• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP IMPLIKASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP IMPLIKASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ABSTRAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP IMPLIKASI PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 41

TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH

Ervina Sari Sipahutar, SH, M.Hum Universitas Al Azhar Medan

ABSTRAK

Implementasi pemerintah daerah sesuai dengan prinsip otonomi dan desentralisasi ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sejahtera dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, bahkan distribusi, keadilan dan potensi keanekaragaman daerah di dalam Negara Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah. No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang membuat pihak manapun terutama administrasi daerah. Sebelum pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, hal tersebut diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007.

Kondisi ini mengulangi penggantian Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003, sementara peraturan pemerintah nomor 84 Tahun 2000 belum dilakukan dalam tiga tahun. Penggantian peraturan tentang penyelenggaraan Perangkat Daerah dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama, belum menyelesaikan masalah tentang pemerintah pusat dan daerah. Kedua, dinamika politik daerah yang dipengaruhi oleh transisi demokrasi. Ketiga, meningkatnya kesadaran kritis dan masyarakat setempat menuntut kualitas pelayanan publik dan sebagainya, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung sistem perangkat daerah.

(2)

I. PENDAHULUAN

Semenjak era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998, banyak terjadi perubahan di dalam pemerintahan negara kita. Salah satunya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan jawaban dari ketidakpuasan daerah-daerah atas perlakuan pemerintah pusat, yang tidak memberikan ruang gerak kepada daerah untuk mengatur pemerintah daerah dengan prakarsa sendiri.

Tuntutan reformasi untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokratis, lebih transparan, serta menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Menentang reformasi berarti menentang kehendak rakyat. Pihak-pihak yang ingin menghambat jalannya reformasi pasti akan berhadapan dengan rakyat. Hanya saja dalam pelaksanaan reformasi kita harus tetap berjalan pada koridor konstitusi, agar reformasi tersebut dapat berlangsung secara damai.

Pelaksanaan otonomi daerah menjadi peluang dan tantangan bagi daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena daerahlah yang lebih mengetahui aspirasi dan kehendak serta potensi yang dimiliki daerahnya.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat.

(3)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat mengakomodasi perubahan paradigma pemerintahan, dari yang sentralistis menjadi desentralistis, mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan perbedaan potensi dan keanekaragaman, serta dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.

Realisasi dari Paal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi “Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman pemerintah” diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ini telah memberikan kekuasaan dan keleluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. Dalam pedoman tersebut sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyusunan kelembagaan perangkat daerah harus mempertimbangkan kewenangan yang dimiliki, karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola kemitraan antardaerah serta dengan pihak ketiga.

Kewenangan dan keleluasaan tersebut pada tahap implementasi diterjemahkan secara berbeda-beda oleh masing-masing daerah, lebih banyak bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efisiensi, dan efektivitas. Pertimbangan tersebut telah membawa implikasi pada pembengkakan organisasi perangkat daerah. Hal ini tentu berpengaruh terhadap inefesiensi alokasi anggaran yang tersedia dan juga terhadap profesionalitas sumber daya aparaturnya.

Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 ini meliputi :

(4)

1. Pembentukan dan Kriteria Organisasi Perangkat Daerah; 2. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Propinsi;

3. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota;

4. Kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 5. Susunan organisasi Perangkat Daerah dan Eselonisasi Perangkat Daerah.

Dalam rangka mewujudkan organisasi perangkat daerah yang ideal, maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah secara kongkret menggunakan pendekatan wajib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengukur urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah yang diarahkan semaksimal mungkin mendekati kebutuhan nyata secara rasional objektif.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi 11 kewenangan, antara lain : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Mengacu pada 11 kewenangan wajib tersebut, maka dilakukan pembatasan jumlah maksimal dinas di kabupaten/kota maksimal 14 dinas dengan asumsi seluruh kewenangan wajib dilaksanakan dan 3 dinas lainnya sebagai toleransi. Hal ini untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi yang belum tertampung namun sangat dibutuhkan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Adapun bagi provinsi, jumlah dinas ditetapkan lebih sedikit yaitu maksimal 10 dinas mengingat kewenangan di provinsi hanya kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan yang belum dapat dilakukan oleh kabupaten/kota.

Realisasi dari amanat perubahan Undang-Undang Daerah 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintah daerah. Kaidah Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum di amandemen diperluas (ditambah) dengan 2 pasal, yang tentunya kaidah yang terkandung di dalamnya turut berubah. Untuk itu, pemerintah di bawah Presiden Megawati, setelah melakukan evaluasi yang mendasar, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 32

(5)

tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai landasan hukum pemerintah daerah (yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang dianggap tidak sesuai lagi setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 rampung dilaksanakan).

Perubahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, di samping karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945, juga memperhatikan beberapa ketetapan MPR, seperti : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor Iv/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2003.

Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan undang-undang ini menekankan supaya pemerintah daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diikuti pula dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah membuat banyak pihak, khususnya para administrator di daerah terkesima. Belum tuntas Peraturan Pemerintah Nomor

(6)

8 Tahun 2003 dilaksanakan, sudah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Hal ini nyaris mengulang pergantian (replacing) Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003, padahal Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 belum genap berumur tiga tahun. Begitu cepatnya bongkar pasang regulasi mengenai organisasi perangkat daerah dilakukan, tampaknya dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya empat faktor. Pertama, belum tuntasnya persoalan tarik-ulur kewenangan Pusat-Daerah selama ini. Kedua, pengaruh dinamika politik lokal yang dipengaruhi oleh situasi transisi demokrasi. Ketiga, meningkatnya kesadaran kritis dan tuntutan rakyat lokal terhadap kualitas pelayanan publik di daerah. Dan, keempat, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung sistem kelembagaan daerah.

1.1 Masalah Penelitian

Adapun yang menjadi permasalahan adalah : “Bagaimana pengaturan tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai salah satu instrument di dalam pelaksanaan jalannya Otonomi Daerah di Indonesia”.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : “Untuk mengetahui pengaturan tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai salah satu instrument di dalam pelaksanaan jalannya Otonomi Daerah di Indonesia.

(7)

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif artinya bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini akan ditelaah dari sudut pandang peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, ditunjang dengan data lapangan yang berkenaan dengan organisasi perangkat daerah.

Sedangkan dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) tentang fakta dan kondisi yang menjadi objek penelitian, yaitu dalam konteks restrukturisasi organisasi perangkat daerah Kabupaten Gayo Lues sebagai implikasi lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Setelah itu diadakan suatu telaah secara kritis, dalam arti memberi penjelasan-penjelasan atas fakta atau kondisi tersebut, baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan pada aspek yuridis.

(8)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaturan tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai salah satu Instrumen didalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia

Dalam mengurus dan menyelenggarakan pemerintahan daerah ini, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.

Perangkat daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pasal 1 angka 8 PP ini menyatakan bahwa Perangkat Daerah Kabupaten/Kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

Jadi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten terdiri dari : - Sekretariat Daerah;

- Sekretariat DPRD; - Dinas Daerah;

- Lembaga Teknis Daerah, yang bisa berbentuk Kantor, Badan, Inspektorat, Rumah Sakit Daerah, dan lain-lain;

- Kecamatan; - Kelurahan

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 Sekretariat Daerah merupakan unsur staf. Sekretariat Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Bupati/Walikota dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sebagai unsur staf, maka Sekretariat Daerah menyelenggarakan tugas-tugas umum staf.

(9)

Mengingat betapa luas dan banyaknya segi-segi tugas staf, maka untuk menyelenggarakannya diperlukan kecakapan, keahlian, pengalaman dan rasa pengabdian yang tinggi. Karena jabatan staf adalah jabatan karier, maka Sekretaris Daerah pun adalah jabatan karier. Dengan perkataan lain, Sekretaris Daerah tidak dipilih tetapi diangkat dari pegawai yang memenuhi syarat.

Menurut Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD. Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 dinyatakan bahwa Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas melakukan perumusan kebijakan teknis, memberikan bimbingan, perizinan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan urusan rumah tangga daerah dan tugas-tugas pembantuan.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah. Lembaga Teknis Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga Teknis Daerah dapat berbentuk Badan, Kantor atau Rumah Sakit Umum Daerah.

Pasal 17 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 menyatakan bahwa Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Adapun menurut Pasal 18 ayat (1) dan (2) PP Nomor 41 Tahun 2007 Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah. Lurah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat oleh Bupati/Walikota atas usul camat. Lurah menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari

(10)

Bupati/Walikota, selain tugas berdasarkan pelimpahan dari Bupati/Walikota, lurah mempunyai tugas pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. Dalam melaksanakan tugasnya lurah bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi 26 urusan. Sedangkan yang menjadi urusan pilihan pemerintah daerah kabupaten/kota ada 8 urusan.

Melihat rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

(11)

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah yang termasuk penyelenggaraan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam implementasi penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektivitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.

(12)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan terdahulu, maka diambillah beberapa kesimpulan sebagai berikut :

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dengan mengingat begitu pentingnya pengaturan tentang organisasi perangkat daerah di Indonesia maka perlu kiranya menambah kajian ilmiah dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya masalah organisasi perangkat daerah sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan terlibat, dalam hal ini adalah keterlibatan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah berlaku setelah diundangkan pada tanggal 23 Juli 2007 Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 89. Organisasi merupakan gabungan beberapa kelompok kerja yang melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai tujuan, perangkat daerah kabupaten adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.

4.2 Saran

Setelah penulis memaparkan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka sebagai bahan masukan berikut ini penulis memberikan beberapa saran :

Dengan pelaksanaan desentralisasi pemerintahan dan organisasi perangat daerah di Indonesia diharapkan dapat terwujudnya administrasi pemerintahan yang efisien melalui sistem pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang disebabkan kepadanya, dengan demikian pemerintah daerah tidak sekedar melaksanakan ketentuan dari pusat tetapi membuat rencana, melaksanakan, mengendalikan, dan mengawasinya sendiri.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Agussalim Andi Gadjong. Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum. Cet.1. Bogor: Ghalia Indonesia, 2007.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.

Amrah Muslimin. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah.Bandung: Alumni, 1982 Bambang Yudoyono. Otonomi Derah: Desentralisasi dan Pengembangan Sumber

Daya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD.Cet.2 Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 2001.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Modul Hukum administrasi Negara. Cet.2. Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.

Faisal Akbar Nasution. Pemerintah Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli

daerah. Cet.1.Jakarta: sofmedia,2009.

Hanif Nurcholis. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi derah. Cet.2 (Revisi). Jakarta: PT.Grasindo, 2007.

HAW. Widjaja. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Cet.3. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004.

Juanda. Hukum Pemerintahan Daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan

(14)

Koirudin. Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia: Format Masa Depan

Otonomi Menuju Kemandirian Daerah. Cet.1. Malang : Averroes Press,2005.

Mitfah Thoha. Birokrasi Pemerintahan Indonesia di Era Reformasi. Cet.1. Jakarta: kencana, 2008.Mirian Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Cet.2. Jakarta: PT,Gramedia Pustaka Utama,2008.

M.Solly Lubis. Hukum Tata Negara. Cet.7. Bandung: mandar Maju, 2008. Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001

Soehino. Ilmu Negara. Edisi 2, Cet.1. Yogyakarta: Liberty, 1986.

Soerjono Soekamto.Pengantar penelitian hukum. Cet.3. Jakarta: UI Press, 1986.

Sujamto. Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia . cet.1. Jakarta: Bina aksara, 1988.

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi

Referensi

Dokumen terkait

Undangan telah dikirimkan melalui e-mail ke masing-masing calon penyedia Barang/Jasa. KARYA

Adanya peningkatan secara populasi tersebut mengindikasikan transfer daya tahan terhadap KHV antar populasi ikan mas rajadanu hasil seleksi dapat berjalan dengan

Kenyamanan suhu ruangan, cahaya yang memadai, bebas debu, serta peralatan kerja yang ergonomik akan menciptakankan lingkungan kerja yang kondusif dan membentuk tenaga

Berada dalam naungan Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum, Divisi Human Capital Strategy and Policy (HCSP), Divisi Human Capital Services (HCS), Unit Jasa Marga Development Center

Berdasarkan Peraturan Sekretaris Kabinet Nomor 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Kabinet sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Penelitian ini secara praktis dapat memberikan informasi terhadap masyarakat tentang kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia terhadap konflik yang terjadi

Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu prasyarat untuk memenuhi persyaratan akademis dalam rangka meraih gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Informatika,

[r]