SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 3 TAHUN 6 BULAN DENGAN
CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK TETRAPLEGI
Oleh :
Wida Pratiwi Oktavia G99141023
Pembimbing :
Yunita Fatmawati, dr., Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA 2014 STATUS PASIEN
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R.A.
Umur : 3 Tahun 6 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sragen
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien. A. Keluhan Utama
Pasien belum bisa berdiri sendiri, belum dapat berbicara dengan jelas. B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien poliklinik rehabilitasi medik RS Dr. Moewardi. Ibu pasien mengeluh pasien masih belum dapat berdiri sendiri dan masih belum dapat berbicara dengan jelas. Menurut ibu pasien, perkembangan pasien juga lebih terlambat dibanding dengan anak seusianya. Anak hanya berbicara beberapa kata namun tidak jelas kata-kata yang diucapkannya. Pasien kadang merespon ketika dipanggil. Kemampuan pasien dalam perintah sederhana sudah mampu. Pasien juga dengan usianya sekarang dikeluhkan belum dapat berdiri dan berjalan sendiri. Pasien hanya dapat merangkak. Pasien dapat memberi isyarat ketika hendak makan atau buang air. Pasien juga dapat memberi isyarat ketika menginginkan sesuatu.
Saat dilakukan pemeriksaan rutin, tidak terdapat gangguan kesehatan yang dialami penderita. Dan dari pengamatan pemeriksa penderita terlihat sehat dan bugar. Menurut ibu pasien juga tidak terdapat keluhan pada pendengaran maupun penglihatan pada pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : (+), kejang demam usia 2 tahun
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : (+)
Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan bicara dan bahasa, keterlambatan berdiri dan berjalan
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal Riwayat kejang pada keluarga : disangkal E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak tunggal. Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan neneknya. Pasien berobat dengan biaya pribadi.
F. Riwayat Makan Minum Anak
Pasien meminum susu formula dan ASI ketika 6 bulan pertama. Pasien biasanya diberikan minum tiap kali pasien menangis atau minta minum, sehari ± 8 kali per hari dan lama menyusui 10-15 menit. Setelah itu, pasien mulai makan nasi tim ketika usia 10 bulan 2-3 kali sehari satu mangkok kecil diselingi dengan susu formula jika bayi masih lapar.
Saat ini, pasien makan ketika meminta makan, pasien makan dengan nasi lauk pauk. Pasien tidak menyukai sayuran. Pasien lebih sering mengkonsumsi roti maupun mie instan
G. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat. Pemeriksaan kehamilan dilakukan rutin oleh ibu penderita. Riwayat mondok selama masa kehamilan (+) karena muntaber, riwayat perdarahan selama masa kehamilan (+), obat-obatan yang diminum adalah vitamin dan tablet penambah darah dari bidan.
H. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di bidan, partus normal, pada usia kehamilan 7 bulan, bayi langsung menangis segera setelah lahir. Berat waktu lahir 2400 gram.
I. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di bidan.
J. Riwayat Imunisasi
III.PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak sehat Derajat Kesadaran : compos mentis Status gizi : gizi kesan baik 2. Tanda vital
S : 37,3 oC
N : 110 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup. RR : 24 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler. BB : 9 kg
TB : 79 cm
3. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, turgor baik.
Jenis I II III IV 1. BCG 2. DPT 3. Polio 4. Campak 5. Hepatitis B 1 bulan 2 bulan 0 bulan 9 bulan Lahir -3 bulan 2 bulan -2 bulan -4 bulan 3 bulan -3 bulan -4 bulan -4 bulan
4. Kepala : bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, ubun-ubun besar datar, rambut hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut.
5. Muka : sembab (-), wajah tampak seperti orang tua (-)
6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva anemis (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), oedem palpebra (-/-).
7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-), deformitas(-).
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+), susunan gigi normal, drolling (+).
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-), pseudomembran (-), post nasal drip (-). 10. Telinga : bentuk aurikula dx et sn normal,
kelainan MAE (-), serumen (-/-), membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis, suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan simetris ka = ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar Kiri atas : SIC II LPSS
- -- -- -+ -+ + +
Kanan atas : SIC II LPSD Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising sistolik (+)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar) Auskultasi : SD bronchovesikuler (+/+), RBK (-/-) 14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal 16. Gluteus : Baggy pants (-) 17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem CRT < 2 detik
Klonus : +/+
Spastik :
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-) B. Status Gizi
BB x 100% = 9 x 100% = 90%
U 10
U TB x 100% = 79 x 100% = 94% U 84 P3 < BB P15 U BB x 100% = 9 x 100% = 90 % TB 10 BB = P15 TB
Kesimpulan :gizi kesan baik menurut antropometri C. Status Neurologi
1. Kesadaran : GCS E4V5M6
2. Fungsi Luhur : dalam batas normal 3. Fungsi Vegetatif : dalam batas normal 4. Meningeal sign : (-)
5. Fungsi Sensorik : dalam batas normal
6. Fungsi Motorik dan Reflek : Atas Tengah Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
a. Lengan - Pertumbuhan n / n n / n n / n - Tonus ↑ /↑ ↑/↑ ↑/↑ - Reflek Fisiologis Reflek Biseps +2/+2 Reflek Triseps +2/+2 - Reflek Patologis Reflek Hoffman / -Reflek Tromner / -Reflek primitive +/+ b. Tungkai
Atas Tengah Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
- Pertumbuhan n / n n / n n / n - Tonus ↑/↑ ↑ / ↑ ↑ / ↑ - Reflek Fisiologis Reflek Patella +2/+2 Reflek Achilles +2/+2 - Reflek Patologis
Reflek Babinsky / -Reflek Chaddock / -Reflek Oppenheim / -Reflek Schaeffer / -Reflek Rosolimo / -Reflek primitive +/+ Nervus Cranialis N. II, N.III : sde N.III, N.IV, N.VI : sde
N. VII : sde
N. XII : sde
D. Range Of Motion (ROM)
Ektremitas Superior ROM Pasif ROM Aktif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Shoulder
Fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
Ektensi 0-300 0-300 Sde Sde
Abduksi 0-1800 0-1800 Sde Sde
Adduksi 0-450 0-450` Sde Sde
Eksternal Rotasi 0-550 0-550 Sde Sde Internal Rotasi 0-550 0-550 Sde Sde
Elbow
Fleksi 0-800 0-800 Sde Sde
Ekstensi 5-00 5-00 Sde Sde
Pronasi 0-900 0-900 Sde Sde
Supinasi 900-0 900-0 Sde Sde
Wrist
Fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
Ekstensi 0-700 0-700 Sde Sde
Ulnar Deviasi 0-300 0-300 Sde Sde
Finger MCP I Fleksi 0-500 0-500 Sde Sde MCP II-IV fleksi 0-900 0-900 Sde Sde DIP II-V fleksi 0-900 0-900 Sde Sde PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 Sde Sde
MCP I Ekstensi 0-00 0-00 Sde sde
Ektremitas Inferior ROM Pasif ROM Aktif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Hip
Fleksi 0-1200 0-1200 Sde Sde
Ektensi 0-300 0-300 Sde Sde
Abduksi 0-450 0-450 Sde Sde
Adduksi 0-300 0-300 Sde Sde
Eksorotasi 0-450 0-450 Sde Sde
Endorotasi 0-350 0-350 Sde Sde
Knee Fleksi
0-1350 0-1350 Sde Sde
Ekstensi 0-00 0-00 Sde Sde
Ankle Dorsofleksi
0-200 0-200 Sde Sde
Plantarfleksi 0-500 0-500 Sde Sde
*sde : sulit dievaluasi
E. Manual Muscle Test (MMT)
Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior
Sde Sde
M Biseps Sde Sde
Ekstensor M Deltoideus anterior
Sde Sde
M Teres mayor Sde Sde
Abduktor M Deltoideus Sde Sde
M Biceps Sde Sde
Adduktor M Lattissimus dorsi Sde Sde
M Pectoralis mayor Sde Sde Internal
Rotasi M Lattissimus dorsi
Sde Sde
M Pectoralis mayor Sde Sde Eksternal
Rotasi
M Teres mayor Sde Sde
M Infra supinatus Sde Sde
Elbow Fleksor M Biceps Sde Sde
M Brachialis Sde Sde
Ekstensor M Triceps Sde Sde
Supinator M Supinator Sde Sde
Pronator M Pronator teres Sde Sde
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis
Sde Sde
Ekstensor M Ekstensor digitorum
Sde Sde
Abduktor M Ekstensor carpi radialis
Sde Sde
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris
Finger Fleksor M Fleksor digitorum Sde Sde Ekstensor M Ekstensor
digitorum
Sde Sde
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor Sde Sde
Ekstensor M Gluteus maksimus Sde Sde
Abduktor M Gluteus medius Sde Sde
Adduktor M Adduktor longus Sde Sde
Knee Fleksor Harmstring muscle Sde Sde
Ekstensor Quadriceps femoris Sde Sde
Ankle Fleksor M Tibialis Sde Sde
Ekstensor M Soleus Sde Sde
F. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST
Ditemukan keterlambatan pada aspek bahasa, personal sosial, adaptif-motorik-halus, dan motorik kasar.
IV. ASSESSMENT
Cereberal palsy tetraplgia spastik
V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis :
Cereberal palsy tetraplegia spastik B. Problem Rehabilitasi Medik
Pada pasien terdapat kekakuan di keempat anggota gerak. Selain itu didapatkan juga gangguan pemahaman dan gangguan bahasa sehingga mengakibatkan gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
VI. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Tidak ada terapi medikamentosa
B. Rehabilitasi Medik: 1. Fisioterapi :
a. Infrared
b. Terapi latihan :
General exercise otot-otot lengan dan tungkai
Standing balance
Mobility bertahap
Gait training
2. Okupasi terapi : Pola pergerakan dasar untuk aktivitas sehari-hari 3. Speech terapi : Komunikasi verbal dan nonverbal
4. Sosiomedik
a. Motivasi dan edukasi keluarga tentang pendidikan pasien.
b. Motivasi dan edukasi keluarga untuk menjalankan home program maupun program di RS
5. Orthesa Protesa : (-) 6. Psikologi : (-)
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
1. Impairment : Cerebral palsy tipe spastik tetraplegi
2. Disability : Kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan kesulitan dalam berkomunikasi
3. Handicap : Kesulitan dalam bermain dan sekolah
VIII. TUJUAN
1. Memperbaiki kemampuan berkomunikasi dengan sekitar
2. Memperbaiki kemampuan mobilisasi pasien secara mandiri
3. Membantu pasien sehingga mampu mandiri dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari
4. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
1. CEREBRAL PALSY
A. Definisi
Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan tidak progresif yang terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis yang menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastik dan kelainan mental (Staf Pengajar IKA UI, 2007). Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat non progresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan (Rudolf CD et al; 2003).
B. Etiologi
Etiologi dari cerebral palsy dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan yang menonjol
biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
2. Perinatal a. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvis, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesaria (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
b. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007; Rudolf CD et al; 2003).
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke
ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
e. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa Cerebral palsy (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007). 3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerbral palsy (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007) antara lain :
a. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi. b. Infeksi misalnya meningitis bakterial, absesserebri,
tromboplebitis,ensefalomielit.
c. Kern icterus. Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim hati (Ropper AH & Brown RH, 2005).
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
1. Prenatal
a. Hipertiroidisme maternal b. Malformasi SSP
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dnegan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefal). Hal tersebut menunjukan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
c. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urin berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya CP.
2. Perinatal
a. Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang menunjukan adanya masalah kerusakan otak atau
otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
b. APGAR score rendah
APGAR score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran. c. BBLR dan prematuritas
Resiko CP menjadi lebih tinggi dengan berat lahir <2500 gram dan bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.
3. Post Natal
a. Mental retardasi dan kejang b. Kejang pada bayi baru lahir. D. Gambaran Klinik
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3. Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
4. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
6. Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7. Problem emosional terutama pada saat remaja. C. Klasifikasi Klinis Cerebral Palsy
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
1. Cerebral Palsy Spastik
Merupakan bentukan cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan secara permanan akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan galt gunting (scissors galt). Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan terjadi gangguan gerakan berat. Cerebral palsy spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a). Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b). Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari pada kedua lengan
c). Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan dan 1 kaki
d). Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e). Hemiplegia
2. Cereberal Palsy Atetoid/Diskinetik
Bentuk cereberal palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode meningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). Cereberal Palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita cereberal palsy.
3. Cereberal Palsy Ataksid
Cerebral palsy ataksid merupakan tipe yang arang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gayaberjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis, mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita cerebral palsy.
4. Cerebral Palsy Campuran
Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai (Rudolf CD et al; 2003;Ropper AH & Brown RH, 2005).
Berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (Table 1.)
Klasifikasi Perkembangan
Motorik Gejala Penyakit Penyerta
Minimal Normal, hanya terganggu secara kualitatif
Kelainan tonus sementara Refleks primitif menetap
terlalu lama Kelainan postur ringan Gangguan gerak motorik kasar
& halus misal clumpsy
Gangguan komunikasi Gangguan belajar
spesifik
Ringan Berjalan umur 24
bulan
Beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis Perkembangan refleks primitif
abnormal
Respon postur terganggu Gangguan motorik, misalnya
tremor
Gangguan koordinasi Sedang Berjalan umur 3
tahun, kadang memerlukan bracing, tidak perlu alat khusus
Berbagai kelainan neurolohis
Refleks primitif menetap dan kuat
Respon postural terlambat
Retardasi mental Gangguan belajar
dan komunikasi Kejang
Berat Tidak bisa berjalan atau berjalan dengan alat bantu
Kadang perlu operasi
Gejala neurologis dominan
Refleks primitif menetap Respon postural tidak
muncul
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit D. Patofisiologi
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5 6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2 4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3 5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid,
gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakiba tkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. rauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsy
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksa an berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering sertam kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencani etiologi.
Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala
neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.
Obat-obatan yang diberikan tergantung pada gejala-gejala yang muncul. Misalnya untuk kejang bisa diberikan anti kejang. Untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam. Bila gejala berupa nigiditas bisa diberikan levodopa. Mungkin diperlukan terapi bedah ortopedi maupun bedah saraf untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi.
1. Medikamentosa
Untuk pasien penderita CP yang disertai kejang, dapat diberikan obat kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. Obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang (O’Donnel M, 1997). Obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP adalah :
a. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. b. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal medula spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.
c. Dantrolene
Obat ini bekerja mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot tidak bekerja.
d. Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acethilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan otot menjadi lemas. Kombinasi antara obat yang membantu melemaskan otot dan obat-obatan yang menguatkan otot akan meminimalisasi kontraktur yang akan berkembang.
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-oabatan yang dapat membantu menurunkan gerakan yang abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk obat-obatan antikolinergik yang bekerja menurunkan aktivitas asetilkoline yang merupakan neurotransmitter yang mencetuskan kontraksi otot (Saharso, 2006) 2. Rehabilitasi Medik
Terapi rehabilitasi pada pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar. Yang tidak boleh dilupakan adalah masalah pendidikan yang harus sesuai dengan tingkat kecerdasan penderita.
Occupational therapy ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
Speech therapy diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
Orthotic prostetic ditujukan sebagai alat bantu pada pasien dengan cerebral palsy. Beberapa alat bantu yang dapat digunakan pada pasien dengan cerebral palsy adalah :
a. Prestanding :
- Pada pasien dengan skoliosis diberikan TLSO (Thoracolumbal Spinal orthoses)
- Pada pasien dengan subluksasi pinggul diberikan HASO (Hip Abdux=ction Spinal Orthoses)
- Pada rigiditas di ekstremitas inferior dapat diberikan AFO (Ankle Foot Orthoses)
b. Standing
- HKAFO (Hip Knee Ankle Foot Orthoses) - Heel wedges
c. Walking
- Posterior leaf spring atau hinged AFO memungkinkan pasien untuk dapat melangkahkan kaki dengan baik
- Rigid AFO bisa diberikan pada pasien yang telah mengalami hiperekstensi.
Selain terapi-terapi tersebut terdapat juga rehabilitasi pada pasien dengan cerebral palsy yaitu dengan bobath terapi. Metode terapi ini dikenal juga dengan sebutan NDT (Neuro Developmental Therapy). Prinsip dasar metode bobath yaitu :
b. Inhibisi
Inhibisi atau menghambat ini merupakan metode untuk menghambat pola gerak yang abnormal.
c. Fasilitasi
Metode fasilitasi ini dilakukan untuk memberikan posisi dan gerakan normal.
d. Stimulasi
Metode stimulasi ini berupaya untuk merangsang daerah tertentu untuk mendapatkan reaksi atau respon dari penderita.
G. Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20 25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30 35% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
AHP Utomo. 2013. Cerebral Palsy Diplegy tipe Spastik pada Anak Usia Dua Tahun. Medula: Volume 1; No 4
CerebralPalsy. 12 November 2009. http://www.cerebralpalsysource.com /Treatment_and Therapy/ rehabilitation_cp/index.html
Milestone. 12 November 2009.
http://www.cdc.gov/ncbddd/actearly/milestones/index.html.
O’Donnell M, Amstrong R. Pharmacologic intervention for management of spasticity in cerebral palsu. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews. 1997;3:204-11
Saharso Darto. 2006. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Ilmu Kesehatan Anak.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC