• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Rosalia Tantirawati NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Rosalia Tantirawati NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL UMBI TANAMAN GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodotera littura) TANAMAN TOMAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh: Rosalia Tantirawati NIM : 141434017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL UMBI TANAMAN GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera littura) TANAMAN TOMAT

Oleh:

Rosalia Tantirawati NIM : 141434017

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc Yogyakarta, 24 Juli 2018

(3)

iii SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL UMBI TANAMAN GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera littura) TANAMAN TOMAT

Yang diajukan oleh: Rosalia Tantirawati

141434017

Telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Program Studi Pendidikan Biologi

JPMIPA FKIP Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 27 Juli 2018

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji Skripsi

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ... Sekretaris : Drs. Antonius Tri Priantoro, M. For.Sc. ... Anggota : Drs. Antonius Tri Priantoro, M. For.Sc. ... Anggota : Ig. Yulius Kristio Budiasmoro, S.Si., M.Si ... Anggota : Puspita Ratna Susilawati, M.Sc. ...

Yogyakarta, 27 Juli 2018

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

Dekan,

(4)

iv

HALAMAN PERSEMABAHAN

Serahkan segala kekuatiranmu kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu. (I Petrus 5 :7)

Karya ini kupersembahankan untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkati Kedua orangtuaku, Ignatius Nyoman Suarta dan Agustina Suparti Ningsih Kakakku, Fransiska Wayan Meila Chandra Ningsih Sahabat-sahabatku yang memberikan dukungan dan semangat Almamaterku Universitas Sanata Dharma

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana baiknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Juli 2018 Penulis

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Rosalia Tantirawati NIM : 141434017

Demi kepentngan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK UMBI TANAMAN GADUNG (D. hispida Dennst.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS

ULAT GRAYAK (S. littura) TANAMAN TOMAT”

Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Juli 2018 Yang menyatakan,

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Pertama – tama, penulis menghaturkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan penyertaanNya, penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI EFEKTIVITAS

EKSTRAK UMBI TANAMAN GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) SEBAGAI

PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (S. littura) TANAMAN TOMAT”. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program Pendidikan Biologi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo SP.d, M.Si, selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc selaku ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan masukan dan pengarahan serta perbaikan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

3. Segenap dosen-dosen penguji yang telah memberikan masukan serta pengetahuan baru kepada penulis.

4. Orang tua, kakak penulis, keluarga yang dengan caranya masing-masing selalu menyemangati, mendoakan, memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis terhadap setiap usaha yang dilakukan.

5. Reskyaningsih Parintak, Catarina Mandroh, Marni Pappang, Fransiska Agri Martiana yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. 6. Ignasia Margi Wahyuni, Fransiska Yulia, Feronica Diana Maturbong yang

selalu menemani penulis ketika mencari ulat di Magelang dan selalu memberikan semangatnya kepada penulis.

7. Bapak Slamet yang membantu penulis dalam menyiapkan bahan-bahan penelitian.

8. Bapak Sumarno dan Bapak Bin yang telah membantu penulis dalam mencari ulat.

9. Berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, bantuan serta motivasi pada penulis agar selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih memiliki kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun sangat penulis perlukan demi perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Yogyakarta, 27 Juli 2018 Penulis

(8)

viii

“UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK UMBI TANAMAN GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera littura) TANAMAN

TOMAT” Rosalia Tantirawati

141434017

Universitas Sanata Dharma 2018

ABSTRAK

Gadung merupakan jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati terutama pada bagian umbinya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara alternatif pengganti pestisida kimiawi karena dalam umbi gadung tersebut mengandung senyawa HCN. Tujuan penelitian ini adalah guna mengetahui pengaruh ekstrak dari umbi gadung terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) sebagai pestisida nabati dan untuk mengetahui nilai LC50 setelah 24 jam pengaplikasian.

Penelitian ini terdiri dari 1 kontrol dan 4 perlakuan (5%, 10%, 15%, 20%) dan dilakukan 3 kali pengulangan. Setiap pengulangan menggunakan 10 ulat grayak (S.littura) sebagai serangga uji yang telah mencapai instar III. Pembuatan ekstrak umbi gadung ini menggunakan metode maserasi dengan menambahkan pelarut metanol. Data yang diambil merupakan tingkat mortalitas ulat grayak setelah 24 jam pengaplikasian.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak umbi gadung terbukti memberi pengaruh terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura). Nilai LC50 yang diperoleh setelah 24 jam pengaplikasian sebesar 2,89%.

(9)

ix

“ EFECTIVENESS TEST OF GADUNG TUBERS (Dioscorea hispida Dennst.) EXTRACT AS VEGETABLE PESTICIDE TO GRAYAK CATERPILLAR (Spodoptera littura) MORTALITY IN TOMATO PLANTS”

Rosalia Tantirawati 141434017

Sanata Dharma University 2018

ABSTRACT

Gadung is a kind of plant that used as vegetal peticide especially from the tuber part so it can used as an alternative pesticide to replace chemical pesticide. The intention of this reserch were to know the influence of gadung extract for grayak ceterpillar’s (Spodoptera littura) mortality as vegetal pesticide to know value of LC50 after 24 hours from aplicating the pesticide.

This reeserch contain of one control and for treatment 5%, 10%, 15%, 20% with 3 repletition. Every treatment use to grayak caterpillar specimen tht reached the 3’rd instar. Gadung extract mode with maceration method with methanol addition. The date that have been taken was the mortality rate of grayak ceterpillar after 24 hour of aplication.

mortality of grayak ceterpillar based on the result of observation and data analysis it can be cloncuded that the extract of gadung tuber effect to mortality of grayak ceterpillar (S.littura).value for LC50 after 24 hour of aplication is 2,89%.

Keyword: grayak caterpillar (Spodoptera littura), vegetable-pesticide, gadung tubera,, LC50.

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSEMABAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 5

C. TUJUAN PENELITIAN ... 5

D.MANFAAT PENELITIAN ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Teori Terkait... 7

B. Pestisida Nabati ... 13

C. Tanaman Gadung ... 19

D.Letal Concentration LC50 ... 23

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 23

F. Kerangka Berpikir ... 25

G.Hipotesisis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A.JENIS PENELITIAN ... 27

B. VARIABEL ... 28

C. BATASAN PENELITIAN... 27

D.ALAT DAN BAHAN ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A.HASIL ... 42

B. PEMBAHASAN ... 45

(11)

xi

BAB V ... 53

APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN .. 53

BAB VI ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A.KESIMPULAN ... 57

B. SARAN ... 57

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian yang relevan ... 23

Tabel 3.1 Analisa Probit ... 39

Tabel 4.1. Analisa HCN umbi gadung (D. hispida Dennst.) ... 42

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 D. hispida Dennst.. ... 21 Gambar 3.1 Umbi Gadung yang digunakan (A), umbi gadung dalam

bentuk simplisia tepung (B), Ekstrak Umbi Gadung (C) ... 31 Gambar 3.2 Ulat grayak diambil di persawahan tomat, Magelang (A), toples yang digunakan untuk memperbanyak larva S. litura (B). ... 31 Gambar 3.3 Larva Instar 3 Ulat Grayak ... 32 Gambar 4.2. Ulat yang telah mati akibat senyawa Flavonoid dan mengeluarkan cairan putih...50 Gambar 4.3. Ulat yang telah mati akibat senyawa HCN...51

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Silabus

pembelajaran...63

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 69

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa Cabang dan Manfaat Ilmu Biologi ... 76

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Metode Ilmiah ... 79

Lampiran 5 Media Pembelajaran ... 77

Lampiran 6 Instrumen Penilaian ... 84

Lampiran: 7 Soal Evaluasi... 85

Lampiran 8 Panduan Skoring ... 87

Lampiran 9 Perhitungan Analisa Probit ... 93

Lampiran 10 Hasil Uji Ekstrak Umbi Gadung ... 90

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman tomat merupakan tanaman budidaya yang keberadaannya penting sebagai komoditas pertanian. Tanaman tomat merupakan jenis tanaman yang dapat ditanam sepanjang tahun (Prabowo, 2002). Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang keberadaannya sering dimanfaatkan sebagai sayuran dan buah. Tomat juga sering dijadikan sebagai pelengkap bumbu masak, minuman segar, serta bahan pewarna alami. Bahkan tomat juga dapat digunakan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Tanaman tomat merupakan sumber alternatif pendapatan bagi para petani yang mudah untuk dibudidayakan (Purwati dan Khairunisa, 2007).

Permasalahan dalam budidaya tanaman tomat yang ditemui oleh para petani yaitu masalah penyakit yang dapat menyerang tanaman tomat dan juga adanya organisme penggangu tanaman (OPT) atau yang sering disebut dengan hama pada tanaman. OPT dapat mengakibatkan tanaman menjadi rusak sehingga gagal untuk diproduksi. Berbagai macam organisme pengganggu tanaman (OPT) diantaranya yaitu walang sangit, thrips, tungau, ngengat yang merugikan bagi para petani serta mempengaruhi pertumbuhan.

(16)

Salah satu organisme pengganggu tanaman yang cukup sulit untuk dikendalikan dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat yaitu jenis hama ulat grayak (S. littura). Ulat grayak dikatakan merugikan karena dapat memakan semua bagian daun dengan sangat cepat. Ulat grayak yang memakan daun tanaman mengakibatkan daun berlubang-lubang sehingga menjadi robek atau terpotong-potong. Serangan hama ulat grayak ini pernah terjadi di daerah Probolinggo pada tahun 2009 yang menyebabkan rusaknya tanaman yang ada di kebun, juga pernah terjadi di daerah Bantul yang mengakibatkan penurunan produktivitas hasil panen tanaman cabai yang menyebabkan sekitar 30-40% tanaman cabai menjadi rusak dan mengering. Hal ini menjadikan suatu bentuk kekhawatiran para petani karena menjadikannya mengalami kerugian materi yang besar (Linangkung, 2015).

Ulat grayak (S. littura) merupakan hama perusak daun yang bersifat polifag (memakan semua jenis daun). Keberadaan ulat grayak tidak mudah untuk diidentifikasi pada suatu tanaman karena ulat grayak tersebut hanya aktif pada saat malam hari dan ketika siang hari ulat grayak akan bersembunyi di bagian bawah daun agar tidak terkena oleh sinar matahari, sehingga pada waktu siang hari ulat grayak tersebut tidak tampak keberadaannya dan biasanya ulat grayak yang menyerang suatu tanaman tersebut bergerombol.

(17)

Berbagai upaya dilakukan oleh para petani untuk mencegah kerusakan yang lebih parah. Salah satu cara yang dilakukan oleh para petani dengan menggunakan pestisida kimia untuk mengendalikan hama. Ternyata, penggunaan pestisida kimia yang dilakukan tidak sepenuhnya memberi hasil yang baik sehingga masih terjadi kegagalan. Kegagalan tersebut kemungkinan justru akan menyebabkan terjadinya mutasi yang dapat memunculkan organisme pengganggu tanaman yang lebih ganas dan akan lebih sulit untuk dikendalikan (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Salah satu alternatif dalam pengendalian ulat grayak ini yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Pestisida yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama ulat grayak ini salah satunya dengan memanfaatkan berbagai macam tanaman lokal yang ada di alam sekitar. Biasanya, tanaman yang dapat diolah menjadi pestisida yaitu jenis tanaman yang memiliki rasa pahit. Selain menggunakan tanaman lokal yang ada di sekitar, pemanfaatan dengan menggunakan pestisida nabati lebih mudah didapatkan dan juga ramah lingkungan sehingga menjadi lebih aman dan tidak menyebabkan lingkungan menjadi tercemar, dalam hal ini belum banyak para petani yang memanfaatkan penggunaan pestisida yang berasal dari tanaman sebagai pengendali hama (Direktorat Jenderal Pengendali Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012)

Salah satu tanaman yang berpotensi untuk digunakan adalah gadung. Tanaman gadung (D. hispida) merupakan salah satu tanaman yang tergolong dalam familia Dioscoreaceae. Tanaman gadung mengandung zat gizi dan

(18)

senyawa racun yang berbahaya. Senyawa racun yang terkandung di dalam umbi gadung tersebut bersifat toksik.

Gadung (D. hispida) merupakan jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam umbi-umbian. Umbi gadung memiliki kandungan berupa asam sianida (HCN) atau yang lebih dikenal dengan racun dioscorin. Adanya kandungan racun asam sianida yang dimiliki umbi gadung, maka umbi gadung ini dapat dimanfaatkan sebagai racun untuk menanggulangi hama ulat grayak karena mengandung senyawa toksik yang dapat menyebabkan gangguan syaraf (Rukmana, 2001). Umbi gadung dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pestisida sintetik yang lebih ramah lingkungan serta menekan angka kerugian yang dialami petani akibat serangan hama terutama pada tanaman pangan (Rukmana, 2001).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Telaumbanua, dkk; (2017) mengenai bioinsektisida dari sari pati gadung terhadap hama walang sangit menunjukkan bahwa sari pati umbi gadung menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan sebagai bioinsektisida hama walang sangit. Mekanisme proses masuknya racun ke dalam walang sangit melalui saluran pernafasan dan organ pencernaan walang sangit. Setelah itu terserap oleh dinding-dinding alat pencernaan dan kemudian menyebar hingga ke pusat syaraf sehingga berpotensi memberikan tekanan serta menurunkan metabolisme organ dalam dan menghambat aktifitas walang sangit sehingga mengalami kematian.

(19)

Pada penelitian ini digunakan umbi gadung sebagai pestisida nabati untuk mengetahui pengaruh ekstrak umbi gadung terhadap mortalitas ulat grayak. Keberadaan umbi gadung belum dimanfaatkan sebagai pestisida dalam menanggulangi hama ulat grayak. Oleh sebab itu, peneliti membuat ekstrak yang berasal dari umbi gadung sebagai pestisida yang digunakan khusus untuk mengendalikan hama ulat grayak.

Pengamatan mortalitas dilakukan setelah 24 jam supaya pestisida dapat benar-benar memberikan pengaruh mortalitas terhadap ulat grayak, kemudian data yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan Letal Concentration 50 atau LC50. Arti dari Letal Concentration 50 adalah pada konsentrasi tertentu ekstrak umbi gadung dapat mematikan 50% ulat grayak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak metanol umbi gadung (D. hispida Dennst.) dapat mempengaruhi mortalitas ulat grayak (S. littura)?

2. Berapakah nilai LC50 untuk mortalitas ulat grayak (S. ltitura) pada 24 jam setelah diaplikasikan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak metanol umbi gadung (D. hispida Dennst.) terhadap mortalitas ulat grayak (S. littura)

2. Mengetahui nilai LC50 untuk mortalitas ulat grayak (S. littura) pada 24 jam setelah pengaplikasian.

(20)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang pestisida nabati umbi gadung (D. hispida ) sebagai pengganti pestisida kimiawi.

2. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanaman lokal seperti umbi gadung sebagai pestisida nabati dalam menanggulangi hama ulat grayak pada tanaman tomat.

3. Bagi Pendidikan

Dijadikan bahan referensi mata pelajaran di sekolah SMA kelas X yaitu pada materi Ruang Lingkup Biologi.

(21)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Terkait

1. Ulat Grayak (S. littura)

S. littura merupakan hama yang penting pada tanaman pangan maupun pada tanaman perkebunan karena larva hama ini bersifat polifag. Larva hama ini sering menyebabkan kerusakan daun pada tanaman kacang-kacangan, sawi, tomat, bawang, selada, terong dan jagung. Tingkat kerusakan akibat ulat ini cukup tinggi, bahkan S. littura mampu menghabiskan tanaman hanya dalam waktu satu malam. Ulat grayak tergolong jenis hama malam dimana menyerang tanaman terutama pada malam hari. Hama ulat grayak yang mudah untuk dijumpai pada tanaman tersebut, sangat mengkhawatirkan bagi para petani dikarenakan dapat memberikan dampak kerugian yang cukup besar dimana dapat menyebabkan terjadinya gagal panen akibat kerusakan tanaman yang dialami (Erwin, 2000).

2. Sistematika Klasifikasi

Menurut Nugroho (2013) S. littura dapat diklasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insekta Ordo : Lepidoptera

(22)

Genus : Spodoptera Species :Spodoptera littura

Gambar 2.1 S. littura

Sumber : Dokumentasi Pribadi. 3. Perkembangbiakan Ulat grayak (S. litura )

Ulat grayak (S. litura) mengalami perkembangbiakan metamorfosis sempurna yang dimulai dari tahap bertelur. Menurut Sudarmo (2009) perkembangbiakan pada ulat grayak ini dimulai dari 4 tahap yaitu : telur, larva, pupa dan terakhir menjadi imago dalam rupa ngengat.

a. Telur

Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur tersebut diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun tanaman dan telur tersebut berbentuk oval. Kelompok telur ditutupi oleh rambut-rambut yang halus dan berwarna putih. Telur tersebut kemudian akan berubah menjadi kehitam-hitaman pada saat akan menetas. Telur diletakkan pada malam hari secara berkelompok, dalam satu kelompok terdapat lebih dari 80 butir telur.

(23)

Telur- telur dapat menetas dalam waktu 2-5 hari dan umumnya akan menetas di pagi hari (Rahayu, 2004). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina. Ulat yang telah menjadi kepompong tersebut akan membentuk pupa tanpa rumah (kokon) yang memiliki warna cokelat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.

b. Larva

Larva terdiri sampai 5 instar. Instar pertama ditandai dengan tubuh berwarna kuning kehijau-hijauan dengan bulu-bulu halus, kepala hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Larva ditandai dengan adanya bulu, muncul instar kedua tubuhnya berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm tidak terlihat garis hitam pada ruas pertama abdomen dan pada toraks terdapat garis putih memanjang. Pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar tiga memiliki garis zig-zag berwarna putih pada bagian abdomen dan bulatan hitam di sepanjang tubuhnya, larva instar tiga memiliki panjang tubuh 8-15 mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Larva instar ke-4 memiliki warna tubuh yang bervariasi yaitu hijau keputihan, hijau kekuningan dan hijau keunguan. Instar terakhir pertumbuhannya sudah sempurna yang memiliki warna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap memanjang dan ulat sudah hidup terpencar. Total keseluruhan stadium larva terjadi selama 20-26 hari yang kemudian akan bermetamorfosis menjadi pupa.

(24)

c. Pupa

Pupa S.littura pertama berwarna cokelat muda kemudian pada saat menjadi imago berubah warna menjadi cokelat kehitam-hitaman. Panjang pupa berkisar antar 9 sampai 12 mm. Pupa berkisar antara 8 sampai 12 hari. d. Imago/ Ngengat

Imago S. littura memiliki panjang tubuh antara 10-14 mm dengan jarak rentang sayap berkisar anatar 25 sampai 30 mm. Sayap bagian depan berwarna putih keabu-abuan. Bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang bintik-bintik perak. Bagian sayap belakang berwarna putih dan pada bagian tepi sayap berwarna cokelat kehitam-hitaman. Sayap ngengat S. littura berwarna cokelat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang sejauh lima kilometer.

4. Ekologi dan Penyebaran Larva S. littura

S. littura ditemukan di Eropa, Asia, Afrika, Australia, Amerika dan biasanya banyak terdapat pada daerah yang beriklim panas. Di daerah tropis yang ditemukan di negara- negara seperti Indonesia, India, Arab bagian selatan Yaman, Somalia, Ethiopia, Sudan, Nigeria, Mali Kamerun.

Larva S. littura mulai ditemukan pada saat tanaman berumur dua minggu setelah ditanam. Populasi S. littura mulai meningkat pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam. Musim kemarau populasi S. littura sangat tinggi dan kemampuan imagonya atau ngengat meletakkan telur sangat tinggi

(25)

artinya bahwa pada musim kemarau tersebut ngengat akan lebih aktif dan lebih mudah ketika akan meletakkan telur-telurnya sehingga saat musim kemarau populasi ulat grayak lebih banyak ditemukan. Periode tersebut rata-rata populasi larva adalah 11,52 ekor per-rumpun tanaman dengan intensitas serangga 63% pada umur tanaman 7 minggu setelah tanam (Hera, 2007). 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ulat grayak

diantaranya ialah : a. Asupan makanan

Asupan makanan yang didapat ulat grayak dapat menentukan cepat lambatnya perkembangan. Seperti yang dikemukakan oleh Almatsier (2001) Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi yang didapat, apabila asuapan makanan yang diperoleh ulat grayak kurang baik atau kurang disukai maka akan mengganggu pertumbuhan yang dapat mengakibatkan pertumbuhannya lambat, berat larva rendah, bentuk kepompong yang kecil dan ringan dan siklus hidupnya yang akan semakin lama untuk itu harus disediakan cadangan makanan yang lebih banyak agar perkembangannya tidak menjadi lambat serta ulat tidak menjadi lemas sehingga mati.

b. Pengaruh iklim

Kondisi iklim mempengaruhi perkembangan telur, larva, dan imago ulat grayak. Musim kemarau merupakan musim dimana ulat grayak dapat berkembang dengan pesat dibandingkan pada musim hujan. Hal tersebut karena pada musim hujan, telur-telur ulat grayak akan terbawa air hujan dan akan mengalami pembusukan sehingga tidak bisa menetas sedangkan pada

(26)

musim kemarau, suhu cukup mendukung untuk perkembangan telur menjadi larva dan kelembaban umumnya rendah pada musim, kemarau. Jika suhu dan kelembaban tidak mendukung, maka larva tidak akan berkembang.

c. Temperatur

Temperatur yang tinggi akan memperpendek stadium larva, pupa dan imago, dengan demikian daur hidup ulat ini memerlukan waktu yang relatif lama. Suhu optimum yang dibutuhkan ulat grayak dalam perkembangannya adalah 28C.

d. Pengaruh Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama tanaman. Terdapat beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal), seperti ulat grayak. Apabila keadaan intensitas cahaya meredup, maka ulat grayak ini akan aktif menyerang inang tanamannya (Sinaga, 2009).

6. Tanaman Inang Larva S. litura

Tanaman inang adalah tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan serangga baik yang berhubungan dengan perilaku maupun dengan kebutuhan gizi serangga. Hubungan antara tanaman inang dan serangga merupakan serangkaian proses interaksi antara lain mekanisme pemilihan tanaman inang. Pemanfaatan tanaman tersebut sebagai sumber makanan serta tempat berlindung dan tempat bertelur. Ulat berkembang biak lebih cepat pada tanaman inang yang sesuai dan sebaliknya perkembangan serangga menjadi lambat pada tanaman inang yang kurang sesuai (Widianingsih, 2009).

(27)

B. Pestisida Nabati

1. Pengertian Pestisida

Pestisida (Inggris : peticide) secara harafiah memiliki arti pembunuh hama (Pest : hama ; cida : pembunuh). Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama dalam arti luas (jazat pengganggu). Menurut Nirwana (2012) menyatakan bahwa pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya didapat dari tanaman yang bergetah sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1973 definisi pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian,

b. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan peliharaan dan ternak,

c. Mengatur atau merangsang tumbuhan yang tidak diinginkan, d. Memberantas atau mencegah hama air,

e. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada binatang yang perlu dilindungi.

Berdasarkan data pencatatan dari badan proteksi lingkungan Amerika Serikat pada tahun 1986 telah lebih dari 2600 bahan aktif pestisida yang telah diedarkan di pasaran yang terdiri dari 575 herbisida, 610 insektisida, 670 fungisida dan nematisida, 125 rodentisida. Di seluruh

(28)

dunia telah di pasarkan lebih dari 35.000 formulasi. Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman khususnya pertanian, perkebunan pada tahun 1986 telah tercatat 371 (Sudarmo, 2005).

Syarat dari pestisida yang ideal yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati yang diaplikasikan ke lingkungan adalah :

a. Memiliki toksisitas oral yang rendah, b. Tidak meninggalkan residu,

c. Memiliki toksisitas dermal yang rendah, d. Efektif terhadap organisme sasaran, e. Tidak mematikan organisme sasaran, f. Tidak fitotoksis

g. Tidak menimbulkan resisten pada organisme sasaran, h. Mudah didapat,

i. Murah,

j. Tidak mudah terbakar. 2. Pestisida Nabati

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktikan 3 abad yang lalu pada tahun 1690, petani di Perancis telah menggunakan perasan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buah persik. Tahun 1800 bubuk tanaman Pyrethrum digunakaan untuk mengendalikan kutu pada tanaman. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran

(29)

lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo, 2005).

Menurut Kardinan (2000), karena terbuat dari bahan alami maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat. Apabila diaplikasikan untuk membunuh hama maka pada waktu itu residunya akan cepat menghilang di alam setelah hama terbunuh sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi.

Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari OPT. Lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida. Oleh karena itu jika dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka dapat mengendalikan hama dengan bahan yang ramah lingkungan (Kardinan, 2002).

Menurut Syakir (2011), ada beberapa jenis tanaman yang berpotensi menjadi bahan pestisida diantaranya :

a. Kelompok tumbuhan insektisida nabati

Merupakan kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Misalnya : bengkoang, serai, sirsak dan srikaya diyakini dapat menanggulangi hama jenis serangga.

(30)

b. Kelompok tumbuhan fungisida nabati

Merupakan kelompok tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan jamur patogenik antara lain cengkeh, daun sirih, sereh, pinang, dan tembakau.

c. Kelompok tumbuhan pestisida serbaguna

Kelebihan kelompok ini tidak hanya berfungsi untuk satu jenis misalnya insektisida saja tetapi juga berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskasida, dan nematisida. Tumbuhan yang dapat digunakan dari kelompok ini misalnya jambu mete, sirih, tembakau, umbi gadung dan nimba.

Syakir (2011) menjelaskan bahwa pestisida nabati memiliki beberapa fungsi diantaranya :

a. Repellant, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal : dengan bau yang menyengat,

b. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang sudah disemprot,

c. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa, d. Menghambat reproduksi serangga betina, e. Racun syaraf,

f. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga,

g. Antraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga,

(31)

3. Cara Masuk Pestisida ke dalam Tubuh Serangga a. Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison)

Racun lambung (Racun Perut, Stomach Poison) adalah pestisida-pestisida yang membunuh serangga sasaran bila pestisida-pestisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya pestisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya susunan syaraf serangga). Oleh karena itu ulat harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprot dengan pestisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya (Panut, 2004).

b. Racun Kontak

Racun kontak adalah pestisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Hama akan mati bila bersinggungan (kontak langsung) dengan pestisida tersebut, kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut (Panut, 2004).

c. Racun Pernafasan

Racun pernafasan adalah pestisida yang bekerja lewat saluran pernafasan. Hama akan mati bila menghirup pestisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun nafas berupa gas atau bila wujud asalnya padat atau cair yang segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansia, misalnya bromida, alumunium fosfida (Panut, 2004). Menurut Haryono (2011), pemanfaatan pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan diantaranya :

(32)

i. Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat, ii. Lebih mudah terurai di alam,

iii. Lebih aman bagi manusia dan lingkungan,

iv. Pemanfaatan pestisida nabati dalam pengendali OPT, selain sebagai pengendali alamiah yang efektif dan berkelanjutan juga dapat berperan dalam meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan efisiensi usaha dan image produk perkebunan ramah lingkungan.

v. Pemanfaatan pestisida nabati secara luas akan langsung berpengaruh terhadap berkurangnya volume penggunaan pestisida dan berdampak positif terhadap kualitas produk tanaman terutama dengan semakin terhindarnya produk dari kemungkinan pencemaran residu pestisida kimiawi.

Pemanfaatan pestisida nabati selain memiliki kelebihan juga memiliki beberapa kelemahan. Berbagai kelemahan pestisida nabati diantaranya: i. Kandungan bahan aktif pada tanaman yang sangat bergantung pada

varietas dan lokasi penanaman,

ii. Pemanfaatan berupa formulasi sederhana yang mudah ditiru, iii. Tidak tahan terhadap sinar matahari,

iv. Tidak tahan disimpan,

(33)

C. Tanaman Gadung

1. Deskripsi Tanaman Gadung (D. hispida Dennst.)

Gadung (D. hispida) suku gadung-gadungan atau (dioscoreaceae) tergolong tanaman umbi-umbian. Tanaman gadung bermula ditemukan di negara India bagian barat yang kemudian menyebar luas ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia, Kepulauan Pasifik dan Karabia. Tanaman gadung tumbuh dan berkembang secara luas di daerah tropis, hutan hujan tropis dan juga savana. Suhu yang dibutuhkan untuk gadung dapat tumbuh yaitu diantara 20-30C (Widodo, 2005)

Gadung merupakan tanaman liar yang tanpa dibudidayakan dapat tumbuh di semak-semak belukar, hutan dan juga pekarangan rumah. Menurut Harijono (2008), tanaman gadung dapat menghasilkan umbi 9-10 ton/ha yang tergantung pada keadaan lokasi serta jenis varietas yang ditanam. Tanaman gadung tidak pernah dijadikan tanaman pokok bagi masyarakat, hanya sekedar tanaman tumpang sari. Gadung merupakan tanaman perdu memanjat yang tingginya dapat mencapi 5-10 m. Batangnya bulat, berbulu dan berduri yang tersebar di sepanjang batang dan juga tangkai daun. Umbi pada gadung berbentuk bulat yang diliputi rambut akar yang besar dan kaku, kulit umbi berwarna cokelat muda, daging umbi berwarna putih gading atau kuning. Umbi gadung muncul di dekat permukaan tanah. Daun yang dimiliki merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun, ukuran daunnya lebar dan bisa mencapai 30 x 28 cm. Bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulu dan jarang sekali

(34)

dijumpai. Tanda-tanda gadung telah siap dipanen apabila daun yang menempel pada batang mulai rontok, pangkal batang lapuk dan terlepas dari umbinya (Suharto, 2007).

Gadung (D. hispida) merupakan tanaman yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga umbi gadung sangat potensi sebagai sumber karbohidrat non beras. Meski kandungan karbohidratnya tinggi umbi gadung juga mengandung beberapa senyawa racun yang berupa senyawa glikosida sianogenik. Glikosida sianogenik merupakan prekursor sianida pada gadung (Svasty, 1999). Senyawa HCN (asam sianida) merupakan senyawa yang berbahaya bagi organisme yang mengkonsumsinya. Kandungan racun sianida yang terdapat pada umbi gadung dapat mengganggu metabolisme, menyebabkan anti fertilitas dan menyebabkan gangguan syaraf (Telaumbanua, 2017).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Telaumbanua, dkk; 2017 mengenai bioinsektisida dari sari pati gadung terhadap hama walang sangit menunjukkan bahwa sari pati umbi gadung menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan sebagai bioinsektisida hama walang sangit. Mekanisme proses masuknya racun ke dalam walang sangit melalui saluran pernafasan dan organ pencernaan walang sangit. Setelah itu terserap oleh dinding-dinding alat pencernaan dan kemudian meyebar hingga ke pusat syaraf sehingga berpotensi memberikan tekanan serta menurunkan metabolisme organ dalam dan menghambat aktifitas walang sangit sehingga mengalami kematian.

(35)

2. Klasifikasi umbi gadung Menurut (Pambayun, 2007) sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Liliidae Order : Dioscoreales Family : Dioscoreaceae Genus : Dioscorea L. Species : Dioscorea hispida Dennst.

Gambar 2.2 Umbi gadung (D. hispida) Sumber : Dokumentasi Pribadi

(36)

3. Kandungan Asam Sianida (HCN) dalam Umbi Gadung.

Gadung merupakan umbi yang mengandung asam sianida (HCN) dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat yang berupa glikosida sianogenik. Ketika konsentrasi tinggi, sianida terutama dalam bentuk bebas sebagai HCN dapat mematikan. Umbi gadung segar bisa dihasilkan sekitar 469, 5 mg/kg sianida bebas.

Apabila umbi gadung mengalami perusakan jaringan karena proses pengirisan atau penghancuran maka akan terjadi kontak antara substrat dengan enzim endogenus yang menyebabkan substrat mengalami perombakan sebagian menjadi senyawa sianida bebas yang mudah menguap dan larut dalam air. Salah satu alternatif pengolahan umbi agar HCN tidak sepenuhnya menguap adalah dengan mengolahnya menjadi tepung (simplisia) gadung sehingga dengan pengolahan menjadi tepung maka kadar sianida yang ada tidak sepenuhnya menguap bebas dan masih meninggalkan sisa. Guna memperoleh sianida yang berasal dari umbi gadung maka dilakukanlah proses pengekstrakkan dengan menggunakan pelarut metanol sebagai pelarut organik. Penggunaan pelarut metanol tersebut bertujuan untuk merendam sampel yang telah dihasilkan yaitu (simplisia) karena metanol tersebut dapat menjadi pelarut polar dan non polar (Dianty, dkk; 2015). Meskipun umbi gadung dikenal mempunyai senyawa toksik, justru memiliki manfaat yang dapat digunakan sebagai bahan racun bagi hewan yang dapat digunakan sebagai pestisida atau insektisida(Wijayakusuma dalam Adil, 2010).

(37)

D. Letal Concentration LC50

Letal concentration 50 atau LC50 merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang diestimasi dengan grafik dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu misalnya LC50 setelah 24 jam pengaplikasian. Analisis Probit merupakan hubungan nilai logaritma konsentrasi bahan toksik uji dan nilai probit dari persentase mortalitas hewan uji yang merupakan fungsi linier Y = a + bx (Warsito dkk, 2016).

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan. Di bawah ini merupakan beberapa penelitian yang relevan diantaranya:

Tabel 2.1 Hasil Penelitian yang relevan

No Referensi Penelitian Hasil Penelitian 1 Hasnah, dkk.

(2012)

Penelitian ekstrak rimpang jeringau terhadap mortalitas ulat grayak dan siklus hidup ulat grayak

 Aplikasi ekstrak rimpang jeringau berpengaruh terhadap mortalitas larva, pupa yang terbentuk, imago yang muncul dan lama hidup imago ulat.

 Pada konsentrasi 2% ekstrak rimpang jeringau dapat mematikan 50% larva S. littura.

 Konsentrasi 3 % merupakan konsentrasi yang sudah efektif untuk mengendalikan hama ulat grayak.

2 Tangkas, dkk (2012)

Daya insektisida alami kombinasi

Jumlah mortalitas tertinggi kombinasi ekstrak tembakau

(38)

perasan gadung dan ekstrak tembakau.

menurunkan daya insektisida alami sedangkan dari umbi gadung menghasilkan senyawa dioscorin yang mengakibatkan kejang.

Kombinasi tanaman

tembakau dan gadung yang paling efektif terhadap mortalitas terdapat pada perlakuan 0 ml umbi gadung : 100 ml tembakau dan 100 ml umbi gadung : 0 ml tembakau.

3 Telaumbanua, 2017

Uji potensi sari pati gadung (D. hispida Denst.) sebagai bioinsektisida hama walang sangit (Leptocorisa acuta) tanaman padi (Oryza sativa)

 Kemampuan ekstrak sari pati umbi gadung sebagai bioinsektisida.

 Konsentrasi yang paling efektif ialah 40 gram.

Pada penelitian Hasanah (2012) ekstrak yang digunakan adalah rimpang jeringau dengan hewan uji S. littura. Metode ekstraksi yang digunakan dengan maserasi menggunakan pelarut metanol selama 3 hari kemudian hewan uji yang digunakan S. littura instar 2. Pengaplikasian ekstrak dilakukan dengan teknik pencelupan daun.

Penelitian Tangkas (2012) menggunakan ekstrak kombinasi perasan gadung dan tembakau. Metode yang digunakan dengan mengambil sari hasil perasan dari umbi gadung dan air hasil rendaman pada daun kering tembakau selama 1 malam. Metode pengaplikasian dilakukan dengan menyemprotkan pada hewan uji. Hewan uji yang digunakan yaitu walang sangit. Penelitian

(39)

ketiga menggunakan umbi sari pati gadung dengan menggunakan serangga walang sangit sebagai serangga uji. Metode analisis data yang digunakan yaitu BNJ.

F. Kerangka Berpikir

Hama ulat grayak merupakan hama tanaman yang menyerang tanaman tomat dan menyebabkan kerusakan pada bagian daun dan juga dapat menimbulkan lubang pada buah tomat tersebut. Akibat serangan tersebut, petani mengalami gagal panen dan produksi menjadi menurun akibat ulat grayak. Dalam pengendaliannya, petani lebih cenderung menggunakan pestisida kimiawi yang memiliki tingkat keampuhan tinggi namun memiliki bahaya bagi lengkungan sekitar dan juga kesehatan tubuh.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa tertarik guna melakukan penelitian mengenai pestisida nabati dari ektrak umbi gadung yang mengandung senyawan metabolit sekunder dan bersifat sebagai insektisida karena memiliki kandungan HCN yang dapat mengakibatkan kematian pada ulat grayak. Dengan bahan baku berupa umbi gadung yang dapat dijadikan pestisida nabati, maka memberikan alternatif bagi para petani dalam pengendalian hama dan kualitas tanaman pun tidak berkurang sehingga produksi tidak menurun.

Data yang diperoleh dari hasil mortalitas ulat grayak tersebut kemudian akan dioleh dengan menggunakan LC50 (Lethal concentration).

(40)

Bagan kerangka berpikir dari penelitian yang akan dilakukan, ditampilkan pada gambar bagan 2.3

Gambar 2.3: Diagram Kerangka Berpikir G.Hipotesis

1. Ekstrak metanol umbi gadung (D. hispida Dennst.) dapat berpengaruh terhadap mortalitas hama ulat grayak (S. littura) yang dapat dilihat pada masing-masing konsentrasi.

2. Hasil LC50 yang diperoleh setelah 24 jam pengaplikasian adalah  3,1%. Umbi gadung

Hama ulat grayak (S. littura)

Alternatif pengendalian hama

Mortalitas ulat

grayak LC50

Ekstrak umbi gadung

(41)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Variabel Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan analisis probit. Penelitian dilakukan dengan menguji bahan pestisida nabati dari umbi gadung. Penelitian ini bersifat kuantitatif.

Variabel merupakan faktor yang ikut menentukan perubahan. Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel yang meliputi variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak umbi gadung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah mortalitas S. littura pada instar 3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis pakan dan jumlah pakan yang diberikan S. littura, suhu ruang, wadah S. littura.

B. Batasan Penelitian

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan daun tanaman tomat sebagai pakan dengan merendamkan daun tomat ke dalam ekstrak pada masing-masing konsentrasi.

2. Penelitian ini menggunakan bagian umbi gadung sebagai pestisida nabati. Tanaman gadung diperoleh di kebun percobaan Universitas Sanata

(42)

Dharma, Yogyakarta. Kriteria umbi gadung yang digunakan yaitu umbi gadung dengan warna putih kekuningan dengan ukuran yang besar.

3. Penelitian menggunakan ekstrak umbi gadung yang telah dibersihkan kemudian dikupas bersih dan dipotong-potong 5 cm, selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari. Umbi yang sudah kering umbi gadung dihaluskan menggunakan blender selama 5 menit hingga memperoleh simplisia. Simplisia kemudian direndam menggunakan metanol selama 24 jam. Hasil rendaman disaring menggunakan corong yang dilapisi kertas saring sehingga diperoleh filtrat. Filtrat tersebut kemudian diuapkan dengan menggunakan kipas angin untuk memperoleh ekstrak.

4. Penelitian menggunakan ulat grayak sebagai serangga uji yang diperoleh di daerah Kragilan, Magelang, Jawa Tengah. Ulat grayak yang digunakan adalah ulat grayak yang telah mencapai instar 3 dengan kriteria instar 3 ulat grayak memiliki ciri pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh, terlihat lebih aktif makan dibandingkan dengan jenis instar lainnya. Mortalitas merupakan tingkat kematian pada populasi tertentu yang akan dihitung pada saat pemberian ekstrak uji umbi gadung dengan merendam daun tomat sebagai pakan.

(43)

C. Alat dan Bahan

1. Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beker 500 ml, gelas ukur 150 ml, erlenmeyer 1000 ml, timbangan analitik, blender, kipas angin, kotak pemeliharaan serangga, toples, corong, pinset, gunting, spidol, kuas.

2. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi pada tanaman gadung, ulat grayak, daun tanaman tomat, metanol, madu, alumunium foil, akuades, kain kassa, kertas saring, kapas, karet gelang, sarung tangan, masker.

D.Cara Kerja Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2018 bertempat di kebun percobaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; Laboratorium pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; Kos Putri Chintia; Laboratorium Che-Mix Pratama yang terletak di Kretek, Jambidan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

2. Ekstraksi Tanaman Umbi Gadung

Awal pembuatan ekstrak, terlebih dahulu diambil umbi sebanyak 5 kg dari kebun percobaan Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tahap selanjutnya umbi tersebut langsung dicuci bersih dan dicacah-cacah yang kemudian dikeringkan sampai benar-benar kering di bawah sinar matahari selama 2 hari. Jika umbi sudah kering maka dihaluskan dengan menggunakan blender selama 5 menit sampai menjadi

(44)

simplisia. Simplisia tersebut diayak untuk memperoleh hasil simplisia yang sama dan memisahkan antara butiran kasar dengan butiran halus, simplisia yang telah diayak dan telah menghasilkan butiran halus kemudian dimaserasi dengan cara merendam tepung tersebut menggunakan pelarut metanol selama 24 jam dengan menggunakan perbandingan 1:10 (w/v). Simplisia halus yang telah diayak diperoleh hasil sebanyak 67 gram. Hasil simplisia yang telah diperoleh kemudian direndaman yang selanjutnya disaring menggunakan corong yang telah dilapisi menggunakan kertas saring. Hasil saringan atau filtrat diletakkan di dalam gelas bekker. Selanjutnya hasil yang diperoleh diletakkan di dalam kardus. Kipas angin yang telah disiapkan dinyalakan dan diletakkan dekat dengan kardus untuk membantu memperoleh ekstrak dari umbi gadung (Ningrum, 2012).

Gambar 3.1 Umbi Gadung yang digunakan (A), simplisia umbi gadung (B), Ekstrak Umbi Gadung (C)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

A

B

(45)

3. Perbanyakan dan Pemeliharaan Larva S. littura

Perbanyakan hewan uji dilakukan dengan mengumpulkan larva S. littura dari persawahan para petani kebun sayur, yang diambil dari daerah Magelang kemudian dilakukan pemeliharaan. Jumlah larva yang diperoleh dari kebun persawahan berjumlah 150 ulat grayak. Toples yang telah terisi pakan daun tomat disiapkan kemudian larva S. littura dimasukkan ke dalam toples yang diletakkan tepat di atas pakan daun tomat pakan daun tomat yang diberikan setiap harinya sebanyak 12 gram, kemudian toples ditutup menggunakan kain kasa. Pemeliharaan serangga uji dilakukan dengan mengganti pakannya setiap hari dan membersihkan kotoran ulat menggunakan tissue.

Gambar 3.2 Ulat grayak diambil di persawahan tomat, Magelang (A), toples yang digunakan untuk memperbanyak larva S. litura (B).

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Saat S. littura sudah menjadi pupa, pupa diletakkan dalam wadah toples yang lebih besar yang telah diberi alas kertas saring. Kurang lebih 11 hari pupa yang telah jadi imago (ngengat) tersebut diberi pakan madu

(46)

yang diserapkan menggunakan kapas dengan mencampurkan madu dan 2 ml akuades yang akan digunakan sebagai pakan imago. Setiap saatnya dilakukan pengamatan terhadap perkembangan S. littura. Jika imago telah menghasilkan telur maka selanjutnya telur akan diletakkan pada bagian atas dari kertas saring dan jika sudah diletakkan dengan posisi yang benar maka wadah tersebut harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.

Proses perkembangan dari larva tersebut diamati setiap saatnya dan jika sebagian larva yang sudah siap ganti kulit menjadi instar kedua harus diletakkan terpisah dari larva-larva lain dan ditempatkan pada wadah yang baru. Tahap selanjutnya, larva instar ke-2 akan menjadi larva instar ke-3 dan pada tahap larva intisar ke-3 inilah akan digunakan dalam pengujian dikarenakan larva instar 3 merupakan larva yang paling aktif menyerang tanaman tomat dan lebih banyak merusak tanaman tomat (Asmaliyah dan Musyafa, 2010).

Gambar 3.3 Larva Instar 3 Ulat Grayak Sumber : Dokumentasi Pribadi.

(47)

4. Pembuatan Konsentrasi Uji

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ulat grayak sebagai hama uji. Konsentrasi yang digunakan untuk menguji yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dengan jumlah air sebanyak 20 ml pada masing-masing konsentrasi. Jumlah air yang akan digunakan ini mula-mula telah ditentukan dengan memperhitungkan jumlah ulat yang digunakan dalam tiap perlakuan. Alasan digunakannya 20 ml air dikarenakan dengan jumlah air sebanyak 20 ml tersebut sudah mampu mengenai keseluruhan permukaan bagian pakan daun tomat yang akan diaplikasikan pada ulat grayak dimana hal ini sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti pada tahap pra penelitian yang kini digunakan sebagai acuan peneliti dalam menentukan jumlah air yang digunakan. Uraian persentase umbi gadung dalam setiap perlakuan adalah sebagai berikut:

a. konsentrasi 0% (0 gram ekstrak umbi gadung dalam 20 ml air, sebagai kontrol).

b. konsentrasi 5% (1 gram ekstrak umbi gadung dilarutkan dalam 20 ml air).

c. konsentrasi 10% ( 2 gram ekstrak umbi gadung dilarutkan dalam 20 ml air).

d. Konsentrasi 15% ( 3 gram ekstrak umbi gadung dilarutkan dalam 20 ml air).

e. konsentrasi 20% (4 gram ekstrak umbi gadung dilarutkan dalam 20 ml air).

(48)

Berikut merupakan langkah dalam penentuan konversi persentase ke dalam bentuk gram umbi gadung yang digunakan sebagai pestisida. Diketahui:

massa jenis air 1 gram/ml diperoleh dari hasil konversi 1 gram sama dengan 1 ml.

Total keseluruhan air yang digunakan pada masing-masing konsentrasi 20 ml atau sama dengan 20 gram. Jadi langkah untuk menentukan massa umbi gadung dalam setiap persentase dilakukan perhitungan sebagai berikut:

a. Konsentrasi 5% = 20 x = = 1 g b. Konsentrasi 10% = 20 x = = 2 g c. Konsentrasi 15% = 20 x = = 3 g d. Konsentrasi 20% = 20 x = = = 4 g.

5. Pengaplikasian Ekstrak Umbi Gadung Pada Ulat Grayak

Daun tomat sebanyak 12 g direndam ke dalam ekstrak umbi gadung selama 5 menit supaya ekstrak umbi gadung dapat menempel pada

(49)

permukaan daun dengan sempurna. Larva ulat grayak yang disiapakan merupakan larva yang sehat dan sudah mencapai instar ke-3. Larva tersebut diletakkan dalam wadah toples plastik yang kemudian diaklimatisasi agar dapat beradaptasi selama 2-3 jam supaya dengan diaklimatisasi selama 2-3 jam tersebut larva menjadi benar-benar lapar sehingga pada saat larva menjadi lapar maka dengan sangat cepat larva akan memakan daun tomat yang telah diberi ekstrak umbi gadung. Daun tomat yang telah direndam tersebut diperoleh dari desa Kragilan, Magelang. Daun tomat tersebut diambil secara random. Daun yang digunakan sebagai pakan ulat merupakan daun yang tidak terkontaminasi oleh pestisida lain yang dan tidak ada batasan usia daun. Tidak adanya batasan usia daun dikarenakan ulat grayak memakan semua jenis daun yang pada tanaman tomat. Proses pengaplikasian ini menggunakan 5 konsentrasi yang telah dibuat dari ekstrak umbi gadung dengan konsentrasi yatu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% Larutan konsentrasi dari ekstrak tersebut dikeringanginkan dalam keadaan suhu ruang selama 3 menit. Daun yang sudah direndam dan akan digunakan sebagai pakan ulat grayak tersebut diletakkan dalam toples dengan ukuran kecil, pada tiap toples akan diletakkan 12 g daun tomat serta 10 larva S. littura instar 3 dengan melakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk tiap konsentrasinya. Tiap larva yang sudah disiapkan diberi pakan dengan daun tomat yang sudah direndam selama 30 menit menggunakan ekstrak umbi gadung. Jumlah larva S. littura yang telah mati dihitung. Proses pengamatan dilakukan pada waktu yang sama setiap

(50)

harinya selama 3 hari. Keefektifitasan konsentrasi ekstrak umbi gadung yang memberikan toksik mortalitas pada ulat grayak diamati setelah 24 jam diaplikasikan (Fadila, 2012).

6. Pengamatan Parameter

Pengambilan data akan dilakukan setiap 24 jam setelah dilakukan pengaplikasian ekstrak umbi gadung pada pakan daun tomat. Pengamatan tersebut hanya meliputi siklus hidup ulat, jumlah larva yang mati di tiap konsentrasi, aktivitas ulat setelah diberikan ekstrak umbi gadung. Data yang diambil berupa data kematian ulat grayak dan mortalitas ulat grayak dinyatakan dalam bentuk persentase. Perhitungan untuk persentase mortalitas ulat grayak pada tiap-tiap pengulangan menggunakan rumus sebagai berikut (Hidayati, dkk. 2013).

P = X 100% Keterangan

P = Persentase mortalitas ulat grayak

a = Jumlah total ulat grayak yang mati setiap perlakuan b = Jumlah total ulat grayak di setiap perlakuan.

7. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis dengan analisis probit yang bertujuan untuk memperoleh nilai LC50. Lethal Concentration 50 merupakan suatu perhitungan dimana konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% sedangkan analisis regresi linier sederhana merupakan hubungan secara linier atau satu variabel independen (X) dengan variabel independen (Y).

(51)

Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara satu variabel dependen dan satu variabel independen. Secara matematis model analisis regresi linier sederhana sebagai berikut :

Y= A+bX Keterangan :

Y = variabel dependen persentase mortalitas S. littura (nilai probit) X = Variabel independen konsentrasi ekstrak umbi gadung (Log10) A = konstanta (nilai Y apabila X=0)

b = koefisien regresi.

Selain itu, untuk menentukan nilai LC50 ulat uji (S. littura) dari beberapa konsentrasi ekstrak umbi gadung dianalisis menggunakan analisis probit dengan melihat tabel probit menurut Finney (1971) dan mencari kurva grafik regresi linier dengan Microsoft Office Exel 2010. Berikut tabel yang digunakan dengan penelitian LC50 pada uji efektivitas ekstrak umbi gadung sebagai pestisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak tanaman tomat (Fadhillah, 2013).

Berikut langkah-langkahnya :

1. Buatlah tabel seperti berikut kemudian masukkan nilai konsentrasi yang dilakukan, Log10 konsentrasi dan jumlah larva yang digunakan.

2. Jika sudah melakukannya, tuliskan jumlah larva yang mati pada setiap kolom jumlah larva mati sesuai dengan konsentrasinya.

3. Hitung % mortalitasnya dengan cara = (jumlah yang mati / jumlah total larva)x100

(52)

4. Perhatikan jumlah larva yang mati pada konsentrasi 0 atau kontrol.

Jika terdapat larva yang mati maka dipergunakan sebagai koreksi untuk hitung mortalitas terkoreksi sesuai ulangan. Konsentrasi (%) Log10 Konsentrasi Ulangan Total Larva Jumlah Larva Mati % Mortalitas % Terkoreksi Rata-rata %Mortalitas Terkoreksi Nilai Probit 0 - 1 2 3 10 10 10 5 1 2 3 10 10 10 10 1 2 3 10 10 10 15 1 2 3 10 10 10 20 1 2 3 10 10 10

(53)

%Mortalitas Terkoreksi =

5.

Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap perlakuan

maka rata-ratakan dengan membagi total mortalitas terkoreksi dengan jumlah ulangan yang dilakukan. Masukkan hasil rata-rata tersebut ke kolom rata-rata % mortalitas terkoreksi.

6. Carilah nilai probit (Probabillity unit) dari rerata mortalitas terkoreksi yang didapatkan dan memasukkan kekolom probit. Mencari nilai probit tinggal mencocokkan dengan tabel probit menurut Finney (1971).

Tabel 3.1 Analisa Probit

7. Jika nilai probit sudah ada, dibuat grafik hubungan anatara nilai probit mortalitas (sb.y) dan Log10 konsentrasi (sb x) di Microsoft Office Excel. Pilih insert kemudian pilih chart dan pilih model XY scatter yang

(54)

pertama. Masukkan nilai probit disumbu Y dan nilai Log10 konsentrasi disumbu X. Kemudian klik kanan pada titik birunya. Pilih add treandline. Setelah itu klik Display Equator on Chart untuk memunculkan persamaan y.

8. Jika persamaannya sudah ada, maka masukan LC50 yang memiliki nilai 5 karena nilai 5 mewakili 50% nilai probit atau 50% kematian larva. Nilai x dicari dengan memasukan nilai 5 ke persamaan yang didapatkan kemudian tentukan LC50 dengan antilog(x) atau 10x. Untuk mengetahui hubungan korelasi regresi linier antara variabel bebas dan terikatnya adalah dengan melihat nilai koefisien diterminasi R square (R2). Menurut Raharjo (2017) besarnya nilai koefisien determinasi R Square (R2) hanya antara 0-1. Sementara jika dijumpai R Square bernilai minus (-), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikatnya (Y). Semakin kecil nilai koefisiens determinasi R Square maka artinya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya semakin lemah. Sebaliknya jika nila R Square mendekati 1 maka pengaruh tersebut semakin kuat, untuk memudahkan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, Sarwono (2006) menyatakan bahwa nilai R Square sebagai berikut :

 0 : tidak ada korelasi antar dua variable

 >0-0,25 : korelasi sangat lemah

(55)

 >0,5-0,75 : korelasi kuat

 >0,75-0,99 : korelasi sangat kuat

 1 : korelasi sempurna

E. Rancangan Pemanfatan Hasil Penelitian dalam Pembelajran

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada semester ganjil yakni mengenai materi pembelajaran Ruang Lingkup Biologi.

(56)

42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Uji Senyawa Fitokimia HCN Pada Umbi Gadung

Berikut merupakan hasil dari analisa kandungan senyawa HCN ekstrak umbi gadung (D. hispida Dennst.) yang telah dilakukan pengujian di Laboratorium Che-mix Pratama, Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam menentukan kandungan senyawa HCN menggunakan metode pikrat basa spectrofotometry dengan langkah kerja yang dapat dilihat pada lampiran 12.

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kandungan HCN umbi gadung (D. hispida Dennst.)

No Kode Sampel Analisa Ulangan 1 Ulangan 2 Rata Rata Umbi Gadung (D. hispida Dennst.) HCN 1 g 7,239 6,7222 6,981 2 g 6,439 7,297 6,868 3 g 13,150 13,588 13,687 4 g 27,465 28,380 27,923

Berdasarkan hasil analisa uji yang terdapat pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak umbi gadung memang mengandung sianida (HCN). Hasil uji yang telah dilakukan menunjukan bahwa 1 gram ekstrak

(57)

umbi gadung memiliki rata-rata 6,981 kemudian 2 gram ekstrak umbi gadung memiliki rata-rata 6,868, selanjutnya ektrask 3 gram umbi gadung memiliki rata-rata 13,678 dan hasil uji terakhir yaitu 4 gram ekstrak umbi gadung memiliki rata-rata 27,923.

Jika dilihat pada tabel 4.1, hasil uji menunjukkan bahwa pada 4 gram ekstrak umbi gadung memiliki tingkat rata-rata lebih tinggi dibanding dengan hasil uji yang lainnya. Hasil uji yang terendah terdapat pada rata-rata 6,68.

2. Pengamatan Mortalitas Ulat Grayak Setelah 24 Jam Pengaplikasian

Tabel 4.2 .Hasil Pengamatan Mortalitas Ulat Gryak Setelah 24 Jam Pengaplikasian Konsentrasi (%) Log10 Rata-Rata % Mortalitas Terkoreksi

Nilai Probit Nilai LC50 0 - - - - 5 0 47 4,92 2,897 10 0,301 57 5,18 15 0,477 87 6,04 20 0,602 83 5,95

Hasil data pengamatan setelah 24 jam pengaplikasian diperoleh data seperti pada tabel 4.2. Pada tabel 4.2 tersebut rata-rata mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 15% dengan hasil rata-rata berjumlah 87%. Sedangkan untuk hasil rata-rata mortalitas terendah terdapat pada konsentrasi 5%. Jika dilihat pada tabel pengamatan tersebut, terdapat penurunan hasil rata-rata mortalitas antara konsentrasi 15% dengan konsentrasi 20% dimana konsentrasi 15% memiliki rerata mortalitas yang lebih tinggi.

(58)

3. Hubungan antara konsentrasi ekstrak umbi gadung

Hubungan antara konsentrasi ekstrak umbi gadung dengan presentase kematian ulat grayak ditampilkan dalam grafik berikut ini.

Gambar 4.1 Hubungan Antara Konsentrasi dan Presentasi Kematian Ulat Grayak Pada 24 Jam Setelah Pengaplikasian untuk Memperoleh Nilai

LC50.

Hasil dari hubungan antara log10 konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit (sumbu y) pada grafik 4.1 didapatkan persamaan y-0,0914 + 1,5905 dan didapatkan nilai R2 yaitu = 0,84552. Nilai R terletak antara 0-1 dan nilai R akan lebih baik jika semakin mendekati 0-1 dikarenakan adanya korelasi hal ini sesuai yang telah dikemukakan oleh Sarwono (2006) sehingga nilai R pada gambar 4.1 ini memiliki korelasi yang sangat kuat. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan microsoft exel 2010 dapat disimpulkan bahwa hasil dari nilai R yang telah diperoleh lebih baik karena mendekati nilai 1.

y = 0,091x + 1,5905 R2 = 0,846 1,65 1,7 1,75 1,8 1,85 1,9 1,95 2 0 1 2 3 4 5 P rob it Log10 Konsentrasi

(59)

Perhitungan nilai LC50 dengan menggunakan Microsoft Office Exel 2010 diperoleh hasil sebagai berikut:

y=ax+c 5=0,091x+1,591 x- x=37,462 Antilog dari x = 10^37,462 LC50 = 2,897

Hasil analisa probit yang telah dilakukan mendapatkan nilai LC50 sebesar 2,897. Hasil tersebut menunjukan bahwa dengan konsentrasi ekstrak umbi gadung sebesar nilai dari LC50 tersebut memiliki potensi sebagai pestisida nabati untuk membunuh hama ulat grayak karena telah membunuh sekitar 50% ulat uji. Adanya hasil yang telah didapatkan menunjukan bahwa pestisida yang berasal dari umbi gadung tersebut memiliki potensi dalam menanggulangi hama ulat grayak. Sebuah prodak yang dihasilkan seperti pestisida dapat dikatakan memiliki efek jika telah mampu mematikan sekitar 50% hama uji. Hasil tersebut telah diperoleh dengan perhitungan LC50.

B. Pembahasan

1. Analisis hubungan antara kandungan HCN dengan mortalitas ulat grayak

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan setelah 24 jam pengaplikasian membuktikan bahwa saat ekstrak umbi gadung tersebut diberikan kepada larva S. littura perlahan-lahan ulat tersebut mengalami

(60)

penurunan nafsu makan, jika ulat mengalami penurunan nafsu makan maka hal ini menunjukkan bahwa pestisida tersebut memberikan efek terhadap ulat grayak yang dalam beberapa waktu akan mengakibatkan kematian karena mengalami kelaparan. Ekstrak pestisida tersebut telah memberikan pengaruh terhadap ulat grayak maka hal ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur bahwa ekstrak yang berasal dari umbi gadung tersebut memang berfungsi sebagai pestisida nabati dalam menanggulangi hama ulat grayak.

Menurut hasil pengamatan setelah 24 jam pengaplikasian yang dapat dilihat berdasarkan tabel 4.2 pemberian ekstrak umbi gadung pada konsentrasi 5%, 10% dan 15% mengalami peningkatan jumlah mortalitas yang terjadi pada ulat grayak. Hal ini terjadi karena kandungan senyawa HCN dari umbi gadung tersebut telah bekerja secara efektif sehingga memberikan pengaruh besar terhadap mortalitas ulat grayak. Namun, pada konsentrasi 20% terjadi penurunan jumlah mortalitas dibandingkan dengan konsentrasi 15% sehingga pada konsentrasi 20% meski terdapat kandungan HCN yang lebih banyak belum memberikan keefektifitasan pada hama ulat grayak dikarenakan pada saat diberikan perlakuan ada beberapa ulat yang tidak memakan daun tersebut atau menolak daun yang telah diberi ekstrak umbi gadung. Selain itu, beberapa konsentrasi yang mengalami penurunan persentase mortalitas pada ulat grayak tersebut disebabkan karena pestisida yang telah diaplikasikan tidak langsung menyerang organ vital seperti sistem saraf dan sistem sirkulasi terutama jantung, sehingga hal ini menjadi penyebab dimana pada konsentrasi tersebut kondisi S. littura masih mampu

Gambar

Gambar 2.2 D. hispida Dennst.. ................................................................
Gambar 2.2  Umbi gadung (D. hispida)  Sumber : Dokumentasi Pribadi
Tabel 2.1 Hasil Penelitian yang relevan
Gambar 2.3: Diagram Kerangka Berpikir  G. Hipotesis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Brangus Simmental  Peranakan   Friesian  Holstein  (PFH)  Limousin   Peranakan   Ongole  (PO) 5  64     10    15 11   Jantan Jantan Jantan Jantan (11) Betina (4)

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari skrining fitokimia dapat diketahui bahwa ekstrak umbi bawang tiwai mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid,

mereka, soalnya masing-masing sibuk dengan kegiatan kantor, dengan kegiatan-kegiatan yang lain.” Subyek 1 tidak merasakan kesulitan dalam hal keuangan, karena selain

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Canada bahwa pengetahuan dan persiapan mengajar berasal dari penelitian yang berbasisi bukti dengan menggunakan desain

[r]

Penarikan simpulan dilakukan berdasarkan hipotesis dengan menghitung hasil kuesioner dan didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga digunakan

Faktor fisik terkait pekerjaan yaitu pekerjaan tangan dengan gerakan berulang yang tinggi, pekerjaan menggenggam atau menjepit dengan kekuatan , postur janggal

penelitian yang akan dilakukan Andi Roesmeni (2010) Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia di RS Andi Makkasao kota Pare – pare Metode yang