DAN ASAM SULFAT TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN PERTUMBUHAN AWAL LAMTORO (Leucaena leucocephala)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH SKARIFIKASI DENGAN PERENDAMAN

DALAM AQUADES, AIR PANAS, DAN ASAM

SULFAT TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN

PERTUMBUHAN AWAL LAMTORO

(

Leucaena leucocephala

)

SKRIPSI

OLEH :

NURANNISA FITRI

I 111 11 292

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

(2)

ii

PENGARUH SKARIFIKASI DENGAN PERENDAMAN

DALAM AQUADES, AIR PANAS, DAN ASAM

SULFAT TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN

PERTUMBUHAN AWAL LAMTORO

(

Leucaena leucocephala

)

SKRIPSI

OLEH :

NURANNISA FITRI

I 111 11 292

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

(3)

iii PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nurannisa Fitri NIM : I111 11 292 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka saya bersedia membatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar,27 November 2015

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb

Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidah-Nya ,sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Skarifikasi dengan Perendaman dalam Aquades, Air Panas, dan Asam Sulfat terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Awal Lamtoro (Leucaena leucocephala)”. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin

Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua saya Ayahanda Suwardi, S.Pdi dan ibunda Hj. Suriati, S.Pd, serta saudaraku A. Muh. Yusuf, Nurhidayanti, dan Nur Azizah Lestari yang selama ini banyak memberikan doa, semangat, kasih sayang, saran dan dorongan kepada penulis.

Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih banyakKepada pembimbing akademik Dr. Ir. Syahriadi Kadir, M.Si yang terus memberikan arahan, nasihat dan motivasi selama ini.

(6)

vi 2. Ucapan terima kasih disampaikan dengan hormat kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Rusdy, M.Agr selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Budiman Nohong,MP selaku pembimbing anggota yang penuh ketulusan dankeikhlasan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan,serta koreksi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Keluarga Besar “SOLANDEVEN” dan “HUMANIKA”kalian merupakan teman, sahabat bahkan saudara, terima kasih atas indahnya kebersamaan dalam bingkai kampus ini.

4. Buat teman-teman yang selama hampir 4 tahun bersama-sama Wardayanti, S.Pt, Tirta, S.Pt, Sri Wahyuni Hakim, Yatti Dwi Ariyanti, S.Pt, Utami L.S, Fitrawati, Kartika, Busrayana, Ibnu Tholib, dan kanda Sema, S.Pt.

5. Terkhusus buat Asriani D selama ini menjadi teman terbaik dan sekaligus membantu saya dalam penelitian, terima kasih bantuan dan kerja samanya.

Penulis menyadari meskipun dalam penyelesaian tulisan skripsi ini masih perlu masukan dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar penulisan berikutnya senantiasa lebih baik lagi. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan menitip harapan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.

Makassar, 27 November 2015

(7)

vii RINGKASAN

Nurannisa Fitri (I111 11 292).Pengaruh Skarifikasi dengan Perendaman dalam Aquades, Air Panas dan Asam Sulfat terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Awal Lamatoro (Leucaena leucocephala). (Dibawah bimbingan Muhammad Rusdy sebagai Pembimbing Utamadan Budiman Nohong sebagai Pembimbing Anggota)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh skarifikasi dengan perendaman menggunakan aquades, air panas dan asam sulfat terhadapperkecambahan biji dan pertumbuhan awal lamtoro (Leucaena leucocephala). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 kali ulangan yaituR1 (tanpa skarifikasi atau kontrol), R2 (perendaman dalam aquades selama 24 jam), R3 (perendaman dalam air panas 70oC selama 3 menit), R4(perendaman dalam air panas 70oC selama 6 menit), R5 (perendaman dalam air panas 70oC selama 9 menit), R6(perendaman dalam asam sulfat selama 10 menit), R7 (perendaman dalam asam sulfat selama 15 menit), dan R8 (perendaman dalam asam sulfat selama 20 menit). Hasil penelitian memperlihatkan rataan persentase perkecambahan biji lamtoro yaitu R1 = 6, R2 = 95,R3 = 53, R4 = 58, R5 = 31, R6 = 35, R7 = 48, dan R8 = 5. Rataan panjang batang lamtoro yaitu R1 = 5,91 cm, R2 = 6,19 cm,R3 = 4,64 cm, R4 = 5,9 cm, R5 = 3,1 cm, R6 = 3,03 cm, R7 = 3,86 cm, dan R8 = 4,84 cm. Rataan panjang akar lamtoro yaitu R1 = 5,81 cm, R2 = 6 cm,R3 = 4,4 cm, R4 = 5,06 cm, R5 = 3,08 cm, R6 = 2,6 cm, R7 = 2,78 cm, dan R8 = 3,29 cm. Analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap daya perkecambahan biji lamtoro,panjang batang lamtoro,dan panjang akar lamtoro. Disimpulkan bahwa pengaruh skarifikasi yang baik adalah skarifikasi dengan perendaman dalam aquades selama 24 jam yang menghasilkan nilai rata-rata tertinggi pada perkecambahan, panjang batang dan panjang akar lamtoro.

Kata Kunci: Biji lamtoro, perkecambahan, pertumbuhan awal, skarifikasi, aquades, air panas, asam sulfat.

(8)

viii ABSTRACT

Nurannisa Fitri (I111 11 292). Effect Oscarificatio And Soaking In Distilled Water, Hot Water And Sulfuric Acid On Seed Germination And Early Growth Lamatoro (Leucaena Leucocephala). (Under Guidance of Muhammad Rusdy and Budiman Nohong).

This study aims was to determine the effect of scarification by immersion of seeds cold distilled water, hot water and sulfuric acid on seed germination and early growth of leucaena (Leucaena leucocephala). The design used was completely randomized design (CRD) consisting of 8 treatments and 3 replications, namely R1 (without scarification or control), R2 (soaking in distilled water for 24 hours), R3 (soaking in hot water 70oCfor 3 min), R4 (soaking in hot water 70oCfor 6 minutes), R5 (soaking in hot water 70oCfor 9 minutes), R6 (immersion in sulfuric acid for 10 minutes), R7 (immersion in sulfuric acid for 15 minutes), and R8 (immersion in sulfuric acid for 20 minutes). The results showed the average percentage of seed germination of lamtoro were R1 = 6, R2 = 95 R3 =53, R4 = 58. R5 = 31, R6 = 35, R7 = 48, and R8 = 5. The average length of the hipocotyl lamtoro were R1 = 5.91 cm, R2 = 6.19 cm, R3 = 4.64 cm, R4 = 5.9 cm, R5 = 3.1 cm, R6 = 3.03 cm, R7 = 3 , 86 cm, and R8 = 4.84 cm. The average radicle length lamtoro were R1 = 5.81 cm, R2 = 6 cm, R3 = 4.4 cm, R4 = 5.06 cm, R5 = 3.08 cm, R6 = 2.6 cm, R7 = 2.78 cm, and R8 = 3.29 cm. Analysis of variance showed that the treatment was highly influenced (P <0.01) seed germination, hipocotyl length and radicle length of lamtoro. It is concluded that the most effective scarificationis soaking in distilled water for 24 hours that produces highest at germination, hipocotyl length and radicle length.

Keywords:lamtoroseeds, germination, earlygrowth, scarification, distilled water, hotwater, sulfuric acid.

(9)

ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Lamtoro (Leucaena leucocephala)... 4

Kandungan Nutrisi Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 6

Lamtoro Sebagai Pakan ... 6

Metode Skarifikasi Benih ... 9

Perkecambahan Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 10

Pertumbuhan Benih Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 13

MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Materi Penelitian ... 15

Pelakuan dan Pelaksanaan Penelitian ... 15

Prosedur Kerja ... 16

Model Statistik ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Perkecambahan Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 18

Panjang Batang dan Panjang Akar Lamtoro (Leucaena leucocephala) . 22 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

LAMPIRAN ... 31 RIWAYAT HIDUP

(10)

x DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Kandungan Zat Nutrisi Beberapa Leguminosa Pohon/Semak ... 8

(11)

xi DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Diagram Batang Hasil Persentase Perkecambahan Biji Lamtoro ... 18 2. Diagram Batang Hasil Panjang Batang Lamtoro ... 22 3. Diagram Batang Hasil Panjang akar Lamtoro ... 22

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks

1. Hasil SPSS Perkecambahan Biji Lamtoro ... 31

2. Hasil SPSS Panjang Batang Lamtoro ... 33

3. Hasil SPSS Panjang Akar Lamtoro ... 35

(13)

1 PENDAHULUAN

Lamtoro (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan semak-semak/pohon kecil yang cepat tumbuh, berasal dari bagian selatan Mexico dan bagian utara Amerika Tengah tetapi sekarang telah menjadi vegetasi alam di daerah tropis. Pada tahun 1870 dan 1980-an, lamtoro dipromosikan sebagai pohon ajaib (miracle tree) karena begitu banyak kegunaannya. Lamtoro dapat digunakan sebagai bahan pakan, pupuk hijau, kayu bakar, pengontrol erosi, tanaman penaung, furniture, bahan pembuat kertas dan bahan pangan untuk manusia.

Sebagai bahan pakan, daun lamtoro dan ranting-rantingnya yang kecil mengandung nutrient dan serat yang hampir merupakan pakan lengkap untuk ternak ruminansia, hampir sama dengan alfalfa dan merupakan sumber-sumber pakan di negara maju (D’Mello and Thomas, 1977). Dalam 100 g bahan kering, lamtoro mengandung 29,2 g protein kasar, 4,3 g mimosin, 19,2 g serat kasar 10,5 g abu, 1,01 g tanin, 1,9 g kalsium, 0,23 g fosfor, 0,34 g magnesium, NDF 39,5, ADF 35,1, energi dapat dicerna 11,6 – 12,9 MJ/kg dari bahan kering(Garcia et al., 1996).

Walaupun nilai gizinya sangat tinggi bagi ternak ruminansia, penyebaran lamtoro agak sulit dilakukan. Salah satu pembatas utama untuk kesuksesan penyebaran lamtoro adalah bijinya yang keras karena kulitnya berlapis tebal yang meghalangi imbibisi air dan masuknya oksigen ke dalam biji yang menyebabkan turunnya daya kecambah dan terhambatnya kemunculan bibit dipermukaan tanah.

(14)

2 Secara alamiah, kulit biji yang keras adalah mekanisme untuk melindungi biji dari lingkungan yang buruk. Kulit biji yang keras menyebabkan dormansi dan biji sulit berkecambah. Di alam, pemecahan kulit biji yang keras terjadi akibat temperatur yang sering berubah, mikoorganisme di dalam tanah atau mikroorganisme rumen apabila biji dikonsumsi ternak ruminansi. Ini mengakibatkan perkecambahan secara alamiah menjadi lambat dan waktunya tidak menentu. Pada budi daya tanaman modern, perkecambahan yang tinggi, cepat dan seragam sangat diinginkan untuk memperoleh pertumbuhan awal yang baik dan mengurangi pengaruh yang merugikan dari persaingan dengan gulma. Oleh karena itu pemecahan kulit biji yang keras (skarifikasi) merupakan langkah awal yang penting untuk mempercepat penyebaran lamtoro.

Skarifikasi dapat dilakukan secara mekanik dan kimia. Beberapa penelitian tentang skarifikasi secara kimia pada biji lamtoro telah dilaporkan. Shelton and Brewbaker (2014) menyatakan bahwa skarifikasi biji lamtoro dengan air mendidih selama 4 menit atau asam sulfat pekat selama 10 – 15 menit menghasilkan perkecambahan yang terbaik. Pasy and Viladobos (2006) melaporkan bahwa perlakuan air panas (800C) selama 10 menit merupakan yang terbaik tetapiAmodu et al. (2000) melaporkan bahwa biji yang direndam didalam air panas (800C) selama 5 menit atau skarifikasi dengan asam sulfat pekat selama 17,5 menit menghasilkan daya kecambah yang terbaik. Selanjutnya, Pasy and Viladobos (2006) melaporkan bahwa perendaman dalam asam sulfat pekat selama 15 – 50 menit atau dalam air panas (800C) selama 10 menit memberikan hasil terbaik, karena hasilnya cukup bervariasi dan untuk memberikan kepastian

(15)

3 tentang perlakuan yang baik, diperlukan penelitian lanjutan tentang skarifikasi dengan air atau asam sulfat pekat terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal biji lamtoro.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh skarifikasi dengan menggunakan perendaman aquades, air panas, dan asam sulfat pekat terhadap daya perkecambahan biji dan laju pertumbuhan awal lamtoro pada saat berumur 2 minggu. Kegunaan penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi kepada masyarakat khususnya peternak dan petani untuk meningkatkan daya kecambah dan pertumbuhan lamtoro yang di skarifikasi dengan aquades, air panas dan asam sulfat pekat.

(16)

4 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Menurut Rukmana (1997) klasifikasi tanaman lamtoro( Leucaena leucocephala ) adalah sebagai berikut:

Kindom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Family : Leguminoseae Subfamily : Papilionaceae Genus : Leucaena

Spesies : Leucanena leucocephala

Lamtoro (Leucaena leucocephala) atau petai cina merupakan tanaman serba guna yang termasuk tanaman kacang-kacangan, berbentuk pohon dan dapat tumbuh dengan tinggi pohon 8-15 m serta berumur tahunan (17-32 tahun) . Tanaman ini tersebar luas di seluruh pelosok pedesaan dan mudah tumbuh hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup . Perbanyakan tanaman tersebut dilakukan secara generatif (biji) dan vegetative (Jones, 1979).

Lamtoro adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak di temukan di tepian pantai, karena tumbuhan ini sangat baik pertumbuhannya di tanah yang berpasir seperti

(17)

5 di pantai. Lamtoro ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) yang di sebabkan oleh gelombang atau hanyutan air dari darat dan lamtoro juga merupakan tumbuhan atau tanamann yang dapat meningkatkan kesuburan tanah (Anonim, 2011). Penanaman dengan biji menyebabkan tanaman memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam sehingga dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama (Jones, 1979).

Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30 °C); dengan ketinggian di atas 1000 m. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun; akan tetapi termasuk tidak tahan genangan. Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan- anakan. Akibat mudahnya tumbuh di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah tumbuh, setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak (Anonim, 2011).

Menurut Rukmana (1997) lamtoro sebagai hijauan ataupun sumber konsentrat, hanya bisa diberikan pada hewan – hewan ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba atau bisa diberikan kepada monogastrik, tetapi dalam jumlah terbatas, mengingat bahwa tanaman ini mengandung racun (toxin). Kandungan racun ini disebabkan adanya glukosida mimosin yang terdapat baik pada daun maupun biji.

(18)

6 Kandungan Nutrisi Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Produktivitas ternak yang rendah pada peternakan kecil di daerah pedesaan disebabkan ternak hanya diberi pakan rumput yang kandungan nutrisinya rendah terutama protein. Produktivitas ternak akan meningkat bila kebutuhan gizinya terpenuhi antara lain dengan pemberian pakan tambahan yang berkualitas. Menurut Mathius (1993), lamtoro sebagai pakan hijauan yang berkualitas belum dimanfaatkan secara optimal dan belum banyak dikomersilkan.

Lamtoro mengandung beragam asam lemak seperti : asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam lignoserat. Lamtoro juga mengandung alkaloid leucenin (leucenol), leucanol, leucaenin, protein, tannin, quercetin, saponin, flavonoid dan 3-5 mimosin Kardono dkk. (2003). Ekstrak etanolik daun lamtoro sebanyak 0,4 gram menimbulkan efek depilasi pada kelinci (Kurniawan dkk., 2012).

Rasa asal tanaman lamtoro agak pahit dan bersifat netral. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam tanaman lamtoro antara lain adalah kalsium, lemak, fosfor, besi, protein serta vitamin A, B1 dan C. Sementara bijinya mengandung mimosin, leukanin, protein dan leukanol. Biasanya orang-orang mengembangbiakkan tanaman lamtoro dengan menyebarkan bijinya. Cara merawatnya pun relatif mudah. Tanaman lamtoro cukup disiram air secukupnya, dijaga kelembapan tanahnya dan dipupuk dengan pupuk organik (Anonim, 2013). Lamtoro Sebagai Pakan

Lamtoro mempunyai sistem perakaran yang dalam dan berumur panjang, mencapai 50 tahunan sehingga sangat cocok dipergunakan sebagai tanaman pagar

(19)

7 dan pelindung karena tidak menggangu pada tanaman pokok, menghemat biaya dan tenaga. Perakaran yang dalam juga menyebabkan lamtoro sangat tahan kekeringan, tetap hijau dan bertunas selama musim kering, sehingga sangat cocok sebagai sumber hijauan pakan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba di musim kemarau (Panjaitan, 2000).

Sebagai pakan ternak, lamtoro mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif sama dengan jenis legum pohon lainnya seperti Turi (Sesbania grandiflora), Gamal (Gliricidia sepium) dan Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Produksi hijauannya cukup tinggi bervariasi sesuai dengan tingkat kesuburan tanah, jarak tanam dan curah hujan. Daun dan batang muda sangat disukai ternak (Cahyadi, 2008).

Lamtoro dapat digunakan sebagai sumber nitrogen fermentable di dalam rumen dan untuk mensuplai protein by-pass pada usus halus. Penggunaan lamtoro dalam bentuk segar sebagai suplemen pada hijauan yang berkualitas rendah pada kambing menunjukkan bahwa kira-kira 65% dari protein lamtoro didegradasi dalam rumen, sementara diduga bahwa hanya 40% protein lamtoro yang didegradasi dalam rumen jika lamtoro kering digunakan sebagai suplemen pada makanan domba sama dengan ransum basal (Bamualim, 1985).

Pada Tabel 1 disajikan komposisi nutrien pada beberapa tanaman leguminosa pohon. Sebagai makanan ternak lamtoro cukup ideal karena mempunyai protein kasar (PK) 22,2%, lebih baik dibandingkan Gliricidia (14,7%), mineral 4,4%, dan asam amino yang seimbang. Kandungan serat kasarnya 19,6%, lebih baik dibandingkan Gliricidia (20,9%) dan

(20)

8 kaliandra (21,7%). Kandungan tanin sedikit (6%) menurut Parotta (1992) dapat melindungi perombakan protein yang berlebihan di dalam rumen (by-pass protein) sehinnga jumlah protein yang dapat diserap (retensi N) di usus halus lebih tinggi. Menurut Palmquist et al. (1969) pemberian lamtoro sebagai suplemen terhadap pakan yang berkualitas rendah seperti rumput kering, sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan dari pakan berkualitas rendah, hal ini disebabkan karena lamtoro dapat mencukupi kebutuhan N mikrobia rumen untuk hidup dan melakukan aktifitasnya di dalam rumen.

Tabel 1. Kandungan Zat Nutrisi Beberapa Leguminosa Pohon/Semak

BK Abu PK SK LK ME Ca P Spesies (%) Kaliandra 26,4 8,0 24,0 21,7 2,4 12,6 1,60 0,20 Gliricidia 25,0 4,7 14,7 20,9 5,4 12,8 1,58 0,29 Leucaena 30,0 4,4 22,2 19,6 6,9 12,1 0,27 0,12 Sesbania 18,0 9,3 22,6 18,4 2,1 13,6 1,48 0,34

Sumber : Pramono dan Tiastono (1990)

Humphreys (1981) melaporkan bahwa lamtoro mempunyai hal-hal yang tidak diinginkan, karena mengandung mimosin tinggi. Sapi yang makan lamtoro selama beberapa bulan akan memberikan efek negative yaitu pembengkakan kelenjar gondok. Pada sapi-sapi yang merumput di padang penggembalaan lamtoro di bagian tropika Australia, mengakibatkan keracunan bagi ternak dengan pembengkakan kelenjar gondok (Holmes, 1980). Di samping itu, dengan hasil yang sama, penelitian oleh CSIRO juga menunjukkan bahwa ternak yang diberi

(21)

9 hijauan lamtoro terus menerus akan menimbulkan pembengkakan kelenjar gondok akibat keracunan zat mimosin. Tapi pembengkakan itu akan hilang bila pemberian lamtoro dihentikan, tanpa ada gangguan sampingan.

Penelitian di Hawai pada padang penggembalaan lamtoro dan rumput Benggala (Panicum maximum) dengan perbandingan 50:50, dapat meningkatkan produksi susu sapi perah dengan kepadatan 6 ekor/ha (Plucknett, 1970). Dilaporkan pula bahwa susu segar dari sapi-sapi yang diberi pakan lamtoro memiliki warna yang menarik (kekuning-kuningan yang berasal dari "carotene" lamtoro). Walaupun baunya tidak enak, tetapi bau tersebut dapat hilang bila susu dididihkan dahulu atau juga dapat diusahakan agar pemberian lamtoro pada sapi tidak kurang dari 2 jam sebelum susu diperah.

Metode Skarifikasi Benih

Definisi skarifikasi yaitu proses perusakan kulit biji agar menjadi lebih mudah ditembus oleh tunas. Skarifikasi adalah perlakuan terhadap kulit benih yang keras, biasanya dengan perlakuan mekanis, air panas atau perlakuan kimia menggunakan larutan asam yang kuat, guna meningkatkan permeabilitasnya terhadap air dan gas (Departemen Kehutanan, 2004).

Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti :

a) Perlakuaan mekanis

Perlakuam mekanis pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran dan pembakaran, dengan bantuan pisau,

(22)

10 jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di tangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih di buat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikal tidak rusak (Schmidt, 2002).

b) Perlakuan kimia

Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji lebih menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Sahuapala, 2007).

Tidak semua biji lamtoro baik digunakan sebagai benih.Pilih biji yang sudah tua, berwarna coklat gelap dan berukuran sedang sampai besar.Biji yang terpilih sebaiknya diskarifikasi terlebih dahulu dengan menggosok biji dengan kertas pasir atau dicuil dengan gunting kuku.Biji yang telah diskarifikasi dapat langsung ditanam.Atau dilakukan perendaman dengan air dingin.Rendam biji yang telah diseleksi dengan air dingin, air panas atau asam sulfat. Gunakan biji yang bernas, ditandai dengan tenggelamnya dalam air (Panjaitan dkk., 2012). Perkecambahan Biji Lamtoro(Leucaena leucocephala)

Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang

(23)

11 menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah (Anonim, 2015).

Salah satu jenis tanaman leguminosa yang cukup potensial untuk dibudidayakan adalah lamtoro (Leucaena leucocephala) karena merupakan tanaman tahunan dan beberapa jenisnya dapat ditumbuh-kembangkan lagi dengan mudah setelah proses pemotongan selain itu mempunyai peranan khusus yaitu dapat menyediakan naungan, dan sumber bahan bakar (kayu) (Cahyadi, 2008).

Lamtoro yang mempunyai kulit biji yang keras, tebal, dan berlilin yang mengakibatkan pembibitan kurang sempurna sehingga pohon itu tumbuhnya tidak merata. Untuk mengatasi hal yang demikian itu, maka dianjurkan memakai metode peretasan kulit terutama terhadap biji yang telah disimpan selama beberapa bulan. Peretasan kulit dikerjakan guna memecahkan kulit biji, sehingga lembaga muda tumbuh terbuka menembus kulit biji bibit yang telah retas itu lalu inti lembaga ini tumbuh leluasa menjadi kecambah dengan akar tunggangnya yang langsung mampu menyerap makanan yang tersimpan dalam tanah sedangkan kuncup lembaganya tumbuh leluasa menjadi calon pohon yang kuat (Ani, 2006).

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Parotta, 1992). Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga

(24)

12 merupakan tahap di mana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah yang mudah menggandakan atau membelah diri (meristematik) untuk menghasilkan energi bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Sutopo, 2000).

Penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama, biasanya berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40-60% (atau 67-150 % atas dasar berat kering) dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikel (akar-akar yang baru muncul dari suatu perkecambahan) sampai jaringan penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70-90%. Jaringan penyimpanan pada benih dapat menyimpan 80% protein yang berbentuk kristal, sedang sisanya terbagi dalam nuclei (inti), mitochondria (lokasi sintesis ATP), protoplastid (unsur pembentuk sel hidup), microsome (butiran kecil yang terdapat dalam poliplasma) dan dalam cytosol (cairan dalam sitoplasma) (Suseno, 1974).

(25)

13 Pertumbuhan Benih Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Pertumbuhan merupakan suatu cirri fundamental dari seluruh makhluk hidup. Pertumbuhan sering diartikan secara sederhana sebagai suatu pertambahan ukuran, seperti ukuran sel tumbuhan yang menjadi lebih besar pada saat menyerap air melalui osmosis. Pertumbuhan bisa positif atau negatif. Pertumbuhan positif terjadi bila anabolisme melebihi katabolisme, sedangkan pertumbuhan negatif terjadi bila katabolisme melebihi anabolisme. Seperti peristiwa perkecambahan biji dan produksi semaian berdasarkan variasi parameter fisik, besarnya meningkat, seperti jumlah sel, ukuran sel, berat basah, panjang, volume dan kompleksitas bentuk, tetapi dari sisi lain seperti berat kering secara actual menurun. Dari definisi perkecambahan dalam kasus ini adalah contoh yang tepat saat pertumbuhan negatif (Anonim, 2011).

Lamtoro adalah tanaman yang mudah tumbuh. Akarnya dapat menembus lapisan tanah yang paling keras. Lamtoro mempunyai akar tunggang yang kuat dan berakar serabut sedikit. Panjang akarnya biasanya 2/3 tinggi pohonnya. Dengan demikian lamtoro gung dapat menghisap air dan zat-zat makanan jauh ke dalam tanah dimana tanaman lain tidak dapat mencapainya (Brewbaker, 1976).

Lamtoro diakarnya terdapat bintil-bintil dimana bakteri Rhizobium hidup secara saling menguntungkan sehingga tanaman ini dapat mengikat nitrogen dari udara. Nitrogen sangat dibutuhkan oleh tanaman. Tidak semua jenis tanah mengandung jenis dan jumlah bakteri Rhizobium yang tepat. Lamtoro biasanya tumbuh ditanah netral atau basa (Vietmeyer, 1977).

(26)

14 Menurut Sutedjo dan Karta Sapoetra (1988) bahwa pertumbuhan tanaman lamtoro tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal (hormon dan nutrisi) saja, melainkan saling berkaitan dengan faktor-faktor lainnya, seperti status air dalam tanah, suhu udara pada awal tanam, keadaan media dari intensitas cahaya matahari.

Menurut Gardner and Mitchel (1991) bahwa nutrient dan ketersediaan air dapat mempengaruhi pertumbuhan, seperti pada organ vegetatif juga dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Sedangkan Prawiranata dkk. (1981) menyatakan bahwa proses metabolisme tanaman yang relatif lebih sempurna dalam pertumbuhan tanaman akan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, di antaranya peningkatan tinggi tanaman. Menurut Panjaitan dkk. (2012) bahwa tinggi tanaman lamtoro biasanya mencapai ≥26 cm jika tanaman tersebut berumur ≥35 hari.

Menurut Gadner and Mitchel (1991), jumlah daun dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Kemudian Dwidjoseputro (1994) menambahkan panjang-pendeknya akar dipengaruhi oleh faktor luar seperti keras lunaknya tanah, banyak sedikitnya air, dan lain sebagainya.Menurut Sutopo (2000) laju pertumbuhan bergantung pada cadangan makanan yang dimiliki biji kemudian mengalami penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh untuk pertumbuhan komponen dan sel-sel baru.

(27)

15 MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai April 2015, berlokasi di laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.

Materi Penelitian

Alat-alat yang digunkan dalam penelitian ini seperti pemanas air, kain kasa, sendok, cawan petri, mistar, pengatur suhu, kapas dan kertas saring

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji lamtoro, aquades, air, dan asam sulfat pekat 96 %.

Buah/polong lamtoro yang masak dikumpul dari pohon lamtoro yang tumbuh di kampus Universitas Hasanuddin. Buah kemudian dibuka untuk mengambil bijinya. Biji diseleksi dengan mensortir biji-biji yang sehat. Biji yang berbentuk normal diambil dan direndam selama 5 menit dalam air dingin. Biji yang terapung dianggap tidak sehat. Biji yang terpilih lalu diusap dengan kapas untuk menghilangkan air yang menempel di biji.

Perlakuan dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan 3 kali ulangan.

R1 = Tanpa skarifikasi (kontrol)

R2 = Skarifikasi dengan perendaman dalam aquades selama 24 jam R3 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 3 menit

(28)

16 R4 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 6 menit

R5 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 9 menit R6 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 10 menit R7 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 15 menit R8 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 20 menit Prosedur Kerja

Biji yang direndam dalam cairan perendaman disimpan di dalam kantong kain kasa sehingga memudahkan untuk dikeluarkan dari cairan perendaman. Setelah diremdam selama waktu yang ditentukan, biji dikeluarkan dari kantong. Biji yang direndam dalam asam sulfat pekat dicuci dengan air suling sebanyak 10 kali, biji-biji lalu di tanam didalam cawan petri yang berisi kertas saring. Terdapat 3 ulangan untuk tiap perlakuan, masing-masing cawan petri diisi dengan 20 biji lamtoro yang akan diteliti perkecambahannya. Tiap cawan petri ditambahkan air secukupnya untuk mempercepat perkecambahan. Semua cawan petri disimpan di ruang kaca pada suhu kamar.

Perkecambahan dilakukan dari awal biji berkecambah sampai tidak ada lagi biji yang berkecambah. Biji disebut berkecambah apabila daun atau akar mulai muncul. Pada akhir perkecambahan, persentase perkecambahan dihitung dengan menggunakan rumus:

Setelah perkecambahan selesai, sebanyak 5 biji yang berkecambah dari masing-masing perlakuan perkecambahan dengan ulangannya disisakan untuk

(29)

17 diteliti pertumbuhannya. parameter pertumbuhan yang diukur adalah panjang batang dan panjang akar yang diukur 2 minggu setelah penanaman. Panjang batang dan panjang akar diukur dengan mistar.

Model Statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Persamaan matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut:

Yij = μ + ti + eij Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke- j

μ = Nilai tengah umum

ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8)

eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (1, 2, 3)

Apabila perlakuan berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan (Gazperz, 1994). Data diolah dengan bantuan software SPSS versi 16.

(30)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Perkecamabahan Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Hasil pengamatan nilai rata-ratapersentase perkecambahan biji lamtorodengan perlakauan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Batang Hasil Perkacambahan Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01).

Keterangan Gambar:

R1 = Tanpa skarifikasi (kontrol)

R2 = Skarifikasi dengan perendaman dalam aquades selama 24 jam R3 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 3 menit R4 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 6 menit R5 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 9 menit R6 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 10 menit R7 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 15 menit R8 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 20 menit

0,6b 0,95a 0,53ab 0,58b 0,31d 0,35cd 0,48c 0,5c 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 P erke cam b ah an Perlakuan P erke cam b ah an (% ) Perlakuan

(31)

19 Berdasarkan analisis ragam (lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya perkecambahan biji lamtoro (Leucaena leucocephala). Pada Gambar 1 terlihat bahwa nilai daya perkecambahan yang tertinggi yaitu pada perlakuan perendaman aquades selama 24 jam dengan nilai 0,95 %. Hal ini diduga perendaman biji lamtoro menggunakan aquades dengan waktu yang lebih lama dapat melunnakkan kulit biji lamtoro sehingga memudahkan proses masuknya air (Imbibisi) dan oksigen pada biji lamtoro, selain itu pada kisaran temperatur dan suhu ruang ini yang telah ditentukan terdapat persentase perkecamabahan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumanto dan Sriwahyuni (1993) bahwa perlakuan perendaman dalam air pada biji lamtoro memberikan kecepatan tumbuh yang paling baik karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk ke biji lamtoro tanpa terhalang sehingga benih dapat berkecambah.

Pada perendaman air panas 3 menit, 6 menit, dan 9 menit dengan suhu masing-masing 700 C menunjukkan bahwa hasil perkecambahan biji lamtoro (Leucaena leucocephala) yang tertinggi yaitu pada perlakuan air panas selama 6 menit dengan nilai 0,58 %. Hal ini karena perendaman air panas pada biji lamtoro dapat mematahkan dormansi dan mematikan cendawan yang berada di permukaan kulit biji. Hal ini sesuai dengan pendapat Parotta (1992) bahwa metabolisme pada interaksi suhu dan lama perendaman mampu menyerap air lebih cepat, melunakkan kulit benih dan meningkatkan respirasi benih sehingga membantu kegiatan sel dan enzim.

(32)

20 Hasil perkecambahan biji lamtoro (Leucaena leucocephala) yang terendah yaitu pada perlakuan perendaman air panas selama 9 menit dengan nilai 0,31 %. Hal ini disebabkan karena air perendaman terlalu panas dan waktu perendaman biji terlalu lama sehingga embrio pada biji lamtoro mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Ani (2006) menyatakan bahwa salah satu penyebab terhambatnya proses perkecambahan dengan baik yaitu adanya benih yang mengalami dormansi seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas atau dapat juga disebabkan oleh beberapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh faktor-faktor dalam seperti immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya.

Pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4) 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan konsentrasi 96 % menunjukkan bahwa hasil perkecambahan biji lamtoro (Leucaena leucocephala) yang tertinggi yaitu pada perlakuan perendaman asam sulfat selama 20 menit dengan nilai 0,5 %. Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan anatomi biji yang baik. Perendaman bahan kimia seperti asam sulfat (H2SO4) merupakan cara supaya terdapat celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapat masuk kedalam biji (Sutopo, 2000). Sedangkan hasil perkecambahan yang terendah yaitu pada perlakuan asam sulfat selama 10 menit dengan nilai 0,35 %. Hal ini disebabkan karena biji yang berada dalam kondisi asam dan direndam dalam waktu yang singkat embrionya akan mati, karena kulit luar belum lunak untuk dapat ditembus oleh air, atau disebabkan oleh suhu yang begitu lembab.

(33)

21 Menurut (Salisbury dan Ross, 1985) menyatakan bahwa perkecambahan dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dengan asam sulfat selama beberapa menit sampai satu jam selanjutnya. Delvin (1975) mengemukakan bahwa asam pada umumnya adalah senyawa molekuler dan tergolong elektrolit kovalen. Kekuatan asam ditentukan oleh besarnya jumlah ion H4 yang dihasilkan asam dalam larutan dan kekuatannya diukur dengan tendensi asam melepaskan proton. Selanjutnya dikatakan asam sulfat mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan lainnya seperti asam klorida dan asam nitrat sebab asam sulfat membentuk ion H4 yang lebih banyak, sehingga lebih cepat dapat menghidrolisa kulit biji dan meningkatkan permeabilitas kulit biji terhadap air dan gas (Panjaitan, 2002).

Perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering digunakan untuk memecah dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit benih atau biji menjadi lebih mudah untuk diserap air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Perlakuan asam sulfat yang digunakan dapat membebaskan koloid hodrofil sehingga tekanan imbibisi meningkat dan akan meningkatkan metabolismes benih (Rozi, 2003)

(34)

22 Panjang Batang dan Panjang akar Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Hasil pengamatan nilai rata-rata panjang batang dan panjang akar lamtoro (Leucaenaleucocephala) pada umur tanaman 2 minggu dengan perlakuan perendaman biji lamtoro yang berbeda dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 2. Diagram Batang Hasil Panjang Batang Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Gambar 3. Diagram Batang Hasil Panjang Akar Lamtoro (Leucaena leucocephala) Keterengan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan

pengaruh yang sangat nyata(P<0,01).

5,91ab 6,19a 4,64bc 5,9ab 3,1cd 3,03cd 3,86c 4,84b 0 1 2 3 4 5 6 7 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Perlakuan 5,81ab 6a 4,4bc 5,06 b 3,08cd 2,6cd 2,78cd 3,29c 0 1 2 3 4 5 6 7 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Perlakuan

(35)

23 Keterangan Gambar:

R1 = Tanpa skarifikasi (kontrol)

R2 = Skarifikasi dengan perendaman dalam aquades selama 24 jam R3 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 3 menit R4 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 6 menit R5 = Skarifikasi dengan perendaman dalam air panas selama 9 menit R6 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 10 menit R7 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 15 menit R8 = Skarifikasi dengan perendaman dalam asam sulfat selama 20 menit

Berdasarkan analisis ragam (lampiran 2 dan 3) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap panjang batang dan panjang akar lamtoro. Perlakuan perendaman aquades selama 24 jam menghasilkan nilai tertinggi pada panjang batang 6,19 cm sedangkan pada panjang akar 6 cm. Hal ini mungkin disebabkan karena proses perendaman aquades pada biji lamtoro dapat merangsang pembelahan dan pemanjangan sel pada batang dan mempercepat pertumbuhan sel-sel akar karena proses masuknya air dan oksigen dalam biji membasahi protein dan kiloid dalam biji (hidrasi atau imbibisi) sehingga pembentukan dan pengaktifan enzim menyebabkan meningkatnya aktifitas metabolik, pemanjangan sel radikal dan pertumbuhan selanjutnya.

Selain itu adanya faktor internal yaitu hormon dan nutrisi, selanjutnya adanya faktor-faktor lain seperti status air, suhu udara pada awal tanam, keadaan media dari intensitas, cahaya matahari. Hal ini didukung oleh Gardner and

(36)

24 Mitchel (1991) bahwa nutrient dan ketersediaan air dapat mempengaruhi pertumbuhan, seperti pada organ vegetatif juga dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Prawiranata dkk. (1981) proses metabolisme tanaman yang relatif lebih sempurna dalam pertumbuhan tanaman akan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, diantaranya peningkatan tinggi tanaman. Menurut Sutopo (2000) laju pertumbuhan bergantung pada cadangan makanan yang dimiliki biji kemudian mengalami penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh untuk pertumbuhan komponen dan sel-sel baru.

Pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4) selama 10 menit

manghasilkan nilai yang terendah pada panjang batang 3,03 cm sedangkan pada panjang akar 2,6 cm. Hal ini diduga karena pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4) selama 10 menit waktu perendaman terlalu singkat sehingga proses

pembelahan dan pemanjangan sel pada batang dan akar tidak sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Rozi (2003) menyatakan bahwa Perlakuan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) pada biji bertujuan untuk merusak kulit biji,

akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam hal konsentrasi atau waktu perlakuan perendaman biji yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan pada embrio, yaitu biji akan rusak dan tidak akan tumbuh. Perlakuan kimia seperti asam sulfat pada prinsipnya adalah membuang lapisan lilin pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga biji kehilangan lapisan yang permiabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik. Dalam penggunaan larutan

(37)

25

asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat juga terbukti dapat membuat kulit benih menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam sulfat juga dapat menyebabkan kerusakan pada kulit biji (Rozi, 2003).

Menurut Dwidjoseputro (1994) panjang pendeknya akar dipengaruhi oleh faktor luar seperti keras lunaknya tanah, banyak sedikitnya, suhu dan lama perendaman, serta kondisi penyimpanan biji selama diberi perlakuan. Pada suhu dan lama perendaman yang optimum mampu mematahkan dormansi melalui skarifikasi berlangsung baik sehingga membantu kegiatan dari bakteri dan cendawan untuk memperpendek masa dormasnsi benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2000) temperatur dan lama perendaman yang optimum akan mempengaruhi kebutuhan benih akan suplai air dan oksigen.

Variasi umur benih tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih lamtoro yang telah masak akan hidup selamanya seperti, kondisi penyimpanan mempengaruhi daya hidup benih, dimana meningkatnya kelembaban dapat mempercepat hilangnya daya hidup pada biji lamtoro. Penyimpanan dalam wadah di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sela akan pecah apabila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik untuk pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Selain itu biji tidak mudah tumbuh pada kondisi udara yang lembab dengan suhu 3500 C (Dwidjoseputro, 1994)

(38)

26 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada perlakuan perendaman aquades selama 24 jam menghasilkan nilai rata-rata yang tertinggi pada persentase perkecambahan, panjang batang dan panjang akar.

2. Pada perlakuan perendaman air panas 3 menit, 6 menit dan 9 menit dengan suhu masing-masing 700C yang menunjukkan nilai rata-rata yang tertinggi pada perkecambahan, panjang batang, dan panjang akar yaitu perendaman air panas selama 6 menit.

3. Pada perlakuan perendaman larutan asam sulfat 10 menit, 15 menit dan 20 menit dengan konsentrasi masing-masing 96 % yang menunjukkan nilai rata-rata yang tertinggi pada perkecambahan, panjang batang, dan panjang akar yaitu perendaman larutan asam sulfat sealam 20 menit.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi peternak bahwa penggunan aquades dalam perendaman biji lamtoro dapat meningkatkan nilai perkecambahan, panjang batang, dan panjang akar, dimana lamtoro dapat dijadikan bahan pakan untuk ternak ruminasia.

(39)

27 DAFTAR PUSTAKA

Amodu, J, T, A, T. Omokanye, O. S. Onifade and R.O. Balogun, 2000. The effect of hot water and acid treatment on establishment of Leucaena leucocephala. Seed Res. 28 (2) : 226 – 228.

Ani. N, 2006. Pengaruh Perendaman Benih Dalam Air Panas Terhadap Dayasss Kecambah Dan Pertumbuhan Bibit Lamtoro (Leucaena Leucocephala). Staf Pengajar Kopertis Wil. I dpk Universitas Al-Azhar.

Anonim. 2011. Petai Cina. http://therealdita.blogspot.com/2011/03/ norm al -0-false-false-false-in-x-none-x.html. [Diakses 28 Desember 2014]. Anonim. 2011. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan.

www.pdffactory.com. [Diakses 16 Agustus 2015].

Anonim. 2013. Khasiat dan Manfaat Petai Cina atau Peuteuy Selong. https://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/30/khasiat-dan-manfaat-petai-cina-atau-peuteuy-selong. Diakses 4 Januari 2015. Anonim. 2015. Perkecambahan. https://id.wikipedia.org/wiki/Perkecambahan.

[Diakses 28 Juli 2015]

Bamualim, A. 1985. Effect af Leucaena Fed as a suplement to ruminants an a low quality rouhage. Proc. Of the fifth Annual Workshop of Australia-Asia. Canberra.

Brewbaker, J. L. (1976) - "The Woody Legume, Leucaena: Promising Source of Feed, Fertilizer, and Fuel in the Tropics." Acapulco, Mexico, March 10, 1976, Sponsored by Banco de Mexico.

Cahyadi, F. 2008. Pengujian Germinasi Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Dengan Perlakuan Air Panas. Fakultas Peternakan. Universitas Briwijaya. Malang.

Delvin, R. M. 1975. Plant Physiology. Edition III.D. Van Nostrad Company : New York.

Departemen Kehutanan. 2004. Kamus Biologi dan Teknologi Benih Tanaman Hutan. Sarina Agung Abadi, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(40)

28 D’Mello, J. P. F. and D. Thomas, 1997. Animal feed. In: Rushkin, F. R. (ed). Leucaena promising forage and tree crops for the tropics, Washington, D. C. National Academy of Sciences.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L.Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Garcia, G. W. T. U. Ferguson, F. A. Neckles and K.A.E. Archibald, 1966. The nutritive value and forage productivity of Leucaena leucocephala. Anim. Feed Sci. Technol. 60 (1-2) : 29 – 41.

Gaspersz, V. 1994.Metode Perancangan Percobaan .Bandung : Armico

Holmes, J .H .G. 1980. Deleterious effects of Leucaena leucocephela on grazing cattle. Malaysian Soc. Anim. Production.

Humphreys, L .R., 1981. A guide to better pastures for the tropics and sub-tropics. Wright Stephenson I* Co (Australia) Pty. Ltd

Jones, R.J . 1979. The value of Leucaena leucocephala as a feed for ruminants in the tropics . World Anim, Rev ., No. 31 . pp. 13-23.

Kardono, L. B. S. Artanti,N., Dewiyanti, I,D., Basuki, T., 2003, Selected Indonesian Medicinal Plants: Monograph and Descriptions Vol.1, 117-153, Grasindo, Jakarta.

Kurniawan, Aini FK, Wibawa G, Hairiah K. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Childrenn Learning In Science (CLIS) Disertai Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII-A MTS Nurul Amin Jatirojo. Jurnal Pembelajaran fisika. Volume 1, No.3.

Mathius, I.W. 1993. Tanaman lamtoro sebagai bank pakan hijauan yang berkualitas untuk kambing domba. Wartazoa. 3(1) : 24-29.

Palmquist, D. L. Davis, C.L, Brown R.E and Sachan , D.S.1969. Availability and Metabolism of Various Substrates in Ruminants. V: Entry rate into the body and incorporation into milk fat of D (-) β-hydroxybutyrate. Journal of Dairy Science 52 633-638.

Panjaitan, T. S. 2000. Mengenal Potensi Lamtoro Hibrida F1 (Kx2) Sebagai Sumber Hijauan Pakan Ternak. BPTP NTB

.

Panjaitan, T. S. Sutarta dan Muhammad Fauzan dan Prisdiminggo. 2012. No : 03/PAMERAN/APBN\2012 Oplag : 1000 Ekspl

(41)

29 Parrotta JA. 1992. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit: leucaena, tantan. Res. Note SO-ITFSM-52. New Orleans: USDA Forest Service, Southern Forest Experiment Station. 8 p.

Pasy, Y. S. and M. R. Villadobos, 2006. Pre-germinative treatment in seeds of leucaena leococephala (Lam) de Wit, and Prosopis Juliflora (Sw) D. C. Rev. Agron. (Luz), 23 : 257 – 271.

Plucknett, D .L., 1970. Productivity of Tropical Pasture in Hawaii. Proc. 11th Intern. Grassland Congress, Brisbane.

Pramono, J dan J. Triastono.1990. Pemanfaatan Hijauan Gliricidia Sebagai Pakan Ternak dan Peluang Pengembangnnya di DAS Bagian Hulu. Kasus Desa Gunungsari, Kabupaten Boyolali. Risalah Seminar Hasil Penellitian P2LK2T di kabupaten Semarang dan Boyolali. P3HTA. Badan Litbang Petanian.

Prawiranata, W. S. Harran, P. Tjondro Negoro, 1981. Dasar-Dasar Fifiologi Tumbuhan Jilid II. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Rozi, F. 2003. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Dengan Percetakan Perendaman

Air (H2O) Asam Sulfat (H2SO4) atau Hormon Giberelin Terhadap Viabilitas Benih Kayu Afrika. IPB Pres. Bogor.

Rukmana, 1997, Ubi Jalar Budi Daya Pasca Panen, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Mathius, W. I 1993. Tanaman Lamtoro Sebagai Bank Pakan Hijauan Yang Berkualitas Untuk Kambing-Domba. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Sahuapala. 2007. Teknologi Benih pdf. http://indonesiaforest.webs.com/benih_an. pdf (Diakses tanggal 30 Januari 2015).

Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1985. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung.

Sumanto dan Sriwahyuni, 1993. Pengembangan Perlakuan Benih terhadap Perkecambahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Suseno. 1974. Fisiologi Tumbuhan. Metabolisme Dasar. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

(42)

30 Sutedjo, M. M. dan Karta Sapoetra, A. G, 1988. Pupuk dan Cara Pemupukan.

Bina Aksara Bandung.

Shelton, H. M. and J. L. Brewbaker, 2014. Leucaena leucocephala, the Most

WideleyUsed Forage Tree

Legumes.www.Betuco.be/agroforestry/leucaena leucocephala.pdf Vietmeyer, N. (ed.). (1977). Leucaena: Promising Forage and Tree Crop for the

(43)

31 Lampiran 1. Diagram Batang Hasil Perkacambahan Biji Lamtoro (Leucaena

leucocephala) Descriptives Hasil N Mean Std. Deviatio n Std. Error 95% Confidence

Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound kontrol 3 .6667 .07638 .04410 .4769 .8564 .60 .75 aquades 24 jam 3 .9500 .05000 .02887 .8258 1.0742 .90 1.00 air panas 3 menit 3 .5333 .07638 .04410 .3436 .7231 .45 .60 air panas 6 menit 3 .5833 .07638 .04410 .3936 .7731 .50 .65 air panas 9 menit 3 .3167 .02887 .01667 .2450 .3884 .30 .35 asam sulfat 10 menit 3 .3500 .05000 .02887 .2258 .4742 .30 .40 asam sulfat 15 menit 3 .4833 .02887 .01667 .4116 .5550 .45 .50 asam sulfat 20 menit 3 .5000 .05000 .02887 .3758 .6242 .45 .55 Total 24 .5479 .19587 .03998 .4652 .6306 .30 1.00 ANOVA Hasil Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .829 7 .118 35.531 .000 Within Groups .053 16 .003 Total .882 23 0,6b 0,95a 0,53ab 0,58b 0,31d 0,35cd 0,48c 0,5c 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 P erke cam b ah an Perlakuan P erke cam b ah an (% ) Perlakuan

(44)

32 Hasil

Perkecambahan

N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 1

Duncan( a)

air panas 9 menit 3 .3167

asam sulfat 10 menit 3 .3500

asam sulfat 15 menit 3 .4833

asam sulfat 20 menit 3 .5000

air panas 3 menit 3 .5333

air panas 6 menit 3 .5833 .5833

Kontrol 3 .6667

aquades 24 jam 3 .9500

Sig. .490 .067 .096 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

(45)

33 Lampiran 2.Diagram Batang Hasil Panjang Batang Lamtoro (Leucaena

leucocephala) Descriptives Hasil 5,91ab 6,19a 4,64bc 5,9ab 3,1cd 3,03cd 3,86c 4,84b 0 1 2 3 4 5 6 7 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval

for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower

Bound Upper Bound

Control 3 5.9133 .41053 .23702 4.8935 6.9331 5.46 6.26 aquades 24 jam 3 6.1867 .58389 .33711 4.7362 7.6371 5.82 6.86 air panas 3 menit 3 4.6467 .36896 .21302 3.7301 5.5632 4.24 4.96 air panas 6 menit 3 5.9933 .01155 .00667 5.9646 6.0220 5.98 6.00 air panas 9 menit 3 3.1133 .63791 .36830 1.5287 4.6980 2.58 3.82 asam sulfat 10 menit 3 3.0333 .54930 .31714 1.668 4.3979 2.40 3.38 asam sulfat 15 menit 3 3.8600 .60696 .35043 2.3522 5.3678 3.48 4.56 asam sulfat 20 menit 3 4.8467 .72231 .41703 3.0523 6.6410 4.06 5.48 Total 24 4.6992 1.29598 .26454 4.1519 5.2464 2.40 6.86

(46)

34 ANOVA

Hasil

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 34.141 7 4.877 17.384 .000

Within Groups 4.489 16 .281

Total 38.630 23

Hasil

Panjang_Batang

N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 1

Duncan( a)

asam sulfat 10 menit 3 3.0333

air panas 9 menit 3 3.1133

asam sulfat 15 menit 3 3.8600 3.8600

air panas 3 menit 3 4.6467 4.6467

asam sulfat 20 menit 3 4.8467

Control 3 5.9133

air panas 6 menit 3 5.9933

aquades 24 jam 3 6.1867

Sig. .088 .088 .650 .558

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

(47)

35 Lampiran 3.Diagram Batang Hasil Panjang Akar Lamtoro (Leucaena

leucocephala) Descriptives Hasil ANOVA Hasil Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 39.772 7 5.682 34.634 .000 Within Groups 2.625 16 .164 Total 42.397 23 5,81ab 6a 4,4bc 5,06b 3,08cd 2,6cd 2,78cd 3,29c 0 1 2 3 4 5 6 7 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval

for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Control 3 5.8133 .59811 .34532 4.3276 7.2991 5.28 6.46 aquades 24 jam 3 6.0067 .27154 .15677 5.3321 6.6812 5.72 6.26

air panas 3 menit 3 4.4067 .55293 .31924 3.0331 5.7802 4.02 5.04

air panas 6 menit 3 5.0667 .13013 .07513 4.7434 5.3899 4.94 5.20

air panas 9 menit 3 3.0800 .46130 .26633 1.9341 4.2259 2.72 3.60

asam sulfat 10 menit 3 2.6000 .36166 .20881 1.7016 3.4984 2.26 2.98 asam sulfat 15 menit 3 2.7867 .34078 .19675 1.9401 3.6332 2.58 3.18 asam sulfat 20 menit 3 3.2933 .31390 .18123 2.5136 4.0731 2.94 3.54 Total 24 4.1317 1.35770 .27714 3.5584 4.7050 2.26 6.46

(48)

36 Hasil

Panjang_akar

N Subset for alpha = .05

1 2 3 1

Duncan( a)

asam sulfat 10 menit 3 2.6000

asam sulfat 15 menit 3 2.7867

air panas 9 menit 3 3.0800

asam sulfat 20 menit 3 3.2933

air panas 3 menit 3 4.4067

air panas 6 menit 3 5.0667

kontrol 3 5.8133

aquades 24 jam 3 6.0067

Sig.

.070 .063

.567

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

(49)

37 DOKUMENTASI

Foto Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Proses penanaman biji lamtoro untuk kontrol dan perendaman aquades

(50)

38 Proses perkecambahan biji lamtoro (Leucaena leucocephala)

(51)

39 RIWAYAT HIDUP

Nurannisa Fitri lahir di Bantaeng pada tanggal 08 Juni 1993, anak pertama dari 4 bersaudara. Dibesarkan oleh orang tua Suwardi, S.Pdi (Ayah) dan Hj. Suriati, S.Pd (Ibu). Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu di TK Yustikarini Bantaeng lulus tahun 1999 kemudian melanjutkan di SD Inpres Be’lang Bantaeng, lulus tahun 2005, kemudian melanjutkan di SMP Negeri 1 Bissappu lulus tahun 2008, kemudian melanjutkan di SMK Negeri 1 Bantaeng lulus tahun 2011. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), penulis kemudian diterima di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Hingga akhirnya lulus Pendidikan Sarjana (S1) Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar pada Tahun 2015.

Gambar

Tabel 1. Kandungan Zat Nutrisi Beberapa Leguminosa Pohon/Semak
Gambar  1.  Diagram  Batang  Hasil  Perkacambahan  Biji  Lamtoro  (Leucaena
Gambar  2.  Diagram  Batang  Hasil  Panjang  Batang  Lamtoro  (Leucaena
Foto Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem ini menggunakan 2 webserver yang pertama adalah Thingspeak yang sebagai platform IoT untuk menampilkan data sensor dari Arduino dan yang kedua adalah server

Salah satu perintah dalam sistem program pascal 7.0 yang berfungsi untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi yang ada didalam program tersebut adalah .... Yang termasuk tipe teks

DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu

Dengan demikian TPT-KB PT Riau Andalan Pulp And Paper dinyatakan Memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Ini berarti pengaruh Lingkungan non fisik terhadap kinerja pegawai pengaruh yang bersifat positif yaitu semakin baik lingkungan non fisik maka semakin tinggi pula kinerja

Hasil analisis Rasio Aktivitas Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan tahun anggaran 2012-2016 memperlihatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Pasuruan lebih memprioritaskan

Beberapa gejala gangguan emosi antara lain munculnya perasaan sedih dan depresi yang terus menerus meskipun dalam situasi yang normal, ketidakmampuan untuk membangun

Keperluan akan pembentukan hukum yang mengatur mengenai wilayah udara pada awalnya dipicu oleh penemuan-penemuan alat transportasi udara. Penemuan-penemuan penting