• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi juga untuk mengetahui kedudukan penelitian di samping penelitian lain yang relevan (Chaer, 2003: 26). Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

1. Buku “Unsur-Unsur Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Indonesia” karya Mukunda Madhava Sharma (1985) ini merupakan buku pengantar yang penting dalam penyerapan kosakata bahasa Sankserta dalam bahasa Indonesia. Pada pendahuluan, Sharma menguraikan tentang 1) apa yang disebut bahasa Sanskerta; 2) apa yang disebut bahasa Indonesia; 3) bagaimana bahasa Sankserta masuk ke Indonesia; 4) pengaruh bahasa Jawa atas bahasa Melayu; 5) sumber-sumber kosakata bahasa Indonesia; 6) karya yang sudah dilakukan; 7) bidang dan dasar buku yang disajikan sekarang; 8) abjad bahasa Sanskerta; serta 9) proses perubahan bentuk kata-kata yang dipinjam. Buku ini dapat dikatakan sebagai kamus kecil yang dilengkapi dengan makna dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran dan juga makna dalam bahasa Sanskerta sebagai bahasa sumber. Perubahan bentuk kosakata yang diserap juga disajikan adalah sebagai berikut: 1) asimilasi; 2) disimilasi; 3) aferesis; 4) protesis; 5) epentesis; 6) haplologi; 7) kehilangan konsonan yang diulangi; 8) metatesis; 9) anaptiksis; 10) sinkope; 11) penyingkatan; 12) dan pembentukan kata baru yang meliputi metanalisis,

(2)

7

campuran, asal mula yang mundur; etimologi populer, serta disajikan pula perubahan vokal, perubahan konsonan beraspirat, dan perubahan konsonan-konsonan lainnya.

Buku ini sangat penting dalam menunjang data-data kosakata serapan bahasa Sanskerta dan menambah pengetahuan penulis tentang proses perubahan fonologis yang yang terjadi dalam kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia. Dalam buku ini belum dijabarkan tentang kaidah perubahan fonologis kosakata serapan tersebut, maka dalam penelitian berikutnya akan dijabarkan hal tersebut.

2. Penelitian kedua berjudul “Perubahan Fonologis Kosakata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Indonesia: Analisis Transformasi Generatif” oleh I Made Sudiana (2009) menjelaskan beberapa proses fonologis yang hampir sama dengan hasil penelitian Sharma, proses fonologis tersebut adalah sebagai berikut: 1) pelesapan bunyi yang terdiri atas: a) apokope, b) aferesis, c) sinkope, d) pelepasan gugus konsonan, dan e) haplologi; 2) penambahan bunyi yang terdiri atas: a) protesis, b) epentesis, c) anaptiksis, dan d) paragog; 3) metatesis; 4) asimilasi; 5) disimilasi; 6) monoftongisasi. Sudiana juga menjabarkan beberapa perubahan bunyi baik perubahan bunyi konsonan maupun perubahan bunyi vokal. Proses fonologis menyertakan 12 kaidah fonologis yang ditemukannya dalam penyerapan kosakata bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: 1) kaidah pelesapan /ɧ/; 2) kaidah pelesapan /m/, /ṋ/, /ş/ di akhir kata; 3) kaidah pelesapan /h/ di tengah kata; 4) kaidah pelesapan gugus konsonan; 5) kaidah penambahan bunyi /i/ di awal kata; 6) kaidah penambahan bunyi nasal /ŋ/, /m/,

(3)

8

/ɲ/; 7) kaidah penambahan bunyi /ə/ di antara konsonan rangkap; 8) kaidah penambahan bunyi /h/; 9) kaidah metatesis (kaidah kecil); 10) kaidah bunyi beraspirasi; 11) kaidah pelemahan vokal; 12) kaidah penguatan vokal. Sudiana juga mengatakan dampak penyerapan kosakata bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia adalah persoalan dalam hal ortografis dan makna kata.

Penelitian tersebut sangat penting guna menambah pengetahuan penulis tentang kaidah fonologis dan masalah ortografi dalam kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia. Data-data dalam penelitian Sudiana adalah berupa kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam penelitian berikutnya berbeda yakni, kosakata bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali. Dalam penelitian ini juga belum membahas masalah faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan fonem dalam kosakata serapan, maka hal tersebut akan dibahas dalam penelitian berikutnya.

3. Sebuah makalah yang berjudul “Sekilas Perubahan Fonem Kosakata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Bali: Kajian Generatif Transformasi” oleh Ni Made Suryati (2013) yang mengungkap fakta adanya perubahan fonem kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali. Teori yang digunakan dalam makalah ini yakni teori Perubahan Bunyi yang dikemukakan oleh Crowley dan teori Fonologi Generatif Transformasi yang dikembangkan oleh Noam Chomsky. Pada analisis data digunakan metode padan translasional dengan teknik dasar teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan teknik hubung banding. Dalam tulisannya tersebut dinyatakan bahwa terdapat perubahan fonem antara bentuk-bentuk tersebut, yakni: lenisi, metatesis, asimilasi, monoftongisasi, penambahan

(4)

9

fonem pada awal, tengah, akhir kata, dan penambahan fonem /E/ pada kosakata yang mengandung gugus konsonan, serta disampaikan juga lima belas kaidah perubahan fonem.

Makalah ini membuka cakrawala pemikiran penulis tentang masalah penyerapan kosakata bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali. Oleh karena itu, makalah sebagai sebuah pengantar bagi penulis dalam melaksanakan penelitian ini lebih lanjut. Perbedaan makalah ini dengan penelitian berikutnya, terletak pada proses perubahan fonem konsonan. Makalah ini hanya membahas tentang perubahan fonem konsonan beraspirat saja, sedangkan perubahan fonem konsonan lainnya belum dibahas. Dalam penelitian nantinya, proses perubahan fonem konsonan lainnya akan dibahas secara lebih lengkap. Hal itu dilakukan dengan menambah penyajian data-data kosakata serapan bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Bali.

Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas adalah tulisan yang sangat penting, sehingga menambah pengetahuan penulis tentang proses fonologis dan kaidah perubahan fonologis dalam kosakata serapan bahasa Sanskerta. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai penelitian-penelitian sebelumnya, maka diketahui bahwa dalam penelitian tersebut belum menjabarkan tentang faktor intralingual dan faktor ekstralingual yang menyebabkan terjadinya perubahan fonem. Guna melengkapi pengetahuan mengenai perubahan fonem dalam kosakata serapan bahasa Sanskerta, khususnya tentang faktor intralingual dan ekstralingual yang menyebabkan perubahan fonem terjadi, maka penelitian ini perlu dilakukan.

(5)

10 2.2 Konsep

Sehubungan dengan hal tersebut, maka beberapa konsep dasar yang dijabarkan dan berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

2.2.1 Serapan dan Penyerapan

Bahasa yang masih mengalami perubahan dan pertumbuhan yang dikenal dengan istilah bahasa hidup dan prosesnya dikenal sebagai perkembangan bahasa (Samsuri, 1991: 50). Perkembangan bahasa disebabkan oleh kontak bahasa yang terjadi pada masyarakat bilingual atau multilingual (Chaer, dkk., 2010: 134). Proses kontak bahasa adalah serapan dengan prosesnya yang dikenal sebagai penyerapan.

Para ahli bahasa memiliki pendapat yang berbeda dalam menyebutkan istilah serapan dengan alasan tertentu. Oleh karena itu, serapan dikenal juga dengan istilah pungutan, loan words, borrowing words, dan juga copying words (Crowley, 1992:92).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1046), serapan merupakan sesuatu yang diserap, sedangkan penyerapan adalah proses atau peristiwa penyerapan suatu unsur ke dalam unsur lain sehingga terjadi percampuran atau menggantikan unsur yang lama. Serapan juga berarti kata pinjaman dari kata bahasa lain (Suprapto, 1993: 88).

Menurut Kridalaksana (1984:144) peminjaman (borrowing) merupakan pemasukan unsur fonologis, gramatikal, leksikal dalam bahasa, atau dialek dari bahasa lain karena kontak atau peniruan. Peminjaman leksikal (lexical borrowing) merupakan proses pemasukan unsur leksikal dalam bahasa penerima, misalnya;

(6)

11

/putra/ yang berasal dari bahasa Sanskerta. Peminjaman dialektal (dialect borrowing) merupakan proses peminjaman suatu unsur dari suatu dialek lain dan

satu bahasa; misalnya pemakaian kata /kakak/ dalam bahasa Melayu yang berasal dari bahasa Minangkabau (yang sebenarnya merupakan dialek bahasa Melayu). Peminjaman gramatikal (grammatical borrowing) merupakan pemasukan unsur morfologis atau sintaksis ; misalnya sufiks {-wan} dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sanskerta pada kata bangsawan.

2.2.2 Bentuk Asal dan Bentuk Turunan

Schane (1973: 74-75) mengungkapkan bahwa konsep bentuk asal (yang abstrak) digunakan dalam fonologi generatif. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan: (1) jika suatu morfem yang bervariasi digambarkan dengan satu bentuk asal, maka seorang peneliti telah memberikan suatu bentuk khas kepada suatu morfem yang khas pula; (2) kaidah-kaidah yang mengubah bentuk asal menjadi bentuk turunan tersebut dengan tegas menandai proses-proses suatu bahasa; (3) bentuk turunan tersebut langsung mengemukakan perwujudan morfem yang fonetis (Pastika, 2005: 10).

Bentuk asal adalah morfem asal dan kata asal (Suprapto, 1993: 15). Bentuk asal merupakan bentuk-bentuk yang terdapat dalam bahasa pertama, baik dalam bentuk bunyi , fonem, morfem, ataupun kata. Bentuk turunan merupakan hasil proses fonologis dari bentuk asal (Samsuri, 1991: 56).

Kridalaksana (1984:27-28) berpendapat bahwa konsep bentuk asal adalah satuan dasar hipotesis yang dijadikan titik landasan untuk menguraikan atau menurunkan seperangakat satuan atau seperangkat varian dari sebuah satuan,

(7)

12

sedangkan bentuk turunan (derived form) merupakan bentuk yang berasal dari bentuk asal setelah mengalami berbagai proses.

2.2.3 Ciri-Ciri Pembeda

Ciri-ciri pembeda adalah unsur-unsur terkecil dari fonetik, leksikal, dan suatu transkripsi fonologis yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian (Pastika, 2005: 13). Schane (1973: 26) mengatakan bahwa ciri-ciri pembeda adalah ciri distingtif yang harus memenuhi tiga fungsi, yakni; 1) mampu mendeskripsikan

fonetik sistematik suatu fungsi fonetik, 2) pada tingkat yang lebih abstrak, butir-butir leksikal harus mampu dibedakan dengan menggunakan ciri-ciri pembeda suatu fonemik; dan 3) menetapkan golongan-golongan seciri: ruas-ruas yang berbeda dalam suatu golongan menjalani proses fonologis yang mirip. Kridalaksana (1984:34) mengatakan bahwa ciri pembeda (distinctive feature) adalah ciri yang membedakan satuan bahasa dengan satuan bahasa lainnya. Ciri pembeda memberikan karakteristik dalam setiap fonem, seperti fonem /a/ yang memiliki ciri ([+sil], [+rend), sedangkan fonem /h/ memiliki ciri ([-sil], [+rend]). Kedua fonem tersebut menjelaskan bahwa fonem /a/ dan /h/ sama-sama memiliki ciri [+rend], namun fonem /h/ tidak memiliki ciri [+sil].

Ciri-ciri pembeda yang diterapkan dalam penelitian adalah ciri-ciri pembeda yang dikemukakan oleh Schane (1973:26-34) yakni: (a) ciri kelas utama, yakni: 1) silabis (sil.), 2) sonorant (son.), dan 3) konsonantal (kons.); (b) ciri cara artikulasi, yakni 4) kontinuan (kont), 5) pelepasan tak segera (p.t.s), 6) striden (strid), 7) nasal (nas), 8) lateral (lat); (c) ciri daerah artikulasi adalah 9) koronal (kor) dan 10) anterior (ant); (d) ciri-ciri batang lidah, meliputi: 11) tinggi (ting),

(8)

13

12) rendah (ren), dan 13) belakang (bel); (e) ciri bentuk bibir, yakni: 14) bulat (bul); (f) ciri-ciri tambahan, yakni: 15) tegang (teg), 16) aspirasi, 17) glotalisasi dan 18) bersuara (bers); dan (g) ciri-ciri prosodi, yakni: 19) tekanan, dan 20) panjang.

Ciri-ciri pembeda dilengkapi dengan analisis biner yang menggunakan tanda (+) dan tanda (-) dalam menunjukkan sifat itu ada atau tidak. Tanda (+) menunjukkan adanya sifat ciri pembeda tersebut dalam suatu fonem dan tanda (-) yang menunjukkan tidak adanya sifat ciri pembeda tersebut dalam suatu fonem.

2.2.4 Analogi

Analogi merupakan respon sekunder untuk operasi perubahan suara atau analisis ulang, yang melibatkan informasi fonetis, seperti batas suku kata (Hock, 1986:238). Analogi adalah proses atau hasil pembentukan unsur bahasa karena pengaruh pola lain dalam bahasa (Crowley,1992: 230; Kridalaksana, 1984:13). Suprapto (1993:5) menyatakan analogi sebagai proses membuat atau membentuk kata-kata baru berdasarkan bentuk yang telah ada. Proses ini terjadi karena adanya persesuaian tata bahasa dari bahasa penerima unsur baru. Berdasarkan pengamatan Manczak, perubahan analogis penekanannya cenderung lebih kepada sifat fonologis yakni unsur-unsur dalam kata dan morfem (Hock, 1986:210).

Menurut Crowley (1992: 230:234), proses analogi leksikal dapat diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi, yakni (1) analogis bentuk merupakan proses pembentukan kata berdasarkan unsur dari bahasa lain, namun hanya sebagai dasar untuk membentuk bentuk baru yang mirip atau bahkan sama tanpa pertimbangan persamaan makna; (2) etimologi rakyat atau etimologi populer

(9)

14

adalah studi tentang sejarah kata. Kridalaksana (1984:47) berpendapat bahwa etimologi rakyat merupakan pengambil-alihan unsur dari bahasa lain dengan memberinya bentuk yang lebih bisa dikenal; (3) hiperkorek (hypercorrection) bersangkutan dengan bentuk atau pemakaian kata secara salah karena menghindari pemakaian substandar (Crowley, 1992:232-235) .

2.3 Landasan Teori

Teori ibarat pisau untuk membedah sebuah roti guna mendapatkan hasil yang memuaskan (Pratiwi, 2009:48). Teori yang digunakan diharapkan dapat mempermudah dalam pemecahan masalah yang diteliti. Teori yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teori fonologi generatif transformasi dan teori perubahan bunyi yang didukung dengan teori borrowing dan teori pemerolehan bahasa (Acquisition).

2.3.1 Teori Fonologi Generatif Transformasi

Bahasa sebagai sasaran penelitian ilmu bahasa memiliki perangkat-perangkat seperti : fonem, kata, kalimat, dan makna (Jendra, 1976 : 8). Dasar dan akar aliran Generatif Transformasi berasal dari penelitian Z. Harris tahun 1950. Seorang murid Z. Harris yakni Avram Noam Chomsky dianggap sebagai pendiri aliran ini dengan desertasinya yang diterbitkan menjadi buku yang berjudul Syntactic Structure tahun 1957 (Jendra, 2009: 122).

Prinsip teori generatif adalah (1) adanya struktur batin dan struktur lahir yang dianggap mengaplikasikan bentuk dasar ke dalam bentuk turunan; (2) fonem bukanlah unit bahasa terkecil, melainkan ciri pembeda; (3) perubahan bunyi tidak

(10)

15

hanya disebabkan oleh perubahan bunyi, tetapi bisa juga disebabkan oleh pembatasan morfem dan kata; dan (4) di samping adanya kaidah tertentu, juga ada kaidah yang berurutan (Schane, 1973:1-9). Proses tersebut dijelaskan berdasarkan contoh berikut : Hamsa /haŋsa/ angsa /aŋsә/ ‘angsa’

Kosakata serapan Sanskerta /hamsa/ mengalami proses pelesapan atau penghilangan fonem di awal kata yakni fonem konsonan /h/ yang berubah menjadi /angsa/ pada bahasa Bali. Kaidah fonologis tersebut menunjukkan bahwa fonem /h/ yang memiliki ciri [-sil. +rend] mengalami pelesapan pada awal kata, sebelum vokal /a/ dengan ciri [+sil, +rend].

Berdasarkan keempat ciri teori generatif dan contoh yang dijabarkan di atas, maka rinsip proses fonologi generatif kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali yakni dengan (1) mengumpulkan kosakata serapan bahasa Sanskerta yang diserap dalam bahasa Bali yang mengalami perubahan; (2) mengidentifikasi karakter dari segmen-segmen dan ciri pembeda antara kedua bahasa; (3) mengidentifikasi gejala perubahan fonem pada bahasa sumber dan bahasa sasaran; dan (4) membuat kaidah-kaidah perubahan fonemnya. Ciri pembeda akan dilengkapi dengan analisis biner yakni tanda (+) dan (-) untuk menunjukkan sifat-sifat yang berlawanan, untuk menyatakan sifat itu ada atau tidak (Pastika, 2005:15).

2.3.2 Teori Perubahan Bunyi

Kosakata merupakan bagian bahasa yang paling mudah terkena pengaruh. Hal tersebut dikatakan oleh seorang ahli bahasa yakni R.K. Rask. Beliau merupakan ahli bahasa Islandia di Universitas Kopenhagen yang menerbitkan

(11)

16

sebuah buku yang berjudul ‘Penyelidikan,’Tentang Asal Mula Bahasa Nur Kuna’ pada tahun 1818. Pandangannya dalam buku tersebut memaparkan tentang pergeseran bunyi di dalam bahasa Jerman. Pergeseran bunyi lalu dikenal sebagai istilah perubahan bunyi yang dipertajam oleh J. Grimm (Jendra, 2009:72-73).

Dalam penelitian ini digunakan teori perubahan bunyi untuk memberikan penjelasan tentang perubahan-perubahan fonem kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali berdasarkan teori perubahan bunyi yang dikemukakan oleh Terry Crowley dalam buku An Introduction to Historical Linguistik tahun 1992. Perubahan bunyi tidak hanya menghasilkan bunyi-bunyi

serupa, akan tetapi juga menghasilkan bunyi-bunyi tak serupa.

2.3.3 Teori Borrowing

Hasil dari kontak bahasa adalah kosakata serapan atau pinjaman leksikal dikenal juga dengan istilah borrowing/loan words. Borrowing merupakan proses adopsi kata-kata individu atau bahkan dari kelompok besar yang berupa kosakata dari bahasa atau dialek lain. Namun, pinjaman juga bisa berasal dari dialek lain dari bahasa yang sama (Hock, 1986:380). Secara tradisional, ahli bahasa menyebut proses ini sebagai pinjaman. Namun, hal itu lebih akurat dikatakan sebagai satu kata yang disalin (copying words) dari bahasa satu ke bahasa lain. (Crowley, 1992: 152). Samsuri (1991:50) mengatakan proses borrowing/loan words merupakan pungutan yang dapat berupa pungutan leksikal dan pungutan

struktural.

Proses borrowing dapat terjadi dalam keempat tataran kebahasaan yakni; fonologi, gramatika, kosakata, dan semantik. Dalam penelitian ini, teori

(12)

17

borrowing akan menjabarkan tentang proses penyerapan kosakata. Teori ini

digunakan untuk mengetahui kosakata-kosakata bahasa Sanskerta yang diserap dalam bahasa Bali. Penyerapan kosakata disebabkan beberapa alasan yakni; untuk memperkaya kosakata dalam bahasa sasaran, karena bahasa sasaran tidak memiliki istilah untuk menggambarkan suatu kata dalam bahasa sumber dan untuk meminjam istilah dalam bahasa sumber.

2.3.4 Teori Pemerolehan Bahasa (Acquisition)

Linguistik dengan ilmu psikologi memiliki hubungan yang erat. Teori pemerolehan merupakan bagian dari teori psikolinguistik. Psikolinguistik yaitu suatu ilmu yang baru muncul pada tahun 1954 yang merupakan perpaduan antara linguistik dan psikologi sebagai suatu bidang yang interdisipliner (Jendra, 2009:47). Hirt mengemukakan teori substrat linguistik dalam karyanya ‘Bahasa Indo-German penyebarannya, tempat bahasanya dan Kebudayaannya’ (Die Indogermanen ihre Verbreitung ihre Ubrheimat und ihre Kultur. Teori ini berkembang menjadi teori warisan yang dikembangkan oleh J. V. Ginneken (1877-1945). Teori ini bersifat biologis-psikologis dengan pandangannya sebagai berikut.

(1) Laki-laki dari suku/bangsa yang kalah, yang terbunuh dan meninggalkan wanitanya yang dijadikan budak/istri oleh suku/ bangsa penakluk. Akibat perkawinan itu menimbulkan percampuran.

(2) Perkawinan itu menghasilkan keturunan secara biologis dan sekaligus psikologis yang berpengaruh dalam gejala pertumbuhan bahasa yang tertuju pada hukum-hukum bunyi.

(13)

18

Hirt (dalam Jendra, 2009:89-90) mengemukakan teori tersebut kemudian berkembang menjadi teori pemerolehan bahasa (acquisition theory). Pemerolehan bahasa disebut sebagai language acquisition yang merupakan suatu rangkaian proses pemahaman bahasa sumber yang diterima sebagai suatu untaian bunyi ujaran yang diproses berdasarkan sistematis fonologi bahasa sasaran. Pemerolehan bahasa merupakan teori yang tidak dapat melepaskan diri dari perlengkapan pemerolehan atau acquisition device, yang merupakan suatu perlengkapan hipotetis yang berdasarkan suatu input data linguistik primer dari suatu bahasa yang menghasilkan output yang terdiri atas tata bahasa tersebut secara deskriptif untuk bahasa tersebut (Tarigan, 1984: 243). Maka kinerja teori tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Model Pemerolehan Bahasa

Dengan demikian, model pemerolehan atau model acquisition dalam penelitian ini, yakni merupakan suatu teori siasat yang dipergunakan bahasa sasaran untuk menyusun suatu tata bahasa yang tepat bagi bahasanya untuk menyerap bahasa sumber dan mengetahui faktor-faktor intralingual dan ekstralingual yang mempengaruhi perubahan fonem kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali.

Data linguistik primer/utama Perlengkapan pemerolehan bahasa Tatabahasa (grammar) bahasa tersebut

Gambar

Gambar 1. Proses Model Pemerolehan Bahasa

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Menganalisis akurasi metode non-parametrik CTA dengan teknik data mining untuk klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra Landsat-8 OLI serta menerapkan hasil dari KDD

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan pernikahan usia muda di tahun 2015 dengan perbandingan tahun 2011, tingginya pernikahan usia muda sebagian besar

R4.19 Kalo dari conference call for paper itu eemm pengetahuan tentang bahasa mungkin mas ya karena bahasa Inggris ini kan luas tidak hanya dari Amreika saja dari British saja

Setelah menentukan tingkat resiko kontrol, auditor akan melakukan pengujian terhadap kontrol, dalam hubungannya dengan audit sistem informasi maka yang diuji adalah kontrol

Kebera- daan patogen CVPD pada bibit tidak cukup dengan melihat gejala saja karena bakteri mungkin sudah ada, tetapi belum menampakkan gejala, apalagi gejala

Melihat kondisi yang terjadi pada J&J Travel maka kami mengusulkan untuk mengembangkan metode sistem reservasi manual menjadi sistem reservasi berbasis aplikasi