• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam kekebalan : (cara timbul) 1.Aktif -Dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, mis: imunisasi aktif, terpajan secara alamiah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Macam kekebalan : (cara timbul) 1.Aktif -Dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, mis: imunisasi aktif, terpajan secara alamiah."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 Definisi

Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia

terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit

 Tujuan

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan

menghilangkan penyakit tertentu dari dunia

 Definisi

Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia

terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit

 Tujuan

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan

(3)

 Macam kekebalan : (cara timbul)

1.Aktif

-Dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, mis: imunisasi aktif,

terpajan secara alamiah.

-Berlangsung lama ok memori imunologi

2.Pasif

-Diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat individu itu sendiri, mis: kekebalan janin yang diperoleh dari ibu, imunisasi pasif. -Tidak berlangsung lama

 Macam kekebalan : (cara timbul)

1.Aktif

-Dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, mis: imunisasi aktif,

terpajan secara alamiah.

-Berlangsung lama ok memori imunologi

2.Pasif

-Diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat individu itu sendiri, mis: kekebalan janin yang diperoleh dari ibu, imunisasi pasif. -Tidak berlangsung lama

(4)

1. PRIMER

Terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen

Terbentuk antibodi Ig M

2. SEKUNDER

Terjadi setelah terpajan ulang dengan antigen yang sama

Terbentuk antibodi Ig G

1. PRIMER

Terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen

Terbentuk antibodi Ig M

2. SEKUNDER

Terjadi setelah terpajan ulang dengan antigen yang sama

(5)

 Status imun penjamu  Faktor genetik penjamu

 Kualitas dan kuantitas vaksin

Cara pemberian dosis pemberian

frekuensi pemberian ajuvan yang digunakan jenis vaksin : vaksin hidup

 Status imun penjamu  Faktor genetik penjamu

 Kualitas dan kuantitas vaksin

Cara pemberian dosis pemberian

frekuensi pemberian ajuvan yang digunakan jenis vaksin : vaksin hidup

(6)

 Definisi: pemberian antigen pada inang untuk

menginduksi pembentukan antibodi dan imunitas seluler.

 Tujuan: menginduksi perlindungan terhadap

berbagai bahan infeksius

 Definisi: pemberian antigen pada inang untuk

menginduksi pembentukan antibodi dan imunitas seluler.

 Tujuan: menginduksi perlindungan terhadap

(7)

 Bahan: materi yang diinaktivasi (mati) atau

bahan hidup yang dilemahkan

 Lebih disukai karena:

a. kadar antibodi tinggi dipertahankan

dalam jangka lebih lama

b. frekuensi pemberian lebih jarang

c. secara beriringan membentuk imunitas

seluler

 Bahan: materi yang diinaktivasi (mati) atau

bahan hidup yang dilemahkan

 Lebih disukai karena:

a. kadar antibodi tinggi dipertahankan

dalam jangka lebih lama

b. frekuensi pemberian lebih jarang

c. secara beriringan membentuk imunitas

(8)

 Definisi: pemindahan imunitas pada inang

menggunakan produk imunologis yang sudah terbentuk

 Tujuan: memberikan perlindungan terhadap

antigen

 Bahan: Imunoglobulin

 Definisi: pemindahan imunitas pada inang

menggunakan produk imunologis yang sudah terbentuk

 Tujuan: memberikan perlindungan terhadap

antigen

(9)

 Sasaran :

• Individu yang tidak mampu membentuk

antibodi (agammaglobulinemia kongenital)

• Pencegahan penyakit ketika waktu tidak

memungkinkan imunisasi aktif (misal: pasca paparan)

• Terapi penyakit tertentu yang secara normal

dicegah dengan imunisasi (misal: tetanus)

• Terapi dalam kondisi imunisasi aktif tidak

tersedia atau tidak dapat dilaksanakan (misal: tergigit ular)

 Sasaran :

• Individu yang tidak mampu membentuk

antibodi (agammaglobulinemia kongenital)

• Pencegahan penyakit ketika waktu tidak

memungkinkan imunisasi aktif (misal: pasca paparan)

• Terapi penyakit tertentu yang secara normal

dicegah dengan imunisasi (misal: tetanus)

• Terapi dalam kondisi imunisasi aktif tidak

tersedia atau tidak dapat dilaksanakan (misal: tergigit ular)

(10)

1. Vaksin Hidup Attenuated

bakteri atau virus hidup yang dilemahkan dengan cara pembiakan berulang-ulang

harus dpt berkembang biak  respon imun respon imun = infeksi alamiah

bersifat labil, rusak oleh panas & cahaya

contoh: campak, mumps, rubela, polio (virus) BCG, demam tifoid oral (bakteri)

1. Vaksin Hidup Attenuated

bakteri atau virus hidup yang dilemahkan dengan cara pembiakan berulang-ulang

harus dpt berkembang biak  respon imun respon imun = infeksi alamiah

bersifat labil, rusak oleh panas & cahaya

contoh: campak, mumps, rubela, polio (virus) BCG, demam tifoid oral (bakteri)

(11)

2. Vaksin Inactivated

bakteri, virus/ komponennya yg dibuat tidak aktif dgn pemanasan atau bahan kimia

tidak dapat replikasi seluruh dosis ag tidak dapat menyebabkan penyakit

tidak dipengaruhi oleh ab yg beredar selalu membutuhkan dosis ganda

sedikit atau tidak menimbulkan respon seluler contoh: difteri, tetanus (toksoid)

haemophilus influenza(polisakarida) 2. Vaksin Inactivated

bakteri, virus/ komponennya yg dibuat tidak aktif dgn pemanasan atau bahan kimia

tidak dapat replikasi seluruh dosis ag tidak dapat menyebabkan penyakit

tidak dipengaruhi oleh ab yg beredar selalu membutuhkan dosis ganda

sedikit atau tidak menimbulkan respon seluler contoh: difteri, tetanus (toksoid)

(12)

 Sebelum melakukan imunisasi

• memberitahu risiko vaksinasi dan tdk imunisasi • persiapan bila terjadi reaksi ikutan

• baca dgn teliti informasi produk • tinjau apakah ada kontraindikasi

• periksa pasien dan beri antipiretik bila perlu • periksa kondisi vaksin (warna, kadaluarsa) • pemberian sesuai jadwal

• berikan vaksin dengan tehnik yang benar  Sebelum melakukan imunisasi

• memberitahu risiko vaksinasi dan tdk imunisasi • persiapan bila terjadi reaksi ikutan

• baca dgn teliti informasi produk • tinjau apakah ada kontraindikasi

• periksa pasien dan beri antipiretik bila perlu • periksa kondisi vaksin (warna, kadaluarsa) • pemberian sesuai jadwal

(13)

 Setelah pemberian imunisasi

• berilah petunjuk kpd pengasuh/ortu apa yg

harus dikerjakan dalam kejadian reaksi biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat

• catat imunisasi dalam rekam medis • laporkan hasil imunisasi ke Dinkes

• periksa status imunisasi keluarga yg lain  Setelah pemberian imunisasi

• berilah petunjuk kpd pengasuh/ortu apa yg

harus dikerjakan dalam kejadian reaksi biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat

• catat imunisasi dalam rekam medis • laporkan hasil imunisasi ke Dinkes

(14)

 Aturan umum: sebagian besar

harus didinginkan pada suhu 2-8o C

DPT, Hib, hepatitis B, hepatitis A (tdk beku) OPV, Yellow fever (dapat dalam kead. beku)

Pengenceran

Vaksin kering yang beku harus diencerkan Dengan pelarut khusus

Digunakan dalam periode waktu tertentu, mis

vaksin campak yg telah diencerkan cepat berubah warna pada suhu kamar.

 Aturan umum: sebagian besar

harus didinginkan pada suhu 2-8o C

DPT, Hib, hepatitis B, hepatitis A (tdk beku) OPV, Yellow fever (dapat dalam kead. beku)

Pengenceran

Vaksin kering yang beku harus diencerkan Dengan pelarut khusus

Digunakan dalam periode waktu tertentu, mis

vaksin campak yg telah diencerkan cepat berubah warna pada suhu kamar.

(15)

Tempat suntikan harus dibersiihkan (antiseptik)

Pemberian suntikan

Sebagian besar secara IM atau SK dalam kecuali OPV per oral dan BCG scr intradermal

Petugas harus menguasai teknik dasar

Tempat suntikan harus dibersiihkan (antiseptik)

Pemberian suntikan

Sebagian besar secara IM atau SK dalam kecuali OPV per oral dan BCG scr intradermal

(16)

 Pernah mengalami kejadian ikutan yg berat  Alergi terhadap bahan dalam vaksin

 Sedang terapi steroid, radioterapi/kemotx  Menderita sakit yg menurunkan imunitas

 Tinggal serumah dg org lain yg imunitasnya

turun atau dalm terapi yg menurunkan imun

 Bulan lalu mendapat vaksin virus hidup

(campak, poliomielitis, rubela)

 Pada 3 bln lalu mendpt imunoglobulin/ transfusi

darah

 Pernah mengalami kejadian ikutan yg berat  Alergi terhadap bahan dalam vaksin

 Sedang terapi steroid, radioterapi/kemotx  Menderita sakit yg menurunkan imunitas

 Tinggal serumah dg org lain yg imunitasnya

turun atau dalm terapi yg menurunkan imun

 Bulan lalu mendapat vaksin virus hidup

(campak, poliomielitis, rubela)

 Pada 3 bln lalu mendpt imunoglobulin/ transfusi

(17)

 Mengurangi ketidaknyamanan pasca imunisasi  Dosis 15 mg/kgbb kepada bayi/anak, 3-4 X/hr

Reaksi KIPI

 Reaksi lokal di tempat suntikan atau reaksi umum  Derajat ringan selama 1-2 hari

 Lokal: kemerahan, gatal, nyeri kompres hangat

teraba benjolan kecil agak keras beberapa minggu atau lebih tidak perlu tindakan

 Mengurangi ketidaknyamanan pasca imunisasi  Dosis 15 mg/kgbb kepada bayi/anak, 3-4 X/hr

Reaksi KIPI

 Reaksi lokal di tempat suntikan atau reaksi umum  Derajat ringan selama 1-2 hari

 Lokal: kemerahan, gatal, nyeri kompres hangat

teraba benjolan kecil agak keras beberapa minggu atau lebih tidak perlu tindakan

(18)

 BCG

• 2-6 mgg dapat timbul papulasemakin besar

 ulserasi selama 2-4 bln sembuh perlahan dgn menimbulkan jaringan parut.

• Bila ulkus keluar cairan kompres antiseptik

• Bila cairan tambah banyak, koreng semakin besar

ditambah pembesaran kelenjar regional (aksila) dibawa ke dokter

 BCG

• 2-6 mgg dapat timbul papulasemakin besar

 ulserasi selama 2-4 bln sembuh perlahan dgn menimbulkan jaringan parut.

• Bila ulkus keluar cairan kompres antiseptik

• Bila cairan tambah banyak, koreng semakin besar

ditambah pembesaran kelenjar regional (aksila) dibawa ke dokter

(19)

 Hepatitis B

jarang terjadi, demam yg agak tinggi

lokal seperti pada umumnya (sementara)

 DPT

demam tinggi, rewel

lokal seperti pada umumnya

 DT

lokal seperti pada umumnya

 Hepatitis B

jarang terjadi, demam yg agak tinggi

lokal seperti pada umumnya (sementara)

 DPT

demam tinggi, rewel

lokal seperti pada umumnya

 DT

(20)

 Polio oral

sangat jarang terjadi reaksi KIPI

 Campak dan MMR

 lokal: rasa tidak nyaman

 5-12 hr setelah imunisasi dapat timbul :

demam tidak tinggi atau erupsi kulit halus yg berlangsung kurang dari 48 jam

 3 mgg pasca imunisasi dapat timbul:

pembengkakan KGB di belakang telinga

 Polio oral

sangat jarang terjadi reaksi KIPI

 Campak dan MMR

 lokal: rasa tidak nyaman

 5-12 hr setelah imunisasi dapat timbul :

demam tidak tinggi atau erupsi kulit halus yg berlangsung kurang dari 48 jam

 3 mgg pasca imunisasi dapat timbul:

(21)

 BCG adlh vaksin hidup dari M. bovis yang

dibiakkan berulang selama 1-3 tahun basil yg tidak virulen tapi masih punya imunogenitas

 Menimbulkan sensitivitas terhdp tuberkulin  Vaksin BCG Biofarma Bandung

 Tidak mencegah infeksi TB tapi mengurangi risiko

TB berat seperti meningitis TB, TB milier

 Efek proteksi 8-12 mgg pasca imunisasi,

bervariasi antara 0-80% tergantung vaksin,

lingkungan dengan M.atipik dan faktor penjamu (umur, gizi dll)

 BCG adlh vaksin hidup dari M. bovis yang

dibiakkan berulang selama 1-3 tahun basil yg tidak virulen tapi masih punya imunogenitas

 Menimbulkan sensitivitas terhdp tuberkulin  Vaksin BCG Biofarma Bandung

 Tidak mencegah infeksi TB tapi mengurangi risiko

TB berat seperti meningitis TB, TB milier

 Efek proteksi 8-12 mgg pasca imunisasi,

bervariasi antara 0-80% tergantung vaksin,

lingkungan dengan M.atipik dan faktor penjamu (umur, gizi dll)

(22)

 Diberikan scr intradermal 0,10 ml (anak)

0,05 ml (bayi baru lahir)

 Sebaiknya pada deltoid kanan (bila ada

limfadenitis (aksila) lebih mudah terdeteksi.

 Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari,

harus disimpan pada 2-8o C, tidak boleh beku,

yang telah diencerkan hrs dibuang dlm 8 jam.

 Diberikan pada umur kurang atau tepat 2 bulan.  Sebaiknya diberikan pada anak dengan uji

Mantoux (tuberkulin) negatif.

 Diberikan scr intradermal 0,10 ml (anak)

0,05 ml (bayi baru lahir)

 Sebaiknya pada deltoid kanan (bila ada

limfadenitis (aksila) lebih mudah terdeteksi.

 Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari,

harus disimpan pada 2-8o C, tidak boleh beku,

yang telah diencerkan hrs dibuang dlm 8 jam.

 Diberikan pada umur kurang atau tepat 2 bulan.  Sebaiknya diberikan pada anak dengan uji

(23)

 Penyuntikan BCG yang benar menimbulkan ulkus

lokal yg superfisial. Ulkus yg biasanya tertutup krusta  sembuh dlm 2-3 bln  meninggalkan parut bulat dgn diameter 4-8 mm.

 Apabila dosis terlalu tinggi ulkus yang timbul lebih

besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam parut yg terjadi tertarik ke dalam

Limfadenitis supuratif kadang dijumpai (aksila/ leher) sembuh sendiri.

 Penyuntikan BCG yang benar menimbulkan ulkus

lokal yg superfisial. Ulkus yg biasanya tertutup krusta  sembuh dlm 2-3 bln  meninggalkan parut bulat dgn diameter 4-8 mm.

 Apabila dosis terlalu tinggi ulkus yang timbul lebih

besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam parut yg terjadi tertarik ke dalam

Limfadenitis supuratif kadang dijumpai (aksila/ leher) sembuh sendiri.

(24)

 Reaksi uji tuberkulin > 5 mm

 Sedang menderita HIV, imunokompromise  Anak menderita gizi buruk

 Sedang menderita demam tinggi  Menderita infeksi kulit yang luas  Pernah sakit tuberkulosis

 Kehamilan

 Reaksi uji tuberkulin > 5 mm

 Sedang menderita HIV, imunokompromise  Anak menderita gizi buruk

 Sedang menderita demam tinggi  Menderita infeksi kulit yang luas  Pernah sakit tuberkulosis

(25)

 BCG diberikan pada bayi <= 2 bulan

 Pada bayi yg kontak erat dgn px TB dg BTA(+3)

sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, kalau kontaknya sudah tenang dapat diberi BCG

 BCG jangan diberikan pada bayi atau anak

dengan imunodefisiensi, mis HIV, gizi buruk dan lain-lain

 BCG diberikan pada bayi <= 2 bulan

 Pada bayi yg kontak erat dgn px TB dg BTA(+3)

sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, kalau kontaknya sudah tenang dapat diberi BCG

 BCG jangan diberikan pada bayi atau anak

dengan imunodefisiensi, mis HIV, gizi buruk dan lain-lain

(26)

 Imunisasi Pasif

 Pemberian imunoglobulin (sebelum/sesudah)

Misal: IG/ISG (Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)

 Indikasi utama:

-Paparan darah yg mgandung HbsAg

-Paparan seksual dgn pengidap HbsAg (+) -Paparan perinatal, ibu HbsAg(+), <48 jam

 Imunisasi Pasif

 Pemberian imunoglobulin (sebelum/sesudah)

Misal: IG/ISG (Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)

 Indikasi utama:

-Paparan darah yg mgandung HbsAg

-Paparan seksual dgn pengidap HbsAg (+) -Paparan perinatal, ibu HbsAg(+), <48 jam

(27)

 Dosis:

• Kecelakaan jarum suntik: 0,06ml/kg,maks 5 ml, IM,

harus diberikan dlm jangka 24 jam, diulang 1 bulan kemudian.

• Paparan seksual: dosis tunggal 0,06 ml/kg,

IM, harus diberikan dalam jangka waktu 2 mgg, maks 5 ml.

• Paparan perinatal: 0,5 ml IM  Dosis:

• Kecelakaan jarum suntik: 0,06ml/kg,maks 5 ml, IM,

harus diberikan dlm jangka 24 jam, diulang 1 bulan kemudian.

• Paparan seksual: dosis tunggal 0,06 ml/kg,

IM, harus diberikan dalam jangka waktu 2 mgg, maks 5 ml.

(28)

 Pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius  3 jenis :

-Berasal dari plasma

-Dibuat dengan tehnik rekombinan (rek.genetik) -Polipeptida

 Pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius  3 jenis :

-Berasal dari plasma

-Dibuat dengan tehnik rekombinan (rek.genetik) -Polipeptida

(29)

 Vaksin yang beredar beserta dosis: • Hevac-B (Aventis Pasteur), dws 5 ug,

anak 2,5 ug, pada ibu HbeAg (+) dosis 2 X

• Hepaccine (Cheil Sugar), dws: 3 ug,

anak 1,5 ug.

• B-Hepavac II (MSD), dws: 10 ug, anak 5 ug.

• Hepa-B (Korean green Cross), dws; 20 ug, anak 10

ug.

• Engerix-B (GSK), dws 20 ug, anak 10 ug.

Penyuntikan scr IM pada deltoid/paha anterolat

 Vaksin yang beredar beserta dosis: • Hevac-B (Aventis Pasteur), dws 5 ug,

anak 2,5 ug, pada ibu HbeAg (+) dosis 2 X

• Hepaccine (Cheil Sugar), dws: 3 ug,

anak 1,5 ug.

• B-Hepavac II (MSD), dws: 10 ug, anak 5 ug.

• Hepa-B (Korean green Cross), dws; 20 ug, anak 10

ug.

• Engerix-B (GSK), dws 20 ug, anak 10 ug.

(30)

 Vaksinasi awal (primer) 3 X

 Jarak antara suntikan I dan ke II 1-2 bln,

suntikan ke III diberikan 6 bln dari yang ke I.

 Pemberian booster 5 tahun kemudian masih

belum ada kesepakatan.

 Pemeriksaan Anti-HBs pasca imunisasi setelah

3 bulan dari suntikan terakhir

 Skrining pravaksinasi (pada praktek swasta

perorangan)

 Vaksinasi awal (primer) 3 X

 Jarak antara suntikan I dan ke II 1-2 bln,

suntikan ke III diberikan 6 bln dari yang ke I.

 Pemberian booster 5 tahun kemudian masih

belum ada kesepakatan.

 Pemeriksaan Anti-HBs pasca imunisasi setelah

3 bulan dari suntikan terakhir

 Skrining pravaksinasi (pada praktek swasta

(31)

 Umumnya ringan, nyeri, bengkak, panas mual,

nyeri sendi & otot

Kontra Indikasi Belum ada, terkecuali ibu hamil

Tanggap kebal rendah dapat ok:

Usia tua, pemberian di bokong, anak gemuk, pasien hemodialisis/ transplantasi, obat

imunosupresif, lekemia/ keganasan, DM tipe I, HIV, peminum alkohol.

 Umumnya ringan, nyeri, bengkak, panas mual,

nyeri sendi & otot

Kontra Indikasi Belum ada, terkecuali ibu hamil

Tanggap kebal rendah dapat ok:

Usia tua, pemberian di bokong, anak gemuk, pasien hemodialisis/ transplantasi, obat

imunosupresif, lekemia/ keganasan, DM tipe I, HIV, peminum alkohol.

(32)

 Toksoid Difteria, vaksin aseluler, toksoid

tetanus

 Kadar antibodi protektif setelah DTP 3 kali

mencapai 0,01 IU atau lebih

 Reaksi lokal: merah, bengkak, nyeri

Reaksi umum: demam ringan, jarang hiperpireksia, kejang.

 Toksoid Difteria, vaksin aseluler, toksoid

tetanus

 Kadar antibodi protektif setelah DTP 3 kali

mencapai 0,01 IU atau lebih

 Reaksi lokal: merah, bengkak, nyeri

Reaksi umum: demam ringan, jarang hiperpireksia, kejang.

(33)

 DPT dasar diberikan 3X sejak umur 2 bln dg

interval 4-6 mgg, ulangan (DPT 4) diberikan 1 thn setelah DPT3.

 DPT 5 pada umur 5-7 tahun  DPT 6 pada umur 12 tahun

 Dosis DPT/DT 0,5 ml, IM baik untuk imunisasi

dasar dan ulangan.

 DPT dasar diberikan 3X sejak umur 2 bln dg

interval 4-6 mgg, ulangan (DPT 4) diberikan 1 thn setelah DPT3.

 DPT 5 pada umur 5-7 tahun  DPT 6 pada umur 12 tahun

 Dosis DPT/DT 0,5 ml, IM baik untuk imunisasi

(34)

 Virus hidup tetapi sudah dilemahkan.  Virus polio tipe 1, 2, 3

 Digunakan scr rutin sjk bayi lahir dg dosis 2 tts

per oral.

 Virus ini menempatkan diri di usus dan memacu

pembentukan antibodi dlm darah, maupun epitel usus sebagai pertahanan lokal.

 Penerima vaksin terlindungi setelah dosis

tunggal pertama, tiga dosis berikutnya

memberikan imunitas jangka lama (3 tipe)

 Virus hidup tetapi sudah dilemahkan.  Virus polio tipe 1, 2, 3

 Digunakan scr rutin sjk bayi lahir dg dosis 2 tts

per oral.

 Virus ini menempatkan diri di usus dan memacu

pembentukan antibodi dlm darah, maupun epitel usus sebagai pertahanan lokal.

 Penerima vaksin terlindungi setelah dosis

tunggal pertama, tiga dosis berikutnya

(35)

 harus disimpan tertutup pada suhu 2-8o C

 Vaksin sangat stabil, akan kehilangan potensi

bila dibuka krn perubahan PH setelah terpapar dengan udara.

 Dapat disimpan pada 20o C. Dicairkan dg cara

ditempatkan antara dua telapak tgn, dijaga agar tidak berubah warna (merah

muda-oranye muda) sbg indikator PH

 harus disimpan tertutup pada suhu 2-8o C

 Vaksin sangat stabil, akan kehilangan potensi

bila dibuka krn perubahan PH setelah terpapar dengan udara.

 Dapat disimpan pada 20o C. Dicairkan dg cara

ditempatkan antara dua telapak tgn, dijaga agar tidak berubah warna (merah

(36)

 Imunisasi dasar (polio 0, 1, 2, 3) diberikan 2

tetes per oral dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.

 Polio 0 diberikan saat bayi baru pulang dari

rumah sakit.

 Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah

polio 4, selanjutnya saat 5-6 tahun

 Imunisasi dasar (polio 0, 1, 2, 3) diberikan 2

tetes per oral dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.

 Polio 0 diberikan saat bayi baru pulang dari

rumah sakit.

 Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah

(37)

 KIPI

dapat berupa pusing, diare ringan, sakit otot, jarang sekali poliomielitis (tapi tetap waspada)

 Indikasi kontra

Penyakit akut/demam > 38,5oC, muntah/ diare

Terapi KS, imunosupresif, radiasi, keganasan ibu hamil < 4 bln, bersama vaksin tifoid oral, Pada penderita imunosupresi beri IPV

 KIPI

dapat berupa pusing, diare ringan, sakit otot, jarang sekali poliomielitis (tapi tetap waspada)

 Indikasi kontra

Penyakit akut/demam > 38,5oC, muntah/ diare

Terapi KS, imunosupresif, radiasi, keganasan ibu hamil < 4 bln, bersama vaksin tifoid oral, Pada penderita imunosupresi beri IPV

(38)

 2 Jenis :

- virus hidup dan dilemahkan - virus yang dimatikan

 Reaksi KIPI :

Biasanya terjadi pada imunisasi ulangan.

Dapat berupa demam >39,5 oC pada hari ke 5-6

berlangsung 2 hari.

Ruam pada hari ke 7-10, berlangsung 2-4 hari

 2 Jenis :

- virus hidup dan dilemahkan - virus yang dimatikan

 Reaksi KIPI :

Biasanya terjadi pada imunisasi ulangan.

Dapat berupa demam >39,5 oC pada hari ke 5-6

berlangsung 2 hari.

(39)

 Campak diberikan pada umur 9 bln, dgn dosis 0,5

ml SK dalam/ IM. Diulang usia 5-7 tahun.

 Diulang juga, bila:

-imunisasinya pada usia < 1 thn

-terjadi KLB (diberikan pada SD, SMP, SMA) -imunisasinya vaksin inaktif, imunoglobulin -catatan imunisasi tidak ada

Kontra indikasi: demam tinggi, tx imunosupresi, hamil, alergi, tx imunoglobulin

 Campak diberikan pada umur 9 bln, dgn dosis 0,5

ml SK dalam/ IM. Diulang usia 5-7 tahun.

 Diulang juga, bila:

-imunisasinya pada usia < 1 thn

-terjadi KLB (diberikan pada SD, SMP, SMA) -imunisasinya vaksin inaktif, imunoglobulin -catatan imunisasi tidak ada

Kontra indikasi: demam tinggi, tx imunosupresi, hamil, alergi, tx imunoglobulin

(40)

 Haemophilus Influenzae tipe b  Measles, Mumps, Rubella (MMR)  Varisela

 Demam tifoid  Hepatitis A

 Influenza

 Pneumokokos

 Haemophilus Influenzae tipe b  Measles, Mumps, Rubella (MMR)  Varisela

 Demam tifoid  Hepatitis A

 Influenza

(41)

SELAMAT

BELAJAR

SELAMAT

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan oleh suatu unit organisasi, harus ditetapkan oleh seorang pejabat yang berwenang dalam jangka waktu

10 Peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki; 11 Peserta didik dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing; 12 Peserta didik dapat belajar menurut

Berangkat dari permasalahan yang telah dijelaskan diatas mengenai pentingnya peningkatan mutu pendidikan dasar, maka peneliti tertarik dan merancang penelitian ini dengan judul :

nyamuk saat ini masyarakat telah banyak masyarakat telah banyak menggunakan menggunakan sediaan pengusir nyam sediaan pengusir nyamuk uk antara lain obat nyamuk bakar,

Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang kuat dan terus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan prevalensi seumur hidup

(2) Pola perilaku masyarakat batak Toba dalam menyikapi nilai-nilai yang bersangkutan mengenai prosesi mangulosi ternyata memiliki nilai-nilai yang sangat tinggi,

Terkait hubungan antara televisi dan pemilik modal, McChesney dalam bukunya yang berjudul Rich Media, Poor Democracy, Communication Politics in Dubious Times (2000),

Pada tabel ini juga menunjukkan bahwa petani utama Kabupaten Grobogan terbesar berada di kelompok usia 45-54 tahun yakni sebesar 76.894 rumah tangga (29,11 persen) atau dengan