Vol. 8, No.2: 148-158 Oktober 2019
DOI: https://doi.org/10.33230/JLSO.8.2.2019.428
Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK dan Produksi
Kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada Jarak Tanam yang Berbeda
di Lahan Pasang Surut
Application of Organic Fertilizer Types to NPK Nutrients Levels and Soybeans Production
(Glycine max (L.) Merril) at Different planting Spaces in Tidal Land
Neni Marlina1*), Iin Siti Aminah2, Nurbaiti Amir2, Rosmiah Rosmiah2
1
Fakultas Pertanian, Universitas Palembang, Sumatera Selatan 30139
2Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan 30116
*)Penulis untuk korespondensi: marlina002@yahoo.com
(diterima 12 Juni 2019, disetujui 16 Juli 2019)
Sitasi: Marlina N, Aminah IS, Amir N, Rosmiah R. 2019. Application of organic fertilizer types to NPK nutrients levels and soybeans production (Glycine max (L.) Merril) at different planting spaces in tidal land. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands. 8(2): 148-158.
ABSTRACT
Tidal lowlands flood type C is suboptimal land and very potential in cultivating soybean, but it has problems in soil fertility, macro and micro nutrient poor, therefore to increase soil fertility can be given various types of organic fertilizers, including cow manure organic fertilizer, chicken manure organic fertilizer and biofertilizer. All types of organic fertilizers are composted, and specifically biofertilizers are made with their own formula. It is expected that the organic fertilizer provided can increase soil fertility and nutrient availability for soybean plants. This study aimed to get the best type of organic fertilizer on the availability of nutrient levels of NPK and soybean production at different spacing in tidal land. This research was conducted in Jaya Agung Village, Lalan District, Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province, and was carried out in March 2018 - June 2018. The method used was the experimental method. The design used is a split-plot design. with 9 treatment combinations and repeated 3 times. As the main plot treatment is plant spacing (20 cm x 20 cm, 20 cm x 30 cm and 20 cm x 40 cm), and treatment of subplots are: types of cow manure organic fertilizers 10 ton/ha, chicken manure organic fertilizer 10 ton/ha, and biofertilizer 400 kg/ha. The results showed that the combination treatment of plant spacing of 20 cm x 30 cm with the type of biofertilizer 400 kg/ha could increase soybean production by 9.11 g/plot or equivalent to 2.43 ton/ha.
Keywords: soybeans, organic fertilizer, tidal land flood type C, plant spacing
ABSTRAK
Lahan pasang surut tipe luapan C merupakan lahan suboptimal dan sangat berpotensi dalam pengembangan tanaman kedelai, namun lahan pasang surut mempunyai kendala dalam kesuburan tanah, miskin hara makro dan mikro, oleh karena itu untuk meningkatkan kesuburan tanahnya dapat diberi berbagai jenis pupuk organik, diantaranya pupuk organik kotoran sapi, pupuk organik kotoran ayam dan pupuk organik hayati. Jenis pupuk organik ini dikomposkan semua, dan khusus pupuk organik hayati dibuat dengan formula sendiri. Diharapkan pupuk organik yang diberikan dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
149 Marlina et al.: Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK
ketersediaan unsur hara bagi tanaman kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pupuk organik yang terbaik terhadap ketersediaan kadar hara NPK dan produksi kedelai pada jarak tanam yang berbeda di lahan pasang surut. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jaya Agung, Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, dan di laksanakan pada bulan Maret 2018-Juni 2018. Metode yang dilakukan
metode experimen. Rancangan yang digunakan rancangan petak terbagi (Split-plot).
dengan 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Sebagai perlakuan petak utama adalah jarak tanam (20 cm x 20 cm, 20 cm x 30 cm dan 20 cm x 40 cm), dan perlakuan anak petak adalah: jenis pupuk organik (pupuk organik kotoran sapi 10 ton/ha, pupuk organik kotoran ayam 10 ton/ha, dan pupuk organik hayati 400 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara jarak tanam 20 cm x 30 cm dengan jenis pupuk organik hayati 400 kg/ha mampu meningkatkan produksi kedelai 9,11 g/petak atau setara dengan 2,43 ton/ha.
Kata kunci: kedelai, pupuk organik, lahan pasang surut tipe luapan C, jarak tanam
PENDAHULUAN
Produksi tanaman kedelai terus
meningkat dari tahun 2013 sampai tahun 2016 yaitu dari 5.14 ton sampai 23.39 ton hektar, namun pada tahun 2017 terjadi penurunan yaitu sebesar 49.59% yaitu hanya 11.79 ton (BPS, 2019). Salah satu kurangnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan karena harga panen tanaman
kedelai tidak stabil dan cenderung
merugikan petani dan membuat petani kurang bergairah untuk menanam kedelai
lagi dan mengakibatkan telah
berkurangannya luas lahan untuk
penanaman kedelai dari 1.2 juta hektar menjadi 500 ribu hektar (Detik Finance, 2013).
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun terus meningkat dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita, oleh karena itu diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor, karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Salah satu
pencapaian usaha tersebut diperlukan
perluasan lahan diantarnya lahan pasang surut. Pemanfaatan lahan pasang surut tipe luapan C merupakan salah satu strategi untuk mengatasi semakin terbatasnya lahan
subur untuk pertanian terutama di
Sumatera. Sumatera memiliki luas lahan pasang surut 7.147 ribu hektar untuk pertanian, namun baru sekitar 3.927 ribu
hektar yang telah dibuka (Nugroho et al.
(1993) dalam Suriadikarti dan Sutriadi
(2007). Luas lahan pasang surut ini termasuk daerah Sumatera Selatan yang sebagian besar di daerah Banyuasin. Lahan pasang surut memiliki potensi yang besar untuk ditanami tanaman kedelai, walaupun
menghadapi berbagai permasalahan.
Menurut Hutahean et al. (2019) lahan
pasang surut dihadapkan pada keragaman sifat fisiko kimia lahan berupa kesuburan dan pH tanah yang rendah, zat beracun (Al, besi, hidrogen sulfida dan natrium).
Perbaikan kesuburan tanah di lahan pasang surut dapat menggunakan pupuk organik dan penggunaan jarak tanam yang cocok. Pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk kandang kotoran ayam, pupuk kandang kotoran sapi dan pupuk organik hayati. Pupuk organik berupa pupuk kandang kotoran ayam dan sapi ini banyak tersedia di daerah sekitar lahan pasang surut dan harganya murah. Khusus pupuk organik hayati ini dibuat dengan menggunakan pupuk kandang kotoran ayam yang diperkaya bakteri
penambat N2 dan bakteri pelarut fosfat.
Diharapkan pemberian jenis pupuk organik ini dapat memperbaiki sifat fisik, sifat
kimia dan sifat biologi tanah dan
selanjutnya dapat menyumbangkan unsur hara dan meningkatkan produksi tanaman kedelai.
Hasil penelitian Marlina et al. (2015),
menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang tanah sebesar 2.73
kg/petak. Dilanjutkan Marlina et al. (2017,
2018) bahwa perlakuan jenis pupuk organik hayati yang diperkaya bakteri Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat sebanyak 400 kg/ha dan 25% pupuk anorganik mampu meningkatkan produksi padi dan bawang
merah sebesar 0,91 kg/petak dan 85.33
g/rumpun.
Pengaturan jarak tanam dengan
kepadatan tertentu bertujuan memberi ruang tumbuh pada tanaman agar tumbuh dengan baik. Jarak tanam akan mempengaruhi kepadatan dan efisiensi penggunaan cahaya, persaingan di antara tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara sehingga akan mempengaruhi produksi tanaman (Hidayat, 2008). Hasil penelitian Sutrisno dan Titiek (2004), menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 20 cm x 30 cm menghasilkan jumlah polong paling banyak yaitu 21.25 polong. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan kadar hara NPK dan
produksi kedelai (Glycine max (L.) Merrill)
yang diaplikasi jenis pupuk organik pada
jarak tanam yang berbeda di lahan pasang surut tipe luapan C.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jaya Agung, Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, dan di laksanakan pada bulan Maret 2018 – Juni 2018. Metode yang dilakukan metode experiment di lapangan. Rancangan yang
digunakan rancangan petak terbagi (
Split-plot). dengan 9 kombinasi perlakuan dan
diulang sebanyak 3 kali. Sebagai perlakuan petak utama adalah jarak tanam (20 cm x 20 cm, 20 cm x 30 cm dan 20 cm x 40 cm), dan perlakuan anak petak adalah: jenis pupuk organik (pupuk organik kotoran sapi 10 ton/ha, pupuk organik kotoran ayam 10 ton/ha, dan pupuk organik hayati 400 kg/ha. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji BNJ dengan menggunakan program SAS 9.1.3 Portable.
Cara Kerja
Pupuk Organik Hayati
Formula pupuk hayati terdiri dari pupuk kandang kotoran ayam dengan dedak (10:1)
dikomposkan selama 1 bulan,
disterilisasikan kemudian baru diperkaya
bakteri penambat N2 (Azospirillum) dan
bakteri pelarut fosfat.
Pembukaan dan Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari vegetasi yang ada untuk memudahkan dalam pengolahan lahan. Pengolahan tanah dilakukan dengan pencangkulan manual. Setelah itu dibuat petakan dengan ukuran 1 m x 3 m sebanyak 27 petakan, dengan jarak antar petakan 50 cm dan jarak antar ulangan 100 cm.
Aplikasi Pupuk Organik
Pengaplikasian pupuk organik (kotoran ayam, kotoran sapi dan pupuk organik hayati) dilakukan setelah pembukaan lahan selama 1 minggu yaitu, Pupuk organik kotoran sapi dengan dosis 10 ton/ha atau 3 kg/petak, Pupuk organik kotoran ayam dengan dosis 10 ton/ha atau 3 kg/petak, Pupuk organik hayati dengan dosis 400 kg/ha atau 120 g/petak.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara dibuat lubang tanam sedalam 3 cm dengan
cara ditugal. Setiap lubang tanam
dimasukkan tiga benih Kedelai, lalu ditutup dengan tanah dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, 20 cm x 30 cm, dan 20 cm x 40 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman Kedelai meliputi; (1) Penyiraman, penyiraman dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. (2) Penjarangan, penjarangan dilakukan satu minggu setelah tanam. (3) Penyiangan, penyiangan pertama, dilakukan waktu tanaman berumur 2-4 minggu setelah tanam. Penyiangan kedua, dilakukan setelah tanaman selesai berbunga, yakni pada umur sekitar 45-60 hari setelah tanam.
151 Marlina et al.: Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK
Penyiangan ketiga, perlu dilakukan bila tampak banyak gulma yang tumbuh. Penyiangan yang dilakukan dilapangan
yaitu dengan cara mencabut. (4)
Pembumbunan, pembumbunan dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam. Cara pembumbunan adalah dengan meninggikan tanah disekeliling deretan tanaman Kedelai, membentuk suatu guludan. (5) Pengendalian hama dan penyakit, pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan pada tanaman menggunakan insektisida Sidametrin 50 EC.
Panen
Panen dilakukan 90 hari setelah tanaman dengan menempuh kriteria panen fisiologis
yaitu sebagian besar daun sudah
menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul dengan mencabut atau memotong tanaman contoh setiap perlakuan.
Peubah yang diamati.
Meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah cabang primer (cabang), jumlah polong per tanaman (polong), jumlah polong hampa (polong), serapan hara N, P dan K, berat 100 biji (g), jumlah biji per polong (buah) dan Hasil panen per petak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa tanah ni tergolong
sangat masam (pH H2O=4.23) dengan
kapasitas tukar kation tergolong tinggi
(25.00 cmol(+)/kg), kandungan C-organik
3.83% tergolong sangat tinggi, kandungan N-total tergolong rendah (0.32%) dan P Bray tergolong tinggi (10.42 mg/kg), basa
tertukar seperti Ca-dd 1.86 cmol(+)/kg
tergolong sangat rendah, Mg-dd 2.34
cmol(+)/kg tergolong tinggi, K-dd 0.68
cmol(+)/kg tergolong tinggi, Na-dd 0.11
cmol(+)/kg tergolong rendah, dengan
Kejenuhan Basa 16.03% tergolong sangat
rendah, dan Al-dd 1.65 cmol(+)/kg (Tabel
1).
Berdasarkan hasil analisis keragaman
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap semua peubah yang diamati, namun berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang primer. Perlakuan jenis pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, berat 100 biji dan hasil panen per petak, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah yang diamati yang lainnya. Sedangkan perlakuan interaksi antara jarak tanam dan jenis pupuk organik berpengaruh tidak nyata terhadap peubah yang diamati yang lainnya.
Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pengaruh perlakuan jarak tanam dan jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan, kadar hara NPK dan produksi tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 3- 5 dan Gambar 1.
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk organik hayati berbeda sangat nyata dengan jenis pupuk organik kotoran sapi terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah polong hampa, berat 100 biji dan hasil panen per petak, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan jenis pupuk organik kotoran ayam. Tabel 4 menunjukkan bahwa jarak tanam 20 x 30 cm berbeda sangat nyata dengan jarak tanam 20 x 40 cm terhadap semua peubah yang diamati,
namun berbeda tidak nyata dengan
perlakuan jarak tanam 20 x 20 cm. Tabel 5 menunjukkan kombinasi perlakuan jarak tanam 20 x 30 cm dengan jenis pupuk
organik hayati mampu memberikan
pertumbuhan, kadar hara NPK dan produksi tertinggi pada tanaman kedelai.
Pembahasan
Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa kesuburan tanah rendah yang ditunjukkan dengan Kejenuhan Basa (KB) 16,03%. Kejenuhan Basa 16,03% memiliki kandungan unsur hara
16,03% sedangkan ion-ion logam 83,97%. Tanah ini dominan memiliki ion-ion logam (seperti Al, Mn, dan Fe) dan apabila
terhidrolisis dapat menyumbangkan ion H+
di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi masam dan pH akan semakin
rendah. Rendahnya pH dapat
mengakibatkan unsur hara NPK tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan unsur hara yang tidak tersedia akibat dijerap oleh ion logam (membentuk Al-P, Fe-P dan Mn-P) dapat diberikan pupuk organik baik itu pupuk organik kotoran ayam, sapi maupun pupuk organik hayati.
Diharapkan dengan pemberian pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Menurut
Simanungkalit et al. (2006), pupuk organik
dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan, penyediaan air, aerase udara dan suhu tanah. Pupuk organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah, sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Tanaman kedelai yang diberi pupuk organik hayati memiliki kadar hara N (2,28%), P (0,31%) dan K (1,77%) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian jenis pupuk organik kotoran sapi (1,79% N, 0,24 % P, 1,67% K) dan ayam (1,96% N, 0,27% P, 1,72% K). Kadar hara N, P dan K ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman kedelai sebagai sumber hara dan dapat digunakan dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sagala et al. (2011), bahwa tanaman kedelai
yang dapat menyerap N lebih banyak dan mampu menggunakan N secara efisien dan menggunakannya untuk semua komponen
tanaman secara merata dari awal
pertumbuhan sampai menghasilkan
produksi kedelai (seperti jumlah polong yang terbentuk). Selain itu jumlah daun dan
jumlah polong yang banyak dapat
meningkatkan produktivitas tanaman
kedelai. Daun merupakan source utama, polong atau biji merupakan sink utama bagi tanaman kedelai. Tersedianya source dan sink dapat meningkatkan produksi biji.
Pupuk organik hayati ini diperkaya bakteri Azospirillum dan bakteri pelarut
fosfat. Bakteri Azospirillum mampu
menyediakan unsur hara N dan P bagi pertumbuhan (Widawati, 2011b), sebagai bakteri pemantaf agregat tanah (Miharja, 2003), sebagai pupuk hayati yang mampu melarutkan P terikat oleh Al, Ca dan Fe dalam tanah menjadi unsur P tersedia bagi
tanaman (Widawati, 2011a), mampu
menambat N2 dari udara dan mengubahnya
menjadi NH3 menggunakan enzim
nitrogenase kemudian diubah menjadi
glutamin atau alanin (Waters et al., 1998),
sehingga bisa diserap oleh tanaman dalam
bentuk NO3- dan NH4+. Bakteri
Azospirillum ini juga dapat mempengaruhi tanaman cabai yang mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan berat buah (Permatasari dan Nurhidayati, 2014).
Sedangkan bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan unsur P bagi
tanaman hingga 50%. Peningkatan
ketersediaan unsur P ini disebabkan karena
mikroba pelarut fosfat mampu
mengeluarkan asam-asam organik seperti asam sitrat, glutamate, suksinat, glioksilat yang dapat mengkhelat Al, Ca dan Mg sehingga fosfor yang terikat menjadi larut
dan tersedia (Boraste et al., 2009). Unsur P
dapat merangsang pembungaan dan
pembuahan serta merangsang pembentukan
biji kedelai (Subowo et al., 2010).
Bakteri pelarut fosfat juga melarutkan P terikat oleh Al, Ca dan Fe dalam tanah menjadi unsur P tersedia bagi tanaman (Widawati, 2011a). Bakteri pelarut fosfat mampu melarutkan P dari ikatan Seng Fosfat sebesar 30%, sebesar 19% dari ikatan Kalsiumfosfat, sebesar 18% dari ikatan trikalsiumfosfat (Seihadri, 2002),
melarutkan P dari ikatan Ca2 (PO4)2 18,59
mg/L, sebesar 18,31 mg/L dari ikatan Al2
(PO4)2 dan sebesar 7,4 mg/L dari
153 Marlina et al.: Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK
Gambar 1. Kadar hara NPK (%) pada perlakuan kombinasi jarak tanam dengan pupuk organik Keterangan: A = jarak tanam 20 x 20 cm dengan kotoran sapi, B = jarak tanam 20 x 20 cm dengan kotoran ayam, C = jarak tanam 20 x 20 cm dengan pupuk organik hayati, D = jarak tanam 20 x 30 cm dengan kotoran sapi, E = jarak tanam 20 x 30 cm dengan kotoran ayam, F = jarak tanam 20 x 20 dengan pupuk organik hayati, G = jarak tanam 20 x 40 cm dengan kotoran sapi, H = jarak tanam 20 x 40 cm dengan kotoran ayam, I = jarak tanam 20 x 40 cm dengan pupuk organik hayati
Tabel 1. Hasil analisis kimia tanah awal sebelum tanam
Jenis Analisa Hasil Analisis Penilaian*
pH H2O (1:1) 4.23 Sangat Masam C/N ratio C-organik (%) 18.38 3.83 Tinggi Sangat tinggi N-total (%) 0.32 Rendah P Bray I (mg/kg) 10.42 Tinggi
Ca-dd (cmol(+)/kg) 1.86 Sangat rendah
Mg-dd (cmol(+)/kg) 2.34 Sangat tinggi
K-dd (cmol(+)/kg) 0.68 tinggi
Na-dd (cmol(+)/kg) 0.11 Sangat rendah
KTK (cmol(+)/kg) 25.00 Tinggi
KB (%) 16.03 Sangat rendah
Al-dd (cmol(+)/kg) 1.65
Keterangan: Hasil analisis Laboratorium di Bina Sawit (2018)
Tabel 2. Hasil analisis keragaman pengaruh jarak tanam dan jenis pupuk organik terhadap peubah yang diamati
Peubah yang Diamati Perlakuan Koefisien
Keragaman (%)
Jarak Tanam Pupuk Organik Interaksi
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang primer (cabang) Jumlah polong per tanaman (polong)
Jumlah polong hampa (polong) Berat 100 biji (g)
Jumlah biji per polong (buah) Kadar hara N (%)
Kadar hara P (%) Kadar hara K (%) Hasil panen per petak (g)
** tn ** ** * * tn tn tn ** ** tn tn tn ** tn tn tn tn ** tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn 2.50 14.51 3.44 12.59 2.70 3.93 30.55 3.56 4.11 0.79 Keterangan: tn= berpengaruh tidak nyata, *= berpengaruh nyata, **= berpengaruh sangat nyata
Tabel 3. Pengaruh jenis pupuk organik terhadap peubah yang diamati Jenis Pupuk Organik Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang Primer (Cabang) Jumlah Polong Per Tanaman (Polong) Jumlah Polong Hampa (Polong) Berat 100 Biji (g) Jumlah Biji Per Polong (Buah) Hasil Panen Per Petak (g) Kotoran sapi 68.26 a A 4.25 66.39 4.33 b A 10.89 a A 2.61 861.69 a A Kotoran ayam 68.44 b A 4.47 67.47 3.94 ab A 11.22 ab AB 2.75 870.89 b AB Pupuk organik hayati 72.44 b B 4.81 69.11 3.72 a A 11.44 b B 2.86 878.11 b B BNJ 0,05= 0,01= 2.19 2.93 tn tn 0.61 0.81 0.38 0.51 tn 8.64 11.56 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05 (a,b,..) dan 0,01 (A,B ..)
Tabel 4. Pengaruh jarak tanam terhadap peubah yang diamati Jarak Tanam (cm) Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang Primer (Cabang) Jumlah Polong Per Tanaman (Polong) Jumlah Polong Hampa (Polong) Berat 100 Biji (g) Jumlah Biji Per Polong (Buah) Hasil Panen Per Petak (g) 20 x 20 69.14 b B 4.47 ab A 65.36 a A 4.11 b B 11.11 a AB 2.78 b AB 862.44 b B 20 x 30 75.08 c C 5.03 b A 73.42 b B 3.17 a A 11.50 b B 3.03 b B 904.78 c C 20 x 40 65.03 a A 4.03 a A 64.19 a A 4.72 c B 10.94 a A 2.42 a A 843.67 a A BNJ 0,05= 0,01= 2.19 2.93 0.79 1.06 2.93 3.92 0.61 0.81 0.38 0.51 0.34 0.46 8.64 11.56 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05 (a,b,..) dan 0,01 (A,B ..)
Bakteri Azospirillum dan bakteri pelarut
fofat memberikan pengaruh dalam
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah
cabang primer, jumlah polong dan biji per tanaman, berat 100 biji serta hasil panen per petak. Unsur hara N dan P yang disumbangkan dari keberadaan bakteri Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat telah mampu meningkatkan kandungan klorofil dan proses fotosintesis juga
meningkat, sehingga asimilat yang
dihasilkan lebih banyak akibatnya
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai meningkat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Gusniati et al., 2008: Tanian et
al., 2012), bahwa bakteri penambat
nitrogen dapat menyumbangkan N dan mampu meningkatkan kandungan klorofil dan kloroplas pada daun dan proses fotosintesis juga meningkat akibatnya
pertumbuhan tanaman lebih baik.
Meningkatnya fotosintesis maka akan
meningkatkan pertumbuhan dan
perpanjangan sel sehingga pertumbuhan tinggi tanaman semakin tinggi.
Kadar hara N (2,28%), P (0,31%) dan K (1,77%) yang terdapat dalam jaringan daun tanaman kedelai yang diberi pupuk organik hayati mendekati kadar hara
optimal untuk pertumbuhan tanaman
kedelai (2-5% N, 0,3-0,5% P, 1,7-2,5 % K). Produksi yang dihasilkan setara 2,43 ton/ha yang hampir mendekati produksi nasional 2,77 ton/ha. Ketersediaan hara N yang tinggi dalam pemberian pupuk organik hayati ini dapat meningkatkan hasil kedelai.
Menurut Basir-Cyio (2004), tanaman
kedelai memerlukan serapan hara P yang tinggi pada fase generatif, karena pada masa ini hara P diimobilisasi menuju bagian-bagian generatif seperti polong
tanaman yang sedang dalam proses
pengisian biji. Besarnya serapan P
155 Marlina et al.: Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK
larutan tanah dan perakaran tanaman.
Selanjutnya menurut Djafar, 1984 dalam
Supriyadi et al., 2014), berat polong yang
tinggi didukung oleh efisiensi serapan P. P
sangat dibutuhkan kedelai untuk
pertumbuhan biji sehingga suplai P yang cukup menyebabkan diperolehnya produksi yang memuaskan. Sedangkan unsur K sangat berperan dalam proses pembentukan polong dan polong bernas pada tanaman kedelai.
Perlakuan jenis pupuk organik kotoran
sapi memberikan pertumbuhan dan
produksi terendah, hal ini disebabkan karena kadar hara N, P dan K yang tersedia
lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis
pupuk organik hayati, sehingga
menyebabkan tanaman mengalami
kekurangan unsur hara NPK. Menurut Marschner (1995) bahwa apabila tanaman kekurangan unsur hara NPK maka dapat menghambat laju pertumbuhan dan hasil tanaman. Keterbatasan source (kadar hara NPK) dan sink (polong atau biji) dapat menghambat laju pertumbuhan dan hasil.
Source yang lemah (sedikit) akan
menyebabkan semakin lambat, sebaliknya apabila source kuat (banyak) namun sink lemah juga dapat menyebabkan produksi biji yang didapat rendah.
Tabel 5. Pengaruh kombinasi antara jarak tanam dan jenis pupuk organik terhadap peubah yang diamati Jarak Tanam
(cm)
Jenis Pupuk Organik
Kotoran Sapi Kotoran Ayam Pupuk Organik Hayati
Tinggi Tanaman (cm)
20 x 20 67.00 67.17 73.25
20 x 30 73.75 73.75 77.75
20 x 40 64.33 64.42 66.33
Jumlah Cabang Primer (Cabang)
20 x 20 4.33 4.67 4.42
20 x 30 4.58 4.83 5.67
20 x 40 3.83 3.92 4.33
Jumlah Polong Per Tanaman (Polong)
20 x 20 64.50 64.70 66.92
20 x 30 72.17 73.75 74.33
20 x 40 62.50 64.00 66.08
Jumlah Polong Hampa (Polong)
20 x 20 4.67 3.92 3.75
20 x 30 3.33 3.17 3.00
20 x 40 5.00 4.75 4.42
Jumlah Biji Per Polong (Buah)
20 x 20 2.67 2.83 2.83 20 x 30 2.92 3.00 3.17 20 x 40 2.25 2.42 2.58 Berat 100 Biji (g) 20 x 20 10,75 11,17 11,42 20 x 30 11,33 11,50 77,75 20 x 40 10,58 11,00 11,25
Hasil Panen Per Petak (g)
20 x 20 856,33 859,33 871,67
20 x 30 896,00 907,00 911,33
20 x 40 833,33 846,33 851,33
Jarak tanam 20 cm x 30 cm pada
tanaman kedelai telah mampu
meningkatkan produksinya, hal ini
menunjukkan bahwa jarak tanam 20 cm x 30 cm merupakan jarak tanam yang ideal bagi tanaman kedelai yang ditanam di lahan pasang surut tipe luapan C ini. Selain itu
didukung oleh kadar hara N (2,27%), P (0,30%) dan K (1,78%) yang lebih banyak bila dibandingkan dengan dengan kadar hara NPK (1,94 % N, 0,27% P, dan 1,70% K) pada jarak tanam 20 cm x 20 cm dan dan 20 cm x 40 cm (1,94% N, 0,25 P dan 1,68% K). Ini berarti jarak tanam 20 cm x 30 cm
dapat memperkecil terjadinya kompetisi unsur hara bagi tanaman, dan unsur hara yang ada dapat dimanfaatkan oleh tanaman kedelai untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Harjadi (1991) bahwa jarak tanam yang ideal bagi tanaman akan memperkecil kompetisi bagi tanaman, sehingga dapat
memberikan hasil yang optimum.
Selanjutnya ditambahkan oleh Barus
(2004), bahwa jarak tanam yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jarak tanam 20 cm x 30 cm ini mampu meningkatkan jumlah cabang primer yang terbentuk. Hal ini disebabkan karena jarak tanam ini dapat memanfaatkan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sedangkan jarak tanam 20cm x 20cm dan 20cm x 40cm memberikan pertumbuhan dan produksi yang rendah, hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang rapat dan lebar sangat menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Menurut Susilo (2004), bahwa jarak tanam yang tidak sesuai maka akan terjadi kompetisi
yang bersifat merugikan tanaman.
Selanjutnya Marliah et al. (2012),
penggunaan jarak tanam yang rapat dapat
mempengaruhi persaingan dalam
penggunaan cahaya matahari dan unsur
hara. Sedangkan Sohel (2009) dalam Hatta
(2012), jarak tanam yang terlalu lebar berpotensi menjadi tidak produktif. Banyak bagian lahan menjadi tidak termanfaatkan oleh tanaman sehingga banyak terdapat ruang kosong. Kombinasi antara jarak tanam 20 cm x 30 cm dengan jenis pupuk organik hayati 400 kg/ha memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kombinasi yang lainnya. Hal ini disebabkan dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm merupakan jarak tanam yang ideal bagi tanaman kedelai dan mampu memberikan ruang bagi tanaman menerima cahaya
matahari dalam memperlancar proses
fotosintesis yang bahan baku berasal dari unsur hara dari pupuk organik hayati, sehingga hasil fotosintat dapat digunakan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai dengan hasil panen per petak 911, 33 g/petak atau setara 2,43 ton/ha. Sedangkan produksi nasional kedelai 2,77 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pupuk organik hayati dengan takaran 400 kg/ha dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm dapat direkomendasikan untuk tanaman kedelai di lahan pasang surut tipe luapan C.
KESIMPULAN
Perlakuan kombinasi antara jarak tanam 20cm x 30cm dengan jenis pupuk organik hayati 400 kg/ha mampu meningkatkan produksi kedelai 9,11 g/petak atau setara dengan 2,43 ton/ha.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan yang membiayai kegiatan ini melalui Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2 Tahun Anggaran 2017 dengan surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor: 2611/SP2H/K2/KM/2017, tanggal 10 April 2017, dan kepada Agus Priyanto yang telah banyak membantu di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Barus WA. 2004. Respon pertumbuhan dan hasil kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung terhadap pengaturam saat
tanam dan jarak tanam.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/hand le/123456789/15513/kpt-des2004-%20%282%29.pdf?
sequence=1&isAllowed=y [Diakses 26 Januari 2017].
Boraste A, Vansi KK, Jhadav A, Khaimar Y, Gupta N, Trivedi S, Patil P, Gupta G, Gufta M, Mujapara AK, Joshi B. 2009. Biofertilizer a Nove; too; for agriculture.
International Hourmal of Microbiology Research. 1:23-31.
157 Marlina et al.: Aplikasi Jenis Pupuk organik terhadap Kadar Hara NPK
Basir-Cyio M. 2004. Aplikasi indeks biokimia dalam penentuan karakteristik dan kesuburan tanah yang diberi bahan
organik terinkubasi. J. Agroland.
11(1):65-72.
Detik Finance. 2013. Produksi Kedelai Republik Indonesia Rendah. Koran terbit 25 Juli 2013
Gusniati N, Fatian ME, Arief R. 2008. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung dengan pemberian kompos alang-alang.
Jurnal Agronomi. 12(2):23-27.
Harjadi MM. 1991. Pengantar Agronomi.
Jakarta; Gramedia
Hatta M. 2012. Pengaruh karak tanam heksagonal terhadap pertumbuhan dan
hasil tiga varietas padi. Jurnal Floratek.
7:151-156.
Hidayat N. 2008. Pertumbuhan dan
produksi kacang tanah (Arachis
hypogeae L.) varietas lokal Madura pada berbagai jarak tanam dan pupuk fosfor.
Agroviva. 1(1):53-63
Hutahean L, Ananto E, Raharjo B. 2019. Pengembangan teknologi pertanian lahan
pasang surut dalam mendukung
peningkatan produksi pangan (Kasus di
Sumsel) in Buku Pembangunan
Pertanian Berbasis Ekoaegion. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta Selatan.
Marliah A, Hidayat T, Husna N. 2012. Pengaruh varietas dan jarak tanam
terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine
max L. Merril). Jurnal Agrista.
16(1):5-7.
Marlina N, Aminah RIS, Rosmiah, Setel LR. 2015. Aplikasi pupuk kandang kotoran ayam pada tanaman kacang
tanah (Arachis hypogeae L.). Jurnal of
Biology and Biology Education.
7(2):138-141.
Marlina N, Rompas JP, Marlina, Musbik. 2017. Nutrient uptake of NPK and result of some rice varietis in tidal land by using combination of organic and
inorganic fertilizer. AIP Conference
Proceeding. American Institute of Physics 020309-1-8.
Marlina N, Amir N, Palmasari B. 2018.
Pemanfaatan berbagai jenis pupuk
teradap produksi bawang merah (Allium
ascalonicum L.) di tanah pasang surut
tipe luapan C asal Banyuurip. Jurnal
Lahan Suboptimal. 7(1):74-79.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of
Higher Plants. Academic Press. London; Harcourt Brace Jovanovich Publishers. 889 p.
Miharja OAA. 2003. Peningkatan
pertumbuhan dan hasil kedelai serta efisiensi pemupukan fosfat sebagai akibat pemberian pupuk hayati pada
tanah ultisol Jatinagor. Kultivasi.
2(3):46-52.
Permatasari AD, Nurhidayati T. 2014. Pengaruh inokulan Bakteri penambat N, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza asal desa Condro, Lumajang Jakarta Timur terhadap pertumbuhan tanaman cabai
rawit. Jurnal Sains dan Seni Pomits.
3(2):2337-3520.
Sagala D, Ghulamahdi M, Melati M. 2011. Pola serapan hara dan pertumbuhan
beberapa varietas kedelai dengan
budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Jurnal Agroqua. 9(1):1-10.
Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati.
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 312 hal.
Subowo YB, Sugiharto W, Suliasih, Widawati S. 2010. Pengujian pupuk hayati Kalbar untuk meningkatkan
produktivitas tanaman kedelai (Glycine
max L.) varietas Baluran. Jurnal Cakra
Tan.i 25:112-118.
Supriyadi S, Hartati, Aminudin A. 2014. Kajian pemberian pupuk P, pupuk mikro dan pupuk organik terhadap serapan P
dan hasil kedelai (Glycine max L.)
varietas Kaba di Inceptisol Gunung
Gajah Klaten. Cakra Tani-Jurnal
Susilo E. 2004. Penerapan sistem budidaya dan cara pengendalian gulma pada
kedelai (Glycine mx L. Merril) dan Padi
(Oryza sativa L.) dalam pola
tumpangsari. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor.
Suriadikarta DA, Sutriadi MT. 2007.
Jenis-jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa.
Jurnal Litbang Pertanian. 36(3):115-122.
Sutrisno. 2004. Studi dosis pupuk dan jarak
tanam pada kacang tanah (Arachis
hypogeae L.). Laporan Penelitian. Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati.
Tanian N, Astini, Bandi S. 2012. Pengaruh pemberian pupuk mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil jagung semi pada
tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal
Sains Mahasiswa Pertanian. 1(1):10-15. Waters T, Hughes H, Purecell BL,
Gerhardt LC, Mowhinney KO, Emerich. DW. 1998. Alanin, not ammonia is
excreted from N2-fixing soybean nodule
bacteroid. Proc. Natt Acad Sci USA.
95:12038-12042.
Widawati S. 2011a. Diversity and
phosphate solubilization by bacteria isolated from Laki Islam Constal
ecosyste. Biodiversitas J. Biol Diversity.
12(1):17-21.
Widawati S. 2011b. The role of phosphate solubilizing bacteria and freeliving nitrogen fixing bacteria on the growth
and adaption of Gmelina arborea Roxb
Grown on degraded land. J. Environ
Engineery. 7(1):89-95.