• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGANKOREKSI BIAS KOEFISIEN BETA DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERSEPSI KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGANKOREKSI BIAS KOEFISIEN BETA DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

V O L . 3 , N O . 2 , J U L I 2 0 0 9 : 8 1 -1 6 6

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN

PELANGGANKOREKSI BIAS KOEFISIEN BETA DI BURSA EFEK INDONESIA

Rowland Bismark Fernando Pasaribu

POLA ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI KONSUMEN DALAM

MEMBELI RUMAH DI KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TAHUN 2008

Asri Wening Handayani

DAMPAK KEGIATAN INVESTASI TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

MASYARAKAT KABUPATEN SLEMAN PASCA OTONOMI DAERAH

Rudy Badrudin

MODEL EMPIRIS PERILAKU BERWIRAUSAHA USAHA KECIL MENENGAH

DI DIY DAN JAWA TENGAH

Tony Wijaya

PERGESERAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

PASCA LUMPUR LAPINDO SIDOARJO DAN UPAYA PENYELESAIANNYA

Sri Kusreni

Didin Fatihudin

DAMPAK MANAJEMEN LABA TERHADAP RELEVANSI INFORMASI

LAPORAN KEUANGAN DIMODERASI OLEH AKRUAL DISKRESIONER

JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG

Astrid Rona Novianty Paluruan

Baldric Siregar

(2)

Vol. 3, No. 2, Juli 2009

JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)

EDITOR IN CHIEF

Prof. Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan

STIE YKPN Yogyakarta

EDITORIAL BOARD MEMBERS

Dr. Baldric Siregar, MBA., Akuntan Dr. Soeratno, M.Ec.

STIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan Dr. Wisnu Prajogo, SE., MBA.

STIE YKPN Yogyakarta STIE YKPN Yogyakarta

MANAGING EDITORS

Dra. Sinta Sudarini, MS., Akuntan

STIE YKPN Yogyakarta

EDITORIAL SECRETARY

Drs. Rudy Badrudin, M.Si.

STIE YKPN Yogyakarta

PUBLISHER

Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281

Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1100 Fax. (0274) 486155

EDITORIAL ADDRESS

Jalan Seturan Yogyakarta 55281

Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id O e-mail: rudy@stieykpn.ac.id

Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814

Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit.

JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).

Tahun 2007

J U R N A L

(3)

Vol. 3, No. 2, Juli 2009

DAFTAR ISI

KOREKSI BIAS KOEFISIEN BETA DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu

81-89

POLA ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI KONSUMEN DALAM MEMBELI RUMAH DI KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TAHUN 2008 Asri Wening Handayani

91-105

DAMPAK KEGIATAN INVESTASI TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA MASYARAKAT KABUPATEN SLEMAN PASCA OTONOMI DAERAH Rudy Badrudin

107-117

MODEL EMPIRIS PERILAKU BERWIRAUSAHA USAHA KECIL MENENGAH DI DIY DAN JAWA TENGAH Tony Wijaya

119-131

PERGESERAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PASCA LUMPUR LAPINDO SIDOARJO DAN UPAYA PENYELESAIANNYA Sri Kusreni Didin Fatihudin

133-143

DAMPAK MANAJEMEN LABA TERHADAP RELEVANSI INFORMASI LAPORAN KEUANGAN DIMODERASI OLEH AKRUAL DISKRESIONER JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG Astrid Rona Novianty Paluruan Baldric Siregar

145-166

Tahun 2007

J U R N A L

(4)

Vol. 3, No. 2 Juli 2009 Hal. 81-89

ABSTRACT

This research aim to clarify deflect value of beta-stock coefficient enlisted Indonesian Stock Exchange and correction to the diffraction value by Scholes & Will-iams, Dimson, and also Fowler & Rorke method. The result indicate that beta-stock value is deflect, others result form normality-test also confirm the abnormal of return distribution. Adequate correction method for abnormal return distribution is Scholes And Williams with correct period 2 lag and 3 lead, while for normal distribution is Fowler-Rorke method with correct pe-riod 3 lag and 1 lead.

Keyword: nonsyncronous-trading, thin tradings, bias,

emerging market, trimming

PENDAHULUAN

Koefisien beta merepresentasikan sensitivitas suatu sekuritas terhadap pergerakan pasar. Oleh karena itu, mengetahui beta suatu asset berguna untuk manajemen risiko portfolio. Risiko total yang diasosiasikan dengan

asset dapat dibagi ke dalam dua komponen, yaitu risiko

sistematis dan non-sistematis. Risiko sistematis yang terdapat pada suatu asset tidak dapat didiversifikasi, sebaliknya risiko non-sistematis dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Dengan kata lain, koefisien beta menggambarkan jumlah relatif risiko sistematis

KOREKSI BIAS KOEFISIEN BETA DI BURSA EFEK INDONESIA

Rowland Bismark Fernando Pasaribu

Asian Banking Finance and Informatics Institute of Perbanas Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta 12940

Telepon +62 21 527 8788 ext. 33, Fax. +62 21 522 2645

E-mail: rowland.pasaribu@gmail.com

suatu asset tertentu terhadap rata-rata risiko asset. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa koefisien beta secara relatif cenderung statisioner sepanjang waktu, khususnya untuk

portfo-lio saham (Blume, 1971). Meski demikian, terdapat juga

sejumlah hasil kajian lainnya yang menyebutkan bahwa kecenderungan yang konsisten untuk portfolio dengan historikal beta yang pendek atau panjang yang dihitung untuk periode yang telah ditentukan menunjukkan nilai yang semakin tinggi atau semakin rendah untuk periode waktu berikutnya. Berdasarkan tinggi rendahnya beta yang dijelaskan dalam hubungannya terhadap beta pasar, koefisien beta terlihat sebagai ekspose tendensi yang konvergen ke arah angka 1. Kalau tendensi ini adalah stasioner, maka beta mendatang dapat diprediksi dengan beberapa derajat keyakinan tertentu. Blume (1971, 1975) dan Vasicek (1973) memberikan dua teknik yang berbeda untuk mengestimasi beta berdasarkan koefisien historikal untuk risiko sistematis.

Penjelasan teoritikal tersebut mungkin berlaku pada saat aktivitas perdagangan pasar dalam kondisi yang sinkron. Pertanyaannya, kalau ternyata aktivitas perdagangan pasar tidak sinkron maka yang dihasilkan adalah koefisien beta yang bias dan mengaburkan kegunaannya. Jogiyanto dan Surianto (2000) menyatakan bahwa aktivitas perdagangan yang tidak sinkron mengacu pada rendahnya transaksi perdagangan (thin market). Jogiyanto (1998a, 1998b) menyatakan bahwa pada pasar modal Indonesia terjadi aktivitas perdagangan yang tidak sinkron sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap perhitungan nilai

Tahun 2007

J U R N A L

(5)

beta pasar yang ada. Penelitian ini berusaha untuk melanjutkan penelitian Jogiyanto dan Surianto (2000) dalam hal konfirmasi atas nilai beta yang bias dan penggunaan metode koreksi bias beta (Scholes dan Williams, Dimson, serta Fowler dan Rorke).

Rumusan masalah penelitian ini adalah 1) apakah nilai beta saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan nilai yang bias dan 2) manakah di antara metode Scholes dan Williams (1997), Dimson (1979), atau Fowler dan Rorke (1983) yang memadai dalam mengkoreksi bias beta yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengklarifikasi nilai bias beta saham yang terdaftar di Bursa Efek Indone-sia; 2) menghitung koreksi nilai beta dengan 3 metode tersebut, dan 3) menentukan metode yang paling memadai dalam mengkoreksi nilai bias tersebut. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Blume menyatakan bahwa beta cenderung bergerak

regress pada nilai rata-rata beta secara keseluruhan.

Hasil penelitiannya menghasilkan teknik penyesuaian berdasarkan premis bahwa beta selalu bergerak dinamis mendekati nilai 1. Kolb dan Rodriguez (1989) menunjukkan bahwa beta yang mendekati 1 juga memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk menjauh dari angka 1 yang cenderung melakukan reversi off-set beta yang sangat kecil atau sangat besar atas angka 1. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam kaitannya dengan stabilitas koefisien beta terhadap periode waktu dan secara umum menghasilkan simpulan yang hampir sama. Levy (1971) menggunakan return mingguan pada 500 saham pasar modal New York (NYSE) untuk menghitung beta pasar. Levy menyimpulkan bahwa pengukuran terhadap risiko tidak stabil dalam jangka pendek (52 minggu). Sebaliknya, beta portfolio saham menjadi lebih stabil dengan jumlah saham yang besar. Hasil temuan lainnya adalah menyarankan nilai beta hasil regresi yang melampaui rata-rata beta (sebesar 1). Blume (1971) menggunakan periode waktu 1926-1962 dan menyimpulkan hal yang sama. Hasil ini didukung oleh Fielitz (1974), Porter dan Ezzell (1975), serta Tole (1981) yang menyatakan bahwa stabilitas beta meningkat dalam ukuran portfolio. Baesel (1974) menyatakan bahwa beta lebih stabil selama panjangnya periode estimasi beta ditingkatkan. Altman, Jacquillat, dan Levasseur (1974) menyimpulkan hal

yang sama untuk saham-saham di negara Perancis. Roenfeldt, Griepentrog, dan Pflamm (1978) menyatakan bahwa hasil estimasi beta yang semakin stabil dengan periode 48 bulan adalah prediktor yang buruk dalam mengestimasi beta jangka pendek (12 bulan). Chen (1981) menyarankan bahwa pendekatan normal regresi

Ordinary Least Sqaure (OLS) untuk mengestimasi beta

akan menghasilkan hasil yang bias, yaitu beta tidak bersifat stagnan dan karenanya mendukung penggunaan pendekatan penyesuaian bayesian seperti metode Vasicek.

Ada dua sumber penelitian yang mengkaitkan bias beta dengan trading delays dan price adjustment

delays. Fisher (1966) adalah yang pertama yang

mengidentifikasi potensi permasalahan yang disebabkan aktivitas non-trading. Selanjutnya Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1980) secara eksplisit mengatakan pentingnya price

adjusment delays sebagai sumber bias beta. Untuk

membedakan panjangnya interval dan indeks pasar, Scholes dan Williams (1977), Dimson (1979), Fowler, Rorke dan Jog (1980, 1981, 1989) serta Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) memberikan bukti empiris bahwa beta saham yang diperdagangkan dengan nilai kurang atau lebih daripada indeks yang digunakan dalam estimasi akan mengurangi atau meningkatkan nilai bias beta. Prosedur koreksi didesain untuk mengurangi bias yang berhubungan dengan infrequent trading menggunakan teknik ekonometrik pada return saham dan estimator informasi yang terbatas.

Dimson (1979) melakukan estimasi dengan menggunakan model multiple regresi. Variabel dependen adalah time-series tingkat pengembalian saham, variabel independen adalah return pasar, dan variabel

lead dan lag pada indeks pasar:

Rit = αi + β-1Rm,t-1 + β0m,t + β+1Rm,t+1 + εit Berdasarkan teknik ini, beta yang disesuaikan adalah sama dengan jumlah estimasi koefisien beta, yaitu: βD = β-1 + β0 + β+1

Scholes and Williams (1977) membutuhkan 3 estimasi terpisah pada model faktor tunggal:

βit = αi + βiRm,t + εit. Regresi pertama yang menggunakan observasi kontemporer pada variabel independen dan dependen menghasilkan estimasi

(6)

pertama (b0). Regresi kedua dan ketiga menggunakan variabel independen lag dan lead satu periode untuk menghasilkan b-1 dan b+1. Penyesuaian beta Scholes and Williams (1977) diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata beta dengan persamaan sebagai berikut:

βSW = (β-1+ β0 + β+1)/(1+2ρ)

ρ adalah koefisien korelasi first order serial untuk indeks pasar

Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, and Whitcomb (1983) mengusulkan teknik penyesuaian OLS untuk estimasi beta yang terdiri dari estimasi pada interval cross-sectional atau hubungan thinness (event pada saat transaksi perdagangan rendah). Teknik ini mengacu pada proposisi bahwa semakin diperpanjang interval yang membedakan, beta OLS semakin mendekati beta kongkret. Pertama, mengestimasi model market untuk tiap emiten j, untuk beragam panjang in-terval yang berbeda (1, …, 6, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 18, dan 20 hari). Selanjutnya, estimasi persamaan berikut untuk tiap emiten:

βjL = aj + bjL-n + εjL, n > 0, L and j. βjL adalah beta estimasi OLS saham (model market) untuk panjang interval waktu yang berbeda-beda, L (hari), εjL adalah random error, aj dan bj adalah param-eters yang diestimasi. Nilai n is dipilih untuk memberi linear fit terbaik. Untuk sampel 50 perusahaan, Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) kemudian mengestimasi cross-sectional interval sebagai berikut:

bj = c + b ln Vj + εjL, j = 1,…,50

bj = koefisien L-n; Vj = Market value shares outstand-ing akhir tahun; εjL = random error; c dan b=

param-eters yang diestimasi. Untuk sampel 50 emiten NYSE, Cohen, Hawawini, Maier, Schwartzm dan Whitcomb (1983) menghasilkan estimasi berikut atas persamaan diatas: bj = -2.637 + 0.181 ln Vj

Fowler, Rorke, dan Jog (1989) mengembangkan teknik alternatif untuk menghasilkan estimasi beta yang konsisten dalam aktivitas perdagangan yang rendah. Esensi model mereka adalah penggunaan data trading historikal untuk meningkatkan sekumpulan informasi

guna menghasilkan estimasi. Pertama mereka mengklasifikasi saham pada kategori “fat”, “moderate” and “infrequent”. Mereka menunjukkan tiap-tiap kategori tersebut memerlukan perlakuan yang berbeda untuk menghasilkan estimasi beta yang tidak bias. Derajat kompleksitas pada model meningkat sebagaimana meningkatnya derajat aktivitas perdagangan saham yang rendah.

Tidak ada aturan khusus yang mengatur jumlah ideal variabel lead dan lag, kecuali aktivitas perdagangan warran yang rendah (Jarnecic et.al, 1997). Berglund, Liljeblom, dan Loflund (1989) menyatakan bahwa penggunaan jumlah lag dan lead yang berlebihan dalam estimator dapat menciptakan distorsi dalam estimasi. Murray (1995) mengkonfirmasi bahwa tidak ada justifikasi untuk menggunakan sejumlah besar variabel lag dan lead dalam Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) sebagai suatu keuntungan potensial yang dapat hilang karena terjadi

noise pada estimasi.

Trade-off di antara beragam teknik adalah antara

perhitungan kompleksitas dan informasi yang diperlukan pada prosedur ekonometrik serta antara bias dan efisiensi estimator. Dalam hal perhitungan kompleksitas dan informasi yang diperlukan terdapat 2 teknik. (Dimson, 1979; Scholes dan Williams, 1977) yang menggunakan agregasi pada estimase beta dari variabel lag dan lead untuk menghasilkan estimasi beta yang konsisten. Estimasi beta pada Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) adalah berdasarkan model analitikal yang menjelaskan struktur

return dalam artian friksi pasar dan menggunakan

sejumlah regresi atas return saham untuk memperoleh estimasi beta yang asymtotic. Prosedur Fowler, Rorke, dan Jog (1989) juga merupakan pendekatan statistik tapi diperlukan informasi saham tertentu (dalam bentuk distribusi frekuensi perdagangan dalam periode yang berbeda-beda) untuk mengimplementasikannya.

Prosedur Scholes dan Williams (1977) serta Dimson (1979) dalam mengestimasi beta telah dikritisi oleh Fowler dan Rorke (1983) serta Fowler, Rorke, dan Jog (1980) yang menyatakan kedua model tersebut masih membuka celah untuk terjadinya bias perdagangan yang tidak sinkron. Fowler, Rorke, dan Jog (1980) menyatakan bahwa metode Dimson’s (1979) memiliki beberapa kendala matematika yang membuatnya bias sebagai model estimasi. Selanjutnya

(7)

mereka menyatakan bahwa estimator dalam metode Scholes dan Williams (1977) memberikan hasil yang lebih baik dalam hal memindahkan bias, tetapi varian estimator-nya sangat besar sehingga beta yang dihasilkan juga tidak akurat. Generalisir ini dibantah oleh Riding (1992) yang menguji efisiensi metode Scholes, Williams, dan Dimson untuk data pasar modal Selandia Baru. Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) serta Fung, Schwartz, dan Whitcomb (1985) memberikan bukti empiris mengenai efektivitas pendekatan Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983).

McInish dan Wood (1986) menggunakan model

linear programming untuk meneliti tingkatan bias beta

untuk saham pada pasar modal New York dan efektivitas teknik Scholes dan Williams (1977), Dimson (1979), Fowler, Rorke, dan Jog (1980), serta Cohen, Hawawini, Maier, Schwartz, dan Whitcomb (1983) dalam mengkoreksi bias tersebut. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa metode Dimson (1979) superior dibanding 2 metode koreksi bias lainnya.

Penelitian mengenai koreksi beta telah dilakukan oleh Arif dan Johnson (1990), Jogiyanto (1998b), serta Jogiyanto dan Surianto (2000). Arif dan Johson (1990) menggunakan data bulanan pasar modal Singapura untuk menghitung nilai beta pasar dengan periode penelitian Januari 1975 - Maret1988. Metode yang digunakan adalah OLS yang belum disesuaikan, Scholes dan William, Dimson, serta Fowler, Rorke, dan Jog. Koreksi dengan menggunakan 1 lag dan lead mengurangi bias pada ketiga model. Penggunaan 2 lag dan 2 periode memberikan hasil bahwa metode Dimson adalah yang terbaik (1,083 terdekat dengan angka 1), selanjutnya untuk penggunaan 3 lag dan lead metode Scholes dan William adalah yang terbaik (1,071). Jogiyanto (1998b) menyatakan jumlah rata-rata perdagangan saham emiten yang tidak aktif adalah 40,45% adalah salah satu fakta penyebab aktivitas perdagangan yang tidak sinkron yang pada akhirnya mengakibatkan nilai beta menjadi bias.

Jogiyanto dan Surianto (2000) meneliti koreksi bias pada beta pasar di BEJ periode Mei 1995 - Mei 1997. Periode koreksi nilai beta adalah 5 lag dan 5 lead. Untuk distribusi data yang tidak normal dan yang telah dinormalkan, metode Fowler, Rorke, dan Jog adalah yang terbaik dalam menghasilkan koreksi bias beta. Berdasarkan review literatur dan penelitian sebelumnya,

maka dapat dinyatakan bahwa nilai beta pada saham yang terdaftar di BEI (emerging market dengan aktivitas perdagangan saham yang rendah) adalah bias maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Nilai beta dalam Bursa Efek Indonesia adalah nilai yang bias

Data penelitian adalah emiten yang terdaftar pada BEI periode 2007. Emiten dalam sampel penelitian dipilih dengan mengaplikasikan metode purposive

sam-pling. Kriteria sampel yang harus dipenuhi oleh emiten

mengacu pada kriteria, yaitu 1) menyampaikan laporan keuangan Desember 2007 tepat waktu, yakni paling lambat 31 Maret 2008; 2) emiten sudah tercatat di bursa sebelum tahun 2007; 3) tidak mendapat penilaian

dis-claimer atau adverse dari akuntan publik; 4) rugi yang

diderita emiten tidak lebih dari 50% modal disetor; 5) memiliki ekuitas tidak kurang dari Rp 30 miliar; 6) tidak menderita rugi selama 3 tahun berturut-turut ; 7) laporan keuangan emiten harus menggunakan tahun buku Desember; 8) emiten harus memiliki ekuitas positif selama 2 tahun terakhir; 9) aktivitas perdagangan pasif tidak lebih dari 10 minggu; dan 10) jumlah pemegang saham lebih dari 30 pihak

Ada 87 sampel yang memenuhi kriteria ini. Data

return emiten dan return pasar diperoleh dari

www.yahoo-finance.com dan www.reuters.com. Penelitian ini menggunakan data harian karena meningkatkan kekuatan statistikal melalui tambahan

degree of freedom. Penelitian ini bukan merupakan event study dengan alasan estimasi koefisien beta

dilakukan dalam periode estimasi yang sama pada seluruh emiten dan tidak dikaitkan dengan suatu event tertentu (corporate action) yang dilakukan oleh emiten.

Nilai beta dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan model market. Nilai beta dihitung dalam periode 2 Januari - 28 Desember 2007.

Rit = αi + βiRmt + εit i = emiten i

t = hari ke-t sesuai dengan periode estimasi Rit = return saham emiten i hari ke-t

αi = intersep regresi untuk tiap emiten i βi = beta emiten i

Rmt = return market hari ke-t

(8)

Tingkat Keuntungan Pasar

Rm1 = (IHSGt – IHSGt-i) / IHSGt-i Rm = Return dari pasar

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan periode t IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan periode t -1 Nilai beta pasar adalah rata-rata tertimbang pada nilai beta saham dalam pasar. Kalau nilai tersebut tidak bias maka nilai beta pasar akan sama dengan 1. Sebaliknya, dalam lingkungan perdagangan yang tidak sinkron dimana nilai beta individu adalah bias, nilai beta pasar tidak akan sama dengan 1. Oleh karena itu, ukuran bias pada nilai beta dapat dilakukan dengan menentukan apakah nilai beta pasar sama dengan 1 atau tidak. Nilai beta pasar adalah rata-rata tertimbang nilai beta seluruh saham. Kalau nilai beta pasar tidak sama dengan 1, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadapnya. Koreksi penyesuaian dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu Scholes dan Williams, 1997; Dimson, 1979; serta Fowler dan Rorke, 1983.

Metode Scholes dan Williams menyajikan rumus sebagai berikut:

Rit = αi + βii–nRmt-n + εit Untuk memperoleh βi–n Rit = αi + βi–2R mt-2 + εit Untuk memperoleh βi–2 Rit = αi + βi–1R mt-1 + εit Untuk memperoleh βi–1 Rit = αi + βi–0R mt-0 + εit Untuk memperoleh βi–0 Rit = αi + βi+1R mt+1 + εit Untuk memperoleh βi+1 Rit = αi + βi+2R mt+2 + εit Untuk memperoleh βi+2 Rit = αi + βi+nR mt+n + εit Untuk memperoleh βi+n Rit = αi + ρ1Rmt-1 + εit Untuk memperoleh ρ1 Rit = αi + ρ2Rmt-2 + εit Untuk memperoleh ρ2 Rit = αi + ρnRmt-n + εit Untuk memperoleh ρn Nilai beta koreksi untuk tiap saham berdasarkan model koreksi Scholes dan Williams yang mengikutsertakan n lag dan lead, dapat diformulasikan sebagai berikut:

βi -n + … + β i 0 + … + β i +n . βi = 1 + 2ρ1 + 2ρ2 + ... + 2ρn

Metode Dimson merupakan simplifikasi metode Scholes dan Williams dengan hanya menggunakan satu persamaan multiregresi sehingga hanya digunakan sebuah pengoperasian regresi saja berapapun

banyaknya periode lag dan lead. Berikut adalah rumus koreksi beta untuk saham i:

Rit = αi + βi–nRmt-n + ... + βi0Rmt + ... + βi+nRmt+n +εit Nilai beta koreksi adalah jumlah koefisien multiregresi, sehingga metode Dimson ini juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan koefisien (aggregate coefficient

method). Besarnya beta koreksi adalah sebagai berikut:

βi = βi-n + … + βi0 + … + βi+n

Metode Fowler-Rorke berargumen bahwa metode Dimson hanya menjumlah koefisien regresi berganda tanpa memberi bobot akan tetap memberikan beta yang bias (1983). Oleh karena itu, Fowler dan Rorke mengalikan seluruh koefisien regresi yang dihasilkan dari metode Dimson dengan faktor pembobotan sebelum menambahkan koefisien regresi.

Faktor pembobotan untuk mengalikan periode koefisien regresi ke-n dihitung sebagai berikut:

1 + 2r1 + 2r2 + ... + 2rn-1 + rn ω1 = 1 + 2r1 + 2r2 + Ö + 2rn 1 + 2r1 + 2r2 + Ö + rn-1 + rn ω2 = 1 + 2r1 + 2r2 + Ö + 2rn 1 + 2r1 + 2r2 + Ö + rn-1 + rn ω3 = 1 + 2r1 + 2r2 + Ö + 2rn

Nilai r1, r2, Ö, rn dihasilkan dari persamaan regresi berikut:

Rmt = αi + ρ1Rmt-1 + ρ2Rmt-2 + ... + ρnRmt-n +εit Dan nilai beta koreksi untuk emiten i adalah sebagai berikut:

(9)

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

No. Emiten β No. Emiten Β No. Emiten β No. Emiten β 1 AALI 0.0839 23 TLKM 1.0100 45 BCIC 1.0271 67 MIRA 0.6943 2 ADMG -0.1685 24 UNSP 1.1691 46 BNLI 0.4511 68 MLPL 1.1582 3 ANTM -0.2753 25 UNTR 0.9640 47 BTEL 0.8992 69 MRAT 0.7552 4 ASII -0.0117 26 BDMN 1.2298 48 BVIC 1.0725 70 MTDL 1.5631 5 ASGR 0.1973 27 CTRA 1.2359 49 CFIN 0.6850 71 MYOR 0.4814 6 BBCA 0.1030 28 INDF 1.1072 50 DAVO 0.9951 72 NISP -0.7465 7 BLTA 1.1739 29 INKP 0.9295 51 EPMT 0.3752 73 PBRX 1.3851

8 BHIT 0.9631 30 ISAT 0.9103 52 EXCL 0.9588 74 PJAA 0.5384

9 BMTR 0.7472 31 KIJA 1.4462 53 FREN 0.7712 75 PNIN 0.7334 10 BNBR 1.3215 32 LSIP 0.6186 54 GGRM 0.4126 76 PYFA 1.1135 11 BNII 1.0763 33 SMCB 1.0987 55 GJTL 0.8875 77 PANS 0.2007 12 BRPT 1.2530 34 TSPC 0.8980 56 HMSP 0.2272 78 PTRO 0.5572 13 BUMI 1.3805 35 BNGA 1.2272 57 IGAR 0.5768 79 PUDP 0.8089 14 CMNP 1.0025 36 BMRI 1.4009 58 IIKP 0.9943 80 SIIP 0.4470 15 ELTY 1.6328 37 BBRI 1.0331 59 INCO 1.3092 81 RALS 0.6276 16 KLBF 0.6691 38 PGAS 1.0039 60 INTA 0.9165 82 RMBA 0.7418 17 MEDC 1.3076 39 ENRG 1.0853 61 JPRS 0.9840 83 SMAR 0.3263 18 PNBN 1.2515 40 CPRO 1.3827 62 KAEF 1.1137 84 SMRA 0.7117 19 PTBA 1.5034 41 TOTL 0.9472 63 LPBN 0.4444 85 TRIM 0.9240 20 SULI 1.1880 42 ADHI 1.1746 64 LPKR 0.1670 86 TRST 0.9399 21 TINS 1.7112 43 ALMI 0.1779 65 LPLI 1.0109 87 UNVR 0.9138 22 TKIM 0.8975 44 APEX 0.4734 66 META 1.2714

Tabel 1

Nilai Beta Belum Dikoreksi Emiten

PEMBAHASAN

Beta pasar merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham. Beta pasar yang belum dikoreksi yang dihitung dari rata-rata 94 emiten adalah sebesar 0,85. Nilai beta ini secara statistik signifikan (dengan tingkat signifikansi kurang dari 1%, yaitu Z-hitung = -3,1 dengan p= 0,0001) yang berbeda dengan nilai 1. Hasil ini menunjukkan bahwa beta sekuritas yang terdaftar

di BEI merupakan beta yang bias.

Beta tiap saham kemudian dikoreksi dengan metode Scholes-Williams, Dimson, dan Fowler-Rorke. Nilai beta pasar setelah dikoreksi dengan metode tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Hasil koreksi menunjukkan bahwa metode yang paling tepat digunakan adalah metode Scholes-Williams dengan menggunakan 2 lag dan 3 lead koreksi.

(10)

Tabel 2

Nilai Koreksi Beta Dengan Distribusi Return Tidak Normal

Karena data di BEI diduga memiliki distribusi yang tidak normal, penelitian ini menguji distribusi return yang digunakan untuk menghitung beta saham. Pengujian normalitas dilakukan berdasarkan nilai skewness Z = Skewness / (√ 6/ÓN).

Hasil pengujian ini menunjukkan nilai skewness sebesar 1,484 dengan Z-hitung sebesar 5,652 yang menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi yang tidak normal. Foster (1986) menyarankan beberapa cara untuk menjadikan distribusi data menjadi normal, yaitu dengan cara transformasi data, trimming, dan

winsorizing. Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan

transformasi data dan trimming. Cara transformasi dilakukan dengan transformasi data return menjadi nilai log return. Trimming dilakukan dengan membuang sampel yang nilainya dianggap sebagai outlier. Penelitian ini menggunakan batasan 2 deviasi standar dari rata-rata untuk menentukan outlier. Dengan metode

trimming, sejumlah 8 outlier tidak diikutsertakan

sebagai sampel, sehingga jumlah observasi menjadi 79. Tabel 3 menunjukkan bahwa metode trimming berhasil mengatasi masalah return data yang tidak berdistribusi normal.

Tabel 3

Hasil Uji Normalitas Data Return

Tahap selanjutnya adalah mengkoreksi kembali nilai beta dengan metode koreksi yang digunakan untuk data yang distribusinya sudah dinormalkan. Tabel 4 menyajikan hasil perhitungan beta pasar yang telah dikoreksi dengan metode Scholes-Williams, Dimson, dan Fowler-Rorke untuk data return yang sudah berdistribusi normal dengan cara transformasi dan

trim-ming.

Tabel 4

Nilai Koreksi Beta Untuk Data Return Berdistribusi Normal

Beta pasar koreksi yang paling mendekati nilai 1 terjadi pada periode 3 lag dan 1 lead dengan menggunakan metode Fowler-Rorke yaitu sebesar 0,9089. Hasil ini menunjukkan bahwa metode Fowler dan Rorke merupakan metode yang paling memadai mengurangi bias pada beta saham untuk data return yang berdistribusi normal. Untuk data yang berdistribusi normal, periode koreksi yang dibutuhkan justru lebih panjang dibanding data yang tidak berdistribusi nor-mal (2 lag dan 3 lead koreksi). Dalam hal ini hasil empiris tidak setuju dengan penelitian Jogiyanto dan Surianto (2000) yang menyatakan bahwa data return yang berdistribusi tidak normal memperbesar bias beta saham.

Periode Koreksi SW β DIM β FR β

2lag1lead 0.8668 0.8933 0.8644 2lag2lead 0.8173 0.8616 0.8516 2lag3lead 1.0191 0.9058 0.8649 2lag4lead 0.8488 0.8090 0.8113 2lag5lead 0.4101 0.5863 0.7394 3lag1lead 1.0791 1.0613 0.9149 3lag2lead 1.0296 1.0296 0.9022 3lag3lead 1.2314 1.0739 0.9155 3lag4lead 1.0611 0.9770 0.8618 3lag5lead 0.6224 0.7544 0.7900 4lag1lead 0.9278 1.0068 0.8847 4lag2lead 0.8782 0.9751 0.8720 4lag3lead 1.0801 1.0194 0.8853 4lag4lead 0.9097 0.9225 0.8317 4lag5lead 0.4711 0.6999 0.7598

Metode N

Skewness

Z-Hitung

Distribusi

Data

Data Awal

87

1.484

5.6519 Tidak Normal

Transformasi 87 1.672 6.3662 Tidak

Normal

Trimming 79 0.401 1.4543 Normal

Periode Koreksi SW β DIM Transformasi Data β FR β SW β DIM Trimming β FR β

3lag1lead 0.4752 0.4825 0.2395 1.0684 1.0569 0.9089 3lag2lead 0.4265 0.4736 0.2356 1.0189 1.0233 0.8954 3lag3lead 0.6315 0.4545 0.2293 1.2207 1.0632 0.9074 3lag4lead 0.4611 0.4709 0.2388 1.0504 0.9724 0.8571 3lag5lead 0.0200 0.4133 0.2188 0.6118 0.7511 0.7857 √

(11)

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan

BEI merupakan pasar modal yang sedang berkembang yang perdagangannya masih tipis sehiingga terjadi perdagangan yang tidak sinkron. Efek selanjutnya adalah beta saham yang terdaftar di BEI adalah bias. Hasil empiris menerima hipotesis yang menyatakan beta sekuritas BEI bias. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Arif dan Johnson (1990) untuk pasar modal Singapura, Jogiyanto dan Surianto (2000) untuk BEJ periode Maret 1995 - Maret 1997).

Beta saham yang bias perlu dikoreksi. Penelitian ini menggunakan 3 metode koreksi, yaitu Scholes-Wil-liams, Dimson, dan Fowler-Rorke. Hasil koreksi menunjukkan bahwa metode yang paling tepat digunakan untuk data return berdistribusi tidak nor-mal adalah metode Scholes-Williams dengan periode koreksi 2 lag dan 3 lead koreksi, sedang untuk data

return berdistribusi normal, metode Fowler-Rorke

adalah metode yang memadai dalam mengurangi bias pada beta saham dengan periode koreksi 3 lag dan 1

lead.

Keterbatasan dan Saran

Jumlah sampel yang kecil adalah salah satu keterbatasan penelitian ini (kurang dari 50% dari total emiten yang listing di BEJ). Selain itu periode penelitian hanya satu tahun (2007) dimana formasi periode koreksi juga hanya 1 macam (data harian). Berdasarkan hal tersebut pada penelitian selanjutnya mungkin dapat memodifikasi kriteria sampel sehingga bisa diperoleh jumlah sampel yang lebih memadai (50%-85% dari seluruh emiten yang

listing). Penelitian selanjutnya juga dapat menambah

metode koreksi bias, misalnya dengan metode Vasicek,

Merrill Lynch Adjusted Beta, fundamental beta, cash-flow beta, Rosenberg dan Guy Beta, atau Leverage Adjusted Betas.

DAFTAR PUSTAKA

Ariff, M dan L.W. Johnson. 1990. Securities Markets and Stock Pricing : Evidence From a Develop-ing Capital Market in Asia. SDevelop-ingapore:Longman Singapore Publisher Ltd.

Altman E., B. Jacquillat and M. Levasseur. 1974. Com-parative analysis of risk measures: France and the United States. Journal of Finance 29(5), 1495-1511.

Baesel, J. 1974. On the assessment of risk: Some fur-ther considerations. Journal of Finance, 29(5), 1491-1494.

Berglund, T., E. Liljeblom dan A. Loflund. 1989. Esti-mating betas on daily data for a small stock market. Journal of Banking and Finance 13, 41-64.

Blume, M.E. 1971. On the assessment of risk. Journal

of Finance 26, 1-10.

Blume, M.E. 1975. Betas and their regression tenden-cies. Journal of Finance 30, 785-799.

Chen, S. 1981. Beta nonstationarity, portfolio residual risk and diversification. Journal of Financial

and Quantitative Analysis 16, 95-111.

Cohen, K.J., G.A. Hawawini, S.F. Maier, R.A. Schwartz dan D.K. Whitcomb. 1983. Estimating and ad-justing for the intervalling-effect bias in beta.

Management Science 29, 135-148.

Cohen, K.J., G.A. Hawawini, S.F. Maier, R.A. Schwartz, dan D.K. Whitcomb. 1980. Implications of mi-crostructure theory for empirical research on stock price behaviour. Journal of Finance 2, 249-257.

Dimson, E. 1979. Risk measurement when shares are subject to infrequent trading. Journal of

(12)

Fielitz, B. 1974. Indirect versus direct diversification.

Financial Management, 3, 54-62.

Fisher, L. Some new stock market indexes. Journal of

Business 39, 191-225.

Fowler, D.J. dan C.H. Rorke. 1983. Risk measurement when shares are subject to infrequent trading: Comment. Journal of Financial Economics 12, 279-283.

Fowler, D.J., C.H. Rorke, dan V.M. Jog. 1980. Thin trad-ing and beta estimation techniques on the Toronto Stock Exchange. Journal of Business

Administration 12, 77-90.

Fowler, D.J., C.H. Rorke, dan V.M. Jog. 1981. A note on beta stability and thin trading on the Toronto Stock Exchange. Journal of Business Finance

and Accounting 8, 267-278.

Fowler, D.J., C.H. Rorke, dan V.M. Jog. 1989. A bias-correcting procedure for beta correction in the presence of thin trading. Journal of Financial

Research 12, 23-32.

Fung, W.H.K., R.A. Schwartz, dan D.K. Whitcomb. 1985. Adjusting the intervalling effect bias in beta.

Journal of Banking and Finance 9, 443-460.

Jogiyanto. 1998a. Isu-isu Metodologi Penelitian Akuntansi Bidang Pasar Modal. Paper Pada Semiloka Sehari :Arah dan Topik Penelitian Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal. Juli, 1-21.

Jogiyanto. 1998b. Teori Portfolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE

Jogiyanto, dan Surianto. 2000. Bias in Beta Values and Its Correction. Gadjah Madda International Journal of Business, September, Bol.2, No.3; 337-349.

Kolb, R. W. dan R. Rodriguez. 1989. The regression tendencies of betas: A reappraisal. The

Finan-cial Review, 24, 319-334.

Levy, R.A. 1971. On the short term stationarity of beta coefficients. Financial Analysts Journal 27, 55-72.

McInish, T.H., dan R.A. Wood. 1986. Adjusting for beta bias: An assessment of alternative techniques: A note. Journal of Finance 41, 277-286. Murray, L. 1995. An examination of beta estimation

using daily Irish data. Journal of Business

Fi-nance and Accounting 22(6), 893-906.

Porter, R. B. and J. R. Ezzell. 1975. A note on the predic-tive ability of beta coefficients. Journal of

Busi-ness Research, 3, 365-372.

Roenfeldt, R., G. L. Griepentrog dan C. C. Pflamm. 1978. Further evidence on the stationarity of beta co-efficients. Journal of Financial and

Quantita-tive Analysis 13, 117-121.

Scholes, M., dan J. Williams. 1977. Estimating betas from non-synchronous data. Journal of

Finan-cial Economics 5, 309-327.

Tole, T. M. 1981. How to maximise stationarity of beta.

Journal of Portfolio Management, 7, 45-49.

Vasicek, O. 1973. A note on using cross-sectional in-formation in Bayesian estimation of security betas. Journal of Finance 28, 1233-1239.

(13)
(14)

Vol. 3, No. 2, Juli 2009 Hal. 91-105

ABSTRACT

The development of housing in Depok Subdistrict, Sleman had developed quickly. Data showed that there was oversupply of house demand. Then, it was called positive back log. The biggest number of house over-supply in Sleman was at Depok Subdistrict. In the year 2005, the positive back log accured as high as 13,645 units. Then, it raised a question wether the available house was not suitable with the demand of commu-nity? Therefore, it needed a research about the attribute patterns that influences the customer preferences in buying house in Depok Subdistrict. This research aimed to determine the combination priority order of attribute preferred by customers. The attributes used were accesibility, security, the type of road, facility form, and lucky location. Data used in this research were

POLA ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI

KONSUMEN DALAM MEMBELI RUMAH DI KECAMATAN

DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TAHUN 2008

Asri Wening Handayani

Jalan Raya Sunan Gunung Jati Nomor 143, Klayan, Cirebon Telepon +62 231 208314

E-mail: asri_weninghandayani@yahoo.com

primary data obtained by questionnaire from the cus-tomers who bought house in Depok Subdistrict during the year 2008. Analysis tools used was conjoint analy-sis. This analysis used SPSS to get most preferred at-tribute combination and least preferred atat-tribute com-bination by customers. Using conjoint analysis, this research found that priority atrribute in customer pref-erences was fasility. The next atrribute were lucky lo-cation, accesibility, type of road, and security. The customer’s most preferred atrribute combination were paying attention to transportation smoothness, pay-ing attention to security, passed by main street, hav-ing park facility and payyhav-ing attention to feng shui.

Keywords: positive back log, preference, attribute,

con-joint.

Tahun 2007

J U R N A L

(15)

PENDAHULUAN

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu wilayah yang memiliki daya tarik bagi para inves-tor untuk menanamkan modalnya. Salah satu jenis investasi yang dilakukan adalah di bidang konstruksi. Tercatat sejak tahun 2001 hingga tahun 2006, baik jumlah perusahaan konstruksi maupun nilai konstruksi yang diselesaikan terus meningkat. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Krisis keuangan global yang terjadi saat ini memunculkan kekhawatiran terjadinya dampak pada bisnis properti di Indonesia. Kekhawatiran tersebut tidak berarti menyurutkan minat para pelaku bisnis properti untuk terus berproduksi, karena kebutuhan masyarakat Indonesia akan hunian masih begitu vital. Seperti diketahui bahwa kebutuhan manusia akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu bentuk kebutuhan primer. Pada titik tertentu, kebutuhan memiliki rumah tak terelakkan lagi dan menjadi sangat penting dalam daftar kebutuhan yang harus dipenuhi. Selain berlindung, bertumbuh dan beraktifitas, rumah bisa jadi alat sosial. Alat sosial di sini berarti bahwa rumah menjadi bagian dari penghuni untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal juga meningkat. Jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada tahun 2007 sebesar 1.026.596 jiwa atau meningkat sebesar 1,81 persen dari tahun 2006. Selain itu jumlah pendatang/migrasi di Kabupaten Sleman

selama tiga tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 13,85 persen (Sleman Dalam Angka). Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah pendatang/migrasi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta tersebut mengakibatkan peningkatan akan kebutuhan rumah atau tempat tinggal.

Sebelum krisis keuangan global terjadi, Dinas Pekerjaan Umum memproyeksikan jumlah rumah yang ditawarkan di Kabupaten Sleman memiliki kecenderungan back log positif (Triwahyuningsih, 2007:3). Untuk lebih jelasnya, keadaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Back log merupakan selisih antara jumlah penawaran rumah yang ada dengan jumlah permintaan rumah oleh masyarakat. Back log positif terjadi jika jumlah penawaran rumah lebih besar dibandingkan dengan permintaannya dan sebaliknya,

back log negatif terjadi jika penawaran rumah lebih

kecil dibandingkan permintaannya.

Berdasarkan data dan proyeksi perumahan di Kabupaten Sleman pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 total kebutuhan rumah adalah sebesar 201.822 unit dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2010 dan tahun 2015 menjadi sebesar 215.531 unit dan 230.228 unit. Berdasaerkan Tabel 2 nampak ada beberapa kecamatan yang mengalami kelebihan penawaran perumahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Gamping, Mlati, Depok, Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Tempel, dan Cangkringan. Kecamatan yang memiliki kelebihan penawaran rumah tertinggi adalah Kecamatan Depok. Oleh karena itu dipilih Kecamatan Depok sebagai wilayah penelitian.

(16)

Terdapat back log positif yang berarti terjadi kelebihan penyediaan rumah apabila dibandingkan dengan kebutuhan rumah yang diminta masyarakat di Kecamatan Depok. Dengan demikian timbul pertanyaan penelitian apakah rumah yang tersedia tidak sesuai dengan keinginan masyarakat? Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pola atribut yang mempengaruhi preferensi konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok.

Penelitian mengenai preferensi konsumen telah banyak dilakukan, namun dari semua penelitian tersebut belum ada yang meneliti pola atribut-atribut yang mempengaruhi dalam membeli rumah di Kecamatan Depok, Yogyakarta. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal lokasi penelitian, waktu penelitian, cara penelitian, atribut dan alat analisis yang digunakan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis konjoin yang sejalan dengan penelitian Vorel dan Maier Tabel 2

(17)

(2007), Triwahyuningsih (2007) dan Irwin (2002). Atribut melekat yang mempengaruhi preferensi konsumen pada penelitian ini terdiri dari lima atribut dengan sebelas level. Atribut-atribut dan level-level tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

dengan tempat penting lainnya; b) lingkungan yang dipengaruhi oleh estetika lingkungan (karakteristik fisik lingkungan sekitar), legalitas lingkungan sekitar, sosioekonomi (meliputi karakteristik demografi penduduk sekitar), keamanan lingkungan, keadaan Tabel 3

Atribut dan Level dalam Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi atribut yang dianggap paling penting dan paling tidak penting oleh konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok, untuk menentukan kombinasi atribut-atribut yang disukai konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok, dan untuk menentukan urutan prioritas atribut-atribut yang disukai konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok. Manfaat penelitian adalah sebagai bahan pertimbangan bagi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan pengembang perumahan swasta dalam pembangunan perumahan di Kecamatan Depok dan sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya, terutama dalam melakukan analisis konjoin sehingga dapat lebih memahami atribut perumahan yang menjadi pertimbangan yang paling penting bagi konsumen serta kombinasi atribut yang disenangi dan faktor yang mempengaruhinya. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Menurut Eldred (1987:187-203) faktor-faktor yang menentukan nilai sebuah properti (real estate) antara lain 1) Analisis lokasi, yang meliputi a) aksesibilitas sebagai kemudahan yang didapatkan seseorang untuk menuju ke lokasi properti dan ke lokasi lainnya. Kemudahan ini dipengaruhi oleh jalan keluar dan jalan masuk, transportasi umum yang tersedia, dan jarak

politik-ekonomi lingkungan sekitar, dan iklim di daerah tersebut; 2) Analisis lahan, yang meliputi legalitas kepemilikan lahan, ukuran dari lahan sebagai kesesuaian dengan zoning yang diijinkan dan kualitas dari lahan tersebut, fasilitas yang melekat pada lahan yaitu ketersediaan fasilitas di lokasi tersebut, misalnya kolam renang, tempat parkir, pohon-pohon, dan sebagainya; dan 3) Kapasitas bangunan, yang meliputi komponen fisik yaitu komponen meterial yang digunakan, perencanaan lantai yaitu ukuran dan jenis lantai, estetika yaitu desain bangunan dan arsitekturnya, site

placement yaitu letak drainase, pemandangan,dan privacy, dan amenities spesial.

Menurut Americans Institute of Real Estate

Ap-praisal (2001:29-30), terdapat empat faktor ekonomi

yang menciptakan nilai dari suatu properti. Faktor-faktor tersebut adalah 1) utility, kemampuan sebuah produk untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan, kebutuhan, dan hasrat manusia; 2) scarcity, menggambarkan antisipasi penawaran dalam kaitannya dengan permintaan akan suatu barang; 3) desire, harapan pembeli akan sebuah barang untuk memenuhi kebutuhan manusia; 4) effective purchasing power, kemampuan seseorang atau kelompok untuk berpartisipasi dalam suatu pasar sebagai usaha memperoleh barang atau jasa.

(18)

terdapat empat faktor yang mempengaruhi nilai properti. Faktor-faktor tersebut adalah faktor permintaan dan penawaran, di mana terdapat beberapa sebab yang dapat mengubah permintaan dan penawaran properti di pasar, yaitu faktor-faktor kependudukan, perubahan cita rasa, dan perubahan teknologi pembangunan, faktor fisik properti tersebut yang meliputi jenis dan kegunaan properti, ukuran dan bentuk, dan desain dan konstruksi bangunan, faktor lokasi dan perletakkan yang meliputi perletakan dan lokasi, dan faktor kebangsaan/politik.

Preferensi konsumen dapat digambarkan melalui kurva indiferen. Kurva indiferen menunjukkan semua kombinasi dari dua barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama pada individu. Tingkat kepuasan konsumen akan berbeda (lebih tinggi/ lebih rendah) bila kombinasi dari dua barang berada pada kurva indiferen yang berbeda (Nicholson, 2002:63). Pada gambar 2.2 dicontohkan terdapat dua barang yaitu Y dan X dengan tiga macam kurva indiferen. Kurva indiferen U3 lebih disukai dari kurva U2, dan kurva U2 lebih disukai dari kurva U1. Kondisi ini merupakan pencerminan sederhana dari asumsi bahwa lebih banyak barang lebih diharapkan daripada lebih sedikit barang, seperti terlihat dengan membandingkan titik A, B, dan C.

Gambar 1 Kurva Indiferen

Menurut Nicholson (2002:74) untuk memaksimisasi utilitas, kombinasi barang yang dipilih oleh konsumen dibatasi oleh kendala anggaran. Kendala ini menunjukkan kombinasi mana dari barang-barang

tersebut dapat diperoleh. Kendala ini menentukan kemampuan individu dalam memilih kombinasi kelompok barang yang memberikan utilitas tertinggi. Pada Gambar 2, titik B menunjukkan utilitas tertinggi yang dapat diperoleh individu dengan kendala anggaran tertentu (Z). Kombinasi X* dan Y* merupakan cara yang rasional bagi inividu untuk menggunakan daya beli yang tersedia.

Gambar 2 Maksimisasi Utilitas

Untuk mempertinggi nilai suatu properti, perlu dilakukan suatu segmentasi pasar. Eldred (1987:88) memfokuskan empat topik, yaitu keberagaman populasi, memilih sebuah strategi segmentasi, menemukan sebuah segmen pasar, dan adaptasi terhadap perubahan. Pengembang perlu meneliti mengenai keberagaman populasi karena tidak ada seorang pun yang mau berinvestasi tanpa memahami tipe-tipe dari masyarakat sebagai calon pembeli. Para analis real

es-tate harus mengidentifikasikan orang-orang yang

menginginkan harapannya terpuaskan. Untuk melakukannya digunakan demographics dan

psychographics.

Demographics mempelajari statistik populasi

(Eldred, 1987:88). Hal-hal yang dipelajari adalah seperti data tingkat kelahiran, tingkat harapan hidup, tingkat kematian, tingkat pernikahan, perceraian dan pernikahan kembali, tingkat imigrasi, emigrasi, mobilitas geografi internal, pola umur, jenis kelamin, ras, agama, bentuk rumah tangga, ukuran rumah tangga, komposisi keluarga, tingkat angkatan kerja, tren dalam kesempatan

(19)

kerja, tingkat pendapatan individu, dan rumah tangga.

Psychographics berfokus pada atribut-atribut

psikologi. Masyarakat memilih rumah tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan, tetapi juga karena kecenderungan mental, yaitu personality, kelas sosial, sikap, gaya hidup, dan konsep pribadi.

Heirshleifer dan Glazer (1992:56) memberikan gambaran ideal dari preferensi individual atas alternatif barang-barang konsumsi dalam dua hukum (revealed

preferences) yaitu 1) Aksioma Perbandingan, setiap dua

barang yang berbeda (misalnya barang A dan B) dapat dibandingkan menjadi preferensi oleh individu. Setiap perbandingan pasti mengarah pada salah satu di antara ketiga hal berikut a) barang A lebih disukai dari barang B; b) barang B lebih disukai dari barang A; atau c) barang A dan B sama saja; dan 2) Aksioma Transitivitas, apabila ada tiga barang yaitu A, B, dan C. Jika barang A lebih disukai dari barang B dan barang B lebih disukai dari barang C, maka barang A lebih disukai dari barang C. Kedua aksioma tersebut apabila digabungkan akan berbentuk proporsi pengurutan preferensi yaitu seluruh barang yang ada secara konsisten diurutkan menurut urutan preferensi oleh seseorang, pengurutan ini disebut fungsi preferensi.

Menurut Browning dan Zupan (1997:75) terdapat tiga asumsi dasar dalam preferensi konsumen yaitu 1) konsumen dapat meranking urutan preferensi secara lengkap terhadap semua barang di pasar. Urutan preferensi menunjukkan tingkat kesenangan relatif tanpa memperhatikan harga barangnya; 2) preferensi adalah transitivitas. Asumsi ini memungkinkan orang untuk memiliki preferensi yang rasional dan konsisten; dan 3) konsumen akan lebih menyukai barang dalam jumlah yang banyak dari pada barang yang sedikit. Menurut Kelvin Lancaster (1966) pendekatan atribut didasarkan pada asumsi bahwa perhatian konsumen bukan terhadap produk secara fisik, tapi lebih ditujukan kepada atribut produk yang bersangkutan (lihat Arsyad, 2008:116). Pendekatan ini menggunakan analisis utilitas yang digabungkan dengan analisis kurva indiferens. Atribut adalah semua jasa yang dihasilkan dari penggunaan atau pemilikan dari suatu barang.

Pada Gambar 3 nampak kombinasi barang dengan menggunakan garis batas efisiensi. Garis batas efisiensi didefinisikan sebagai batas luar yang merupakan kombinasi atribut yang dapat dicapai

konsumen dengan batas anggaran tertentu (Arsyad, 2008:118). A, B, C, D, E, dan F adalah restoran yang berbeda. Setiap restoran memiliki masing-masing kombinasi atribut kenyamanan dan kelezatan.

Gambar 3

Kombinasi Barang dalam Pendekatan Atribut Panjang garis kombinasi hasil kepuasan atribut tergantung pada besarnya anggaran yang disediakan oleh konsumen untuk makan di restoran, harga setiap kali makan di restoran, dan kombinasi hasil kepuasan atribut (yaitu penjumlahan kelezatan makanan dan Kenyamanan suasana) yang diperoleh konsumen setiap kali makan di restoran tersebut. Dengan memperhatikan kendala anggaran dan garis kombinasi kepuasan atribut untuk masing-masing restoran, maka dapat diturunkan garis batas efisiensi (efficiency frontier). Adapun caranya adalah dengan menghubungkan ujung masing-masing garis kombinasi kepuasan atribut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Batas Efisiensi

Pada penelitian ini, preferensi konsumen dalam membeli perumahan dilakukan dengan membangun suatu stimuli yang merupakan kombinasi dari atribut level. Atribut merupakan jasa yang diperoleh dari penggunaan dan atau pemelikan suatu barang. Level

(20)

merupakan bagian-bagian dari atribut. Atribut dan level yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis konjoin. Alat analisis ini digunakan karena dapat menetukan kepentingan relatif yang dikaitkan pelanggan pada atribut yang penting dan utilitas yang mereka kaitkan pada tingkatan atau level atribut (Supranto, 2004:197). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan analisis konjoin menurut Supranto (2004:200-216) adalah 1) merumuskan masalah, yaitu mengenali atau mendefinisikan atribut dengan tingkatan masing-masing yang dipergunakan untuk membentuk stimulus (kombinasi atribut), pada penelitian ini digunakan lima atribut dan sebelas level; 2) membentuk stimulus, pada penelitian ini

pembentukan stimulus dilakukan dengan menggunakan profil penuh (full-profile procedure). Jumlah stimuli yang akan dihasilkan adalah sebanyak 48 stimuli yang didapatkan dari perkalian antar jumlah level untuk masing-masing atribut, yaitu 2 x 2 x 2 x 3 x 2. Stimuli ini kemudian digunakan dalam kuisioner untuk diurutkan oleh responden. Jumlah stimuli tersebut dirasa terlalu banyak sehingga akan membingungkan responden dalam mengurutkannya. Untuk mengurangi jumlah stimuli yang terlalu banyak tersebut, maka dilakukan reduksi dengan menggunakan orthogonal array dengan bantuan SPSS 16 Conjoint. Desain ini mengasumsikan bahwa semua interaksi yang tidak penting dapat diabaikan. Stimuli yang digunakan dalam penelitian ini setelah proses reduksi dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4

(21)

Menentukan bentuk data input, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data non-metrik (kualitatif), responden diminta untuk membuat ranking atas stimuli yang telah dibuat. Ranking diurutkan dari stimuli yang paling disukai hingga stimuli yang tidak paling disukai. Untuk stimuli yang paling disukai diberi ranking 12 dan untuk stimuli yang paling tidak disukai diberi ranking 1. Memilih suatu prosedur analisis konjoin. Model dasar analisis konjoin adalah.

μ(X) adalah seluruh utility dari suatu alternatif aij adalah koefisien utility parth-worth atau dari

atribut ke-i dan level ke-j ki adalah banyaknya level atribut i m adalah banyaknya atribut

xij adalah dummy variable atribut ke-i level ke-j Menentukan koefisien parth worth level atribut. Koefisien part worth merupakan nilai konstanta dari masing-masing level atribut yang diamati. Cara memperoleh koefisien ini adalah menghitung deviasi/

utility masing-masing level atribut, menghitung kuadrat

deviasi dan menjumlahkannya, menghitung nilai standar dengan cara membagi jumlah level atribut dengan jumlah total kuadrat deviasi, menghitung deviasi standar dengan cara mengalikan nilai standar dengan kuadrat masing-masing level atribut, dan menghitung nilai koefisien dengan mengakarkan nilai standar. Melakukan pengurutan peringkat preferensi adalah menjumlahkan total dari nilai masing-masing koefisien level setiap atribut pada seluruh kombinasi atribut. Rumusannya adalah:

Preferensi parth worth = PWh1 + PWh2 + PWh3 + PWh4 + PWh5

PWh1 = koefisien level atribut aksesibilitas PWh2 = kefisien level atribut keamanan PWh3 = koefisien level atribut jenis jalan PWh4 = koefisien level atribut fasilitas PWh5 = koefisien level atribut lucky location

Nilai relatif faktor merupakan nilai yang menunjukkan besarnya persentase masing-masing atribut terhadap preferensi untuk mengetahui atribut yang paling penting bagi konsumen, dapat dihitung tingkat kepentingan atribut. Tingkat kepentingan atribut adalah selisih utilitas tertinggi dan terendah.

Ii = {max(aij) - min (aij}

Untuk mendapatkan tingkat kepentingan relatif (bobot) digunakan rumus:

Ii adalah skor atribut ke i

adalah jumlah skor semua atribut Pengukuran korelasi digunakan untuk membuktikan adanya hubungan yang kuat antara estimasi dengan aktual atau ada Predictive Accuracy yang tinggi pada proses konjoin baik secara Pearsons ataupun Kendall. Uji signifikansi dilakukan dengan H1 = ada korelasi yang kuat antara variabel estimasi dengan aktual. Jika probabilitas (signifikansi) > 0,05 maka ho diterima. Setelah melakukan intepretasi hasil kemudian menguji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk mengevaluasi model. Untuk mengetahuinya dapat dilihat pada kendall’s tau

for holdouts dan nilai pearson R. Holdout adalah

kombinasi atribut atau stimuli yang dimunculkan kembali. Kombinasi holdouts yang digunakan sebanyak empat kombinasi, yaitu kombinasi nomor 9, 10, 11 dan 12.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Menurut Kuncoro (2001: 213) data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur dalam skala numerik. Selanjutnya data kualitatif ini dikuantitatifkan agar dapat diproses dengan statistik yaitu dengan mengklasifikasikan dalam bentuk katagori baik berupa data nominal (data yang dinyatakan dalam bentuk ketegori) maupun data ordinal (data yang dinyatakan dalam bentuk katagori namun posisi data tidak sama derajatnya karena dinyatakan dalam skala peringkat). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data tersebut berupa data primer yang berupa hasil pengisian kuisioner oleh responden. Responden dalam penelititan

(22)

adalah konsumen yang melakukan transaksi jual beli rumah di Kecamatan Depok, Sleman dengan tipe rumah menengah ke atas dan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Badan Pengelolaan Pertanahan Daerah (BPPD) Sleman yang berupa data transaksi jual beli perumahan di Kecamatan Depok selama tahun 2008, data alamat obyek pajak, alamat wajib pajak dan jenis penggunaan bangunan, dan peta data blok perumahan dari obyek pajak yang terpilih sebagai responden; Dinas KIMPRASWIL berupa data dan informasi proyek perumahan yang ada di wilayah Kecamatan Depok; dan BAPPEDA berupa peta administratif Kecamatan Depok.

Metode pengumpulan data diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada responden dan proses wawancara. Daftar pertanyaan dalam kuesioner dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama berupa pertanyaan terbuka. Pertanyaan dirancang sedemikian rupa untuk mengetahui data responden dan kelompok kedua berupa pertanyaan tertutup yang dirancang untuk mengetahui preferensi responden terhadap rumah. Responden diminta untuk mengurutkan stimuli yang telah dibuat dari 1 sampai 12, dimana 12 adalah untuk stimuli yang paling disukai dan 1 untuk stimuli yang paling tidak disukai.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan pemilihan satuan sampling secara

ran-dom cluster sampling. Pengelompokkan didasarkan

atas Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Depok, yaitu Kelurahan Condong Catur, Kelurahan Catur Tunggal, dan Kelurahan Maguwoharjo. Setiap kelurahan dipilih responden secara acak yang didasarkan pada transaksi jual beli rumah pada tahun 2008. Jumlah responden adalah 36.

Aksesibilitas merupakan atribut yang akan diteliti hubungannya dengan pola preferensi konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok, Sleman. Atribut ini terdiri dari dua level, yaitu memperhatikan kelancaran transportasi dan tidak memperhatikan kelancaran transportasi. Atribut keamanan merupakan salah satu atribut yang digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi preferensi konsumen masyarakat di Kecamatan Depok, Sleman dalam membeli rumah. Atribut ini memiliki dua level yaitu tidak dijaga satpam dan dijaga satpam. Atribut jenis jalan yang akan diteliti memiliki dua level, yaitu jalan utama dan jalan lingkungan. Atribut ini akan diteliti hubungannya

dengan preferensi konsumen dalam membeli rumah dengan menghitung koefisien parth worthnya. Atribut fasilitas yang akan diteliti dalam penelitian berupa taman, kolam renang, dan tempat ibadah. Atribut fasilitas selanjutnya akan diteliti seberapa besar tingkat kepentingannya terhadap preferensi konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok. Atribut lucky

lo-cation merupakan atribut yang akan diteliti tingkat

kepentingannya terhadap preferensi konsumen di Kecamatan Depok, Sleman. Atribut ini memiliki dua level yaitu memperhatikan feng shui dan tidak memperhatikan feng shui. Pengertian feng shui dalam penelitian ini tidak sebatas kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa tapi lebih mengarah kepada budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarkat terkait dengan letak dan desain rumah.

HASIL PENELITIAN

Data primer yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner dianalisis dengan menggunakan alat analisis konjoin. Analisis konjoin digunakan untuk mengidentifikasi atribut yang dianggap paling penting dan paling tidak penting, menentukan kombinasi atribut yang disukai konsumen, dan menentukan urutan prio-ritas atribut yang disukai oleh konsumen dalam membeli rumah di Kecamatan Depok. Analisis konjoin meng-hasilkan nilai kegunaan (utility) masing-masing level tiap atribut dan nilai kepentingannya (average

impor-tance score). Nilai kepentingan menunjukkan seberapa

penting suatu atribut terhadap keseluruhan preferensi. Nilai kegunaan dan nilai kepentingan yang dihasilkan oleh analisis konjoin ditunjukkan pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 nilai kegunaan untuk level tidak memperhatikan kelancaran transportasi adalah sebesar 0,583 sedangkan untuk level memperhatikan kelancaran transportasi memiliki nilai kegunaan sebesar 1,167. Untuk atribut kemanan masing-masing levelnya memiliki nilai kegunaan sebesar -0,486 untuk tidak dijaga satpam dan -0,972 untuk dijaga satpam. Pada atribut ke tiga, nilai kegunaan level jalan lingkungan sebesar 0,278 dan untuk level jalan utama sebesar -0,556. Fasilitas taman, kolam renang dan tempat ibadah masing-masing memiliki nilai kegunaan sebesar 0,935; -0,502 dan -0,433. Nilai kegunaan level tidak memperhatikan feng shui sebesar 0,792 dan level memperhatikan feng shui sebesar 1,583.

(23)

Jika ditampilkan secara grafik, maka nilai kepentingan dari atribut-atribut yang dihasilkan oleh analisis konjoin adalah seperti pada Gambar 5. PEMBAHASAN

Pada Gambar 5 nampak atribut yang dianggap paling penting oleh responden adalah atribut fasilitas. Atribut fasilitas memiliki persentase nilai kepentingan tertinggi

yaitu sebesar 33,514%. Atribut yang dianggap paling tidak penting adalah atribut keamanan. Atribut keamanan memiliki persentase nilai kepentingan terendah yaitu sebesar 12,213%. Menurut hasil wawancara, konsumen yang melakukan transaksi pembelian rumah pada tahun 2008 cenderung memiliki rumah dengan tipe menengah ke atas. Karakteristik konsumen ini yang kemudian mempengaruhi konsumen untuk lebih mempertimbangkan bentuk fasilitas yang Tabel 5

Hasil Analisis Konjoin

Gambar 5

(24)

tersedia dalam suatu kawasan perumahan. Hal ini yang kemudiaan membuat tingginya nilai kepentingan pada atribut fasilitas. Atribut yang dianggap responden memiliki tingkat kepentingan tertinggi ke dua setelah atribut fasilitas adalah atribut lucky location. Hal ini menunjukkan bahwa responden mempertimbangkan desain dan letak rumah. Tingkat kepentingan yang dimiliki oleh atribut ini adalah sebesar 22,751%. Atribut urutan ke tiga adalah atribut aksesibilitas yaitu sebesar 16,711%. Menurut hasil wawancara, motivasi responden membeli rumah adalah pensiun, sehingga tidak terlalu memperhatikan kelancaran transportasi tapi lebih kepada kenyamanan. Tingkat kepentingan urutan ke empat adalah atribut jenis jalan. Atribut ini memiliki tingkat kepentingan sebesar 14,811%.

Urutan tingkat kepentingan ini sejalan dengan hukum aksioma perbandingan dan aksioma transitivitas. Atribut fasilitas lebih disukai dari pada atribut lucky

location dan atribut lucky location lebih disukai dari

atribut aksesibilitas, maka atribut fasilitas lebih disukai dari pada atribut aksesibilitas. Atribut lucky location lebih disukai dari pada atribut jenis jalan dan atribut jenis jalan lebih disukai dari pada atribut keamanan, maka atribut lucky location lebih disukai dari pada atribut keamanan.

Urutan peringkat preferensi merupakan urutan kombinasi level atribut dari kombinasi yang paling disukai konsumen hingga kombinasi yang paling tidak disukai konsumen. Dalam hal ini kombinasi level yang merupakan holdout tidak disertakan dalam perhitungan karena kombinasi tersebut hanya digunakan untuk melihat validitas dan tidak masuk dalam proses menentukan utilitas dari preferensi. Urutan kombinasi dilihat dari nilai koefisien parth worth dari tiap kombinasi di mana nilai koefisien parth worth yang dimaksud adalah akumulasi dari nilai koefisien parth

worth masing-masing level. Kombinasi atribut yang

paling disukai ditunjukkan dengan urutan preferensi 1 Tabel 6

Koefisien Parth Worth per Level Atribut

(25)

dan kombinasi atribut yang paling tidak disukai ditunjukkan dengan urutan 8. Perhitungan koefisien

parth worth pada masing-masing level dapat dilihat

pada Tabel 6. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan seluruh nilai koefisien parth worth level sesuai stimuli. Urutan peringkat preferensi konsumen dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil penjumlahan koefisien parth worth menunjukkan bahwa kombinasi keenam merupakan preferensi utama. Hal ini ditunjukkan pada total nilai koefisien yang dimiliki merupakan total koefisien yang terbesar. Total nilai koefisien kombinasi nomor enam sebesar 2,5754. Urutan ke dua adalah kombinasi nomor lima dengan total nilai koefisien yang dimiliki sebesar 2,4584. Urutan selanjutnya adalah kombinasi nomor empat, di mana total koefisien kombinasi ini sebesar 1,9629. Kombinasi nomor tujuh menjadi pilihan preferensi dengan urutan ke empat. Total koefisien yang dimiliki kombinasi ini adalah 1,8459. Urutan preferensi ke lima, ke enam, ke tujuh dan ke delapan berturut-turut adalah kombinasi nomor tiga, nomor delapan, nomor satu, dan nomor dua adalah 1,7219; 0,5779; 0,5767; dan -0,7812. Berdasarkan Tabel 7 dapat disusun urutan preferensi konsumen berdasarkan kombinasi atribut rumah tinggal seperti pada Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa kombinasi yang paling disukai konsumen adalah kombinasi nomor 6, yaitu memperhatikan kelancaran transportasi, memperhatikan penjagaan satpam, dilalui oleh jalan utama, memiliki fasilitas taman, dan memperhatikan feng shui. Kombinasi yang paling tidak disukai konsumen adalah kombinasi nomor 5, yaitu tidak memperhatikan kelancaran transportasi, tidak memperhatikan penjagaan satpam, dilalui jalan utama, memiliki fasilitas berupa taman, dan tidak memperhatikan feng shui. Urutan preferensi ke satu dan ke dua memiliki kesamaan pada level fasilitas yang berupa taman, pada level lucky location yaitu memperhatikan feng shui dan pada level jenis jalan yaitu dilalui jalan utama, sedangkan level lainnya beragam tapi lebih diutamakan memperhatikan kelancaran transportasi dan memperhatikan penjagaan satpam. Urutan ke tiga dan ke empat memiliki kesamaan pada level memiliki fasilitas taman, dilalui jalan lingkungan dan tidak memperhatikan feng shui, sedangkan level lainnya berbeda tetapi lebih diutamakan memperhatikan penjagaan satpam, dilalui memperhatikan kelancaran transportasi. Urutan ke lima dan ke enam berbeda pada atribut jenis jalan, jenis fasilitas, dan lucky location di mana lebih dilalui oleh jalan lingkungan, memiliki fasilitas kolam renang Tabel 7

Urutan Peringkat Preferensi Kombinasi Atribut

(26)

dan memperhatikan feng shui. Kesamaannya terdapat pada level tidak memperhatikan penjagaan satpam dan memperhatikan kelancaran transportasi. Urutan ke tujuh dan ke delapan memiliki kesamaan dalam tiga level, yaitu tidak memperhatikan kelancaran transportasi dan memperhatikan penjagaan satpam, sedangkan perbedaan yang dimiliki adalah pada level jenis jalan, jenis taman, dan lucky location di mana lebih mengutamakan dilalui jalan lingkungan, memiliki fasilitas berupa tempat ibadah dan memperhatikan feng

shui. Urutan prioritas preferensi ini sejalan dengan

asumsi dasar dalam preferensi konsumen yaitu urutan ini menunjukkan tingkat kesenangan relatif tanpa memperhatikan harga rumah itu sendiri.

Pengukuran korelasi dibutuhkan untuk mengukur hubungan antara estimasi variabel dengan aktualnya atau mengukur predictive accuracy terhadap sampel. Hipotesis yang dibuat untuk uji signifikansi adalah diduga ada korelasi yang kuat antara variabel estimasi dengan aktual.

Untuk mengidentifikasi keakuratan ini, dapat dilihat pada correlation coefficient yang tercermin pada

pearson’s R dan kendall’s tau. Sesuai hasil analisis

konjoin, didapatkan:

Pearson’s R = 0,966, significance = 0,000 Kendall’s tau = 0,778, significance = 0,004

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa probabilitas (significance) < 0,05, maka H1 diterima. Hal ini berarti bahwa adanya hubungan yang kuat antara hasil estimasi dengan aktual atau adanya

pre-dictive accuracy yang tinggi pada proses konjoin. Valid

atau tidaknya kuisioner pada analisis konjoin dapat dilihat pada kendall’s tau for Holdouts. Dalam proses konjoin digunakan 4 kombinasi holdout. Kombinasi ini hanya digunakan untuk menghitung validitas tetapi tidak diikutsertakan dalam proses konjoin. Kendall’s

tau for Holdouts yang dihasilkan = -0,816, signifi-cance = 0,061

Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi yang digunakan valid pada tingkat signifikansi 10 persen. Reliabilitas dapat dilihat pada nilai R yaitu sebesar 0,948. Hal ini menunjukkan kemampuan prediksi yang baik (good predictive ability) dengan tingkat signifikansi 10%. Kedua uji ini sejalan dengan asumsi dasar dalam Tabel 8

Urutan Peringkat Preferensi Konsumen

Gambar

Gambar 1 Kurva Indiferen
Gambar 4 Batas Efisiensi
Gambar 1 Circular Flow Diagram
Tabel 2 menunjukkan bahwa selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata pertumbuhan jenis nilai investasi yang terbesar adalah investasi non-fasilitas sebesar 11,79%
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada masing-masing unsur meliputi: lambang unsur , nomor atom , massa atom atau isotop yang paling stabil, serta golongan dan nomor periode dalam tabel periodik. Deret

Retribusi dan Pendapatan Lain-lain sesuai dengn standar yang ditetapkan. 3) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan. bidang tugas dan fungsinya.

Judul Tesis : PENERAPAN PRINSIP EXCEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS DALAM PERKARA KEPAILITAN (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.. TELKOMSEL

Stasiun 2: Merupakan aliran sungai Lanhatan di Desa Tamiang Kelurahan Tamiang Kecamatan Kotanopan.. Stasiun 3: Merupakan daerah pertengahan di Desa Muara Siambak

Terlaksananya rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan

Persamaan garis yang tegak lurus pada garis singgung kurva y = tan x (tan lambang untuk tangens) di titik ( p /4

Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang memberikan pengasuhan, perawatan, dan pelayanan kepada anak usia lahir sampai 6 tahun, upaya pembinaan yang ditujukan kepada

3) Pengembangan ke deapan Pondok Pesantren Pangung Tulungagung Adapun teknik pengambilan sumber data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik bola salju (snow