• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONDISI GUA UNTUK PENGEMBANGAN WISATA MINAT KHUSUS DI KAWASAN KARST GUDAWANG, KABUPATEN BOGOR TETI MULYATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KONDISI GUA UNTUK PENGEMBANGAN WISATA MINAT KHUSUS DI KAWASAN KARST GUDAWANG, KABUPATEN BOGOR TETI MULYATI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONDISI GUA UNTUK PENGEMBANGAN WISATA

MINAT KHUSUS DI KAWASAN KARST GUDAWANG,

KABUPATEN BOGOR

TETI MULYATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh E.K.S.HARINI MUNTASIB dan ARZYANA SUNKAR.

Maraknya eksploitasi kawasan karst untuk penambangan mengakibatkan banyaknya kerusakan di kawasan karst. Padahal, karst memiliki nilai-nilai penting bagi kehidupan, diantaranya nilai ekologis, ilmiah, ekonomis, sosial dan budaya. Salah satu upaya konservasi kawasan karst yang dapat memberikan keuntungan baik bagi kawasan maupun masyarakat adalah dengan pengembangan kegiatan wisata. Salah satu bentuk wisata yang bisa dikembangkan dapat berupa wisata minat khusus.

Penelitian ini dilakukan di kawasan Karst Gudawang, Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor selama 3 bulan (Desember 2006 - Februari 2007). Metode yang digunakan adalah metode

forward untuk pemetaan gua, sedangkan untuk data potensi wisata menggunakan

metode wawancara dan observasi.

Gua Gudawang merupakan salah satu kawasan karst yang dikembangkan sebagai obyek wisata yang mengutamakan gua sebagai obyek utama. Kawasan karst Gudawang terdiri dari 24 gua terbagi atas gua kering dan berair. Sebanyak 2 dari15 gua yang berair, 2 telah dikembangkan untuk wisata masal, 8 gua dapat dikembangkan sebagai wisata minat khusus, 2 gua tidak dapat dilakukan kajian dan 3 gua lainnya tidak dapat ditemukan.

Derajat kesulitan gua – gua ini dibagi menjadi 4 kelas, yaitu mudah, sedang, sulit dan sangat sulit. Gua dengan kriteria mudah adalah Gua Si Patahunan dan Si Kembar. Gua Si Garaan termasuk kriteria sedang. Sedangkan kriteria gua sulit yaitu Si Cayur, Si Aul Ujung dan Si Parat 1. Gua dengan kriteria sangat sulit yaitu Si Aul Tengah dan Si Parat 2. Bahaya-bahaya yang dapat terjadi di dalam gua diantaranya banjir, licin, batuan tajam, jatuh, terpeleset, lumpur dan amoniak berlebih yang dihasilkan dari kotoran kelelawar dan binatang beracun.

Gua Gudawang direkomendasikan untuk kelompok peminat anak-anak, usia sekolah dan umum umur 10 – 50 tahun terutama dalam kisaran klasifikasi umur penelusur untuk setiap kelas gua. Untuk kelas gua mudah berkisar 10-50 tahun, gua kelas sedang antara 13-45 tahun, dan gua kelas sulit adalah 15-40 tahun. Sedangkan untuk gua dengan kelas sangat sulit umur penelusur anatara 17-35 tahun. Pengunjung yang datang mayoritas dari kawasan Bogor. Hal ini membuktikan informasi keberadaan obyek wisata Gua Gudawang dinilai kurang.

Konsep wisata minat khusus yang dapat dikembangkan di Gua Gudawang diutamakan petualangan dan pendidikan Kriteria analisis wisata yang digunakan berupa kriteria daya tarik wisata, iklim, aksesibilitas, sarana, hubungan dengan obyek wisata di sekitarnya, keamanan, daya dukung kawasan, pengaturan pengunjung dan ketersediaan air bersih. Gua gua yang sangat layak dikembangkan yaitu Si Aul Tengah, Si Parat 2 dan Si Garaan. Termasuk gua layak yaitu Si Parat 1, Si Aul Ujung, dan Si Cayur. Sedangkan gua kurang layak yaitu Si Kembar dan Si Patahunan.

(3)

SUMMARY

TETI MULYATI. Study of Caves for Special Interest Development in Gudawang Karst, Bogor. Under the supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and ARZYANA SUNKAR.

Intensive exploitation in karst such as mining is damaging the area. On the other hand, karst possesses essensial values for human life, including ecological, economical, social and culturals. One form of conservation effort in karst, which can give benefit to local people and karst itself is ecotourism. Ecotourism development in Karst Gudawang can be to the form of special interest.

This study was conducted in Karst Gudawang, Kampung Cipining, village Argapura, Cigudeg bistrict, Bogor. Regency 3 months (December 2006 to February 2007). Methods use for forward method for cave mapping, interviews and field abservations for are tourism potencial.

Gudawang cave is a karst area which is develop tourism, with caves as the main object the area consists of 24 cave, which are a combination of wet and dry caves. Wet caves were have potencial to be develop for special interest. Two caves have been developed, 8 caves were study, 2 caves weren’t studied and 3 caves couldn’t be found.

The level of difficultties of the caves can be divided into four : easy, moderate, difficult and very difficult. Si Patahunan and Si Kembar are easy caver. Si Garaan is moderate, Si Cayur, Si Aul Ujung and Si parat 1 are difficult while, Si Aul Tengah and Si Parat 2 are very difficult. The danger risk in caving were fload, animal, slick, rubble, slip, dart away, mud, and ammoniac from bat faeces.

Recommended cavers are children, adulf and general the cavers criteria of Gudawang cave are between 10-50 years old : easy class 10-50 years old, moderate class for 13-45 years old, difficult class between 15-45 years old and for very difficult class are 17-35 years old. The visitor Gudawang cave majority was coming from Bogor. This cases showed that the information about Gudawang unintensifely.

Tourism analyses criteria consist of tourism interest, climate, accessibility, infrastructures, facility, other tourism objects, safety, caryying capacity area, tourist regulation and clean water surrounding supply. Special interest concept development in Gudawang are adventures and education essentialy. There are 3 classification of caves for developing special interest, very suitable, suitable and unsuitable. The very suitable caves to be developed are Si Aul Tengah, Si Parat 2 and Si Garaan. The sitable caves are Si Parat 1, Si Aul Ujung and Si Cayur. Si Kembar and Si Patahunan caver are not suitable to be developed.

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kondisi Gua untuk Pengembangan Wisata Minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor adalah benar-benar hasil saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2007

Teti Mulyati

(5)

Judul Penelitian : Kajian Kondisi Gua untuk Pengembangan Wisata Minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Teti Mulyati

NRP : E 34102049

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. E.K.S.Harini Muntasib Ir. Arzyana Sunkar MSc

NIP. 131 124 017 NIP. 132 133 962

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan nikmatnya pada seluruh manusia. Atas izinnya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Kondisi Gua untuk Pengembangan Wisata Minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun dalam upaya mengembangkan wisata, khususnya untuk daerah yang menjadi tempat penelitian umumnya untuk mengembangkan wisata di Indonesia. Sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah salah satunya adalah potensi kawasan karst yang memiliki fungsi baik ekologi, ekonomi maupun sosial. Salah satu yang berfungsi sebagai fungsi ekonomi adalah dari aspek pariwisata yaitu kawasan karst memiliki gua-gua yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata berupa petualangan dengan penelusuran gua. Kegiatan penelusuran gua ini dapat dikembangkan sebagai kegiatan wisata minat khusus. Pengembangan wisata yang dipilih penulis berupa wisata minat khusus diharapkan dapat menjadi salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dengan pemanfaatan kawasan secara lestari tetapi menghasilkan secara ekonomi.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk ke arah yang lebih baik.

Bogor, Mei 2007

(7)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 11 Desember 1983 merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Enggan Djuwaeni dan Ibu Imas Djamilah.

Jenjang pendidikan pertama yang dilalui penulis adalah masuk Sekolah Dasar Talaga I pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Pertama di SLTPN I Cugenang dan lulus pada tahun 1999. Setelah menyelesaikan pendidikan jenjang SLTP penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pacet-Cianjur hingga lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama pula penulis diterima di Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Pengenalan Pengelolaan hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang, Taman Wisata Alam Kawah Kamojang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis. Pada awal tahun 2006 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Kehutanan di Taman Nasional Kerinci Seblat.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di kegiatan Himakova (Himpunan Mahasiswa Konservasi) dalam Kelompok Pemerhati Gua. Pada tahun 2004 penulis mengikuti kegiatan Himakova berupa kegiatan Studi Konservasi Lingkungan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Lampung) sekaligus melakukan kegiatan magang mandiri dan pada tahun 2005 penulis mengikuti kegiatan yang sama pula di Taman Nasional Betung Kerihun (Kalimantan Barat).

Salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Kondisi Gua untuk Pengembangan Wisata Minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor” dibawah bimbingan Prof.Dr.E.K.S.Harini Muntasib dan Ir. Arzyana Sunkar, MSc.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini ;

1. Keluarga tercinta Bapak E. Djuwaeni, mama, kakak-kakakku dan adikku yang telah banyak memberikan doa, dorongan dan semangat yang terus diberikan sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib sebagai pembimbing pertama dan Ir.Arzyana Sunkar M.Sc sebagai pembimbing kedua yang banyak memberikan saran-saran dan nasehat dalam penyelesaian skripsi untuk menjadi lebih baik

3. Dra. Sri Rahayu, Msi sebagai wakil penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS sebagai wakil penguji dari Departemen Hasil Hutan atas kesediaannya menguji

4. Muhamad Jamaludin yang memberikan masukan, semangat, waktu dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian

5. Pak Hoerudin dan keluarga atas informasi dan tumpangan tempat selama penelitian

6. Mbak Eva, Mbak Resti, Mbak Yun terima kasih untuk masukan dan pinjaman buku-bukunya

7. Sahabat-sahabatku Sari, Dewi, Indri, Susi, Retno, Melta, Maryanti, wini, Maya, D-S, Sumiati, Hanum, Ugi, Diajeng, Ie, Eka dan anak - anak pengguni Pondok Rizky yang membantu dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi

8. Kelompok Pemerhati Gua (KPG) G-lX dan G-X dan Rekan - rekan KSHE 39 yang telah memberikan warna dan kenangan-kenangan

(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Karst 2.1.1 Definisi Kawasan Karst dan Proses Pembentukannya ... 3

2.1.2 Nilai Kawasan Karst dari Aspek Pariwisata ... 4

2.2 Gua 2.2.1 Definisi Gua dan Proses Pembentukannnya ... 4

2.2.2 Ornamen-ornamen Gua ... 5

2.3 Pariwisata, Wisata dan Ekowisata 2.3.1 Definisi Pariwisata dan Wisata ... 6

2.3.2 Definisi Ekowisata ... 8

2.4 Wisata Minat Khusus 2.4.1 Definisi Wisata Minat Khusus ... 9

2.4.2 Persyaratan Wisata Minat Khusus ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2 Alat dan Bahan ... 11

3.3 Data yang Diperlukan ... 11

(10)

3.5 Metode Penentuan Derajat Kesulitan Gua... 13

3.6 Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Studi Literatur ... 14

3.6.2 Pengamatan ... 15

3.6.3 Wawancara ... 16

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Metode Deskriptif ... 17

3.7.2 Metode Penggunaan software Cave-x ... 17

3.7.3 Metode Pengukuran Debit Air Sungai ... 17

3.7.4 Metode Analisis Derajat Kesulitan Gua ... 17

3.7.4 Metode ADO-ODTWA ... 18

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik ... 19

4.1.1 Sejarah ... 19

4.1.2 Letak dan Luas ... 19

4.1.3 Iklim dan Topografi ... 20

4.2 Kondisi Flora dan Fauna ... 21

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Fisik gua ... 22

5.1.1 Gua Kembar ... 26

5.1.2 Gua Si Parat 1 ... 27

5.1.3 Gua Si Parat 2 ... 28

5.1.4 Gua Si Aul Tengah ... 30

5.1.5 Gua Si Aul Ujung ... 31

5.1.6 Gua Sigaraan ... 33

5.1.7 Gua Si Cayur ... 34

5.1.8 Si Elong dan Legok Picung ... 35

5.1.9 Si Patahunan ... 36

5.2 Derajat Kesulitan dan Bahaya penelusuran gua ... 37

(11)

vi

5.2.2 Gua Si Parat 1 ... 39

5.2.3. Gua Si Parat 2 ... 40

5.2.4 Gua Si Aul Tengah ... 41

5.2.5 Gua Si Aul Ujung ... 41

5.2.6 Gua Sigaraan ... 42

5.2.7 Gua Si Cayur ... 43

5.2.8 Si Patahunan ... 43

5.2.9 Si Langir, Si Leseh dan Si Delan ... 44

5.3 Kriteria-kriteria Penelusur gua ... 44

5.4 Penilaian Gua Menggunakan Pedoman Analisis Objek Wisata yang Dimodifikasi dalam Mengembangkan Wisata Minat Khusus ... 47

5.5 Konsep Pengembangan Wisata Minat Khusus ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Data-data primer penelitian ... 11

2. Data-data sekunder penelitian ... 12

3. Penentuan gua kajian... 13

4. Parameter Penentuan derajat kesulitan gua ... 14

5. Hasil pengamatan kondisi fisik gua ... 24

6. Kriteria penentuan derajat kesulitan gua ... 38

7. Kategori tingkat kesulitan gua ... 39

8. Karakteristik pengunjung obyek wisata Gua Gudawang ... 45

9. Unsur – unsur daya tarik wisata alam berbentuk gua alam ... 48

10. Unsur – unsur yang terdapat pada kriteria iklim ... 50

11. Unsur – unsur pada kriteria aksesibilitas ... 51

12. Unsur – unsur pada kriteria fasilitas sarana ... 53

13. Unsur – unsur pada kriteria kondisi sekitar kawasan ... 54

14. Unsur – unsur pada kriteria hubungan dengan wisata di sekitar kawasan . 55 15. Unsur – unsur pada kriteria keamanan ... 56

16. Unsur – unsur pada kriteria daya dukung kawasan. ... 57

17. Unsur – unsur pada kriteria pengaturan pengunjung ... 58

18. Unsur – unsur pada kriteria ketersedian air bersih ... 58

19. Nilai masing – masing gua berdasarkan penilaian ADO – ODTWA ... 59

(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Pemetaan gua dengan menggunakan metode Forward ... 15

2 Pengukuran debit air sungai dengan menggunakan metode pingpong 16

3 Pintu gerbang obyek wisata Gua Gudawang... 19

4 Peta lokasi areal penelitian ... 20

5 Peta penyebaran gua di kompleks Gua Gudawang ... 23

6 Peta tampak atas Gua Si Kembar ... 26

7 Ornamen gua berupa stalaktit aktif dan lorong gua yang sempit ... 27

8 Sumber air di dalam Gua Si Parat 1 ... 28

9 Peta tampak atas Gua Si Parat 1... 28

10 Peta tampak atas Gua Si Parat 2 ... 29

11 Mulut gua berair dan lorong Gua ... 30

12 Peta tampak atas Gua Si Aul Tengah ... 30

13 Mulut Gua Si Aul Tengah ... 31

14 Peta tampak atas Gua Si Aul Ujung ... 32

15 Mulut Gua Si Aul Ujung dan ornamen gua berupa gourdam ... 33

16 Peta tampak atas Gua Sigaraan ... 33

17 Salah satu fauna gua (Kelelawar) ... 34

18 Peta tampak atas Gua Si Cayur ... 35

19 Peta tampak atas Gua Si Patahunan ... 36

20 Reruntuhan batu di dalam Gua Si Parat 1 ... 40

21 Jalan alternatif Jasinga- Parung Panjang- Kali deres yang melewati kawasan Obyek Wisata Gua Gudawang ... 52

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 Kriteria-kriteria penilaian gua yang telah dimodifikasi... ... 69

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentang alam yang terdapat di Indonesia adalah kawasan karst yaitu kawasan yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan yang berbahan induk batu gamping dan dolomit (Kasri et al 1999). Kawasan karst Indonesia mencapai 20 % dari total luas wilayah Indonesia yang terbentang dari Sumatera sampai Irian Jaya yaitu mencapai 154.000 km2 (Surono et al 1999, diacu dalam Samodra 2001), tetapi potensinya belum banyak digali.

Keberadaan kawasan karst diketahui sebagai sumber daya bahan galian untuk bahan bangunan, padahal kawasan karst banyak memiliki nilai yang penting. Nilai-nilai penting kawasan karst tersebut yaitu ekologi, ekonomi, ilmiah dan sosial budaya. Secara nyata, nilai - nilai tersebut dapat ditemui dari pariwisata, sarang walet, bahan tambang, sumber air dan lain-lain. Selain itu kawasan karst merupakan laboratorium alam yang dapat digunakan sebagai obyek penelitian.

Pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kawasan karst dengan obyek keindahan gua - gua. Salah satu obyek wisata gua yang sering dikembangkan adalah ornamen gua seperti stalaktit, stalakmit, gourdam dan lain-lain. Seiring dengan berkembangnya wisata yang bersifat back to nature, gua masih menyimpan banyak potensi.

Gua merupakan suatu tempat yang memiliki daya tarik tersendiri karena memberikan unsur petualangan. Kegiatan penelusuran gua termasuk merangkak, merayap, jongkok, kadang harus berenang, serta memerlukan alat khusus seperti jummar, croll, tali, karabiner dan lain-lain memberikan tantangan yang berbeda. Semua kegiatan itu dilakukan hanya dengan bantuan alat penerangan yang dimiliki penelusur memberikan tantangan yang cukup menarik untuk dilakukan. Oleh karena itu wisata gua bisa dikembangkan sebagai wisata minat khusus. Wisata minat khusus adalah wisata yang memerlukan keahlian khusus dalam melakukannya, wisata yang berisiko tinggi serta memiliki medan yang sulit sehingga jumlah peminatnyapun sedikit (Ko 2001).

(16)

Potensi gua banyak tersebar di Indonesia, salah satunya terletak di Kabupaten Bogor, yaitu obyek wisata Gua Gudawang. Kawasan Karst Gudawang meskipun memiliki 24 gua tetapi baru 3 gua yang telah dikembangkan sebagai obyek wisata masal yaitu Gua Simasigit, Simenteng dan Sipahang. Ketiga gua tersebut telah mengalami perubahan-perubahan pembangunan infrastruktur atau fasilitas yang sengaja dibuat seperti tangga, penerangan dan bentuk mulut gua yang dirubah menyerupai kepala singa yang terjadi pada Gua Simasigit dan Simenteng.

Gua – gua lain di kawasan Karst Gudawang memiliki kondisi masih asli, sehingga diharapkan gua-gua ini berpotensi dan layak untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dengan tingkat petualangan yang lebih tinggi. Kawasan ini pula diharapkan dapat menjadi salah satu kawasan wisata minat khusus namun kelestarian kawasan karst dapat dikelola secara lestari.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan khusus, yaitu:

1. Mengidentifikasi potensi dan memetakan gua kawasan karst Gudawang berdasarkan derajat kesulitan gua dan kelompok peminat

2. Menilai kelayakan gua untuk dikembangkan sebagai obyek wisata minat khusus.

Sedangkan secara umum penelitian ini bertujuan untuk interpretasi Gua Gudawang untuk kepentingan wisata minat khusus.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan pengetahuan pentingnya sumberdaya kawasan karst

2. Mendukung pengelolaan wisata di kawasan Gua Gudawang khususnya untuk wisata minat khusus

(17)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Karst

2.1.1 Definisi Kawasan Karst dan Proses Pembentukannya

Menurut Samodra (2001) Karst mengandung makna sebagai suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit). Bentang alam tersebut baik berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan (karstifikasi) yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya.

Secara sempit, kawasan karst dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau proses karstifikasi. Proses karstifikasi dipengaruhi air yang dipercepat oleh CO2, baik yang berasal dari atmosfir yang

terdapat di atas permukaan tanah maupun yang berada di dibawah permukaan sebagai hasil dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan atau humus. Kadar CO2 asal

biogenik umumnya tinggi. Jumlah CO2 di permukaan tanah dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya adalah kegiatan penguapan akar tumbuhan, kegiatan mikroba dan banyak sedikitnya fauna invertebrata yang hidup di permukaan tanah. Menjaga kelangsungan karstifikasi, proses alam yang membentuk bentang alam karst harus tetap dipertahankan. Dalam kontek yang lebih luas, kawasan karst merupakan perpaduan antara unsur - unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah dan batuan yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh.

Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, Bab 1 pasal 1, Kawasan Karst diartikan sebagai kawasan batuan karbonat (batu gamping dan dolomit) yang memperlihatkan morfologi karst. Karst sendiri merupakan bentukan bentang alam pada batuan karbonat yang bentuknya sangat khas berupa bukit, lembah, dolina dan gua.

Kasri et al (1999) menyatakan pula kawasan karst dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai bentang alam khas yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan. Umumnya batuan tersebut adalah batu gamping dan dolomit.

(18)

2.1.2 Nilai Kawasan Karst dari Aspek Pariwisata

Menurut Samodra (2001) kawasan karst memiliki tiga nilai yang unik yaitu nilai ilmiah, nilai ekonomi, dan nilai kemanusiaan yang dapat diketahui dari beberapa aspek. Nilai ekonomi dari aspek pariwisata bentang alam kawasan karst menawarkan keindahan, keunikan dan kelangkaan yang mempunyai nilai jual tinggi sehingga dapat dimanfaatkan oleh sektor pariwisata. Dari sekian banyak bentang alam yang ada di kawasan karst (bukit, lembah, telaga, pantai), gua merupakan fenomena alam yang paling diminat karena menyajikan tantangan tersendiri untuk memasuki, menelusuri, dan mengekplorasinya.

Admin (2005) menyatakan salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst yang mempunyai prospek ekonomis yang menjanjikan adalah dalam bidang kepariwisataan, asalkan pengembangannya selalu berpegang pada konsep keberlanjutan. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan kawasan karst menjadi wisata adalah dapat mendatangkan tambahan pendapatan, tanpa kehilangan fenomena alam karst, tidak seperti halnya dengan penambangan batu gamping untuk bahan bangunan.

Bentang alam kawasan karst memperlihatkan keindahan, keunikan, dan kelangkaan yang mempunyai nilai jual tinggi dalam sektor pariwisata. Berpotensinya kawasan karst menjadi wisata pada utamanya tergantung pada satu atau lebih karakteristik yang tersedia di dalamnya seperti bentang alam yang unik dan langka, memiliki sumber daya alam dengan nilai ekonomi, merupakan tempat penting untuk kajian ilmiah dan lain-lain. Melihat pada keragaman kawasan karst dengan karakteristiknya masing-masing, jenis wisata yang sesuai untuk dikembangkan salah satunya adalah wisata petualangan (Djaendi 2004).

2.2 Gua

2.2.1 Definisi Gua dan Proses Pembentukannnya

Menurut Aristiyanto (2005), gua merupakan suatu bentuk ekosistem bawah permukaan (sub surface) yang unik dimana banyak menarik perhatian ahli biospeleologi untuk mengamati daerah tersebut, karena ada perbedaan dengan kehidupan di permukaan seperti:

1. Komunitas yang berbeda dengan permukaan, terutama atmosfir yang basah

(19)

5

2. Lingkungan yang basah tanpa cahaya

3. Perubahan sistem fisiologi karena faktor suhu, cahaya, dan tekanan yang berbeda dengan permukaan.

Gema (2004) menyatakan gua adalah suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa dilalui oleh manusia. Gua yang hanya dapat dilalui hewan saja disebut gua mikro. Dalam hal ini yang dimaksud adalah gua alam, bukan gua buatan manusia seperti tempat perlindungan perang dan lain-lain.

Menurut Samodra (2001) gua merupakan lorong-lorong di bawah tanah yang terbentuk dari retakan- retakan akibat dari pelarutan batu gamping. Proses kimia yang terjadi di kawasan karst yang memicu terbentuknya lorong-lorong gua, diwujudkan dalam bentuk reaksi:

CaCo3 + CO2 + H2O Ca(HCO3)2

Air hujan yang mengandung CO2 asal udara dan asal organik meresap ke

dalam tanah, melarutkan batu gamping yang dilaluinya. Ca(HCO3)2 yang

dihasilkan larut dalam air, sehingga lambat laun terbentuk rongga-rongga di dalam batu gamping. Lorong-lorong gua yang lurus, berbelok-belok dan bercabang merupakan hasil kegiatan pelarutan air sepanjang ruang dan selama waktu geologi.

2.2.2 Ornamen Gua

Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, ornamen gua (Speleotem) adalah bentukan alam hasil pengendapan ulang larutan jenuh kalsium karbonat yang menghiasi bagian dalam gua, yang berupa stalaktit, stalagmit, pilar, dan flowstone.

Gua memiliki ornamen-ornamen yang indah dan jarang kita jumpai di alam terbuka. Di tengah kegelapan abadi proses pengendapan berlangsung hingga membentuk ornamen gua (speleothem). Proses ini disebabkan karena air tanah yang menetes dari atap gua mengandung lebih banyak CO2 daripada udara

sekitarnya. Agar seimbang, CO2 menguap dari tetesan air tersebut. Hal ini

menyebabkan berkurangnya jumlah asam karbonat, yang artinya kemampuan melarutkan kalsit menjadi berkurang. Akibatnya air tersebut menjadi jenuh kalsit (CaCO3) dan kemudian mengendap (Nin 2006).

(20)

2.3 Pariwisata, Wisata

2.3.1 Definisi Pariwisata dan Wisata

Pendit (1999) menyatakan pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor produktivitas lainnya. Sedangkan menurut Tourism Society in Britain di tahun 1976 dalam Pendit (1999), pariwisata adalah kepergian orang-orang yang bersifat sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat - tempat tujuan di luar tempat tinggal dan bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat-tempat tujuan tersebut. Selain itu E Guyer-Freuler dalam Pendit (1999) menyatakan pariwisata dalam arti modern merupakan gejala jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, Bab 1, pasal 1 dijelaskan pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam termasuk pengusahaan dan daya tarik wisata alam serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Selain itu dijelaskan pengertian wisata alam yaitu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati pada keunikan dan keindahan alami di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan diacu dalam Pendit (1999) mengandung ketentuan meliputi beberapa hal yaitu:

a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati dan daya tarik wisata

b. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut

(21)

7

c. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata

d. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau penyediaan atau mengusahakan dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut e. dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata f. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun

atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Suatu wisata menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst merupakan benda atau tempat yang memiliki daya tarik karena keindahan, keunikan dan kelangkaannya.

Menurut Persatuan Peminat dan Ahli Kehutanan (1987) menyatakan tentang pengertian:

1. wisata alam adalah sumberdaya alam yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan dan upaya pembinaan cinta alam, baik dalam keadaan alami maupun ada usaha budidaya

2. Kegiatan wisata alam adalah berupa kegiatan rekreasi dan pariwisata pendidikan, penelitian, kebudayaan dan cinta alam yang dilakukan di dalam wiata alam.

Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Keanekaragaman hayati dan Ekosistemnya, Taman wisata merupakan hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan untuk tumbuhan maupun satwa, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai ciri khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Sedangkan menurut Undang-undang No.5 tahun 1990 Taman Wisata Alam merupakan Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 998 tentang Kawasan Pelestarian Alam Bab III pasal 33 suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam apabila:

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik

(22)

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

c. Kondisi lingkungannya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada pasal 1, dinyatakan bahwa definisi wisata adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pada pasal 30 masih dalam Undang-Undang yang sama menyatakan kegiatan yang dapat dilakukan di taman wisata alam adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam.

3.2. 2 Definisi Ekowisata

Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan ekowisata (Anonim 1995 diacu dalam Sudarto, 1999).

Sudarto (1999) unsur yang paling penting yang menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan ekowisata adalah:

1. Kondisi alamnya

2. Kondisi flora fauna yang unik, langka, dan endemik 3. Kondisi fenomena alamnya

4. Kondisi adat dan budaya.

Menurut Yoeti (1999) ekowisata merupakan suatu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan melihat, menyaksikan, mempelajari, mengagumi flora dan fauna, sosial budaya etnis setempat, dan wisatawan yang melakukannya ikut membina kelestarian lingkungan alam sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal.

(23)

9

2.4 Wisata Minat Khusus

2.4.1 Definisi Wisata Minat Khusus

Wisata minat Khusus menurut Ko (2001) merupakan wisata yang hanya diminati oleh segmen pasar terbatas dan kegiatan wisata yang mengandung resiko bahkan bahaya. Tetapi dilihat dari kategori ilmuan atau peneliti wisata minat khusus tidak pernah memandang dari segi petualangan, mereka menghindari atau mengurangi semua jenis resiko yang dihadapi. Wisata minat khusus merupakan suatu bentuk perjalanan dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus mengenai suatu jenis atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan khusus tersebut (Wacik 2004).

2.4. 2 Persyaratan Wisata Minat Khusus

Berdasarkan Ko (1997) diacu dalam Samodra (2001) menyatakan pengembangan gua untuk dijadikan wisata minat khusus membutuhkan persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan wisata umum seperti:

1) Melakukan kajian derajat kesulitan penelusuran dan bahaya sewaktu-waktu timbul, terutama pada musim hujan

2) Meneliti keterampilan para penelusur gua serta perlengkapan yang digunakan, termasuk self-rescue

3) Menyediakan peta gua, jika belum ada penelusur diminta untuk memetakannya

4) Mengingatkan pada para penelusur untuk senantiasa bertanggung jawab dan memenuhi kode etik penelusuran yang berlaku

5) Kejelasan sistem perijinan dan SAR oleh instansi terkait

6) Melakukan kajian berkala terhadap tingkat kerusakan dan pencemaran gua. Sedangkan menurut Ko (2001) menyatakan kriteria wisata minat khusus sebagai berikut:

1. Jumlah peminat yang sedikit 2. Wisata yang beresiko tinggi

3. Wisata yang memiliki medan tingkat kesulitan yang tinggi 4. Keadaan obyek yang masih asli

(24)

Selain itu Ko menambahkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan wisata minat khusus, peserta harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang, izin hanya diberikan jika persyaratan tertentu telah dipenuhi. Antara lain surat rekomendasi dari pihak yang mengenal peminta izin. Rekomendasi diberikan berdasarkan terpenuhnya etika konservasi, derajat keterampilan, kelengkapan alat, kesiapan mental dan fisik, ketersediaan dana dan pada beberapa kegiatan kesanggupan peminta rekomendasi membuat laporan.

(25)

III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2006 - Februari 2007 di Kawasan Karst Gudawang, Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peralatan yang digunakan adalah helm, senter/head lamp, kompas, klinometer, pita ukur, termometer, altimeter, tali, GPS, kamera, sepatu boot, alat tulis dan komputer

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan panduan wawancara.

3.3 Data yang Diperlukan

Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder, yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Data primer meliputi daya tarik gua berupa kondisi fisik gua, iklim, aksesibilitas, sarana, kondisi sekitar, hubungan dengan obyek wisata sekitar, daya dukung, keamanan, pengunjung, ketersediaan air dan peta dimensi gua (Tabel 1)

2. Data sekunder meliputi kondisi umum, kondisi pengunjung (Tabel 2). Tabel 1 Data-data primer yang diambil

Data Sumber Data Metode Potensi Fisik Masing-masing Gua

Panjang gua lapang pengukuran

Tinggi gua lapang pengukuran

Penutupan lahan gua lapang pengamatan

Infrastruktur gua lapang pengamatan

Ketinggian gua (m dpl) lapang pengukuran

Ornamen Gua lapang pengamatan

Titik koordinat Gua lapang pengukuran

Ukuran mulut Gua lapang pengukuran

Kelembaban gua lapang pengamatan

Debit air lapang pengukuran

(26)

Data Sumber Data Metode Aksesibilitas

Letak gua dari perumahan penduduk lapang pengukuran Letak gua dari jalan raya lapang pengukuran Jarak gua dari gua yang sudah dikembangkan

untuk wisata lapang pengukuran

Hubungan dengan obyek wisata sekitarnya

Adanya obyek wisata sejenis dan tidak sejenis lapang pengamatan Kondisi pengunjung

Karakteristik pengunjung (umur, jenis kelamin, asal, pendidikan, dan pekerjaan).

lapang wawancara Fasilitas sarana

Peminjaman alat, shelter, mushola, toilet, air

bersih lapang pengamatan

Kondisi dan daya dukung kawasan

Masyarakat dan pengunjung lapang pengamatan Keamanan

Binatang, pertambangan, luapan air, terpeleset/jatuh, amoniak berlebih

lapang pengamatan Kondisi air bersih

Volume, kelayakan konsumsi lapang pengamatan Tabel 2 Data-data sekunder yang diambil

Data Sumber Data Metode

Kondisi umum kawasan

Sejarah dokumen dan laporan studi literatur Letak dan luas demografi desa studi literatur Iklim dan Topografi dokumen dan laporan studi literatur Sosial ekonomi masyarakat demografi desa studi literatur Kondisi pengunjung

Jumlah/ bulan laporan studi literatur 3.4 Metode Penentuan Lokasi

1. Studi pendahuluan. Studi pendahuluan diawali wawancara dengan juru kunci. Wawancara dilakukan bertujuan mendata gua di kawasan Karst Gudawang. Hasil wawancara diketahui Karst Gudawang memiliki 24 gua dengan 15 gua berair dan 9 gua kering (Tabel 3)

2. Obyek penelitian yang dikaji berupa gua berair alami. Hal ini terkait aktivitas penelusura dan gua kering rentan kerapuhan yang dapat menyebabkan keruntuhan karena gua kering tidak aktif

(27)

13

3. Diantara 15 gua berair dilakukan pemilihan kembali untuk menentukan gua yang akan digunakan sebagai obyek penelitian. Gua yang telah dikembangkan sebagai wisata tidak dilakukan kajian

4. 2 gua telah dikembangkan sebagai obyek wisata, 2 tidak dilakukan kajian karena terbatas keterampilan, 3 tidak ditemukan sehingga hanya 8 gua yang dapat dikaji.

Tabel 3 Penentuan Gua Kajian

No Nama Tipe Gua Kajian Keterangan

Basah Kering Dilakukan Tidak Dilakukan

1 Si Kembar √ - √ - Dilakukan kajian

2 Si Pahang √ - - √ Telah dikembangkan

3 Si Masigit - √ - √ Kering, telah dikembangkan

4 Si Menteng √ - - √ Telah dikembangkan

5 Si Parat 1 √ - √ - Dilakukan kajian

6 Si Parat 2 √ - √ - Dilakukan kajian

7 Si Aul Ujung √ - √ - Dilakukan kajian

8 SiAul Tengah √ - √ - Dilakukan kajian

9 Si Garaan √ - √ - Dilakukan kajian

10 Si Gong - √ - √ Gua kering, tidak dikaji

11 Gopala - √ - √ Gua kering, tidak dikaji

12 Si kondang - √ - √ Gua kering, tidak dikaji 13 Si Kandang - √ - √ Gua kering, tidak dikaji

14 Si Cayur √ √ √ Dilakukan kajian

15 Si Benteng - √ -- √ Gua kering, tidak dikaji 16 Si Bulan 1 - √ - √ Gua kering, tidak dikaji 17 Si Bulan 2 - √ - √ Gua kering, tidak dikaji

18 Si Patahunan √ - √ - Dilakukan kajian

19 Si Delan √ - - √ Tidak ditemukan

20 Si Langir √ - - √ Tidak ditemukan

21 Si Leseh √ - - √ Tidak ditemukan

22 Si Nampol - √ - √ Gua Kering, tidak dikaji

23 Si Elong √ - √ Koordinat ditemukan

24 Legok Picung - - Koordinat ditemukan

3.5 Metode Penentuan Derajat Kesulitan Gua

Penentuan derajat kesulitan gua menggunakan 4 parameter yaitu:

1. Aktivitas tubuh berupa berdiri (> 160 cm), merunduk (140-160 cm), jongkok (120-140 cm), merangkak (80 –120 cm), merayap (<80 cm).

(28)

Berenang memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya karena berenang ini membutuhkan keterampilan yang khusus dalam melakukannya

2. Kondisi air (debit air) dalam gua menjadi parameter penilaian yang penting karena akan menentukan tingkat kesulitan dalam penelusuran gua. Debit air yang lebih besar lebih menyulitkan untuk ditelusuri dibandingkan dengan gua yang memiliki debit air yang kecil. Semakin tinggi debit air, maka semakin besar nilai yang diberikan

3. Panjang lorong gua merupakan salah satu parameter yang penting dalam penilaian derajat kesulitan. Semakin panjang lorong gua semakin tinggi nilai yang diberikan. Gua yang panjang akan membutuhkan daya tahan tubuh yang lebih dibandingkan dengan gua yang pendek karena semakin ke dalam gua ketersediaan oksigen semakin menipis

4. Bentuk mulut gua merupakan parameter yang cukup menentukan dalam penelusuran gua. Bentuk mulut gua yang vertikal akan lebih membutuhkan keterampilan, daya tahan tubuh dan ketersediaan alat lengkap dibandingkan dengan bentuk mulut gua yang horisontal. Oleh karena itu, bentuk mulut gua yang vertikal memiliki nilai kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan mulut gua horisontal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4 Parameter Penentuan Derajat kesulitan Gua

1. Parameter 2. Parameter 3. Parameter 4. Parameter Aktivitas

tubuh Nilai Debit air Nilai Panjang gua Nilai

Bentuk mulut gua Nilai Berdiri 0 0 – 40 0 0 – 50 0 Horisontal 0 Merunduk 0.5 41 – 80 0.5 51 – 100 0.5 Vertikal 0.5 Jongkok 1 81 – 120 1 101 – 150 1 Merangkak 1.5 121 –160 1.5 151 – 200 1.5 Merayap 2 > 160 2 > 200 2 Berenang 2.5 Jumlah 7.5 2 2 0.5

3.6 Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Studi Literatur

Studi literatur bertujuan mengumpulkan data – data yang berhubungan dengan karst dari berbagai sumber seperti dokumen, buku, laporan dan lain- lain.

(29)

15

3.6.2 Pengamatan dan Pengukuran Kondisi Fisik Gua Kegiatan lapang yang dilakukan meliputi:

1. Pengambilan titik-titik koordinat masing-masing gua. Pengambilan titik koordinat dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Position System) 2. Pemetaan gua dengan metode forward (Gambar 1) yaitu pembaca alat dan

pencatat pada sistem stasiun pengukuran pertama, seorang lagi sebagai target pada stasiun pengukuran kedua. Setelah pembacaan selesai, pembaca dan pencatat berpindah ke stasiun pengukuran kedua dan target pindah ke stasiun pengukuran ketiga. Demikian seterusnya sampai stasiun pengukuran terakhir. Untuk pengukuran pada saat pengumpulan data, dimulai dari pintu gua sampai ujung lorong atau dasar dari gua atau sampai stasiun terakhir. Grade pemetaan yang digunakan yaitu Grade III, karena peralatan yang digunakan terbatas pada kompas, pita ukur dan klinometer

Posisi Awal,

Posisi pengukuran berikutnya,

▲ : Stasiun pengukuran : Arah pengukuran

: Arah perpindahan pembaca dan target

Gambar 1 Pemetaan gua dengan menggunakan metode Forward

3. Pengukuran kondisi iklim mikro gua. Iklim mikro gua yang diambil seperti suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan termometer digital. Pengukuran debit air dilakukan dengan metode bola pingpong (Gambar 2) yaitu bola pingpong yang dialirkan dari titik awal acuan

1 Pembaca 3 4 1 2 Target 2 Pembaca 3 Target

(30)

sampai titik akhir acuan dengan menghitung waktu alir sehingga dapat diketahui kecepatan arus air. Setelah itu dilakukan pengukuran lebar dan kedalaman rata-rata sungai.

Gambar 2 Pengukuran debit air sungai menggunakan metode pingpong 4. Pengamatan ornamen gua yang menarik di masing-masing gua.

Pengamatan dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah ornamen serta mencatat ornamen yang paling menonjol pada masing-masing gua, kemudian dilakukan pula pengamatan derajat kesulitan (merayap, jongkok, berenang dan lain-lain) pada setiap gua

5. Pengamataan tutupan lahan gua dilakukan dengan melihat vegetasi di sekitar gua

6. Pengamatan aksesibilitas, sarana, keamanan, Hubungan dengan wisata lain di sekitar, Kondisi sekitar kawasan, kondisi air bersih, daya dukung. 3.6.3 Wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung pada pengelola yaitu Dinas Pariwisata sebagai instansi yang mengelola tempat tersebut dan masyarakat sebagai pemilik sebagian gua. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Data – data yang dihimpun berupa rencana dalam pengembangan obyek wisata Gua Gudawang. Sedangkan pengisian kuisioner dilakukan kepada pengunjung untuk mengetahui karakteristik pengunjung (Nama, jenis kelamin, umur, asal, pendidikan terakhir, pekerjan dan jenis kegiatan wisata yang dilakukan).

(31)

17

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Metode Deskriptif

Metode deskriptif menurut Kusmayadi dan Endar (2000) diacu dalam Widagti (2003) adalah penelitian yang berusaha menggambarkan/melukiskan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat. Analisis deskriptif dilakukan untuk menguraikan data-data yang didapat sehingga diperoleh gambaran pengembangan jenis wisata minat khusus. 3.7.2 Metode Penggunaan Sofware cave- x

Menganalisis terhadap data-data pemetaan gua dilakukan dengan bantuan

software cave-x sehingga dihasilkan peta gua. Data pengukuran yang diperlukan

untuk mengisi tabel isian dalam sofware ini adalah panjang gua, lebar gua dan tinggi atap gua. Setelah mengisi tabel isian yang tersedia, analisis data pengukuran dilakukan oleh sofware tersebut sehingga peta gua akan tergambar otomatis. 3.7. 3 Pengukuran Debir Air Sungai

Parameter yang diukur adalah lebar sungai rata-rata, kedalaman sungai rata-rata, panjang sungai rata-rata dan kecepatan arus sungai rata-rata. Rumus yang digunakan seperti tercantum di bawah ini,

Q = A x V ;

A = l x d ; l = (l1 + l2 + l3 )/3 ; d = (d1 + d2 + d3)/3 V = p / t

Keterangan : Q : Debit air sungai (m3/detik) A : Luas penampang sungai (m2)

V : Kecapatan arus (m/detik)

l : Lebar sungai rata-rata (m) d : Kedalaman sungai rata-rata (m) 3.7.4 Metode Analisis Derajat Kesulitan Gua

Empat parameter yang telah ditentukan dianalisis dengan menggunakan rumus nilai maksimal dikurangi nilai minimal dari 4 parameter tersebut kemudian dibagi banyaknya penentuan kelas. Nilai yang diperoleh maksimal 12 dan minimal 0.

Interval = Smax – Smin Σ kelas

(32)

3.7.5 Metode ADO-ODTWA

Potensi-potensi wisata dianalisis menggunakan Penilaian Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) (Dirjen PHKA 2003) yang telah dimodifikasi. Data-data yang diperoleh kemudian diolah berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sehingga didapatkan pedoman analisis wisata minat khusus berupa wisata gua.

Obyek pengamatan yaitu daya tarik wisata dengan bobot nilai 6 karena memiliki nilai penting sebagai obyek yang sasaran utama. Iklim dengan bobot nilai 5 karena iklim sangat mempengaruhi kondisi kunjungan, aksesibilitas dengan bobot 4 karena terkait dengan kenyamanan perjalanan, Sarana dengan bobot nilai 1 karena sarana dalam wisata minat khusus tidak terlalu dianggap penting. Kondisi sekitar kawasan dengan bobot nilai 3 sangat mempengaruhi kenyamanan para wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata, hubungan dengan obyek wisata sekitarnya dengan bobot nilai 2 karena dalam pelaksanaan kegiatan wisata dapat digabung dalam satu perjalanan karena tidak ada obyek wisata yang sama atau sejenis yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi para peminat wisata dan pendiri perusahaan wisata.

Kriteria keamanan memiliki bobot nilai 3 karena keamanan diperhatikan para wisatawan terutama untuk wisatawan atau penelusur pemula, daya dukung kawasan bobot nilai 2 karena obyek wisata sebelum dibangun telah dibuat perencanaannya terlebih dahulu, kondisi pengunjung dengan bobot nilai 1 karena sudah adanya batasan pengunjung dalam wisata minat khusus maka kriteria ini tidak penting, ketersediaan air bersih dengan bobot nilai 3 karena penting sebagai sumber air minum dan bersih-bersih setelah melakukan penelusuran. Jumlah nilai dari kriteria tersebut dihitung dengan persamaan (Romani 2006):

S = N x B

Keterangan : S = Skor / Nilai

N = Jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria B = Bobot nilai

Penghitungan untuk menentukan nilai selang klasifikasi kelayakan pengembangan gua menggunakan rumus:

Interval = Smax – Smin Σ klasifikasi

(33)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Sejarah

Kawasan Gua Gudawang terletak di Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Nama Gudawang berasal dari kata Kuda Lawang yang berarti ekor kuda yang dikepang. Pada tahun 310 Hijriah kawasan ini sering didatangi oleh para pertapa dengan menggunakan kuda yang ekornya dikepang (Kuda Lawang), hingga akhirnya kata tersebut berubah menjadi Gudawang.

Kawasan ini banyak memiliki gua yang tersebar di bagian barat dan timur desa. Pada bagian barat terdapat gua Si Garaan, Si long, Si Aul Tengah, Si Aul Ujung, Legok Picung dan Si Kembar. Di bagian Timur terdapat gua Si Pahang, Si Masigit, Si Menteng, Si Patahunan, Si Kandang, Si Kondang, Si Bulan, Si Cayur, Si Parat.

4.1.2 Letak dan Luas

Gua Gudawang secara geografis terletak antara 06027’08.9”-06027’58.0” LS dan 106030’18,4” -106030’44.7” BT. Sedangkan secara administratif kawasan Gudawang berada di Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Batas- batas kawasan ini adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kampung Cibangur Sebelah selatan : Gunung Rengganis Sebelah Barat : Desa Tipar

Sebelah Timur : Gunung Binangkit dan Kampung Cimapang

(34)

Kampung Cipining terbagi menjadi beberapa desa yaitu Bolang, Leuwi Ceuri, Tipar, dan Malangbong. Kawasan Gua Gudawang berjarak 8 km dari persimpangan jalan raya Bogor-Jasinga. Sepanjang jalan menuju kawasan merupakan perkebunan karet dan kelapa sawit, jalan ini juga merupakan jalan alternatif menuju Jakarta, Kali deres dan Parung Panjang. Kawasan Gua Gudawang ini memiliki luas kurang lebih 300 Ha.

Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian.

4.1.3 Iklim dan Topografi

Secara umum kawasan ini termasuk iklim Tipe A (sangat basah), dengan curah hujan rata-rata 2500- 5000 mm per tahun. Suhu rata-rata harian berkisar antara 28-29 0C dengan suhu minimum 23 0C dan suhu maximum 33 0C. Kondisi di dalam gua bervariasi mulai dari kering hingga basah, namun secara umum mayoritas gua-gua di kawasan ini berada dalam kondisi basah dan dialiri air dan sebagian lagi merupakan gua-gua yang berlumpur dan berpasir. Topografi bervariasi mulai dari gunung hingga bukit-bukit kecil dengan ketinggian antara 115-142 m dpl.

(35)

20

4.2 Kondisi Flora dan Fauna

Jenis flora yang dominan di areal kawasan Obyek wisata Gudawang adalah tanaman perkebunan yaitu karet (Hevea brasiliensis), jati (Tectona

grandis) dan kelapa sawit. Selain itu terdapat tanaman buah buahan seperti

rambutan (Nephellium mutabile), cempedak, durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus heterophyllus). Di beberapa tempat terdapat alang-alang yang mendominasi tempat tersebut.

Jenis fauna yang dapat dijumpai di dalam gua diantaranya kelelawar, ikan lele, ikan mas, kepiting, jangkrik, dan serangga lainnya.

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Di Kampung Cipining terdapat ± 2000 kepala keluarga. Mayoritas penduduk kampung ini beraga Islam, sebagian kecil beragama Kristen dan Budha. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani, buruh pabrik, buruh perkebunan, dan berdagang. Beberapa orang bekerja sebagai penggali batu-batu kapur. Pendidikan tertinggi penduduk Kampung Cipining adalah perguruan tinggi dengan mayoritas pendidikan penduduk tersebut berupa lulusan Sekolah Dasar.

(36)

5.1 Kondisi Fisik Gua

Kawasan Karst Gudawang memiliki 24 gua yang terdiri atas gua kering dan gua berair. Gua-gua kering tersebut berjumlah 9 gua yaitu Si Bulan 1, Si Bulan 2, Si Gong, Gopala, Si Masigit, Si Nampol, Si Kandang, Si Kondang dan Si Tembok. Sedangkan jumlah gua berair sebanyak 15 gua diantaranya Si Kembar, Si Parat 1, Si Parat 2, Si Aul Tengah, Si Aul Ujung, Si Garaan, Si Cayur, Si Patahunan, Si Pahang, Si Menteng, Si Elong, Si Delan, Si Langir, Si Leseh dan Legok Picung. Dari 24 gua yang terdapat di Karst Gudawang,3 diantaranya telah dikembangkan sebagai obyek wisata yaitu Gua Si Menteng, Si Masigit dan Si Pahang. Ketiga gua tersebut terdapat di kawasan tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

Dua dari 15 gua berair telah dikembangkan sebagai wisata dan telah mengalami perubahan fisik secara sengaja yang dibuat untuk menunjang kegiatan wisata. Sedangkan 8 gua lainnya merupakan gua alam yang masih memiliki infrastruktur asli sehingga kondisi-kondisi fisik baik berupa bentuk mulut, ornamen-ornamen maupun bentuk lorong masih alami dan menarik yang dapat memberikan suatu tantangan dalam melakukan kegiatan penelusuran. Kondisi setiap gua tersebut berbeda-beda sehingga kesulitan yang dimiliki setiap gua akan berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penentuan peminat wisatawan atau penelusur gua.

Berdasarkan pengamatan, 2 gua yaitu Si Elong dan Legok Picung dapat diketahui titik koordinat tetapi tidak dilakukan kajian karena keterbatasan alat dan kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Sedangkan untuk 3 gua lainya yaitu Gua Si Leseh, Gua Si Langir dan Gua Si Delan tidak dapat ditemukan keberadaannya karena sudah tidak diketahui posisinya secara pasti. Belum adanya titik koordinat dari ketiga gua tersebut menambah kesulitan dalam menemukan lokasinya.

Keberadaan gua-gua di kawasan Karst Gudawang menyebar dengan jarak antar gua relatif dekat (Gambar 5). Selain itu, gua – gua yang ada sebagian besar

(37)

23

berada di kawasan tanah milik masyarakat berupa lahan perkebunan, perladangan dan persawahan.

Gambar 5 Peta penyebaran gua di komplek Gua Gudawang (Sumber: Modifikasi data Apriandi dan pengukuran lapang)

Hasil pengamatan menunjukan masing-masing gua memiliki karakteristik fisik yang berbeda sehingga dapat memberikan peluang dalam pengembangannya berdasarkan potensi setiap gua. Setiap karakter gua akan memberikan nilai, tingkat kesulitan dan tantangan yang berbeda. Dengan demikan akan memberikan peluang pasar yang lebih luas. Kondisi fisik masing- masing gua lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.

(38)

Tabel 5 Hasil pengamatan kondisi fisik gua

NAMA GUA

PARAMETER Si Kembar Si Parat 1 Si Parat 2 Si Aul Ujung Si Aul Tengah

Titik Koordinat 060 27’ 21.6” LS 1060 30’24.6” BT 06 0 28 ’ 01.2 ” LS 106 0 30 ’ 36.8 ” BT 06 0 28 ’ 01.2 ” LS 106 030 ’36.8 ” BT 06 0 27 ’12.8 ” LS 106 0 30’ 27.9” BT 06 0 27 ’12.4 ” LS 106 030 ’32.7 “ BT Panjang (m) 82.19 38.67 107.99 72.43 175.02 Ketinggian (m dpl) 123 122 122 122 120 Debit (m3/Detik) 0.015 0.020 0.020 0044 Kelembaban (%) 93 93 93 93 93 Tutupan lahan

Jati Padi Padi

Alang-alang, Rambutan Alang-alang, Rambutan Suhu ( 0C) 31.7 31.9 31.9 25.7 25.3 Jarak (km) dari 1. Pemukiman 0.8 2.5 2.5 2 0.7 2. Jln Raya Bogor- Jasinga 8.8 7.4 7.4 10 8.8 3. Obyek yang telah

(39)

25

NAMA GUA

PARAMETER Si Cayur Si Garaan Si Patahunan Legok Picung Si Elong

Titik Koordinat 060 27’ 46.6” LS 1060 30’34.3” BT 060 27’ 09.2” LS 1060 30’32.6” BT 060 27’ 27.7” LS 1060 30’34.3” BT 060 27’14.0” LS 1060 30’ 2.24” BT 060 27’ 09.5” LS 1060 30’ 25.0” BT Panjang (m) 176.96 183.51 12.19 - - Ketinggian (m dpl) 119 120 122 125 132 Debit (m3/Detik) 0.015 0.0037 - - - Kelembaban (%) 86 86 84 - - Tutupan lahan

Kelapa sawit Alang-alang Semak belukar Semak, jati bambu Suhu ( 0C)

25 24.3 28.6 - - Jarak (km) dari

1. Pemukiman

1 0.8 0.6 1.5 1.5

2. Jln Raya Bogor- Jasinga

9 8.9 8.6 10 9.5

3. Obyek yang telah

dikembangkan 3 1 0.6

(40)

5.1.1 Gua Si Kembar

Berdasarkan hasil pemetaan, pada gua Si Kembar terdapat 15 titik stasiun pengukuran. Setiap stasiun diambil berdasarkan kesulitan lorong dengan menggunakan metode forward. Si Kembar merupakan gua terpanjang ke- 5 dari 8 gua yang dilakukan pengukuran. Gua ini berada di kawasan kebun penduduk dengan topografi landai sehingga apabila terjadi hujan maka terbentuk aliran air yang deras dari permukaan mulut gua. Peta gua dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta tampak atas Gua Si Kembar

Mulut gua Si Kembar memiliki tinggi ± 2,5 meter dengan lebar mulut gua ± 1,8 meter. Pada mulut gua terdapat air yang deras dengan kedalaman air mencapai dada orang dewasa. Terdapat alat penarik dan pipa-pipa air pada mulut gua. Beberapa meter ke dalam gua, kondisi aliran air masih deras dengan ketinggian air mencapai betis orang dewasa. Gua ini memiliki atap gua yang tinggi sehingga memberikan kebebasan dalam melakukan penelusuran. Semakin ke dalam, lorong gua semakin menyempit yang memberikan tantangan menarik dalam melakukan penelusuran.

(41)

27

Kondisi lorong gua yang dihiasi ornamen-ornamen gua seperti stalaktit dan stalakmit aktif dengan bentuk–bentuk yang unik merupakan obyek yang menarik untuk digunakan sebagai salah satu unsur penarik wisatawan atau penelusur (Gambar 7). Ornamen – ornamen gua ini berbentuk runcing, mengkilat dan berwarna kuning. Warna kuning pada ornamen gua disebabkan kondisi tutupan lahan di atas gua yang telah terganggu sehingga air hujan akan langsung meresap ke dalam gua dengan membawa butiran tanah tanpa ditahan oleh vegetasi.

(a) (b)

Gambar 7

(a) Ornamen gua berupa stalaktit aktif (b) Lorong gua yang sempit 5.1.2 Gua Si Parat 1

Tinggi mulut gua Si Parat 1 mencapai ± 3 meter. Pada mulut gua terdapat batu-batu kapur tajam dengan tinggi sekitar ± 2 meter. Beberapa meter dari mulut gua terdapat runtuhan batu kapur. Terdapat sebuah cabang pada lorong gua, untuk memasukinya posisi tubuh penelusur harus merayap karena tinggi atap gua hanya mencapai ± 60 cm sepanjang 1 meter.

Adanya aliran air sepanjang lorong yang sempit ini menambah tingkat kesulitan dalam aktivitas penelusuran. Setelah melalui lorong - lorong sempit tersebut, terdapat lorong yang lebar dan posisi tubuh penelusur dapat berdiri kembali. Pada bagian lorong lebar ini masih terdapat bebatuan dan aliran air yang semakin mengecil. Gua ini cukup lembab dan di dalam lorong tercium bau guano (kotoran kelelawar) yang cukup menyengat. Pada ujung gua terdapat sumber air

(42)

yang muncul dari celah batuan tetapi tidak terlihat adanya aliran air di dekat celah tersebut (Gambar 8).

Gambar 8 Sumber air di dalam Gua Si Parat 1

Berdasarkan hasil pemetaan gua Si Parat 1, terdapat 6 stasiun dengan panjang gua mencapai ± 38,67 meter.

Gambar 9 Peta tampak atas Gua Si Parat 1

5.1.3 Gua Si Parat 2

Gua ini berada di depan gua Si Parat 1 sehingga memiliki jarak dari jalan raya dan rumah penduduk yang sama. Terdapat 11 stasiun pengukuran berdasarkan hasil pemetaan. Aliran air yang masuk ke dalam gua Si Parat 2 berasal dari sungai yang sama dengan Si Parat 1 dengan debit air mencapai 0,020 m 3/detik.

(43)

29

Gua Si Parat 2 memiliki dua cabang yang menyatu kembali pada salah satu titik (stasiun 6). Cabang pertama memiliki panjang dari mulut gua sekitar ± 64,62 meter dengan ketinggian lorong mencapai ± 0,7-1,65 meter sehingga penelusur harus membungkuk atau jongkok selama penelusuran. Lorong pada cabang ini tidak terdapat aliran air dengan kelembaban udara yang rendah serta terdapat lumpur dan batuan. Sedangkan lorong cabang lainnya memiliki panjang ± 43,37 meter dengan kondisi tinggi atap gua sangat rendah dan penelusur hanya dapat merayap dan sesekali merangkak. Ketinggian atap mencapai ± 60 cm. Adanya aliran air pada lorong cabang ini menambah tantangan ketika melakukan penelusuran. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta tampak atas Gua Si Parat 2

Gua Si Parat 2 berada di kawasan kebun penduduk dengan tutupan lahan berupa tanaman padi (oryza sativa). Tutupan lahan ini akan mempengaruhi kondisi ornamen-ornamen gua yang berada di dalam gua. Keberadaan ornamen tidak terlalu menonjol di Gua Si Parat 2 hanya terdapat stalaktit dan stalakmit

(44)

yang masih aktif maupun tidak aktif . Ornamen gua yang ada dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11

(a) Mulut gua berair (b) Lorong gua

5.1.4 Gua Si Aul Tengah

Pengukuran gua Si Aul Tengah dimulai dari mulut gua yang berada di tengah-tengah lorong gua sehingga pengukuran dibagi menjadi lorong kiri dan lorong kanan. Gua ini memiliki panjang total ±175,02 meter dengan jumlah stasiun pengukuran 20 stasiun. Gua ini berada di kawasan kebun penduduk dengan tutupan lahan tanaman rambutan dan alang-alang. Peta gua dapat dilihat pada Gambar 12.

(45)

31

Lorong-lorong dekat mulut gua yang dimiliki cukup tinggi dan lebar. Tetapi, gua Si Aul Tengah memiliki aliran air yang sangat deras sehingga diperlukan kewaspadaan ketika melakukan penelusuran gua. Gua ini memiliki topografi yang cukup landai.

Pada lorong kanan mulut gua terdapat lumpur yang cukup dalam sehingga memberikan tantangan yang menarik bagi penelusur. Lumpur yang terdapat pada gua ini sangat lengket. Selain lumpur yang lengket, gua ini memiliki kedalaman air mencapai pinggang orang dewasa. Semakin ke dalam lorong kondisi air makin tinggi hingga mencapai dada orang dewasa. Berbeda dengan kondisi lorong pada kanan mulut gua, lorong pada kiri mulut gua terdapat bebatuan dengan aliran air sangat deras. Semakin menuju ke dalam lorong gua semakin menyempit dan ketinggian atap gua semakin rendah dengan aliran air masih sangat deras.

Gambar 13 Mulut Gua Si Aul Tengah

Keindahan gua Si Aul Tengah tidak hanya ornamen-ornamen gua yang ada, akan tetapi gua ini memiliki kelebihan dengan bentuk mulut gua vertikal dengan ketinggian cukuip tinggi, kondisi batuan, perairan, kondisi lorong-lorong dan mulut gua yang vertikal memberikan tantangan yang sangat menarik seperti merangkak, merayap maupun berenang (Gambar 13).

5.1.5 Gua Si Aul Ujung

Gua ini berada tidak jauh dari gua Si Garaan . Mulut utama gua ini berupa mulut vertikal yang cukup tinggi mencapai ± 2 meter. Gua ini memiliki kelebihan yang cukup menarik yaitu memiliki ornamen stalaktit yang masih aktif dan mati

(46)

dengan ukuran yang panjang, gourdam berukuran besar, pilar-pilar dan flowstone. Peta Gua Si Aul Ujung dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Peta tampak atas Gua Si Aul Ujung

Kondisi fisik gua ini cukup memberikan kesulitan dalam melakukan penelusuran. Gua Si Aul Ujung memiliki tinggi atap mencapai ± 8 meter. Pada awal memasuki gua, terdapat turunan yang cukup tajam. Setelah itu, kondisi lorong menanjak yang setelahnya menemukan mulut gua lain yang memiliki bentuk mulut gua vertikal. Pada titik mulut gua vertikal ini cahaya masuk ke dalam gua karena lebar mulut gua mencapai 2 meter. Posisi ini merupakan tempat yang menarik untuk melakukan pengamatan terhadap ornamen-ornamen gua.

Pada bagian lain, penelusur akan menemukan lorong gua yang sempit. Untuk melewati lorong ini, penelusur harus merayap karena ketinggian gua sekitar 50 cm dengan panjang lorong 1,5 meter. Setelah melewati lorong ini, ketinggian

(47)

33

atap gua akan kembali sama dengan ketinggian atap gua sebelum melewati lorong ini.

Gambar 15

(a) Mulut Gua Si Aul Ujung. (b) Ornamen gua berupa gourdam

5.1. 6 Gua Si Garaan

Gua Si Garaan merupakan gua alam yang mengalami perubahan kondisi fisik yaitu dengan adanya pembuatan tangga pada mulut gua. Kondisi di dalam lorong gua masih alami tanpa adanya perubahan. Gua ini memiliki dua cabang, pada cabang pertama memiliki panjang ± 183,51 meter dan cabang yang kedua memiliki panjang sekitar ± 62,04 meter yang merupakan cabang buntu.

(48)

Gua ini memiliki atap lorong yang sangat tinggi walaupun pada mulut gua harus merangkak terlebih dahulu. Terdapat lumpur yang cukup lengket pada mulut gua tetapi beberapa meter ke dalam lorong gua penelusur akan menemukan genangan air. Sumber air gua ini berasal dari air perkolasi. Gua ini berada di kawasan kebun penduduk dengan tutupan lahan berupa alang-alang dan kebun rambutan. Sumber air gua ini merupakan air perkolasi. Peta Gua Si Garaan dapat lihat pada Gambar 16.

Gua Si Garaan memiliki daya tarik tersendiri karena ornamen - ornamen yang dimiliki cukup indah dengan kondisi ornamen yang aktif dan jenis-jenis ornamennya beragam seperti stalaktit, stalakmit, pilar dan flowstone dengan ukuran yang cukup besar. Selain ornamen – ornamen yang dimiliki, Gua Si Garaan merupakan gua yang paling banyak ditemukan fauna gua, khususnya jenis kelelawar (Gambar 17).

Gambar 17 Salah satu fauna gua (Kelelawar)

5.1.7 Gua Si Cayur

Gua Si Cayur memiliki panjang ± 176,96 meter dengan mulut gua vertikal. Lebar mulut gua sekitar ± 100 cm dengan batuan-batuan yang berukuran besar. Gua ini terletak di kawasan kebun penduduk dengan tutupan lahan berupa kelapa sawit. Si Cayur merupakan gua dengan kondisi fisik yang unik dan lorong berliku-liku yang dapat memberikan tantangan sangat menegangkan dalam melakukan penelusuran. Peta Gua Si Cayur dapat dilihat pada Gambar 18.

(49)

35

Pada awal memasuki Gua Si Cayur, penelusur harus melalui mulut gua vertikal yang cukup sempit sehingga posisi tubuh penelusur terjepit. Setelah beberapa meter akan ditemukan aliran sungai dengan ornamen-ornamen gua pada kiri kanan lorong yang mengumpul dan masih dalam kondisi aktif baik stalaktit, stalakmit maupun gourdam. Gourdam yang terdapat pada gua ini memiliki bentuk yang menarik sehingga dapat dijadikan obyek pengamatan bagi para penelusur. Lorong-lorong yang terdapat pada gua ini berukuran sangat sempit disertai batuan tajam. Selama kegiatan penelusuran gua, penelusur gua harus melakukan kegiatan naik turun dinding gua sehingga memberikan daya tarik tersendiri bagi gua Si Cayur.

Gambar 18 Peta tampak atas Gua Si Cayur

5.1.8 Si Elong dan Legok Picung

Gua Si Elong berada pada titik koordinat 06027’09.5” LS dan 1060 30’25.0” BT dengan tutupan lahan berupa rumpun bambu. Gua ini memiliki bentuk mulut gua vertikal dengan tinggi atap sekitar ± 2 meter. Jarak dari obyek wisata yang telah dikembangkan mencapai. ± 2 km dan jarak dari pemukiman penduduk mencapai ± 1,5 km. Sedangkan jarak dari jalan raya Bogor-Jasinga mencapai ± 9,5 km.

(50)

Gua Legok Picung berada pada posisi 060 27’ 09.7” LS dan 1060 30’ 24.8” BT(Apriandi 2004). Jarak gua ini dari obyek yang telah dikembangkan mencapai ± 2 km, sedangkan dari pemukiman penduduk mencapai ± 1,5 km. Dari jalan raya Bogor-Jasinga gua ini mencapai jarak ± 10 km.

Kedua gua ini tidak dapat dimasuki dan dilakukan kajian karena keterbatasan alat yang dimiliki. Selain itu gua ini diperlukan keterampilan cukup untuk menelusurinya karena lokasi yang cukup sulit yaitu berada di kawasan tanah yang sangat curam.

5.1.9. Si Patahunan

Pada mulut Gua Si Patahunan lantai gua berpasir tetapi semakin ke dalam gua kondisinya berair. Pada ujung gua terdapat muara air yang sangat dalam. Kondisi air yang ada tidak mengalir atau dalam kondisi menggenang sehingga tidak diketahui debit air yang ada. Peta Gua Si Patahunan dapat dilihat pada Gambar 19.

(51)

37

5.2 Derajat Kesulitan dan Bahaya Penelusuran Gua

Setiap gua memiliki keunikan dan derajat kesulitan tersendiri. Dari 15 gua berair yang ada, terdapat 8 gua yang dapat dilakukan kajian dan berpotensi untuk dikembangkan untuk kegiatan wisata minat khusus. Dari 8 gua tersebut, dapat dibagi menjadi beberapa kelas. Pembagian kelas-kelas gua ini dapat dilakukan melalui penilaian derajat kesulitan pada masing-masing gua. Penilaian derajat kesulitan gua berdasarkan 4 parameter yang diukur, yaitu aktivitas tubuh, kondisi air (debit air), panjang gua dan bentuk mulut gua.

Bentuk aktivitas tubuh berupa berdiri, merunduk, jongkok, merangkak, merayap dan berenang. Semakin sulit aktivitas tubuh untuk dilakukan dalam penelusuran, maka semakin tinggi nilai yang diberikan. Aktivitas berupa berenang dianggap paling sulit karena membutuhkan keterampilan yang lebih dibandingkan yang lain sehingga memiliki nilai paling besar.

Kondisi air (debit air) dalam gua menjadi parameter penilaian yang penting karena akan menentukan tingkat kesulitan dalam penelusuran gua. Debit air yang lebih besar lebih menyulitkan untuk ditelusuri dibandingkan dengan gua yang memiliki debit air yang kecil. Semakin tinggi debit air, maka semakin besar nilai yang diberikan.

Panjang lorong gua merupakan salah satu parameter yang penting dalam penilaian derajat kesulitan. Semakin panjang lorong gua semakin tinggi nilai yang diberikan. Gua yang panjang akan membutuhkan daya tahan tubuh yang lebih dibandingkan dengan gua yang pendek karena semakin ke dalam gua ketersediaan oksigen semakin menipis.

Bentuk mulut gua merupakan parameter yang cukup menentukan dalam penelusuran gua. Bentuk mulut gua yang vertikal akan lebih membutuhkan keterampilan, daya tahan tubuh dan ketersediaan alat lengkap dibandingkan dengan bentuk mulut gua yang horisontal. Oleh karena itu, bentuk mulut gua yang vertikal memiliki nilai kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan mulut gua horisontal. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar

Tabel 1 Data-data primer yang diambil
Tabel 2 Data-data sekunder yang diambil
Tabel 3 Penentuan Gua Kajian
Tabel 4 Parameter Penentuan Derajat kesulitan Gua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data rekam medis rumah sakit jiwa Banyumas di Ruang Nakula saja pada tahun 2016 schizofrenia terinci merupakan diagnosa pertama terbesar setelah schizofrenia paranoid

Asumsi yang digunakan adalah lokasi yang memiliki nilai atau kategori curah hujan yang tinggi (curah hujan 301 – 400 mm/bulan), tingkat kemiringan lereng yang datar

Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Menulis Dialog Sederhana Dua atau Tiga Tokoh yang merupakan salah satu materi Bahasa Indonesia kelas

Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kota Bandung dalam bentuk simplisia didominasi oleh famili Zingiberaceae, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah

Tesis yang berjudul “ Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif Dalam Konseling KelompokUntuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa

Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu

Budidaya tanaman pangan sayuran di lahan pekarangan rumah yang dilakukan oleh para pegiat di Kelurahan Semarang merupakan suatu muara kegiatan dari program Model Kawasan

Susu fermentasi adalah salah satu produk susu yang dihasilkan dari.. susu penuh, sebagian atau full cream, susu yang dipekatkan atau