• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Kesehatan Terumbu Karang, Biomassa Ikan, Kelimpahan Ikan, Taman Nasional Komodo. *) Penulis penanggung jawab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Kesehatan Terumbu Karang, Biomassa Ikan, Kelimpahan Ikan, Taman Nasional Komodo. *) Penulis penanggung jawab"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Pengaruh Kesehatan Terumbu Karang Terhadap Kelimpahan dan Biomassa Ikan Ekonomis dan Ikan Herbivora di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur

Mochamad Iqbal Herwata Putra, Teo Andri Saputra , Julian Saputra *)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698

email: iqbalherwata@gmail.com Abstrak

Studi pengaruh kesehatan terumbu karang terhadap kelimpahan dan biomassa ikan ekonomis dan ikan herbivora di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat pada tahun 2013 dilakukan agar mendapatkan gambaran kesehatan terumbu karang, kondisi perikanan ekonomis dan ikan herbivora yang merupakan indikator kesehatan terumbu karang di kabupaten manggarai barat. Materi penelitian adalah karang, ikan ekonomis , ikan herbivora, invertebrata, dan dampak kerusakan. Penelitian dilakukan di 16 titik yang meliputi 3 pulau besar yaitu pulau komodo, rinca dan padar yang dipilih dengan metode stratified random sampling. Seleksi site juga memperhatikan wilayah terumbu karang yang terbuka (exposed), dan terlindungi (sheltered). Metode pengambilan data substrat dilakukan dengan menggunakan metode PIT sepanjang 150 meter dan estimasi tutupan sejajar garis pantai. Pengambilan data ikan menggunakan metode transek sabuk (belt transect) sepanjang 150 meter sejajar garis pantai dengan menghitung jumlah ikan yang ditemui dan estimasi panjang total ikan serta dilanjutkan dengan longswim. Hasil Penelitian menunjukan terdapat 40 spesies ikan, tersusun dari 11 famili. Famili dengan kelimpahan terbanyak untuk ikan ekonomis adalah Lutjanidae sebanyak 245 individu dan untuk ikan herbivora adalah Acanthuridae sebanyak 160 individu. Biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis tertinggi berada di site Bongkahan Batu 745,6740821 Biomass/ha (kg) dan kelimpahannya 2331,136364 Density/ha dengan komposisi substrat HCL 13 %, SC 19,33 %, OT 45,67 %, RB 22 %, sedangkan untuk biomassa ikan herbivora tertinggi berada di site Pulau Kambing 277,3366697 Biomass/ha (kg) dengan komposisi substrat HCL 4,667 %, SC 4,333 %, OT 10,333 %, RB 80,667 %,dan kelimpahan ikan herbivora tertinggi berada di site Bongkahan Batu 1145 Density/ha. Biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis tertinggi di Bongkahan Batu di duga dipengaruhi keragaman komposisi substrat karena spesies yang berlimpah adalah Lutjanus Kasmira yang termasuk kelompok omnivora sehingga makananya berlimpah, sedangkan untuk biomassa dan kelimpahan ikan herbivora tertinggi di duga pengaruh melimpahnya alga yang merupakan makanan ikan herbivor.

Kata Kunci : Kesehatan Terumbu Karang, Biomassa Ikan, Kelimpahan Ikan, Taman Nasional Komodo *) Penulis penanggung jawab

(2)

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, dengan jumlah pulau terbanyak (± 13.000) (KKP, 2010). Sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang tersebar dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Potensi ikan karang Indonesia cukup besar

yaitu 30 – 50 juta ekor per tahun (Dwiponggo,

1990). Naamin dan Sumiono (1985)

memperkirakan bahwa potensi lestari sumber daya ikan karang sebesar 48.098 ton per tahun. Namun dengan kondisi perairan Indonesia yang

mempunyai tingkat biodiversitas tinggi

mendorong nelayan untuk melakukan

penangkapan dalam jumlah yang banyak, sehingga terjadi over exploitasi khususnya ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti kerapu (Pet, et al., 2005).

Manggarai Barat merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Manggarai, Provinsi

NTT dengan luas wilayah daratan 2927,50 km 2

dan wilayah laut sebesar 7.052,97 km 2 ,dimana

terdapat sekitar 264 pulau baik itu besar maupun itu kecil. Perairan di Kab. Manggarai Barat

terbagi dalam dua kawasan. Total luas

keseluruhan 1.817 km 2 dengan Luas Taman

Daratan sekitar 603 km2 (60,300 ha) dan luas

taman laut sekitar 1.214 km2 (121,400 ha) termasuk dalam kawasan yang di kelola oleh Taman Nasional Komodo. Secara geografis, Manggarai Barat terletak diantara 8’LU – 8.30’LS dan 119.30’ BT –120.30’ BT. Batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan provinsi NTB, sebelah timur berbatasan dengan Kab.Manggarai, Sebelah selatan berbatasan

dengan Laut Sawu, dan Sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Flores.

Taman Nasional Komodo merupakan daerah pesisir dan kepulauan yang mempunyai karakteristik laut yang unik berupa selat-selat kecil yang berarus kuat, dengan kekayaan sumberdaya perairan yang tinggi. Namun, sumberdaya perairan Taman Nasional Komodo

mulai terancam karena adanya praktek

pemanfaatan perikanan yang tidak ramah

lingkungan seperti penggunaan bom dan potas sehingga dapat merusak lingkungan, dan yang sangat terkena dampaknya adalah terumbu

karang. Salah satu upaya yang dapat

dilaksanakan untuk mempertahankan kekayaan

keanekaragaman hayati terutama sektor

perikanan di Taman Nasional Komodo, Efektifitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

bisa diukur melalui monitoring. Monitoring

sumberdaya alam termasuk kegiatan koleksi dan

analisis terhadap hasil pengamatan atau

pengukuran yang diambil secara berulang-ulang untuk mengevaluasi perubahan kondisi dan kemajuan ke arah pencapaian tujuan (Elzinga et al,1998)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kesehatan terumbu karang terhadap biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis dan herbivora, sehingga dapat dijadikan acuan untuk

pengambilan kebijakan dalam pengelolaan

kawasan di Taman Nasional Komodo Materi dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 – 10 April 2013 di 16 site dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling untuk

dijadikan site survei. Seleksi site juga

memperhatikan wilayah terumbu karang yang terbuka (exposed), atau terlindungi (sheltered).

Pada titik yang sudah pernah dilakukan

(3)

reefs in and around Komodo National Park 2005)

tidak dilakukan pendataan lagi. Jumlah titik yang terpilih menjadi site survei adalah 16 titik yang mewakili 3 pulau yang berbeda.Namun dalam survei ini jumlah titik yang disurvei hanya sejumlah 16 titik yang masuk ke dalam kawasan Taman nasional Komodo.

Gambar 1. Peta Cakupan Area survei Pengambilan data kesehatan terumbu karang (reef health) menggunakan dua metode, yakni metode estimasi tutupan substrat dan Poin

Intersept Transect (PIT). Estimasi tutupan

substrat dilakukan pada kedalaman 4 - 12 meter. Pengamat empat kali berenang setiap lima menit, mencakup jarak sekitar 50 - 100 m Setelah masing-masing pengamat berenang selama lima menit, pengamat mencatat perkiraan untuk cakupan persentase setiap kategori benthos, mengestimasikan empat cakupan perkiraan pada satu site dan per site survei

Metode PIT digunakan untuk mengukur tutupan invertebrata bentik yang menetap (Hill dan Wilkinson 2004). Metode ini dilakukan dengan cara membentangkan transect (roll meter) sejajar dengan garis pantai di kedalaman

10 meter. Pengamat mencatat bentuk

pertumbuhan karang yang berada tepat di bawah transect dengan interval 0,5 meter sepanjang transek. Dalam mendapatkan persentase tutupan terumbu karang digunakan rumus:

Jumlah titik dalam kategori % Tutupan = --- x 100%

Total jumlah titik dalam transek

Dengan mengikuti standar pengkatogerian persen tutupan karang hidup berdasarkan KEP04/MENLH/02/2001,yaitu 0-24,9% = buruk, 25-49,9% = sedang, 50-74,9% = baik, dan 75-100% = sangat baik.

Estimasi tutupan substrat yang terbagi dari Hard coral life, Soft Coral, Other dan Rubble yang terbagi 4 segmen kemudian diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

S1+S2+S3+ S 4 % Tutupan = ---

4

Rumus diatas digunakan untuk

menentukan kategori presentase tutupan

substrat baik Hard coral life, Soft Coral, Other dan Rubble di site yang telah dilakukan monitoring dengan menggunakan metode estimasi tutupan

Analisis kesehatan terumbu karang akibat aktivitas perikanan dengan menggunakan metode

Reef Check Echodiver. Salah satu indikator

kesehatan terumbu karang pada metode ini adalah indikasi ada tidaknya pecahan karang (rubble) yang disebabkan oleh pemboman, jaring

penangkap ikan (fish nets), penggunaan

sianida,dan Boat/Anchor akibat jangkar nelayan.

Pengambilan data ikan karang

menggunakan belt transek. Yaitu transek garis dengan dimensi pengamatan 2,5 meter ke kanan dan ke kiri serta 5 meter ke atas. Kemudian mencatat kelimpahan jenis ikan tingkat spesies dan ukurannya dengan metode “Visual Census” dengan cara mencacah seluruh objek di sepanjang garis transek tersebut. Panjang garis transek mengikuti transek pada karang (S. English, C. Wilkinson and V. Baker, 1994).

Transek sabuk dikombinasikan dengan metode long swim, Pada saat kedua pengamat

(4)

ikan telah mencapai bagian yang paling akhir dari meteran transek 5 x 50 m. Metode long swim

terdiri dari 20 menit berenang pada kecepatan berenang standar (sekitar 20 m per menit) secara

paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada kedalaman sekitar 3-5 m di depan terumbu (di bawah tubir, sehingga memungkinkan untuk memantau secara serempak di daerah tubir, rataan dan lereng terumbu di mana jenis yang lebih besar muncul di situ). Semua individu jenis yang berukuran besar (>35 cm TL).dihitung dan ukuran mereka diestimasi di sepanjang areal 20 m. Ukuran transek yang optimal adalah 400 m x 20 m. Dalam menggunakan metode ini, hal yang sangat penting adalah jarak yang dilalui dicatat secara akurat dan minimal panjangnya adalah 400 m.

Jumlah individu per unit sampling Kelimpahan per hektar = ---x 10.000

Luasan unit sampling dalam m2

Nilai biomassa dilakukan melalui

perhitungan hubungan panjang-berat yang

diketahui untuk setiap jenis ikan dengan

menggunakan rumus: W = aLb ( Kulbickiet al,

2005) Di mana: W = berat ikan dalam gram (g); L = panjang ikan (fork length) dalam cm; a dan b = nilai konstanta

setiap jenis Nilai rata-rata biomassa dihitung untuk setiap metode menggunakan rumus:

W1 + W2 + ... + Wn Biomassa per hektar = ---x 10.000

Unit sampling dalam m2

Dimana W1,2,n adalah biomassa per 1 ekor ikan target

Pengambilan data invertebrata indikator menggunakan belt transek. Yaitu transek garis dengan dimensi pengamatan 2,5 meter ke kanan dan ke kiri. Kemudian mencatat semua jenis invertebrata indikator berdasarkan metode Reef

Check Ecodiver yang terdapat dalam

transek.Panjang garis transek mengikuti transek pada karang.Indikator invertebrata yang di ambil datanya meliputi invertebrata Banded Coral

Shrimp, Diadema Urchin, Pencil Urchin, Collector Urchin, Edible Sea Cucumber,Crown of Thorns, Triton, Lobster, Giant Clam.

Pengukuran arus dengan metode

lagrange. Pengukuran biasanya dilakukan dari

dua tempat di pantai yang berbeda posisinya sudah diketahui, sementara itu pelampung dilepaskan ditengah laut. Untuk interval waktu tertentu posisi pelampung diukur dari kedua waktu tersebut sehingga pergerakan dapat

diamati dan dicatat.Kecepatan lagrange

ditentukan dari :

=

Pengukuran suhu permukaan dilakukan dengan cara insitu menggunakan termometer yang dicelupkan ke permukaan perairan dan dilakukan 3 kali pengulangan. kemudian di rata-rata kan untuk mendapatkan nilai suhu.

Pengukuran salinitas permukaan perairan

dilakukan dengan menggunakan alat

refraktometer dengan mengkalibrasi terlebih

dahulu dengan aquades. Setelah itu kemudian ambil sampel air laut dengan menggunakan pipet dan teteskan di tempat sample nya kemudian cari tempat yang kondisi cahayanya cerah untuk b isa membaca kadar salinitas di skala refraktometer, dan dilakukan 3 kali pengulangan kemudian di rata-rata kan untuk mendapatkan nilai salinitas.

Pengukuran kecerahan perairan dilakukan dengan alat secchi disk dengan yang di beri pemberat agar jatuh ke perairan tegak lurus. Catat kedalaman total terlebih dahulu. Kemudian catat H total nya. H1 didapatkan dari pecelupan secchi disk awal dan amati sampai secchi disk itu sudah tak terlihat kemudian catat panjang tali dari permukaan air ke secchi disk. Tarik kembali

(5)

secchi disk ke atas hingga terlihat kembali dan catat panjangnya sebagai nilai H2.H2 di hitung agar mengurangi tingkat eror pada pengamat. Kemudaian hitung kecerahannya dengan rumus :

Hasil dan Pembahasan

Dari 16 site yang di amati menggunakan metode time swim di 12 site. Dengan mengikuti standar pengkatogerian persen tutupan karang hidup berdasarkan KEP-04 /MENLH/02/2001, yaitu 0-24,9% = buruk, 25-49,9% = sedang, 50-74,9% = baik, dan 75-100% = sangat baik. Dari 12 titik yang di survey, 12 site mendapat kategori buruk yaitu Manta Alley, Toro Jerman, Padar Kecil, Ngarai Lili Laut, Canibal Rock, Bongkahan

Batu, Padar Selatan, sedangkan 4 site

dikategorikan sedang yaitu Cristal Rock, Shot Gun, Tatawa Kecil, Loh Namo, dan 1 site dikategorikan baik yaitu batu bolong.

Gambar 2. Diagram batang Tutupan karang dengan menggunakan estimasi penutupan

Pada 5 site (Batu Bolong, Shot Gun, Tatawa Kecil, Crystal Rock dan Loh Namo) dengan persen tutupan karang tertinggi terletak pada tipe terumbu terbuka (exposed), yang artinya bahwa sirkulasi air laut pada tempat tersebut cenderung baik yang memungkinkan banyaknya suplai nutrien. Pada tutupan karang

tertinggi yaitu batu bolong (72,50%) tidak di

temukan aktivitas perikanan dengan

menggunakan bom maupun aktivitas pariwisata (jangkar).

Sedangkan Pada 7 lokasi lainnya yang berkategori buruk, 5 di antaranya adalah tipe terumbu tertutup (shelter), dapat diduga bahwa asupan nutriennya sedikit. Pada 2 lokasi yang lain yaitu, toro jerman dan padar selatan adalah tipe terumbu terbuka (exposed), akan tetapi di temukan adanya indikasi aktivitas nelayan yang menggunakan bom, hal itu dapat di lihat dari hasil pengamatan impact (dampak).

Gambar 3. Indeks kehadiran substrat dengan metode PIT.

Untuk 4 site lain yang diamati, digunakan metode PIT (Point Intercept Transect) pada 4 lokasi yaitu karang Makassar, tatawa besar, pantai merah, dan pulau kambing. Dari keempat site tersebut 2 diantaranya dapat dikategorikan sedang yaitu karang Makassar (37%) dan tatawa besar (47,6%). Pada lokasi karang Makassar di temukan aktivitas pariwisata (jangkar) tingkat medium. Dua lokasi lainnya yaitu pantai merah (5%) dan pulau kambing (4,6%) masuk kedalam kategori buruk karena pada 2 lokasi tersebut selain lokasinya yang tertutup (shelter) banyak di temukan aktivitas pariwisata (jangkar), perikanan (bom dan pukat harimau) hal tersebut di buktikan dengan penemuan bekas jaring nelayan.

Dari keseluruhan site dapat disimpulkan bahwa daerah terumbu terbuka (exposed) lebih baik daripada daerah terumbu tertutup (shelter). Selain dari kedua kondisi tersebut disimpulkan

(6)

juga daerah utara memiliki tutupan karang yang lebih baik dari selatan, hal ini disebabkan karena adanya aktivitas nelayan yang menggunakan bom

Tabel 1. Penutupan karang keras di 3 pulau Keanekaragaman karang lunak dan biota bentik lainnya merupakan salah satu indikator kesehatan karang. Namun demikian, terlalu mendominasinya kategori ini bisa jadi indikator yang kurang bagus. karena karang lunak dan biota bentik lain bisa menjadi kompetitor pertumbuhan karang keras hidup. Lokasi dengan tutupan karang lunak dan biota bentik lainnya yang terlalu tinggi biasanya menjadi indikasi degradasi atau suatu lokasi sedang mengalami pemulihan.

Secara keseluruhan dari monitoring 16

site, site padar kecil di dominasi oleh

pertumbuhan karang lunak (soft coral) yaitu 60%. Dapat di simpulkan disini bahwa site padar kecil merupakan site yang paling besar melakukan pemulihan lokasi. Apabila hal ini terus terjadi maka pertumbuhan karang keras akan kalah berkompetisi dan site padar kecil akan di

dominasi oleh pertumbuhan karang lunak

sehingga kelimpahan ikan di site tersebut akan kecil karena tidak ada tempat pelindungan untuk ikan.

Berbeda dengan site yang sudah di dominasi oleh pertumbuhan karang keras yaitu batu bolong, dengan pertumbuhan karang keras 72,50% dengan banyaknya pertumbuhan karang keras maka banyak pula tempat perlindungan bagi ikan karang.

Tabel 2. Tabel kemunculan Invertebrata di semua site

Dari 16 site yang di monitoring kelimpahan invertebrate terbanyak adalah di site Padar Selatan dimana terjadi blooming bulu babi (Diadema urchin) yang berjumlah 50,67 per-transek. Diadema urchin menjadi indicator tercemarnya suatu perairan diduga disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara kimia maupun fisis, seperti pembuangan sampah sembarangan. Pengaruhnya dapat dilihat pada rendahnya presentase tutupan karang hidup (hard coral life) di Padar Selatan yang dikategorikan buruk (2,33%). Selain itu lobster dan sea cucumber juga ditemukan lumayan banyak di Padar selatan,

dengan jumlah masing – masing 2,33 dan 1,67

per-transek, merupakan indikasi yang bagus untuk pemulihan terumbu.

Dari 16 site monitoring, dengan indeks kerusakan terparah dinilai dengan angka 3, impact yang paling parah terdapat di pulau Kambing dengan tingkat kerusakan karang akibat jangkar (1,33), akibat penggunaan pukat yang merusak (2,33), juga ditemukan sampah general disekitar site (2), jaring nelayan (0,33), dan ditemukan juga coral disease (0,67). Akibat impact yang parah ini menyebabkan tutupan karang hidup di pulau Kambing menjadi rendah (4,67%). Meskipun begitu, dengan keberadaan

Banded coral shrimp 3,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Diadema urchin 6,67 9,00 5,67 0,67 2,00 2,00 50,67 1,67 Pencil urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Collector urchin 2,33 2,67 0,00 0,00 1,67 0,00 0,67 0,00 Sea cucumber 0,00 0,00 0,67 0,00 2,67 1,00 2,33 0,00 Crown-of-thorns 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 Triton 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lobster 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 1,67 1,00 clam 0,33 0,00 0,67 0,67 0,00 0,67 0,33 0,33 Banded coral shrimp 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Diadema urchin 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 3,00 0,33 1,67 Pencil urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Collector urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sea cucumber 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 3,00 0,00 Crown-of-thorns 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Triton 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lobster 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 clam 0,33 0,67 0,67 0,67 0,00 0,00 0,33 0,33

(7)

makroalgae yang melimpah menyebabkan

banyak ditemukan ikan herbivore 277,33

biomass/ha (kg).

Tabel 3. Dampak kerusakan di setiap site

Untuk indeks impact yang paling rendah terdapat di Batu Bolong yaitu hanya mengalami bleaching (0,33). Dengan sehatnya terumbu karang, di Batu Bolong dapat ditemukan hewan – hewan yang jarang terlihat seperti penyu yang berukuran sekitar 1,2 meter sedang mencari makan di sela – sela terumbu.

Gambar 4. Diagram batang Kecepatan Arus

Dari data arus yang di ambil daerah yang terbuka (expose) memiliki kecenderungan lebih kencang arus nya dibandingkan dengan daerah yang terlindung (shelterd) dikarenakan site monitoring tersebut berhadapan langsung dengan laut lepas, akan tetapi ditempat yang terbuka (expose) banyak ditemukan ikan pelagis seperti Giant Travelly, Blue Fin Travelly, Napoleon,dsb yang diduga memiliki banyak makanan dan tempat yang cocok untuk habitatnya.

Gambar 5. Grafik suhu

Data suhu yang di ambil diambil di 16 site monitoring yang memiliki tingkat suhu tertinggi di tatawa besar dan range suhu pada saat

monitoring dilakukan berkisar 28 – 32 ˚C range

suhu di taman nasional komodo ini masih bisa di toleransi.

Suharsono (1998) mengemukaan bahwa kisaran suhu yang masih dapat ditoleransi oleh karang berkisar antara 26–34° C. Nontji (1987) menjelaskan bahwa pertumbuhan karang akan mencapai puncaknya pada rentang suhu antara 25–30° C, namun pada keadaan ekstrem tertentu, dapat ditoleransi sampai kisaran suhu 36° C walau harus dalam waktu yang singkat saja

Gambar 6. Grafik salinitas

Salinitas di 16 site monitoring masih dikatakan dalam kondisi baik karena range nya masih 31.3 – 35 ppm. Salinitas di daerah terbuka memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tertutup. Dahuri (2003) mengemukakan bahwa banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar wilayah pesisir pada salinitas 30–35‰.).

Coral damage: Boat/Anchor 0,00 0,00 2,00 0,67 0,00 0,00 1,33 0,00

Coral damage: Dynamite 0,00 2,00 0,33 2,00 0,00 1,67 1,00 1,67

Coral damage: Other 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33 0,00

Trash: Fish nets 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Trash: General 0,67 1,67 0,00 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of coral population) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of colony) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 1,00 0,00

Coral Disease (% of coral affected if yes) 0,00 0,33 2,00 2,00 0,00 2,00 0,00 2,33

Coral damage: Boat/Anchor 0,33 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33

Coral damage: Dynamite 2,33 2,00 0,67 1,67 2,00 0,67 1,00 0,00

Coral damage: Other 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 2,33

Trash: Fish nets 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,33

Trash: General 0,00 0,00 1,00 0,33 0,00 0,33 0,00 2,00

Bleaching (% of coral population) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of colony) 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00

(8)

Gambar 7. Grafik Kecerahan

Perbedaan fluktuasi kecerahan pada stasiun penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain bahan terlarut yang berwarna (misalnya yang dikenal yellow substance benda-benda yang tersuspensi seperti lumpur zooplankton dan hanyutan dari daratan. Kecerahan perairan akan mencapai maksimal apabila angin yang bertiup tidak begitu kencang, kecepatan arus rendah

sehingga tidakterjadi pengadukan yang

menyebabkan air menjadi keruh (bonnell, 2003). Best et al., (1989) menyatakan bahwa perairan yang jernih sangat memengaruhi pertumbuhan

karang karena akan berpengaruh pada

kemampuan Zooxanthellae melakukan proses fotosintesis

Sutama (1986) mengemukakan bahwa apabila nilai kecerahan berada di bawah 10 meter, maka akan sangat mengganggu penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga pertumbuhan karang tidak optimum.

Merujuk dari yang dikemukakan oleh sutama (1986), kondisi kecerahan di site batu bolong yang memiliki kecerahan diatas 10 meter memiliki tutupan HCL (hard coral life) paling tinggi dengan nilai 72,50 %.

Gambar 8. Grafik total kelimpahan dan biomassa ikan ekonomis

Jumlah biomassa dan kelimpahan ikan

ekonomis paling tinggi adalah pada site

Bongkahan batu sebanyak 745,6740821

Biomass/ha (kg) dan kelimpahannya

2331,136364 Density/ha dan yang paling rendah terdapat pada site Toro Jerman sebanyak

1,687271134 Biomass/ha (kg) dan

kelimpahannya sebanyak 1,945525292

Density/ha, faktor yang mempengaruhi

perbedaan biomassa dan kelimpahan ikan

ekonomis di 16 site banyak faktornya,

diantaranya karena adanya pengaruh kesehatan terumbu karang , komposisi kondisi substrat, dan ketersedian sumber makanannya, meskipun prosentase karang keras hidup di Bongkahan Batu sebanyak 13 %, dan dikategorikan rendah akan tetapi komposisi substrat dan biota lainnya OT 45,67 % yang mengindikasikan substrat lainnya mengakibatkan sumber makanan bagi ikan ekonomis berlimpah.

.Sebagian besar site memiliki jumlah ikan ekonomis yang sedikit dan cenderung berukuran kecil yang diakibatkan aktifitas penangkapan

yang merusak dan kemungkinan menjadi

penyebab utama. Hal ini diperparah dengan rusaknya substrat yang menjadi habitat ikan

Dari data diatas perlu diadakan kegiatan

(9)

kemungkinan lokasi tersebut menjadi daerah pemijahan ikan. Dengan melindungi daerah-daerah yang menjadi daerah-daerah pemijahan ikan memungkinkan pemulihan kondisi perikanan dengan mekanisme spill over dan transport

larvae.

Gambar 9. Grafik total kelimpahan dan biomassa ikan herbivora

Dari 16 site yang memiliki tingkat kelimpahan ikan herbivora di atas rata-rata hanya 3 site yaitu di site Bongkahan batu, padar selatan

dan pulau Kambing hal ini disebabkan

melimpahnya asupan makanan bagi ikan

herbivora yang diperoleh dari ketersediaan makro alga yang melimpah sedangkan pada kelimpahan yang paling rendah yaitu disite toro jerman disebabkan oleh tingkat sedimentasi yang tinggi sehingga terumbu karang sangat sulit untuk tumbuh pada daerah ini dan menyebabkan jumlah keapadatan ikan herbivora sangat sedikit. Sedangkan untuk ikan-ikan ekonomis lebih dipengeruhi oleh arus yang membawa asupan nutrien lain bagi ikan-ikan tersebut.

Ikan-ikan herbivora merupakan kelompok ikan fungsional karena herbivora memainkan peran yang sangat penting bagi kesehatan dan daya pulih karang. Kehadiran ikan herbivora

membantu membersihkan substrat karang

penempelan bagi anakan dari alga epifit. Selain itu 2 dari 3 famili jenis ikan herbivora

(Acanthuridae dan Siganidae) juga merupakan

ikan target konsumsi.

Pulau kambing merupakan site yang memiliki tingkat biomassa ikan herbivora yang paling tinggi sebanyak 277,3366697 Biomass/ha (kg) dikarenakan pada daerah ini banyak sekali makro alga yang tumbuh disekitar daerah terumbu karang dan untuk arus sendiri tidak terlalu kuat karena pada daerah ini merupakan daerah tertutup (Shelter). Sedangkan untuk tingkat kelimpahan ikan herbivora tertinggi berada

di site Bongkahan Batu sebanyak 1145

Density/ha.

Dengan setengah lokasi terumbu karang yang diamati memiliki kelimpahan dan biomassa ikan herbivora yang rendah, tampak bahwa penangkapan ikan yang berlebih tidak hanya mentarget ikan ekonomis, namun juga herbivora.

Kondisi dimana herbivora yang rendah

merupakan hal tidak menguntungkan bagi proses rekrutmen dan pemulihan lokasi yang mengalami kerusakan karang. Herbivora berperan penting dalam menyediakan substrat bagi penempelen karang baru dengan mengkonsumsi alga yang menutupi permukaan substrat.Herbivora juga mengontrol pertumbuhan alga sehingga populasi alga tidak meningkat dan menjadi kompetitor bagi karang.

Kesemipulan

Hasil analisa data dan pengkategorian

berdasarkan keempat faktor (persentase karang keras hidup, persentase karang mati, dijumpai bahwa sebagian besar site berada dalam kondisi tutupan karang keras hidup dibawah 50 %. Penelitian Biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis tertinggi berada di site Bongkahan Batu

745,6740821 Biomass/ha (kg) dan

kelimpahannya 2331,136364 Density/ha

(10)

tertinggi berada di site Pulau Kambing 277,3366697 Biomass/ha (kg) dan kelimpahan ikan herbivora tertinggi berada di site Bongkahan Batu 1145 Density/ha. Biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis tertinggi di Bongkahan Batu di duga dipengaruhi keragaman komposisi substrat karena spesies yang berlimpah adalah Lutjanus

Kasmira yang termasuk kelompok omnivora

sehingga makananya berlimpah, sedangkan untuk biomassa dan kelimpahan ikan herbivora tertinggi di duga pengaruh melimpahnya alga yang merupakan makanan ikan herbivor.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan penuh dari berbagai partner.

Kami menyampaikan perhargaan

setinggitingginya kepada Balai Taman nasional

Komodo, Coral Triangle Center, Yayasan

Reefcheck Indonesia, WWF Indonesia, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Divemag, Dive indonesia.

PUSTAKA

Anton W, Purwanto, Gede R Wiadnyana, Barmawi, Peter J Mous.2006. Monitoring Kesehatan Karang Taman Nasional Wakatobi. Versi 2.0.TNC-WWF Program Bersama Wakatobi.

Clark, S. &Edwards, A.J. 1999.An evaluation of artificial reef structures as tools for marine rehabilitation in the Maldives.Aquatic Conservation: Marine Freshwater Ecosystems, 9 : 5-21 Harrington, L., Fabricius, K., De’ath, G., Negri, A.P., 2004. Recognition and selection of settlement substrata determine post-settlement survival in corals. Ecology 85, 3428–3437.

Hayward DC, Hetherington S, Behm CA, Grasso LC, Forêt S, et al. 2011 Differential Gene Expression at Coral Settlement and Metamorphosis - A Subtractive Hybridization Study. PLoS ONE 6(10): e26411. doi:10.1371/journal.pone.0026411

Khaifin & Prabuning, D. 2012. Laporan Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Flores Timur.

Kulbicki.M & Guillemot.N. 2005. A General Approach to Llength-Weight Relationship for New Caledonian Lagoon Fishes. Cybium, 29(3): 235-252

Obura David, Marshall Paul, Setiasih Naneng, Grimsditch Gabriel. 2008. Draft Manual IUCN CCCR Resilience assessment methodology: Resilience Assessment of coral reefs. IUCN – Climate Change and Coral Reefs.

Wilson J.R & Green.A.2009. Metode Pemantauan Biologi untuk Menilai Kesehatan Terumbu Karang dan Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia (terjemahan).Versi 1.0. Laporan TNC Indonesia Marine Program No1/09. 46 hal

Gambar

Gambar 1. Peta Cakupan Area survei  Pengambilan  data  kesehatan  terumbu  karang  (reef  health)  menggunakan  dua  metode,  yakni  metode  estimasi  tutupan  substrat  dan  Poin  Intersept  Transect  (PIT)
Gambar 2. Diagram batang Tutupan karang  dengan menggunakan estimasi penutupan
Tabel 1. Penutupan karang keras di 3 pulau  Keanekaragaman  karang  lunak  dan  biota  bentik  lainnya  merupakan  salah  satu  indikator  kesehatan  karang
Tabel 3. Dampak kerusakan di setiap site
+3

Referensi

Dokumen terkait

Level seroprevalensi HPAI subtipe H5 pada itik 3 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan level seroprevalensi HPAI subtipe H5 pada entok, yang mengindikasikan

Hasil kajian menunjukkan ciri anatomi ekologi tertentu yang hadir pada spesies hutan paya bakau seperti kehadiran lapisan kutikel tebal pada permukaan epidermis adaksial dan

Hasil belajar siswa menggunakan nilai post test dengan teknik analisis data statistik uji-t satu sampel (one sample t-test). Hasil penelitian ini menunjukan penuntun

Moewardi dengan asuhan memeriksa keadaan umum, memeriksa ikterik, kolaborasi dengan dokter SPA untuk dilakukan foto terapi, pemberian ASI 260 cc setiap 2 jam, jaga lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

• Degree of bodily arousal influences the intensity of emotion felt Schachter’s Theory Type Intensity Emotion (Fear) Perception (Interpretation of stimulus-- danger) Stimulus

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan respon emosi marah secara bermakna antara kelompok yang