• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ukuran semakin tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. ukuran semakin tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Pada"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Latihan a. Pengertian Latihan

Latihan adalah penerapan rangsangan fungsional secara sistematis dalam ukuran semakin tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Pada prinsipnya latihan menurut Sukadiyanto (2010: 1), menyatakan latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan: kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis anak latih. Jadi untuk pencapaian suatu prestasi dibutuhkan suatu progam latihan yang sistematis, sehingga adanya adaptasi dalam tubuh.

Menurut Sukadiyanto (2010: 5), menyatakan latihan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti: practice, excercies, dan training. Pengertian latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya. Artinya, selama dalam proses kegiatan berlatih melatih agar dapat menguasai keterampilan gerak cabang olahraganya selalu dibantu dengan menggunakan berbagai peralatan pendukung. Dalam proses berlatih melatih practice sifatnya sebagai bagian dari proses latihan yang berasal dari kata exercises. Artinya, dalam setiap proses latihan yang berasal dari kata exercises pasti ada bentuk latihan practice.

(2)

9 Irianto (2002: 11-12), menyatakan:

Latihan adalah proses pelatihan dilaksanakan secara teratur, terencana, menggunakan pola dan sistem tertentu, metodis serta berulang seperti gerakan yang semula sukar dilakukan, kurang koordinatif menjadi semakin mudah, otomatis, dan reflektif sehingga gerak menjadi efisien dan itu harus dikerjakan berkali-kali.

Hariono (2006: 1), menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses berlatih yang dilakukan dengan sistematis dan berulang-ulang dengan pembebanan yang diberikan secara progresif. Selain itu, latihan merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mempersiapkan diri dalam upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Sukadiyanto (2010: 5), menyatakan bahwa perangkat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga memudahkan olahragawan dalam menyempurnakan geraknya. Latihan exercises merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh pelatih untuk satu sesi latihan atau satu kali tatap muka dalam latihan. Misalnya, susunan materi latihan dalam satu kali tatap muka pada umumnya berisikan materi yang antara lain:

1) Pembukaan/pengantar latihan, 2) Pemanasan (warming up), 3) Latihan inti,

4) Latihan tambahan (suplemen), dan

5) Cooling down/penutup.

Latihan yang dimaksud dari kata excercises adalah materi dan bentuk latihan yang ada pada latihan inti dan latihan tambahan (suplemen). Sedangkan materi dan bentuk latihan dalam pembukan, pemanasan, dan penutupan pada umumnya sama, bagi isilah practice maupun exercises.

Perencanaan latihan yang berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan

(3)

10

materi teori dan praktek, metode, dan aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai (Sukadiyanto, 2010: 6). Salah satu ciri latihan, baik yang berasal dari kata practice, exercises, maupun training, adalah adanya beban latihan. Oleh karena diperlukannya beban latihan selama proses berlatih agar hasil latihan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan sosial olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama.

Prinsip-prinsip latihan menurut Bompa (2003: 321), adalah sebagai berikut:

1) prinsip partisipasi aktif mengikuti latihan, 2) prinsip pengembangan menyeluruh, 3) prinsip spesialisasi,

4) prinsip individual, 5) prinsip bervariasi,

6) model dalam proses latihan, dan 7) prinsip peningkatan beban.

Selanjutnya Sukadiyanto (2005: 12), menjelaskan prinsip-prinsip latihan yang menjadi pedoman agar tujuan latihan dapat tercapai, antara lain:

1) prinsip kesiapan, 2) individual, 3) adaptasi, 4) beban lebih, 5) progresif, 6) spesifik, 7) variasi,

8) pemanasan dan pendinginan, 9) latihan jangka panjang, 10) prinsip berkebalikan, 11) tidak berlebihan, dan 12) sistematik.

(4)

11

Setiap proses latihan yang dilakukan memerlukan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, Sasaran latihan diperlukan sebagai pedoman dan arah yang menjadi acuan oleh pelatih maupun atlet dalam menjalankan progam latihan.

b. Sasaran Latihan

Sasaran latihan menurut Ambarukmi (2007: 1), meliputi :

1) Perkembangan multilateral yaitu atlet memerlukan pengembangan fisik secara menyeluruh berupa kebugaran (fitness) sebagai dasar pengembangan aspek lainnya yang diperlukan untuk mendukung prestasinya.

2) Perkembangan fisik khusus cabang olahraga yaitu setiap atlet yang memerlukan fisik khusus sesuai cabang olahraganya, misal seorang

sprinter memerlukan power otot tungkai yang baik, pesenam

memerlukan kelentukan yang sempurna.

3) Faktor teknik, kemampuan biomotor seorang atlet dikembangan berdasarkan kebutuhan teknik cabang olahraga tertentu untuk meningkatkan efisiensi gerakan, misalnya untuk menguasai teknik berlari, seorang pelari harus memiliki power tungkai dan keseimbangan tubuh yang baik.

4) Faktor taktik, siasat memenangkan pertandingan merupakan bagian dari tujuan latihan dengan mempertimbangkan kemampuan lawan, kekuatan dan kelemahan lawan dan kondisi lingkungan.

5) Aspek psikologis, kematangan psikologis diperlukan untuk mendukung prestasi atlet. Latihan psikologis bertujuan meningkatkan disiplin, semangat, daya juang kepercayaan diri dan keberanian

6) Faktor kesehatan merupakan bekal yang perlu dimiliki seorang atlet, sehingga perlu pemeriksaan secara teratur dan perlakuan (treatment) untuk mempertahankanya.

Menurut Bompa (2003: 29-38), bahwa untuk mencapai tujuan utama dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi tingkat terampil maupun unjuk kerja dari atlet, diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan.

Cedera merupakan peristiwa yang paling ditakuti oleh atlet, karena akan memerlukan waktu, energi, dan biaya tambahan untuk bisa mengembalikan kondisi fisik, kondisi mental, psikologis, dan juga stamina agar kembali kepada kondisi yang prima. Untuk itu perlu upaya pencegahan melalui peningkatan kelentukan sendi, kelenturan dan kekuatan otot.

(5)

12 c. Latihan Fisik

Perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh sangatlah penting. Oleh karena tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak akan dapat mengikuti latihan-latihan dengan sempurna. Latihan merupakan suatu proses yang sistematis, dalam mempersiapkan olahragawan pada tingkat tertinggi penampilannya, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban yang semakin meningkat (Nosseck, 1982: 15).

Menurut Nosseck dalam Suharjana (2004: 13), latihan adalah proses untuk pengembangan penampilan olahraga yang komplek dengan memakai isi latihan, metode latihan, tindakan organisasional yang sesuai dengan tujuan.

d. Tujuan Latihan

Latihan merupakan suatu proses kegiatan yang sistematis dalam waktu yang relatif lama makin meningkat dan meningkatkan potensi individu yang bertujuan membentuk fungsi psikologi yang fisiologi manusia untuk memenuhi persyaratan tugas. Sedangkan sasaran latihan secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan olahragawan dalam mencapai puncak prestasi. Rumusan tujuan dan sasaran latihan dapat bersifat untuk yang jangka panjang maupun yang jangka pendek. Untuk yang jangka panjang merupakan sasaran dan tujuan yang akan datang dalam satu tahun di depan atau lebih. Sasaran ini umumnya merupakan proses pembinaan jangka panjang untuk olahragawan yang masih junior. Tujuan utamanya adalah untuk pengayaan keterampilan berbagai gerak dasar dan dasar gerak serta dasar-dasar teknik yang benar.

(6)

13

Sedangkan tujuan dan sasaran jangka pendek, waktu persiapan yang dilakukan kurang dari satu tahun. Sasaran dan tujuan utamanya langsung diarahkan pada peningkatan unsur-unsur yang mendukung kinerja fisik, di antaranya seperti kekuatan, kecepatan, ketahanan, power, kelincahan, kelentukan, dan keterampilan teknik cabang olahraga (Sukadiyanto, 2010: 8). Menurut Sukadiyanto (2010: 8), pada setiap sesi latihan harus memiliki sasaran yang jelas agar tujuan latihan dapat tercapai seperti yang direncanakan.

Dengan penentuan tujuan latihan diharapkan akan membantu olahragawan agar memiliki kemampuan konseptual dan keterampilan gerak untuk diterapkan dalam upaya meraih puncak prestasi. Tujuan latihan secara umum adalah untuk membantu para pembina, pelatih, guru olahraga agar dapat mengembangkan keterampilan dan membantu olahragawan untuk mencapai puncak prestasi. Sedangkan sasaran latihan secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan olahragawan dalam mencapai puncak prestasi.

Adapun sasaran dan tujuan latihan secara garis besar, menurut Sukadiyanto (2010: 9), antara lain untuk:

1) meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh, 2) mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus, 3) menambah dan menyempurnakan keterampilan teknik,

4) mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, dan pola bermain,

5) meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding.

Menurut Bompa (2003: 29-38), bahwa untuk mencapai tujuan utama dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi tingkat trampil maupun unjuk kerja dari si atlit, diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Adapun tujuan-tujuan latihan menurut Bompa (2003: 20,127,225), antara lain:

(7)

14

1) untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh,

2) untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus, 3) untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih, 4) memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat

diperoleh dari belajar taktik lawan, 5) menanamkan kualitas kemauan,

6) menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal, 7) untuk mempertahankan keadaan kesehatan setiap atlet, 8) untuk mencegah cedera,

9) untuk menambah pengetahuan setiap atlet dengan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.

e. Prinsip-Prinsip Latihan

Pada dasarnya latihan beban dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan otot, peningkatan ini apabila otot dirangsang secara berulang-ulang dapat mengatasi beban yang dihadapi atau diberikan. Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis olahragawan. Dengan memahami prinsip-prinsip latihan, akan mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas latihan.

Pada dasarnya latihan olahraga adalah merusak, tetapi proses perusakan yang dilakukan agar berubah menjadi lebih baik, tetapi dengan syarat pelaksanaan latihan harus mengacu dan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan (Sukadiyanto, 2010: 13).

Sedangkan prinsip latihan menurut Bompa (2003: 321), adalah sebagai berikut:

1) prinsip partisipasi aktif mengikuti latihan, 2) prinsip pengembangan menyeluruh, 3) prinsip spesialisasi,

4) prinsip individual, 5) prinsip bervariasi,

6) model dalam proses latihan, 7) prinsip peningkatan beban.

(8)

15

Selanjutnya Sukadiyanto (2005: 12), menjelaskan prinsip-prinsip latihan yang menjadi pedoman agar tujuan latihan dapat tercapai, antara lain:

1) prinsip kesiapan, 2) individual, 3) adaptasi, 4) beban lebih, 5) progresif, 6) spesifik, 7) variasi,

8) pemanasan dan pendinginan, 9) latihan jangka panjang, 10) prinsip berkebalikan, 11) tidak berlebihan, 12) sistematik.

Prinsip-prinsip latihan yang dikemukakan di sini adalah prinsip yang paling mendasar, akan tetapi penting dan yang dapat diterapkan pada setiap cabang olahraga serta harus dimengerti dan diketahui benar-benar oleh pelatih maupun atlet.

Menurut Harsono (1988: 102-122), untuk memperoleh hasil yang dapat meningkatkan kemampuan atlet dalam perencanaan program pembelajaran harus berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar latihan, yaitu:

1) prinsip beban lebih (over load principle),

2) prinsip perkembangan menyeluruh (multilateral development), 3) prinsip kekhususan (spesialisasi),

4) prinsip individual, 5) intensitas latihan, 6) kualitas latihan, 7) variasi latihan, 8) lama latihan, 9) prinsip pulih asal.

Menurut Kumar (2012: 100), prinsip latihan antara lain:

“Prinsip ilmiah (scientific way), prinsip individual (individual difference), latihan sesuai permainan (coaching according to the game), latihan sesuai dengan tujuan (coaching according to the aim), berdasarkan standar awal (based on preliminary standard), perbedaan kemampuan atlet (difference between notice and experienced player),

(9)

16

observasi mendalam tentang permain (all round observation of the player), dari dikenal ke diketahui (from noticed to known) dari sederhana ke kompleks (from simple to complex), tempat melatih dan literatur (coaching venue and literature), memperbaiki kesalahan atlet (rectify the defects of the player immediately), salah satu keterampilan dalam satu waktu (one skill at a time), pengamatan lebih dekat (close observation)”.

Sedangkan menurut Singh (2012: 12), prinsip latihan antara lain: “Prinsip latihan berkelanjutan (principles of continuity of training), prinsip peningkatan beban latihan (principle of increasing of training load), prinsip individual (principles of individual matter), prinsip partisipasi aktif (principles of active participation), prinsip latihan terencana dan sistematis (principle of planned and systematic training), prinsip latihan umum dan spesifik (principle of general and specific traing), prinsip latihan kompetitif dan spesialisasi (principles of competitive and specialised traniing), prinsip kejelasan (principles of clarity), prinsip berkesinambungan (principle of continuity), prinsip memastikan hasil (principles of ensuring results), prinsip beban latihan kritis (principle of critical traing load), prinsip kemampuan adaptasi (principle of adaptability), prinsip kesamaan dan diferensiasi (principle of uniformity and differentiation), prinsip kesadaran (principle of awareness), prinsip presentasi visual (principle of visual presentation), prinsip kemungkinan (principle of feasibility)”.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip latihan antara lain prinsip kesiapan (readiness), prinsip kesadaran (awareness) prinsip individual, prinsip adaptasi, prisip beban lebih (over load), prinsip progresif, prinsip spesifikasi, prinsip variasi, prinsip latihan jangka panjang (long term training), prinsip berkebalikan (reversibility), prinsip sistematik, dan prinsip kejelasan (clarity).

f. Efek Latihan

Beberapa perubahan yang terjadi setelah melakukan latihan yaitu perubahan otot, perubahan sistem cardiopulmonary, tulang, tendon dan ligamen, tulang rawan dan persendian, penurunan tekanan darah sistole dan diastole. Efek jangka panjang dari latihan juga berefek pada meningkatnya kemampuan sistem

(10)

17

pernafasan, fungsi jantung, paru-paru, sirkulasi darah, dan volume darah. Latihan juga mempengaruhi kemampuan fisik, antara lain meningkatkan ketahanan otot, kekuatan, power, kerapatan tulang, dan juga menguatkan tendon dan ligamen (Sukadiyanto, 2010: 18).

2. Kecepatan, Agility, dan Quickness

a. Pengertian Kecepatan (Speed)

Kecepatan yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak yang sesingkat-singkatnya (Sajoto, 1988: 21). Kecepatan merupakan salah satu dari komponen kondisi fisik.

Menurut Saifudin, (1999: 1-11), kecepatan bukan hanya melibatkan seluruh kecepatan tubuh, tetapi melibatkan waktu reaksi yang dilakukan oleh seseorang pemain terhadap suatu stimulus. Kemampuan ini membuat jarak yang lebih pendek untuk memindahkan tubuh. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat, akan tetapi dapat pula menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam lari sprint kecepatan larinya ditentukan oleh gerakan berturut-turut dari kaki yang dilakukan secara cepat, kecepatan menendang bola ditentukan oleh singkat tidaknya tungkai dalam menempuh jarak gerak tendang.

Kecepatan anggota tubuh seperti lengan atau tungkai adalah penting pula guna memberikan akselerasi kepada objek-objek eksternal seperti sepakbola, bola basket, tenis lapangan, lempar cakram, bola voli, dan sebagainya. Kecepatan tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu strength, waktu

(11)

18

reaksi, dan fleksibilitas (Harsono, 1988: 216). Untuk melakukan gerakan kecepatan adalah merupakan hasil dari jarak per satuan waktu (meter per detik), misalnya 100 km per jam atau 120 meter per detik.

Kecepatan mengacu pada kecepatan gerakan dalam melakukan suatu keterampilan bukan hanya sekedar kecepatan lari. Menggerakkan kaki dengan cepat merupakan keterampilan fisik terpenting bagi pemain bertahan dan harus ditingkatkan kemampuan mengubah arah pada saat teakhir merupakan hal yang terpenting lainnya.

Menurut Sajoto (1995: 9), kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan kesinambungan dalam waktu yang sesingkat- singkatnya.

Macam-macam kecepatan menurut Suharno (1985: 31), antara lain: 1) kecepatan sprint,

2) kecepatan reaksi, 3) kecepatan bergerak.

Di antara tipe kecepatan tersebut di atas dua tipe kecepatan, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan bergerak, yang sangat diperlukan dalam kegiatan olahraga sepakbola, misalnya seorang pemain pada saat menggiring bola lalu mengoper kepada kawan dan sesaat kemudian dikembalikan lagi ke depannya dan bola harus dikejar, artinya pemain tersebut sudah melakukan gerakan dengan gerakan secara cepat, karena harus mendahului lawan yang akan datang. Dalam permainan sepakbola, kedua tipe kecepatan di atas banyak digunakan mulai dari menggiring bola, memberi umpan kepada kawan, saat menendang bola, bahkan saat melakukan gerakan tanpa bola, seorang pemain harus sesering mungkin melakukan gerakan.

(12)

19

Menurut Moeloek (1984: 7), kecepatan didefinisikan sebagai laju gerak, dapat berlaku untuk tubuh secara keseluruhan atau bagian tubuh. Menurut Saifudin (1999: 1-11), kecepatan gerakan dan kecepatan reaksi sering dianggap sebagai ciri dari atlet berprestasi, yang dapat diamati dalam cabang-cabang olahraga yang membutuhkan mobilitas tinggi, seperti kecepatan lari seseorang pemain sepakbola mengejar atau menggiring bola, kecepatan pemain softball berlari dari satu base ke base berikutnya. Kedua gerak tipe tersebut di atas sangat diperlukan dalam kegiatan olahraga misalnya seorang pemain sepakbola pada saat menggiring bola lalu mengoper kepada kawan dan sesaat kemudian dikembalikan lagi ke depannya dan bola harus dikejar, artinya pemain tersebut sudah melakukan gerakan (movement) dengan gerakan secara cepat, karena harus mendahului lawan yang menghadang. Dalam permainan sepakbola, kedua tipe gerak di depan banyak digunakan mulai dari menggiring bola, memberikan umpan kepada kawan, saat menendang bola bahkan saat melakukan gerakan tanpa bola pun seorang pemain harus sesering mungkin melakukan gerakan (movement).

Bertolak dari teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan reaksi, dengan bergerak secepat-cepatnya ke arah sasaran yang telah ditetapkan.

b. Pengertian Kelincahan (Agility)

Merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat, sambil berlari hampir dalam keadaan penuh. Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga yang ekplosif. Besarnya tenaga

(13)

20

ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot. Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls syaraf. Kedua hal ini merupakan pembawaan atau bersifat genetis, atlet tidak dapat merubahnya (Baley, 1986: 198).

Menurut Sajoto (1988: 90), mendefinisikan kelincahan sebagai ability untuk mengubah arah dalam posisi di arena tertentu. Seseorang yang mampu mengubah arah dari posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik berarti kelincahannya cukup tinggi. Sedangkan menurut Moeloek (1984: 8), kelincahan adalah kemampuan mengubah secara cepat arah tubuh atau bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan. Mengubah arah gerakan tubuh secara berulang-ulang seperti halnya lari bolak-balik memerlukan kontraksi secara bergantian pada kelompok otot tertentu.

Sebagai contoh saat lari bolak-balik seorang atlet harus mengurangi kecepatan pada waktu akan mengubah arah. Untuk itu otot perentang otot lutut pinggul mengalami relaksasi saat otot ini memperlambat momentum tubuh yang bergerak ke depan. Kemudian dengan cepat otot ini memacu tubuh ke arah posisi yang baru. Gerakan kelincahan menuntut terjadinya pengurangan kecepatan dan pemacuan momentum secara bergantian. Rumus momentum adalah massa dikalikan kecepatan. Massa tubuh seorang atlet relatif konstan tetapi kecepatan dapat ditingkatkan melalui pada program latihan dan pengembangan otot. Di antara atlet yang beratnya sama (massa sama), atlet yang memiliki otot yang lebih kuat dalam kelincahan akan lebih unggul (Baley, 1986: 199).

(14)

21

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik pengertian bahwa kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah arah atau posisi tubuh secara cepat dan efektif di arena tertentu tanpa kehilangan keseimbangan. Seseorang dapat meningkatkan kelincahan dengan meningkatkan kekuatan otot-ototnya. Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat.

Kelincahan yang dilakukan oleh atlet karate saat berlatih maupun bertanding tergantung pula oleh kemampuan mengkoordinasikan sistem gerak tubuh dengan respon terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Kelincahan ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi, kemampuan untuk menguasai situasi dan mampu mengendalikan gerakan secara tiba-tiba yang terjadi dilapangan pertandingan.

Menurut Suharno (1985: 33), menyatakan kelincahan adalah kemampuan dari seseorang untuk berubah arah dan posisi secepat mungkin sesuai dengan situasi yang dihadapi dan dikehendaki. Nosseck (1982: 93), secara lebih lanjut menyebutkan bahwa kelincahan diidentitaskan dengan kemampuan mengkoordinasikan dari gerakan-gerakan, kemampuan keluwesan gerak, kemampuan memanuver sistem motorik atau deksteritas.

Sedangkan menurut Harsono (1988: 172), berpendapat bahwa kelincahan merupakan kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya.

Dari batasan di atas menunjukkan yang dimaksudkan dengan kelincahan adalah kemampuan untuk bergerak mengubah arah dan posisi dengan cepat dan

(15)

22

tepat sehingga memberikan kemungkinan seseorang untuk melakukan gerakan ke arah yang berlawanan dan mengatasi situasi yang dihadapi lebih cepat dan lebih efisien. Kegunaan kelincahan sangat penting terutama dalam olahraga yang memerlukan ketangkasan, khususnya karate.

Menurut Suharno (1985: 33), menyatakan kegunaan kelincahan adalah untuk menkoordinasikan gerakan-gerakan berganda atau stimulan, mempermudah penguasaan teknik-teknik tinggi, gerakan-gerakan efisien, efektif serta mempermudah orientasi terhadap lawan dan lingkungan.

c. Pengertian Quickness (Ketangkasan)

Quickness sering kali diartikan sebagai langkah awal dari kecepatan. Dalam ilmu fisika, seringkali diartikan sebagai reaksi (Brown, 2015: 15). Atlet mana yang dapat berlari paling kencang, melompat paling tinggi, dan melempar paling jauh, akan menjadi pemenang lomba. Sehingga latihan velocity dan quickness sangat penting dan mendasar, apapun cabang olahraga yang dilombakan (Brown, 2015: 273).

Setiap cabang olahraga selalu memerlukan gerakan tiga dimensi, ke arah depan-belakang, kiri-kanan, atas-bawah meliputi gerak lari dan lompat. Beberapa macam cabang olahraga bahkan hanya berkisar pada gerakan-gerakan lincah, yang memerlukan hentakan energi yang besar, dilanjutkan dengan perubahan arah gerakan, seperti gerakan dalam teknik kumite, dimana dibutuhkan pukulan dan tendangan dengan energi yang eksplosif, dilanjutkan dengan menarik kembali kepalan tinju atau telapak kaki sehingga keseimbangan tubuh kembali kepada kondisi stabil. Sepanjang kumite, jarang sekali atlet bergerak lebih dari lima meter, ke semua arah.

(16)

23

Dalam cabang olahraga karate, reaksi cepat dan eksplosif dengan gerak kiri-kanan, depan-belakang, dan atas-bawah, termasuk lompatan. Dengan dasar pemikiran seperti ini, setiap pelatih harus mengembangkan program latihan yang dapat meningkatkan kemampuan atlet untuk berreaksi dan bergerak ke segala arah. Reaksi dalam seluruh macam cabang olahraga adalah awal dari quickness. Atlet juga harus belajar bagaimana bisa mengenali dan menerjemahkan hal apa yang terjadi di sekitar mereka, dan bagaimana berreaksi dengan cepat pada waktu yang tepat sehingga respon ini berkembang menjadi kemampuan yang dapat diaplikasikan dalam teknik kumite (Dawes, 2012:152).

Pelatih juga harus mengembangkan kemampuan atlet untuk menerima rangsangan sederhana, seperti gerakan kecil, atau bunyi peluit, dan menjawab rangsangan yang diberikan dengan gerakan sederhana, yang nantinya seiring waktu dapat dikembangkan menjadi gerak yang lebih kompleks. Ketika rangsangan sudah dapat dijawab dengan gerakan yang dikembangkan menjadi kompleks, pelatih dapat mengganti arah gerak, dan mungkin juga dikembangkan menjadi gerakan kompleks seperti cone training (Dawes, 2012:153).

Kombinasi antara lari, gerak zig-zag, dan juga kelincahan. Sehingga atlet dapat menjawab rangsang kecil dengan gerakan kompleks. Hal seperti ini dapat diaplikasikan dalam kumite sebagai waktu yang tepat untuk melakukan serangan pada saat melihat kelemahan lawan, dan mungkin menghindar atau menangkis pada saat melihat serangan lawan.

Apabila pelatih ditanyai mengenai quickness, hampir semua akan menjawab bahwa quickness adalah salah satu kunci untuk kesuksesan dalam tiap cabang olahraga yang memerlukan kelincahan. Quickness didefinisikan sebagai

(17)

24

kecepatan reaksi dalam menjawab rangsangan yang diberikan (Hale, 2004: 6-7). Latihan untuk quickness tidaklah sama dengan latihan untuk kecepatan, quickness menitikberatkan pada selisih waktu untuk mengubah arah gerakan dari gerakan pertama menuju gerakan kedua setelah adanya rangsangan yang diterima. Sehingga quickness adalah fase pertama proses terjadinya kecepatan. Sedangkan latihan kecepatan menitikberatkan pada pencapaian kecepatan maksimal, seperti lari sprint.

3. Latihan Squat

Latihan squat adalah jenis latihan beban untuk meningkatkan atau mengembangkan kekuatan, terutama pada otot-otot kaki. Beban di sini digunakan sebagai dasar pokok latihan. Latihan squat ini dilakukan dengan cara membebani organ tubuh dengan suatu barbel atau dengan beban tubuh itu sendiri dengan intensitas, set, frekuensi, dan lama latihannya, yang dapat menimbulkan suatu efek latihan, yaitu berupa peningkatan kekuatan, daya ledak, serta daya tahan otot. Tujuan utama latihan squat adalah untuk mengembangkan/meningkatkan kekuatan, daya ledak, dan daya tahan terutama otot-otot kaki seperti quadricep, gluteus maximus, harmstring (Soekarman, 1987: 58-60).

a. Half Squat Jump

Latihan half squat jump pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk latihan berbeban guna meningkatkan dan mengembangkan kekuatan otot tungkai. Latihan half squat jump adalah suatu bentuk latihan yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dengan menggunakan beban internal atau eksternal. Menurut Jayadi (2010), bahwa: “Squat jump dengan jalan melentukkan lutut dan

(18)

25

pinggul sampai bahu dan pangkal paha paralel dengan lantai”. Dengan penjelasan kutipan tersebut, half squat jump tentunya hanya dilakukan dengan setengah jongkok.

Latihan half squat jump merupakan latihan yang bertujuan untuk menguatkan kaki, betis, paha, dan otot punggung. Latihan half squat jump merupakan latihan untuk meningkatkan kekuatan, daya ledak dan daya tahan otot tungkai. Dalam pelaksanaan half squat jump terdapat empat fase gerakan, yaitu fase awal, tolakan, melayang dan mendarat.

1) Fase awal: Posisi kaki menghadap ke depan dalam keadaan sejajar. Kira-kira berjarak satu jengkal dari kaki yang satu dan titik berat badan ditolak oleh kedua kaki, tangan berada di belakang kepala.

Gambar 1. Fase Awal (hasil dokumentasi pribadi)

(19)

26

2) Fase tolakan: Posisi dalam keadaan lurus, berat badan direndahkan agar memperoleh kekuatan. Untuk memperoleh tolakan lutut agak dibengkokkan dilanjutkan dengan tolakan.

Gambar 2. Fase Tolakan (hasil dokumentasi pribadi)

3) Fase melayang: Posisi badan dalam keadaan tegak lutut dalam keadaan lurus hingga sampai pada ketinggian maksimal.

Gambar 3. Fase Melayang (hasil dokumentasi pribadi)

(20)

27

4) Fase mendarat: Sikap mendarat pada sesaat sebelum mendarat posisi badan tetap dalam keadaan tegak dan pandangan lurus ke depan. Pada waktu mendarat letak kedua kaki seperti semula dengan keadaan jinjit. Pandangan ke depan untuk menjaga keseimbangan badan agar tidak berpindah tempat.

Gambar 4. Fase Mendarat (hasil dokumentasi pribadi)

b. Split Squat Jump

Menurut Nasaru (2012), latihan split squat jump dapat meningkatkan power tungkai secara signifikan. Split squat jump adalah versi lanjutan dari squat jump. Dalam pelaksanaan split squat jump terdapat tiga fase gerakan, yaitu:

1) Fase Tolakan: Mulai dengan posisi split dengan satu kaki ke depan dan satu kaki ke belakang. Tubuh diturunkan, kemudian bergerak memutar dan melompat ke udara.

Gambar 5. Fase Tolakan (hasil dokumentasi pribadi)

(21)

28

2) Fase Melayang: Sementara atlet berada di udara, posisi kaki berganti sehingga kaki yang di belakang sekarang di depan dan sebaliknya.

Gambar 6. Fase Melayang (hasil dokumentasi pribadi)

3) Fase Mendarat: Mendarat pada ujung kaki, kemudian titik berat badan dipindahkan kembali ke tumit. Lutut segera dilipat untuk mengurangi dampak tekanan yang timbul.

Gambar 7. Fase Mendarat (hasil dokumentasi pribadi)

(22)

29 c. Struktur dan Kontraksi Otot 1) Struktur Otot

Pada prinsipnya otot dibagi menjadi tiga macam yaitu otot polos, otot jantung dan otot rangka. 40 % tubuh terdiri dari otot rangka dan 5 sampai 10 % lainnya adalah otot polos dan otot jantung. Semua otot rangka dalam tubuh terbentuk dari sejumlah serabut-serabut otot yang bergaris tengah antara 10 sampai 100 mikron, panjangnya dapat melebihi 30 cm (Sulistyo, 2010: 339).

Otot polos adalah otot yang bekerja secara refleks diluar kesadaran sistem saraf pusat atau otak. Otot polos membentuk dinding usus, dinding rahim dan saluran kelamin. Otot jantung adalah otot penyusun dinding jantung yang meliputi gabungan otot lurik dan otot polos, otot jantung dapat bekerja terus tanpa istirahat. Otot rangka adalah jaringan otot lurik yang menempel pada tulang. Otot ini yang bertanggung jawab atas kontraksi dan relaksasi ketika seseorang bergerak dan otot ini bekerja dibawah pengaruh kesadaran tubuh. .

2) Mekanisme Kontraksi Otot

Kontraksi otot terjadi setelah otot menerima rangsangan pada syaraf motoris atau rangsangan langsung pada otot tersebut. Pada keadaan fisiologis rangsangan melalui syaraf motoris yang berasal dari susunan syaraf pusat (SSP) atau sumsum tulang belakang melalui syaraf efferen. Impuls tersebut dipindahkan dari syaraf ke syaraf lain yang akhirnya mencapai neuromuscular junction (motor end plate), yang akhirnya mengeluarkan neurotransmitter yaitu acetylcholin (https://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/sistem-saraf-manusia).

Acetylcholin akan melepaskan ion kalsium yang berada di sel otot. Melalui proses tertentu, adanya ion kalsium menyebabkan protein otot berikatan

(23)

30

membentuk aktomyosin. Hal ini akan menyebabkan pemendekan sel otot sehingga terjadi kontraksi, setelah kontraksi ion kalsium masuk kembali ke dalam plasma sel sehingga menyebabkan lepasnya perlekatan protein otot yang menyebabkan otot menjadi lemas dan otot mengalami relaksasi.

Half squat jump adalah suatu gerakan melompat setengah jongkok dengan berbeban dan melibatkan otot-otot tungkai bawah seperti otot panggul (pelvis), otot paha (femoris), dan otot betis (fibula, tibialis). Berikut adalah gambar otot-otot yang terlibat pada setiap jenis gerakan, dalam pelaksanaan latihan half squat jump (Jayadi, 2010):

Gambar 8. Otot Tungkai Atas Depan (Putz. R. et al 2006:308)

(24)

31

Gambar 9. Otot Tungkai Atas Belakang (Putz. R. et al 2006:316)

Gambar 10. Otot Tungkai Bawah Depan (Putz. R. et al 2006:308)

(25)

32

Gambar 11. Otot Tungkai Bawah Belakang (Putz. R. et al 2006:335)

Otot utama yang terlibat dalam mekanisme antagonis (kontraksi dan relaksasi) selama dilakukan latihan half squat jump antara lain:

1) quadriceps femoris

Otot ini berada di bagian depan tungkai atas. Apabila otot ini berkontraksi, maka otot mengalami pemendekan, yang berefek pada pelurusan lutut. Sehingga bisa diartikan sebagai otot penumpu utama pada saat proses penolakan half squat jump.

2) hamstring (M.semitendinosus-M semimembranosus)

Otot ini berada di bagian belakang tungkai atas. Apabila otot ini berkontraksi, maka otot mengalami pemendekan, yang berefek pada penekukan lutut. Dengan demikian, otot ini merupakan antagonis dari otot quadratriceps.

(26)

33

3) glutes maximus

Otot ini berada di bagian pantat. Apabila otot ini berkontraksi, kontraksi otot ini akan menyebabkan pelurusan tungkai, yang apabila dilakukan secara cepat, akan menyebabkan tolakan dari keseluruhan tungkai.

4) gastrocnemius

Otot ini disebut juga sebagai otot betis. Kontraksi otot ini menyebabkan tumit terangkat. Sehingga apabila dilakukan secara cepat, akan menyebabkan tolakan dari bola kaki.

Kombinasi dari kontraksi-relaksasi dari keempat otot utama ini apabila dilakukan secara sinergi, akan menyebabkan terjadinya tolakan yang akan menjadi gerakan latihan half squat jump (http://stkildafitnesstrainer.com.au/how-to-desagn-a-total-body-fat-loss-workout).

4. Teknik Tendangan Karate a. Pengertian Tendangan

Tendangan (geri): Dalam menyerang lawan selain dengan pukulan (zuki) dalam karate bisa juga dengan mengunakan tendangan (geri) dengan macam dan bentuk yang beragam sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi. Pada umumnya geri digunakan pada pertarungan dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Berikut ini adalah macam-macam tendangan dalam karate.

1) Mae geri: tendangan ke depan. 2) Mawashi geri: tendangan melingkar.

3) Yoko geri kekomi: tendangan samping menyodok.

4) Yoko geri keage: tendangan samping mengipas (snap).

5) Ushiro geri: tendangan ke belakang dengan cara menghujam.

(27)

34 b. Tendangan Mae Geri

Mae berarti depan, yang dimaksud disini adalah sasaran yang berada di depan penendang. Mae geri adalah tendangan yang paling dasar dari segala macam tendangan dalam karate. Tendangan ini bermanfaat untuk mengenai sasaran yang ada di depan penendang. Tendangan ini digunakan pada semua teknik tendangan, jadi penting untuk para pemula tahu bagaimana melakukannya.

Untuk memulai teknik ini kita menggunakan kuda kuda zenkutzu dachi. Berikutnya posisikan lutut setinggi mungkin menuju dada. Semakin tinggi lutut ditarik, semakin mudah untuk melakukan serangan. Salah satu cara untuk berlatih bagian ini adalah untuk dengan berpasangan dengan memegang target didepan anda.

Tarik paha tinggi, sehingga anda dapat berlatih menarik lutut anda dan memastikan kaki anda lebih tinggi dari objek perisai. Jika tiap bagian dari tendangan ini dilakukan dengan benar, bagian betis juga dapat digunakan sebagai blok shin melawan tendangan lawan.

Langkah kedua adalah untuk mendorong/menendang kaki anda keluar menuju arah ulu hati, dengan membuka jari-jari kaki menghadap ke atas yang menyebabkan kerusakan lebih parah pada pihak lawan. Cara terbaik untuk

Gambar 12. Posisi Awal

(28)

35

membuka jari kaki adalah dengan menggunakan dan menendang dengan kaki bagian depan dan harus dilakukan dengan tendangan kejut seperti menembak senjata dalam situasi ini.

Gambar 13. Posisi Menendang www.technique-karate.com/images/mae-geri.jpg

Selanjutnya adalah kita tarik kaki kembali ke posisi awal sebelum menendang. Lutut tetap pada arah lawan dan setinggi dada. Hal ini penting untuk menarik tendangan dan dengan cepat tarik secepat mungkin kaki sehingga lawan tidak bisa mengambil kaki anda dan posisikan keadaan semula menjejakkan tanah dan menjaga kestabilan tubuh.

Gambar 14. Posisi Setelah Menendang

(29)

36

Langkah terakhir tempatkan kaki anda di tanah ke posisi kuda kuda tekuk depan (zenkutzu dachi). Mae geri juga dapat menjadi cara yang penting untuk mendapatkan poin dalam kumite ippon. Tendangan ini dapat dilakukan dari banyak kuda-kuda di nekoashi dachi (kuda kuda kaki kucing). Salah satu kelemahan teknik tendangan mae geri adalah jika posisi penendang kemudian menurunkan kaki ke dalam sikap baru, maka ada kecenderungan kehilangan keseimbangan.

Chudan berarti bagian tengah. Sehingga arti keseluruhan dari mae geri chudan adalah tendangan yang dilakukan lurus ke depan, dengan sasaran bagian tengah dari tubuh lawan, umumnya sasaran yang dituju adalah ulu hati.

Gambar 15. Otot Dominan Mae Geri Chudan

(30)

37 c. Kecepatan Tendangan

Pada beladiri karate, selama ini yang dipertandingkan adalah pertarungan, dan seperti diketahui, jika bertarung pasti akan memerlukan kekuatan otot, kecepatan, power, keseimbangan, fleksibilitas, daya tahan serta keterampilan gerak. Komponen-komponen biomotorik tersebut mutlak diperlukan dalam pertarungan (Tirtawirya, 2005: 37).

Secara umum, kecepatan mengandung pengertian kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap rangsang. Dalam menjawab rangsang dapat dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak yang dilakukan secepat mungkin. Untuk itu ada dua macam kecepatan, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan gerak. Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab suatu rangsang dalam waktu sesingkat mungkin. Sedangkan kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin (Sukadiyanto, 2010: 116).

Kecepatan reaksi dibedakan menjadi reaksi tunggal dan reaksi majemuk. Sedang kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan reaksi tunggal adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan sasarannya dalam waktu sesingkat mungkin. Artinya, sebelum melakukan gerakan dalam benak pikiran olahragawan sudah ada persepsi dan arah serta sasaran rencana motorik yang akan dilakukan. Sehingga kondisi rangsang sudah dapat diprediksi sebelum gerak dilakukan.

(31)

38

Kecepatan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang yang belum diketahui arah dan sasarannya dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah kombinasi kecepatan reaksi dalam menjawab aksi dari bunyi peluit, dan kecepatan gerak melakukan tendangan.

5. Atlet Karate

Definisi menurut kamus bahasa resmi Bahasa Indonesia definisi dari Atlet adalah atlet/at·let/atlét/n olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan) (http://kbbi.web.id/atlet).

Menurut WKF rules rev. 09, atlet dikategorikan sebagai berikut: a. Kadet, Junior dan dibawah usia 21 tahun

Kadet adalah kategori atlet dengan usia 14-15 tahun untuk individual kata sedangkan kategori untuk individual kumite terbagi atas atlet putra dan putri. Kategori atlet kadet putra terdiri dari kelas dibawah 52 kg, 57 kg, 63 kg, 70 kg dan di atas 70 kg sedangkan kategori atlet kadet putri terdiri dari kelas dibawah 47 kg, 54 kg dan diatas 54 kg.

Junior adalah kategori atlet dengan usia 16-17 tahun untuk individual kata sedangkan kategori untuk individual kumite terbagi dari atlet putra dan putri. Kategori atlet junior putra terdiri dari kelas dibawah 55 kg, 61 kg, 68 kg, 76 kg dan diatas 76 kg sedangkan kategori atlet junior putri terdiri dari kelas dibawah 48 kg, 53 kg, 59 kg dan diatas 59 kg. Untuk kata berkelompok kategori atlet junior dengan usia 14-17 tahun.

(32)

39

Usia dibawah 21 tahun adalah kategori atlet dengan usia 18, 19, 20 tahun untuk individual kata sedangkan kategori untuk individual kumite terbagi dari atlet putra dan putri. Kategori atlet usia dibawah 21 tahun putra terdiri dari kelas dibawah 60 kg, 67 kg, 75 kg, 84 kg dan diatas 84 kg sedangkan kategori atlet usia dibawah 21 tahun putri terdiri dari kelas dibawah 50 kg, 55 kg, 61 kg, 68 kg dan diatas 68 kg.

Tabel 1. Klasifikasi Atlet Kadet, Junior dan Under 21

b. Senior

Senior adalah kategori atlet dengan usia diatas 16 tahun untuk individual kata sedangkan kategori untuk individual kumite terbagi atas atlet putra dan putri. Kategori atlet senior putra terdiri dari kelas dibawah 60 kg, 67 kg, 75 kg, 84 kg dan diatas 84 kg sedangkan kategori atlet senior putri terdiri dari kelas dibawah 50 kg, 55 kg, 61 kg, 68 kg dan diatas 68 kg. Untuk kata berkelompok kategori atlet

(33)

40

senior baik putra maupun putri dengan usia diatas 16 tahun sedangkan untuk kumite berkelompok kategori atlet senior baik putra maupun putri dengan usia diatas 18 tahun.

Tabel 2. Klasifikasi Atlet Senior

Senior, definisi menurut kamus resmi bahasa Indonesia/se·ni·or/ /sénior/lebih matang dalam pengalaman dan kemampuan. Atlet senior dalam penelitian ini berperan sebagai subjek penelitian. Perlakuan yang akan diterima oleh subjek penelitian antara lain latihan half squat jump, variasi frekuensi latihan, dan tendangan mae geri chudan.

6. Kabupaten Klaten

Kabupaten menurut KBBI/ka·bu·pa·ten/kabupatén/daerah swatantra tingkat II yang dikepalai oleh bupati, setingkat dengan kotamadya, merupakan

(34)

41

bagian langsung dari provinsi yang terdiri atas beberapa kecamatan. Luas wilayah kabupaten Klaten mencapai 655,56 km2. Di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo. Di sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Kabupaten Magelang dan di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Boyolali (http://www.klatenkab.go.id/).

Menurut sekretaris Inkai kabupaten Klaten, kabupaten Klaten memiliki 615 orang karateka yang tersebar di tempat latihan (dojo) ataupun sekolahan. Ada 30 dojo yang ada di kabupaten Klaten yang masing-masing dojo berisi anak latih umur 4 tahun-45 tahun. Dibagi atas sabuk putih 180 orang, sabuk kuning 180 orang, sabuk hijau 60 orang, sabuk biru 70 orang, sabuk coklat 90 orang dan sabuk hitam 35 orang. Dari jumlah keseluruhan tadi dbagi atas putra 330 orang dan putri 285 orang. Dari 615 orang karateka, hanya ada 85 atlet yang aktif berlatih dan mengikuti pertandingan. 430 orang sisanya hanya sebagai karateka non atlet. Di kabupaten Klaten setiap 6 bulan sekali diadakan ujian penurunan kyu/kenaikan sabuk yang bertempat di GOR Gelarsena kabupaten Klaten. Kejuaran yang sering diadakan di wilayah kabupaten Klaten meliputi O2SN, OSN, Komandan Distrik Militer cup, dan Bupati cup. Atlet karate kabupaten Klaten juga sering mengikuti kejuaraan yang berada di luar wilayah kabupaten Klaten. Kejuaraan yang pernah dimenangkan oleh atlet karate kabupaten Klaten meliputi kejuaraan daerah Inkai di Jepara, kejuaraan wilayah di Stadion Manahan Solo.

(35)

42

7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen dan Metode Penelitian

Menurut Azwar (1986: 137), validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Semakin valid suatu alat ukur, maka semakin tinggi akurasi dan ketelitian alat ukur tersebut.

Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A1 atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A1 atau B.

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan

(36)

43

yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan. Sedangkan apabila kita menggunakan alat penimbang berat emas untuk mengukur berat badan, maka alat penimbang akan menunjukkan error, karena kelebihan kapasitas.

Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau error. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya.

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan, yaitu valid untuk mengukur apa.

Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara internal dan eksternal (Sugiyono, 2011: 130). Secara internal, reliabilitas dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik

(37)

44

internal consistency. Hal ini dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen sekali saja.

Secara eksternal, pengujian dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Pretest-posttest. Pengujian dengan cara ini dilakukan dengan mencobakan instrumen yang sama beberapa kali pada responden yang sama, namun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel.

b. Equivalent. Pengujian dengan cara ini cukup dilakukan sekali, namun menggunakan dua instrumen yang berbeda, pada responden yang sama, dan waktu yang sama. Reliabilitas dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan equivalent.

c. Gabungan. Pengujian dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang equivalent beberapa kali kepada responden yang sama. Reliabilitas diukur dengan mengkorelasikan dua instrumen, kemudian dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang.

B. Penelitian yang relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini sangat diperlukan, guna mendukung kajian teoritis yang telah dikemukakan sehingga dapat digunakan sebagai landasan pada penyusunan kerangka berfikir. Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

(38)

45

1. Hasil penelitian dari Leo Andika Tambunan, Universitas Medan, Tahun 2013 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kecepatan Tendangan Mae Geri Chudan Melalui Modifikasi Latihan Squat Jumps dan Latihan Split Jumps Pada Atlet Karate INKANAS Dojo SMP St. Antonius Medan Tahun 2013”. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013 dengan hasil penelitian bahwa latihan squat jump dan latihan split jump meningkatkan kecepatan tendangan mae geri

chudan pada atlet karate INKANAS dojo SMP St. Antonius

Medan Tahun 2013.

2. Hasil penelitian dari Imral Manihuruk, tahun 2013 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kecepatan Tendangan Mae Geri Chudan dengan Latihan Circuit Training Karateka Dojo GOKASI SMA Negeri 1 Purba Kabupaten Simalungun Tahun 2013” menyatakan bahwa ada peningkatan signifikan dalam kecepatan tendangan mae geri chudan dengan perlakuan latihan circuit training pada atlet karateka dojo GOKASI.

3. Hasil penelitian dari Yeni Wahyuni Butar-butar, tahun 2013 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kecepatan Tendangan Mae Geri Chudan dengan Latihan Naik Turun Tangga pada Atlet Karate Umur 11-15 Tahun dojo Shindoka Karang Taruna PBD I Medan Tahun 2012/2013” menyatakan bahwa peningkaan power otot tungkai dapat mempercepat tendangan mae geri chudan.

(39)

46 C. Kerangka Berfikir

Atlet karate diharapkan memiliki otot tungkai kaki yang kuat karena hal tersebut berpengaruh terhadap teknik tendangan pada karate terutama tendangan mae geri chudan. Salah satu teknik tendangan utama yang umum digunakan dalam teknik kata dan kumite yaitu tendangan mae geri chudan. Mae geri chudan ini merupakan tendangan lurus ke arah ulu hati atau kepala dengan arah ke depan sehingga otot tungkai kaki sangat berperan penting dalam tendangan, otot tungkai tersebut dapat diperkuat dengan latihan half squat jump.

Latihan half squat jump dan split squat jump yaitu suatu gerakan melompat setengah jongkok dengan berbeban dan melibatkan otot-otot utama yang berperan dalam eksekusi mae geri chudan, yaitu quadratriceps, yang berefek pada pelurusan lutut. Hamstring, yang berefek pada penekukan lutut, glutes yang menyebabkan tolakan dari keseluruhan tungkai, dan calf muscle, yang berperan dalam tolakan/ lompatan dari betis. Dengan demikian diduga, latihan half squat jump memiliki hubungan dengan kecepatan tendangan mae geri chudan.

Perbedaan utama dari gerakan split squat jump dan half squat jump ada pada pokok otot yang dilatih, dimana half squat jump berporos pada calf muscle dan hamstring, sedangkan split squat jump berporos pada quadratriceps dan hamstring.

(40)

47 D. Hipotesis Penelitian

Maka berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berfikir yang mendasar pada telaah kepustakaan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ada pengaruh dari latihan half squat jump terhadap peningkatan kecepatan tendangan mae geri chudan pada atlet karate senior (usia 21 tahun keatas) kabupaten Klaten.

2. Ada pengaruh dari latihan split squat jump terhadap peningkatan kecepatan tendangan mae geri chudan pada atlet karate senior (usia 21 tahun keatas) kabupaten Klaten.

3. Salah satu dari latihan half squat jump atau split squat jump mampu meningkatkan kecepatan tendangan mae geri chudan pada atlet karate senior (usia 21 tahun keatas) kabupaten Klaten lebih signifikan dibandingkan latihan yang lain.

Gambar

Gambar 1. Fase Awal  (hasil dokumentasi pribadi)
Gambar 2. Fase Tolakan  (hasil dokumentasi pribadi)
Gambar 4. Fase Mendarat  (hasil dokumentasi pribadi)
Gambar 6. Fase Melayang  (hasil dokumentasi pribadi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karenanya, peneliti ingin mengetahui bagaimana panitia wakaf masjid menghimpun dana wakaf tunai dari masyarakat dengan waktu yang singkat dan metode

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), retribusi daerah, serta jumlah penduduk terhadap Pendapatan

Luas tanah berdasarkan ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 11, dimana tabel tersebut menunjukkan bahwa wilayah yang berada pada ketinggian 25 – 100 meter di atas permukaan

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,

Penetapan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu percontohan minapolitan berbasis perikanan tangkap

Taruna/i yang menempuh pendidikan di SMK Pelayaran di Wilayah Serang dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, mampu bertahan dan mampu mengikuti sistem pembelajaran

 Menurunnya kondisi ekonomi konsumen utamanya disebabkan oleh rendahnya pendapatan rumah tangga kini (nilai indeks 95,08) dan pengaruh inflasi terhadap