GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG
DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA
TIM PENELITI :
1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3. NI MADE SUARTINI, S.Si.,M.Si. 4. DWI ARIANI YULIHASTUTI, S.Si.,M.Si.
PROGRAM STUDI / JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2015
Latar Belakang
- Kesehatan adalah aset paling berharga bagi kita.
-Salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh adalah
vitamin C.
-
Fungsi vitamin C; meningkatkan sistem imunitas (daya tahan)
Tubuh, mempercepat proses penyembuhan serta membuat kulit lebih
segar dan cerah .
- Saat ini untuk mendapatkan kulit cerah dan bersih dengan cara injeksi
- Saat ini untuk mendapatkan kulit cerah dan bersih dengan cara injeksi
vitamin C sudah banyak ditawarkan baik oleh dokter kulit maupun oleh
praktisi-praktisi kecantikan.
- S
ekali injeksi vitamin C dosis yang diberikan sekitar 1000–4000 mg sedangkan
dosis vitamin C yang disarankan untuk menjaga kesehatan sekitar 50- 75
mg/hari
HATI
Organ detoksifikasi
Untuk mengetahui adanya kerusakan hati dilakukan uji kadar
Serum glutamate oxalloacetate transaminase (SGOT) dan Serum
glutamate pyruvate transaminase (SGPT)
Enzim-enzim ini
biasanya terkandung dalam sel-sel hati. Jika hati terluka, sel-sel
hati menumpahkan enzim-enzim kedalam
hati menumpahkan enzim-enzim kedalam
darah, menaikan tingkat-tingkat enzim dalam darah dan
menandai kerusakan hati.(Ashoka Babu et al., 2012).
GINJAL
Fungsi , yaitu menyaring dan mengeluarkan racun maupun kelebihan
mineral dari dalam tubuh melalui urin.
Jika fungsi ginjal terganggu akibat peradangan atau karena penyakit
batu
ginjal
maka dengan sendirinya tubuh akan mengalami keracunan.
Selain itu, indikasi adanya kerusakan atau penurunan fungsi ginjal bisa
Selain itu, indikasi adanya kerusakan atau penurunan fungsi ginjal bisa
dilihat dari
kadar kreatinin
plasma yang meningkat. Hal ini sebagai akibat
ketidakmampuan ginjal mengeluarkan kreatinin ke dalam urin dan dalam
jumlah besar kreatinin masuk kembali
ke dalam darah hingga kadarnya dalam plasma meningkat di atas batas
normal (Soesanti dan Darmawan, 2009).
1.2.1. Tujuan umum :
Mengetahui efek samping dari injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama terhadap kesehatan .
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui kadar kolagen kulit dan tulang tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.
2. Untuk mengetahui gambaran histologis hati tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.
3. Untuk mengetahui kadar SGPT dan SGOT plasma darah sebagai indikator kerja 3. Untuk mengetahui kadar SGPT dan SGOT plasma darah sebagai indikator kerja
hati tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.
4. Untuk mengetahui gambaran histologis ginjal tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.
5. Untuk mengetahui kadar kreatinin plasma darah sebagai indikator fungsi ginjal tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi.
6. Untuk mengetahui kemampuan reproduksi tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi
Bahan penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin
C
dosis tinggi
(4000 mg/sekali injeksi) untuk manusia.
Hewan model yang digunakan adalah tikus betina dewasa usia 3-4
bulan dengan bobot badan antara 150-200 gram.
Dosis yang digunakan dikonversikan dari dosis yang digunakan pada
manusia ke tikus. Faktor konversi dari tikus ke manusia adalah 0.14
Berat badan wanita dewasa yang diinjeksi diperkirakan kurang lebih 70
Berat badan wanita dewasa yang diinjeksi diperkirakan kurang lebih 70
kg, sehingga dosis vitamin C yang diberikan pada tikus adalah 0.14 x
0.02 x 4000 = 11,2 mg/sekali suntik/ ekor
Tahun sebelumnya (2014-2015) Tahun 2016-2017 Tikus betina Tikus jantan Hati: -Histologi hati -- Kadar SGOT - KadarSGPT Ginjal: Tikus jantan Kualitas sperma Histologi Testis Testosteron Tahun I Testis darah Penurunan kualiatas Tulang: Sediaan Histologi Tulang Ginjal: -Kadar kreatinin -Histologi ginjal Kemampuan Reproduksi : - Panjang Siklus estrus -Kadar Estrogen,Progesteron -Perkembangan embrio - Jumlah anak Tahun II Imunohistokimia testis Analisis darah perifer Kadar MDA Penurunan kualiatas Sistem reproduksi jantan
Pemeliharaan hewan, aklimatisasi, berat badan awal
Persiapan kandang, vitamin C, zat-zat Kimia
Injeksi vitamin C dosis tinggi sesuai lama perlakuan
Berat badan akhir, pembedahan, plasma darah, organ hati, ginjal, kulit, tulang
TAHUN I
Tulang : Histologis tulang Pengamatan Analisis Data Ginjal :Sediaan histologi ginjal
Penentuan Kreatin Hati:
Sediaan histologi hati Penentuan kadar:
- SGOT - SGPT
Histologis tulang ? Histologis hati?
Kadar SGOT, SGPT plasma? Histologis ginjal ?
Pemeliharaan hewan, aklimatisasi, berat badan awal
Persiapan kandang, zat-zat Kimia
Perlakuan injeksi vitamin C dosis tinggi
Berat badan akhir, pembedahan, plasma darah,
Panjang siklus estrus
Perkawinan, kemampuan reproduksi ada/tidaknya aborsi
TAHUN 2
Berat badan akhir, pembedahan, plasma darah, organ Ovarium Kadar Estrogen,Progesteron Perkembangan embrio Jumlah anak Pengamatan Analisis Data
Proses pembuatan blok parafin dan preparat histologi
1. Fiksasi ; BNF 10 %
2. Dehidrasi di dalam larutan etanol bertingkat 70%, 80%, 95%, dan alkohol absolut
3. Penjernihan (clearing) dengan larutan xilol tiga pemindahan, masing-masing tahap
berlangsung selama 60 menit pada suhu kamar.
4. Infiltrasi parafin dengan memasakkan jaringan pada parafin 4. Infiltrasi parafin dengan memasakkan jaringan pada parafin cair (suhu 60ºC) tiga
kali pemindahan masing-masing selama 45 menit.
5. Embeding/jaringan dibenamkan di dalam cetakan berisi parafin cair, kemudian
didinginkan dalam suhu kamar sehingga menjadi blok parafin. 6. Blok parafin disayat setebal 5μm dengan menggunakan
rotary microtome.
7. Kemudian sayatan diletakkan dipermukaan air hangat
dengan suhu 45ºc dan ditempelkan pada gelas obyek yang telah dilapisi gelatin. Preparat dikeringkan dengan cara diletakkan secara vertikal, kemudian diletakkan pada pada objeck glass.
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
Potongan jaringan dalam parafin yang akan diwarnai dengan hematoxilin-eosin
diatur dalam rak untuk pewarnaan, kemudian diinkubasi pada suhu 60ºC selama 45 menit, setelah itu diletakkan pada suhu ruangan sampai dingin.
Selanjutnya dilakukan deparafinisasi melalui tahap-tahap pelarutan parafin dalam xilol sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan dengan proses rehidrasi dalam alkohol
bertingkat 100%, 95%, dan 80%, 70%m masing-masing tahap berlangsungselama 5 menit, kemudian dimasukkan dalam akuades selama 10 celup atau sampai alkohol larut.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan dalam hematoksilin dengan merendam slide dengan larutan hematoxilin selama 5 menit kemudian dicuci pada pada air mengalir selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan eosin selama 3 menit,
Setelah diwarnai dalam eosin, slide dimasukkan dalam larutan alkohol bertingkat dari 70%, 80%, 90%, sampai 100% masing-masing selama 10 celup., kemudian dilanjutkan dengan proses clearing menggunakan xilol sebanyak dua kali masing-masing selama 2 menit, setelah itu preparat ditutup dengan kaca penutup dengan media balsam
Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis secara statistika
dengan menggunakan software SPSS dan bila
terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata akan
dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf α 0.05 dan
α
0.01.Dan bila data tidak terdistribusi secara normal
α
0.01.Dan bila data tidak terdistribusi secara normal
maka diuji dengan Test Kruskal Wallis dan dilanjutkan
dengan uji Mann Whitney.
HASIL PENELITIAN
Kelaian Histologi ginjal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah :
Edema Glomelurus, Penyempitan kapsula bowman, Kongesti glomelurus, Endapan protein di tubulus, degenerasi di tubulus, Inti piknotik di tubulus, Infiltrasi sel radang, Hemorragi.
Histologi ginjal dengan pewarnaan HE (pembesaran 100x insert 500X) A.Glomerulus normal B.Edema glomerulus C. Penyempitan glomerulus D. Hemorrage
Histologi ginjal dengan pewarnaan HE (pembesaran 400x) insert 300x)
A.Endapan protein di tubulus B. Inti piknotik C. Kongesti glomerulusTabel 9. Uji ANOVA dan standar error Edema Glomelurus, Penyempitan kapsula
bowman, Kongesti glomelurus Histologi ginjal tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans
No Perlakuan Edema glomelurus Penyempitan kapsula bowman Kongesti glomelurus (%) Endapan protein tubulus 1 K (Kontrol) 13.0 ± 3.0 a 12.0 ± 2.54 a 18.94 ± 4.06 a 6.0 ± 1.0 a 2 P1 (30 hari) 46.0 ± 6.52 b 59.48 ± 11.61 b 71.02 ± 12.65 b 14.8 ±2.74 b 3 P2 (50 hari) 60.0 ± 18.7 b 60.00 ± 18.70 b 70.00 ± 20.00 b 19.0 ± 2.91 b 4 P3 (70 hari) 60.0 ± 4.08 b 65.00 ± 11.30 b 72.66 ± 3.82 b 18.0 ±1.57 b 5 P4 (90 hari) 64,3 ± 21.06 b 68.33 ± 6.43 b 70.00 ± 20.0 b 70.00 ± 20.0 b
Tabel 10. Uji ANOVA dan standar error degenerasi di tubulus, inti piknotik di tubulus, infiltrasi sel radang, dan hemorragi ginjal tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans
No Perlakuan Degenerasi tubulus Inti piknotik tubulus Infiltrasi sel radang(%) Hemorragi (%) 1 K (Kontrol) 7.0 ± 1.22 a 9.0 ± 1.87 a 6.0 ± 1.0 a 6.0 ± 2.46 a 2 P1 (30 hari) 4470 ± 3.88 b 41.98 ± 4.90 b 8.66 ± 0.97 a 16.0 ±3.67 a b 3 P2 (50 hari) 47.0 ± 3.0 b 49.00 ± 4.0 b c 11.0 ± 4.19 a 14.0 ± 2.91 b 4 P3 (70 hari) 56.0 ± 6.96 b c 57.00 ± 4.89 c 17.0 ±1.22 b 19.0 ±2.91 b 5 P4 (90 hari) 66.0 ± 8.57 c 52.0 ± 6.44 b c 10.6 ± 2.0 a 20.0 ± 4.18 b