• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR SINGKATAN... RESUME HASIL PEMERIKSAAN... 1 BAB I PENDAHULUAN Dasar Pemeriksaan...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR SINGKATAN... RESUME HASIL PEMERIKSAAN... 1 BAB I PENDAHULUAN Dasar Pemeriksaan..."

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

DAFTAR TABEL ... v 

DAFTAR SINGKATAN ... vi 

RESUME HASIL PEMERIKSAAN ... 1 

BAB I PENDAHULUAN ... 4 

1.1  Dasar Pemeriksaan ... 4 

1.2  Standar Pemeriksaan ... 4 

1.3  Jenis dan Tujuan Pemeriksaan... 4 

1.4  Sasaran Pemeriksaan ... 5 

1.5  Lingkup Pemeriksaan... 5 

1.6  Entitas yang Diperiksa ... 5 

1.7  Metodologi Pemeriksaan ... 6 

1.8  Jangka Waktu Pemeriksaan ... 6 

1.9  Cakupan Pemeriksaan ... 7 

BAB II GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN DANA DALAM RANGKA OTONOMI KHUSUS PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT ... 8 

2.1  Dasar Hukum Penyelenggaraan Dana Otonomi Khusus ... 8 

2.2  Latar Belakang Otonomi Khusus ... 9 

2.3  Kebijakan dan Mekanisme Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ... 10 

2.3.1  Kebijakan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ... 10 

2.3.2  Mekanisme Pengelolaan Dana Dalam Rangka Otonomi Khusus... 11 

2.4  Alokasi, Realisasi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus ... 12 

2.4.1  Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2002-2010 ... 12 

2.4.2  Alokasi Dana Otonomi Khusus pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 12 

BAB III HASIL PEMERIKSAAN ... 14 

3.1  Perencanaan ... 14 

3.1.1  Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Belum Didukung dengan Perangkat Peraturan yang Memadai ... 14 

3.1.2  Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Bidang Kesehatan dan Pendidikan Tidak Sesuai dengan Ketentuan ... 18 

3.1.3  Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Belum Menetapkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Memanfaatkan Dana Otonomi Khusus Secara Berkesinambungan ... 20 

(3)

ii

atau Pembayaran Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Sebesar Rp218.289.902.657,85 ... 27  3.2.3  Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Tidak Sesuai dengan Tujuan

Pembentukannya ... 31  3.2.4  Penyelesaian Pekerjaan Terlambat Namun Tidak Dikenakan Denda

Keterlambatan Sebesar Rp17.219.840.757,00 ... 35  3.2.5  Pemahalan Harga atas Pengadaan Barang dan Jasa Sebesar

Rp34.017.553.289,64 ... 37  3.2.6  Proses Pengadaan Barang/Jasa Melalui Dana Otonomi Khusus pada Enam

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Sebesar Rp326.292.096.146,00 Tidak Sesuai Ketentuan ... 40  3.2.7  Penggunaan Dana Otonomi Khusus Tidak Tepat Sasaran/Tidak Sesuai

dengan Peruntukan Senilai Rp248.005.929.414,00 pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat... 45  3.2.8  Pelaksanaan Kegiatan yang Didanai dari Dana Otonomi khusus

Terlambat/Terhambat Sebesar Rp122.912.979.851,14 pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat... 48  3.2.9  Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus Kurang Diterima Karena

Dipotong Langsung Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Papua untuk Pembayaran Tagihan Pihak III Sebesar Rp27.167.059.640,00 ... 51  3.3  Pertanggungjawaban dan Pemanfaatan ... 60 

3.3.1  Sisa Dana Otonomi Khusus pada Bendahara Pengeluaran Terlambat Disetor Sebesar Rp1.536.403.450,00 dan Sebesar Rp1.665.712.966,00 Tidak Disetorkan ke Kas Daerah/Negara ... 60  3.3.2  Pertanggungjawaban Realisasi Belanja Dana Otonomi Khusus Sebesar

Rp566.399.770.586,00 Tidak Dilengkapi dengan Bukti yang Lengkap dan Valid ... 63  3.3.3  Aset Hasil Pengadaan Barang Sebesar Rp158.664.640.099,00 Tidak

Dimanfaatkan ... 66  3.3.4  Belanja Bantuan Kepada Kabupaten/Kota untuk TA 2007 dan 2008 dengan

Nilai Total Aset Sebesar Rp148.071.773.040,00 Belum Dicatat oleh Pemerintah Daerah Penerima Bantuan ... 67  3.4  Evaluasi ... 69 

3.4.1  Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota Belum Seluruhnya Melaksanakan Evaluasi Kinerja dan Monitoring Terhadap Pelaksanaan Program dan Kegiatan Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat ... 69  3.4.2  Hasil Pemeriksaan Sebelumnya Belum Ditindaklanjuti Secara Optimal ... 74 

(4)

iii

Lampiran 1.a Lingkup Pemeriksaan Atas Dana Otonomi Khusus yang Dilakukan pada

Semester II Tahun 2010 dan Semester I Tahun 2011

Lampiran 1.b Lingkup Pemeriksaan Terkait Dana Otonomi Khusus yang Telah Dilakukan

Untuk Tahun Anggaran 2002 s.d. 2009 yang Dalam Proses Pemantauan Tindak Lanjut

Lampiran 2 Daftar Entitas yang Diperiksa Sejak Tahun Anggaran 2002 S.D. 2010

Lampiran 3.a Pembandingan Antara Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus dengan

Realisasi Penerimaan Secara Keseluruhan (2002 s.d. 2010)

Lampiran 3.b Perbandingan Antara Jumlah Keseluruhan Penerimaan Kabupaten/Kota

(APBD) dengan Dana Otonomi Khusus yang Diterima (Tahun 2007 s.d. 2009) pada 19 Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat

Lampiran 4.a Rincian Penggunaan Dana Otonomi Khusus oleh Pemerintah Daerah di

Provinsi Papua dalam Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan Ekonomi (pada 15 Pemerintah Daerah Sampling di Provinsi Papua Tahun 2007 s.d 2009)

Lampiran 4.b Rincian Penganggaran Dana Otonomi Khusus per Bidang oleh Pemerintah

Daerah di Provinsi Papua Barat dalam Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan Ekonomi (Pada 6 Pemerintah Daerah Termasuk Pemerintah Daerah yang Semula Masuk dalam Provinsi Papua) Selama Tahun 2004 s.d. 2009

Lampiran 5 Indeks Terkait Bidang Pendidikan

Lampiran 6 Rekapitulasi Belanja Langsung Masyarakat (Belanja Respek Dan Belanja

Bantuan Sosial ) Pada 15 Pemda di Wilayah Provinsi Papua dan 6 Pemda Di Wilayah Papua Barat (Untuk TA 2007 s.d. 2009)

Lampiran 7 Daftar Temuan Kegiatan yang Tidak Dilaksanakan (Fiktif) Melalui Dana

Otonomi Khusus di Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat TA 2008 S.D. 2010

Lampiran 8.a Rekapitulasi Kekurangan Volume pada Beberapa Kabupaten/Kota atas

Pekerjaan Dengan Sumber Dana Otonomi khusus

Lampiran 8.b Rekapitulasi Kelebihan Pembayaran pada Masing-Masing Kabupaten/ Kota

Lampiran 9 Daftar Temuan Kekurangan Volume Pekerjaan Hasil Pemeriksaan

Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Wilayah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2008 dan 2009

Lampiran 10 Daftar Temuan Kelebihan Pembayaran Dana Otonomi Khusus di Wilayah

Provinsi Papua dan Papua Barat TA 2008 s.d. 2010

Lampiran 11.a Daftar Tindak Lanjut atas Temuan Kekurangan Volume Pemeriksaan TA

2003 s.d. 2009

Lampiran 11.b Daftar Tindak Lanjut atas Kelebihan Pembayaran Pemeriksaan TA 2005 s.d.

2009

Lampiran 12 Denda Keterlambatan Pada Pemerintah Daerah di Wilayah Provinsi Papua

dan Papua Barat

Lampiran 13 Rekapitulasi Denda Keterlambatan/Kekurangan Penerimaan yang Belum

(5)

iv

Lampiran 15 Lampiran Tindak Lanjut Pemahalan

Lampiran 16 Rekap Tindak Lanjut atas Temuan Penggunaan Dana Otonomi Khusus

Tidak Tepat Sasaran

Lampiran 17 Daftar Temuan Tindak Lanjut Pelaksanaan Kegiatan yang Didanai dari

Dana Otonomi Khusus Terlambat/Terhambat

Lampiran 18 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Fisik

Lampiran 19 Perhitungan PPN dan PPh yang Tidak Dipotong Dalam Pencairan

Pembayaran

Lampiran 20 Perhitungan Kekurangan Volume Fisik Pada Pemeriksaan Fisik Tahun 2004

Setelah Dilakukan Perhitungan atas Pajak (PPN)

Lampiran 21 Rekapitulasi Status Tindaklanjut Temuan Terkait Sisa Anggaran Dana

Otonomi Khusus yang Masih Dikuasai Bendahara Pengeluaran pada Akhir Tahun Anggaran

Lampiran 22 Daftar Pertanggungjawaban Tidak Didukung Bukti yang Valid dan Lengkap

yang Ditemukan pada Pemeriksaan Semester II Tahun 2010 dan Semester I Tahun 2011

Lampiran 23 Rekapitulasi Status Tindak Lanjut Temuan Terkait Pertanggungjawaban

yang Tidak Lengkap dan Tidak Valid

Lampiran 24 Hasil Pengadaan yang Belum/Tidak Dimanfaatkan Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Semester II Tahun 2010 dan Semester I Tahun 2011

Lampiran 25 Rekapitulasi Status Tindak Lanjut Temuan Terkait Hasil Pengadaan yang

Belum Dimanfaatkan

Lampiran 26 Daftar Rekapitulasi Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (DRTLHP)

Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2002-2009 pada Pemerintah Daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat per 31 Desember 2010

(6)

v

Tabel 2.1 Penetapan dan Realisasi Penyaluran Dana Otonomi khusus 2% DAU dan

Tambahan Infrastruktur

Tabel 2.2 Pembagian Dana Otonomi Khusus antara Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota

Tabel 3.1 Rekapitulasi Permasalahan Kelebihan Pembayaran

Tabel 3.2 Dana Otonomi Khusus yang Didepositokan

Tabel 3.3 Rekapitulasi Pembentukan Dana Cadangan

Tabel 3.4 Realisasi Dana Infrastruktur untuk Kegiatan yang Tidak Terkait Penyediaan

Infrastruktur

Tabel 3.5 Daftar Daerah yang Pelaksanaannya Terlambat/Terhambat

Tabel 3.6 Alokasi Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus pada

Kabupaten Raja Ampat Tahun 2004 – 2007

Tabel 3.7 Sisa Dana Otonomi khusus Telah Direalisasikan Namun Masih Dikuasai

(7)

vi

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAST : Berita Acara Serah Terima

BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BLM : Bantuan Langsung Masyarakat

BMN/D : Barang Milik Negara/Daerah

BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

BPK RI : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

BPS : Badan Pusat Statistik

DAU : Dana Alokasi Umum

DED : Detail Enginering Design

DPRP : Dewan Perwakilan Rakyat Papua

DP2KA : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

HPS : harga perkiraan sendiri

Keppres : Keputusan Presiden

LHP : Laporan Hasil Pemeriksaa

LK : Laporan Keuangan

LRA : Laporan Realisasi Anggaran

MRP : Majelis Rakyat Papua

Otsus : Otonomi Khusus

PAD : Pendapatan Asli Daerah

Perdasi : Peraturan Daerah Provinsi

Perdasus : Peraturan Daerah Khusus

PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro

PMK : Peraturan Menteri Keuangan

PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PP : Peraturan Pemerintah

PPTK : Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

PPN : Pajak Pertambahan Nilai

PSAP : Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah

PT : Perseroan Terbatas

RAB : Rencana Anggaran Biaya

RD : Rencana Definitif

RESPEK : Rencana Strategi Pembangunan Kampung

RKS : Rincian Kerja dan Syarat-syarat

SAP : Standar Akuntansi Pemerintah

(8)

vii

SPPD : Surat Perintah Perjalanan Dinas

SPI : Sistem Pengendalian Intern

SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

SSP : Surat Setoran Pajak

TA : Tahun Anggaran

TAP MPR : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

TAYL : Tahun Anggaran Yang Lalu

(9)

1

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RESUME HASIL PEMERIKSAAN ATAS

PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA OTONOMI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2002 S.D 2010

PADA PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT

Pengguna Laporan, Dewan Perwakilan Rakyat RI

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2002 s.d. 2010 pada Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk:

1. Menilai apakah sistem pengendalian intern (SPI) dirancang dan dilaksanakan secara memadai;

2. Menilai apakah kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat atas pengelolaan dana otonomi khusus TA 2002 s.d. 2010 telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Mengetahui apakah dana otonomi khusus yang ditransfer dari Pemerintah Pusat ke Provinsi Papua dan Papua Barat telah tepat jumlah, tepat waktu dan tepat rekening; 4. Menilai apakah penggunaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus telah

sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Menilai apakah terdapat temuan-temuan yang berulang dan belum ditindaklanjuti pada tahun sebelumnya.

Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Otonomi Khusus tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang ditetapkan oleh BPK, yang meliputi prosedur-prosedur yang kami pandang perlu sesuai dengan keadaan. Untuk mencapai tujuan pemeriksaan di atas, pemeriksaan diarahkan pada penerimaan dana otonomi khusus, proses penyaluran dan penggunaan dana otonomi khusus, serta proses pelaporan dan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana yang bersumber dari dana otonomi khusus tahun anggaran 2002 s.d. 2010.

Temuan-temuan signifikan dari hasil pemeriksaan sebagai berikut:

1) Pengelolaan dana otonomi khusus belum didukung perangkat peraturan yang memadai berupa peraturan daerah khusus dan peraturan pemerintah untuk mengimplementasikan UU No.21 Tahun 2001.

(10)

2) Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk bidang kesehatan dan pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan tidak tercapainya prioritas pembangunan dana otonomi khusus di bidang pendidikan dan kesehatan.

3) Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat belum menyusun Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Memanfaatkan Dana Otonomi Khusus Secara Berkesinambungan. Hal ini mengakibatkan perkembangan pencapaian tujuan Otonomi Khusus belum dapat diukur baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

4) Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan dana otonomi khusus meliputi: (1) Terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) bersumber dana otonomi

khusus sebesar Rp28.943.197.224,00;

(2) Terdapat kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp218.289.893.659,37;

(3) Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Tidak Sesuai Dengan Tujuan Pembentukannya, yaitu dalam bentuk pendepositoan dana otonomi khusus dan pembentukan dana cadangan yang menyimpang dari ketentuan Sebesar Rp2.350.000.000.000,00

(4) Penyelesaian Pekerjaan Terlambat Tidak Dikenakan Denda Keterlambatan Sebesar Rp17.219.840.757,00

(5) Pemahalan Harga atas Pengadaan Barang dan Jasa Sebesar Rp34.017.553.289,64 (6) Proses Pengadaan Barang/Jasa Melalui Dana Otonomi Khusus pada Enam

Pemerintah Daerah Sebesar Rp326.292.096.146,00 Tidak Sesuai Ketentuan (7) Penggunaan Dana Otonomi Khusus Tidak Tepat Sasaran/Tidak Sesuai dengan

Peruntukan sebesar Rp262.329.394.414,00

(8) Pelaksanaan Kegiatan yang Didanai dari Dana Otonomi Khusus Terlambat/ Terhambat Sebesar Rp122.912.979.851,14

(9) Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus Kurang Diterima Karena Dipotong Langsung Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Papua Untuk Pembayaran Tagihan Pihak III Sebesar Rp27.167.059.640,00.

5) Pertanggungjawaban Pengeluaran Dana Otonomi Khusus Sebesar Rp566.399.770.586,00 tidak didukung dengan bukti yang lengkap dan valid.

6) Aset Hasil Pengadaan Barang sebesar Rp158.664.640.099,00 Belum/Tidak Dimanfaatkan.

7) Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota belum Melaksanakan Evaluasi Kinerja dan Monitoring terhadap Pelaksanaan Program dan Kegiatan Otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan pemeriksaan kami, temuan-temuan signifikan di atas menjadikan kami yakin bahwa pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus Tahun 2002 s.d. 2010, secara umum tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(11)

Berkaitan kepada pih rekomenda

dengan per hak-pihak ter asi dalam lap

rmasalahan-p rkait untuk poran ini. permasalahan melakukan l n di atas, langkah-lang J Penang NIP BPK RI m gkah perbaik Jakarta,14 Ap gung Jawab Abdul La P 195811301 merekomenda kan sesuai d pril 2011 b Pemeriksa atief 1979011001 asikan dengan aan,

(12)

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Dasar Pemeriksaan

Pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus Tahun Anggaran (TA) 2002 s.d. 2010 pada Provinsi Papua dan Papua Barat dilakukan berdasarkan:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, pasal 23F dan pasal 23G. 2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

6) Surat DPR RI Nomor PW.01/5367/DPR RI/VII/2010 tanggal 20 Juli 2010 mengenai permintaan Hasil Audit BPK RI atas Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dari tahun 2001 s.d. 2010.

1.2 Standar Pemeriksaan

Standar yang digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK RI Tahun 2007.

1.3 Jenis dan Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus TA 2002 s.d. 2010 pada Provinsi Papua dan Papua Barat adalah:

1) Menilai apakah sistem pengendalian intern (SPI) dalam pengelolaan dana otonomi khusus telah dirancang dan dilaksanakan secara memadai;

2) Menilai apakah kebijakan yang ditetapkan dalam rangka pengelolaan dana otonomi khusus telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) Mengetahui apakah dana otonomi khusus yang ditransfer dari Pemerintah Pusat ke Provinsi Papua dan Papua Barat serta penyaluran ke seluruh kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat telah tepat jumlah, tepat waktu dan tepat rekening;

4) Menilai apakah penggunaan, pertanggungjawaban, dan pemanfaatan hasil pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana otonomi khusus, telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) Menilai apakah terdapat temuan-temuan yang berulang dan belum ditindaklanjuti pada tahun sebelumnya.

(13)

1.4 Sasaran Pemeriksaan

Sasaran pemeriksaan meliputi pengujian pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus berkaitan dengan:

1) Perencanaan pengelolaan dana otonomi khusus;

2) Penerimaan dan penyaluran dana otonomi khusus, terkait ketepatan jumlah dan waktu; 3) Penggunaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus, terkait dengan ketertiban

dan kepatuhan serta ekonomis, efisiensi, dan efektivitas; dan 4) Pelaporan pengelolaan dana otonomi khusus.

1.5 Lingkup Pemeriksaan

Objek yang diperiksa yang selanjutnya disebut sebagai dana otonomi khusus dalam laporan ini adalah dana otonomi khusus menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada:

1) Pasal 34 angka (3) huruf e: penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi khusus yang besarnya serta dengan 2% (dua persen) dari plafon dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; 2) Pasal 34 angka (3) huruf f: dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi

khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Pronvinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

Lingkup pemeriksaan meliputi:

1) Penerimaan dana otonomi khusus pada Provinsi Papua TA 2007 s.d 2010 dan pada Provinsi Papua Barat TA 2008 s.d. 2010;

2) Belanja daerah yang dibiayai dari dana otonomi khusus pada Provinsi Papua TA 2007 s.d. 2010 dan pada Provinsi Papua Barat TA 2008 s.d 2010; dan

3) Pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan dana otonomi khusus TA 2002 s.d. 2009.

Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

1.6 Entitas yang Diperiksa

Entitas yang diperiksa adalah 15 Pemerintah Daerah pada Provinsi Papua dan enam pemerintah daerah pada Provinsi Papua Barat. Sedangkan pemantauan tindaklanjut atas rekomendasi BPK RI dilakukan terhadap 19 pemerintah daerah di wilayah Provinsi Papua dan 10 pemerintah daerah di wilayah Provinsi Papua Barat. Rincian selengkapnya pada Lampiran 2.

(14)

1.7 Metodologi Pemeriksaan

Pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat meliputi perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan evaluasi. Pemeriksaan dilakukan dengan cara:

1) Uji petik atas dokumen-dokumen keuangan dan pengadaan barang dan jasa; 2) Konfirmasi kepada pihak-pihak yang terkait;

3) Pemeriksaan fisik atas hasil pengadaan barang/jasa; dan

4) Pengkajian hasil-hasil pemeriksaan TA 2002 s.d 2009 yang masih dalam pemantauan tindak lanjut, dan jika diperlukan dilakukan pendalaman.

Pemeriksaan dilakukan untuk menilai aspek-aspek sesuai tujuan pemeriksaan, dengan pendekatan sebagai berikut:

1) Pendekatan risiko

Metode yang diterapkan dalam melakukan pemeriksaan menggunakan pendekatan risiko yang didasarkan pada pemahaman dan pengujian efektivitas SPI atas penetapan alokasi, penerimaan dan penggunaan dana otonomi khusus.

2) Materialitas

Standar materialitas yang digunakan didasarkan pada pertimbangan atas dampak yang diakibatkan dari suatu penyimpangan. Penyimpangan yang mengandung unsur kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran hukum merupakan penyimpangan yang material.

3) Uji petik pemeriksaan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan pengujian secara uji petik atas unit-unit dalam populasi yang akan diuji. Kesimpulan pemeriksaan akan diperoleh berdasarkan hasil uji petik yang dijadikan dasar untuk menggambarkan kondisi dari populasinya. Dalam pemeriksaan ini, pemeriksa menggunakan metode non statistical sampling dengan memperhatikan kecukupan jumlah sampel yang dipilih baik dari segi nilai rupiah atau jenis kegiatannya.

4) Pelaporan

Setiap permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan telah dikomunikasikan dengan entitas yang diperiksa. Temuan pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan diberikan saran tindak perbaikan (rekomendasi) dan telah memperoleh tanggapan tertulis dari pihak yang diperiksa.

Pengkajian temuan-temuan tahun sebelumnya untuk mengidentifikasikan temuan berulang dan tindak lanjut hasil pemeriksaan sampai dengan semester II tahun 2010.

1.8 Jangka Waktu Pemeriksaan

(15)

1.9 Cakupan Pemeriksaan

Cakupan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat adalah sebesar Rp19.113.680.046.146,00 atau 66,27% dari keseluruhan penerimaan dana otonomi khusus TA 2002 s.d. 2010 pada Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp28.842.036.297.420,00.

(16)

8

BAB II

GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN DANA DALAM RANGKA OTONOMI KHUSUS PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT

2.1 Dasar Hukum Penyelenggaraan Dana Otonomi Khusus

Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat antara lain diselenggarakan berdasarkan:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008; 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan

Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Tahun Anggaran 2008;

5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.07/2009 tentang Alokasi Kekurangan Dana Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur Provinsi Papua Tahun Anggaran 2008;

6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2008 tentang Alokasi dana otonomi khusus provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta dana tambahan infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun Anggaran 2009;

7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.07/2009 tentang Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Serta Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2010;

8) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembagian Penerimaan Dalam Rangka Otonomi Khusus;

9) Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus Dalam Rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua TA 2007;

10) Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 45 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus Dalam Rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua TA 2008;

11) Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 52 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus Dalam Rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua TA 2009;

12) Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 198 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Kusus Provinsi Papua Tahun Anggaran 2010;

(17)

13) Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Bantuan Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Dana Infrastruktur Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota/Distrik/ Kampung;

14) Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 16 Tahun 2010 tentang Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2010;

15) Keputusan Gubernur Papua Nomor 140 Tahun 2009 tentang Pedoman, Lokasi dan Alokasi Pengelolaan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk Pembangunan Distrik, Kampung dan Kelurahan Melalui PNPM Mandiri-Respek Provinsi Papua; dan

16) Keputusan Gubernur Papua Barat Nomor 900/161/X/2010 tentang Penetapan Lokasi dan Alokasi Dana serta Pedoman Pengelolaan Bantuan Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Dana Infrastruktur Kepada Pemerintah Distrik, Kelurahan, dan Kampung di Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2010.

Dalam pelaksanaan pengelolaan dana otonomi khusus, digunakan peraturan-peraturan yang secara umum digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 4) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah beserta perubahannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;

6) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007;

7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

2.2 Latar Belakang Otonomi Khusus

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat Papua sebagai warga Negara Indonesia memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar. Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati

(18)

satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang.

Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya masyarakat Papua. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain.

Dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberlakuan kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada nilai-nilai dasar perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, hak asasi manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah pada umumnya dan otonomi khusus bagi Aceh dan Irian Jaya, maka Sidang Tahunan MPR RI tahun 2000 membuat Ketetapan (TAP) MPR RI Nomor: IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Dalam TAP ini disebutkan undang-undang otonomi khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya, sesuai juga dengan TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 agar dikeluarkan selambat-lambatnya 1 Mei 2001.

Menindaklanjuti amanat kedua TAP MPR tersebut DPR RI tanggal 22 Oktober 2001 menyetujui dan menetapkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua. Presiden Republik Indonesia sesuai kewenangan yang dimiliki tanggal 21 Nopember 2001 telah mengesahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 yang kemudian dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135 dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 4151.

Untuk Provinsi Papua Barat pemberlakuan otonomi khusus diberikan melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Peraturan tersebut merupakan landasan hukum untuk pelaksanaan otonomi khusus agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya di bidang sosial, ekonomi, dan politik, serta infrastruktur. Hal tersebut dikarenakan Provinsi Papua Barat telah menjalankan urusan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat sejak Tahun 2003, namun belum diberlakukan otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001.

2.3 Kebijakan dan Mekanisme Pengelolaan Dana Otonomi Khusus

2.3.1 Kebijakan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus

Dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus, Pemerintah telah mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak Tahun 2002 untuk

(19)

pelaksanaan otonomi khusus. Sejak tahun anggaran 2006, Pemerintah juga telah mengalokasikan dana tambahan sesuai usulan Provinsi untuk kegiatan yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, kebijakan pembagian dana dalam rangka otonomi khusus adalah sebagai berikut:

1) Dana otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan;

2) Dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan berdasarkan usulan Provinsi. Dana ini terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Dana tersebut dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas, sehingga Provinsi Papua dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global.

2.3.2 Mekanisme Pengelolaan Dana Dalam Rangka Otonomi Khusus

Penyaluran dana otonomi khusus TA 2002-2008 untuk wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Papua. Mulai Tahun 2009, penyaluran dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat. Dana otonomi khusus yang bersumber dari APBN dengan alokasi 2% DAU Nasional disalurkan dengan mekanisme sebagai berikut. 1) Menteri Keuangan menetapkan besaran alokasi dana otonomi khusus setara dengan

2% dari plafon DAU Nasional.

2) Berdasarkan ketetapan Menteri Keuangan tersebut, Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Papua Barat menyampaikan pengajuan pencairan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan rencana penggunaan dalam satu tahun anggaran. 3) Berdasarkan surat permintaan Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Papua Barat,

Menteri Keuangan mencairkan secara bertahap dana otonomi khusus ke rekening kas umum daerah (RKUD). Untuk tahap kedua dan seterusnya, pencairan dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri berupa persetujuan atau penundaan penyaluran apabila penggunaan dana tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

4) Penyaluran dana otonomi khusus dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dilakukan atas dasar nota kesepakatan antara gubernur dan bupati/walikota. Pencairan dana otonomi khusus dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota diatur dalam peraturan gubernur menyesuaikan dengan pencairan dana otonomi khusus dari Pemerintah Pusat.

Dana dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus disalurkan dengan mekanisme sebagai berikut:

(20)

2.4 2.4.1 2.4.2 (1) Dana t DPR b (2) Dana Pemeri Alokasi, R Alokasi D Anggaran Sesu tambahan i Tahun 200 penyaluran No Tahun 1 2002 2 2003 3 2004 4 2005 5 2006 6 2007 7 2008 8 2009 9 2010 JUMLAH Alokasi Da Selam Provinsi P diterima Rp14.527.0 Papua sebe pada Peme pada pemer tambahan in erdasarkan u tambahan in intah Provins Realisasi dan Dana Oton 2002-2010

uai data dari infrastruktur 02 s.d 2010 n Rp28.842.0 Dana Oton Penetap 1.382.282.5 1.539.560.1 1.642.617.9 1.775.312.0 3.488.284.0 4.045.748.0 3.920.142.8 5.798.282.0 5.249.806.8 28.842.036.2 ana Otonom ma periode apua dan Pa tersebut, 000.000.420 esar Rp10.84 erintah Provin rintah kabup nfrastruktur y usulan provin nfrastruktur si Papua Bar n Penggunaa nomi Khusu Kementerian yang telah d dengan pene 036.297.420, Penetap nomi Khusus pan P Dana dan 500.000 117.000 943.000 000.000 000.000 000.000 897.420 000.000 840.000 297.420 2 mi Khusus p Tahun 2002 apua Barat dialokasikan ,00 dan pa 41.609.645.0 nsi dialokasi paten/kota seb yang besarn nsi pada setia

disalurkan rat dengan pe an Dana Oto us dan Da n Keuangan disalurkan ke etapan sebes 00 dengan ri Tabel 2 an dan Realis 2% DAU dan rovinsi Papua Otonomi Khus Dana Tambaha Infrastruktur 1.382.282.500. 1.539.560.117. 1.642.617.943. 1.775.312.000. 3.488.284.000. 4.045.748.000. 3.920.142.897. 4.079.797.400. 3.494.864.788. 25.368.609.645. ada Pemerin 2 s.d. 2010 sebesar Rp2 n pada P da pemerint 000, serta pa ikan sebesar besar Rp1.53 nya ditetapka ap tahun ang kepada Pem emindahbuku onomi Khus ana Tamba diketahui d epada Provin ar Rp28.842 incian sebaga 2.1 sasi Penyalu n Dana Tamba REALISASI P Provinsi sus an Dana Khusus Tam Infra 000 000 000 000 000 000 420 000 1.718 000 1.754 .420 3.473 ntah Provin dana otonom 28.842.036.2 Pemerintah tah kabupat da Provinsi Rp1.940.74 32.684.656.4 an antara Pe ggaran. merintah Pro uan ke RKUD sus ahan Infra ana otonomi nsi Papua dan 2.036.297.42 ai berikut: ran ahan Infrastr PENYALURAN Papua Barat Otonomi s dan Dana mbahan astruktur 8.484.600.000 4.942.052.000 3.426.652.000

nsi dan Kabu

mi khusus y 297.420,00. D Provinsi ten/kota di Papua Barat 1.995.600,00 400,00. emerintah d ovinsi Papua D. astruktur T i khusus dan n Papua Bara 20,00 dan rea ruktur Jumlah 1.382.282.50 1.539.560.1 1.642.617.94 1.775.312.00 3.488.284.00 4.045.748.00 3.920.142.89 5.798.282.00 5.249.806.84 28.842.036.29 upaten/Kota ang diterima Dari jumlah Papua se wilayah Pro t tahun 2009 0 dan dialoka dengan a dan Tahun n dana at dari alisasi 00.000 17.000 43.000 00.000 00,000 00.000 97.420 00.000 40.000 97.420 a a oleh yang ebesar ovinsi 9-2010 asikan

(21)

Rincian pen No Tahun 1 2002 2 2003 3 2004 4 2005 5 2006 6 2007 7 2008 8 2009 9 2010 JUMLAH Nila Barat sebes pemerintah Rp45.639.0 Seda wilayah P APBD rata ngalokasian, Pem n Digunak Provins 829.512.5 934.047.7 657.417.9 920.312.0 1.839.353.2 2.315.139.2 2.021.142.8 2.813.919.7 2.196.154.7 14.527.000.0 i total peneri sar Rp28.842 h provinsi da 072.604.954 angkan total apua dan P a-rata mencap , disajikan da Pembagian merintah Prov Papua kan si Did Ke Ka 500.000 55 731.000 60 943.000 98 000.000 85 200.000 1.64 200.000 1.73 897.420 1.89 741.000 1.26 788.000 1.29 000.420 10.84 imaan dana o 2.036.297.42 ari TA 2002 ,00. Rincian penerimaan Papua Barat pai 10,20% d alam tabel be Tabel 2 n Dana Otono vinsi dan Pem

istribusikan abupaten/Kota 52.770.000.000 05.512.386.000 85.200.000.000 55.000.000.000 48.930.800.000 30.608.800.000 99.000.000.000 65.877.659.000 98.710.000.000 41.609.645.000 otonomi khu 20,00 jika dib s.d. 2010 m pada Lamp n dana otono jika diband dari nilai AP erikut: 2.2 omi Khusus a merintah Kabu P Digunaka Provinsi 857.559.380 1.083.182.615 1.940.741.995 usus Pemerin bandingkan mencapai 63, iran 3.a. omi khusus p dingkan den BD. Rincian antara upaten/Kota Papua Barat an i Didistr K Kabupa 0.000 860.92 5.600 671.75 5.600 1.532.68 ntah Provinsi dengan APB 20% dari ni pemerintah ngan keselur n pada Lamp ribusikan Ke aten/Kota 1. 1. 1. 1. 3. 4. 3. 25.220.000 5. 59.436.400 5. 84.656.400 28. i Papua dan P BD masing-m lai APBD se kabupaten/k ruhan peneri piran 3.b. Jumlah .382.282.500.00 .539.560.117.00 .642.617.943.00 .775.312.000.00 .488.284.000.00 .045.748.000.00 .920.142.897.42 .798.282.000.00 .249.806.840.00 .842.036.297.42 Papua masing ebesar kota di imaan 00 00 00 00 00 00 20 00 00 20

(22)

14

BAB III

HASIL PEMERIKSAAN

3.1 Perencanaan

3.1.1 Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Belum Didukung dengan Perangkat Peraturan yang Memadai

Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat telah menerima dana otonomi khusus sejak TA 2002 s.d. 2010, masing-masing sebesar Rp25.368.609.645.420,00 dan Rp3.473.426.652.000,00. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan permasalahan terkait perangkat peraturan sebagai berikut:

1) Peraturan daerah khusus (Perdasus) mengenai pembagian dana alokasi khusus pemerintah provinsi dan kabupaten/kota belum ditetapkan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 pada Pasal 34 ayat (7) menyatakan pembagian pemerimaan khusus dalam rangka otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional antara Provinsi Papua, kabupaten, kota diatur dengan Perdasus.

Perdasus adalah peraturan daerah Provinsi Khusus Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tententu dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, sedangkan peraturan daerah provinsi (Perdasi) adalah peraturan daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sebelum ditetapkan, rancangan Perdasus yang diajukan Gubernur harus memperoleh pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) sebelum ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). MRP merupakan representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua terutama berkaitan dengan adat, budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Hasil pemeriksaan menunjukkan Pemerintah Provinsi Papua telah menyusun draft Perdasus tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus pada tahun 2007. Sampai dengan pemeriksaan berakhir pada tanggal 7 Maret 2011, draft Perdasus belum ditetapkan dan belum tercatat dalam lembaran daerah. Untuk penyaluran dana otonomi khusus, Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan Perdasi Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembagian Penerimaan dalam Rangka Otonomi Khusus pada tanggal 24 Februari 2004.

Pengalokasian dana otonomi khusus antara Pemerintah Provinsi Papua dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat dari TA 2002 s.d. 2006 didasarkan pada nota kesepakatan antara Gubernur Provinsi Papua dengan bupati/walikota, yang selanjutnya ditetapkan dengan surat keputusan (SK) Gubernur Papua. Sedangkan untuk TA 2007 s.d. 2010, pengalokasian dana otonomi khusus ditetapkan dengan SK Gubernur Papua tanpa melalui penandatanganan nota kesepakatan.

Kondisi yang sama terjadi di Provinsi Papua Barat, yaitu setelah diberlakukannya otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, Pemerintah Papua Barat belum menyusun dan menetapkan Perdasus

(23)

sebagai dasar pembagian dana otonomi khusus antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dan kabupaten/kota serta dasar pengelolaan dana otonomi khusus. Pengalokasian dana otonomi khusus TA 2009 oleh Provinsi Papua Barat didasarkan pada Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 41 Tahun 2009 tentang Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Dana Infrastruktur Tahun Anggaran 2009.

2) Evaluasi secara komprehensif terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 belum pernah dilaksanakan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 belum pernah dievaluasi sebagaimana amanat Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa “Pelaksanaan undang-undang ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah undang-undang ini berlaku.” antara lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 belum diatur mengenai pemanfaatan sisa dana otonomi khusus serta kriteria alokasi dana otonomi khusus secara adil dan berimbang, serta porsi alokasi untuk peningkatan bidang pendidikan dan kesehatan yang menjadi tujuan utama dialokasikannya dana otonomi khusus setara 2% dari plafon DAU Nasional.

Perubahan terhadap Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 , pada Pasal 1 hanya ditujukan untuk mengakomodir alokasi dana otonomi khusus ke Provinsi Papua Barat agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat.

3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan belum ditetapkan.

Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap pelaksanaan pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan menunjukkan bahwa peraturan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan belum ditetapkan, sebagaimana amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pada pasal 133 ayat (1) s.d. (3), di 6 (enam) kabupaten di wilayah Provinsi Papua yaitu Waropen, Sapiori, Tolikara, Sarmi, Boven Digoel, dan Paniai, serta Kabupaten Manokwari di wilayah Provinsi Papua Barat.

Kondisi di atas tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada:

(1) Pasal 34 ayat (3) huruf e dan f, menyatakan penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional, terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur;

(2) Pasal 34 ayat (7) menyatakan pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5), dan huruf e antara Provinsi Papua, kabupaten, kota diatur secara adil dan berimbang dengan

(24)

Perdasus, dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal;

(3) Pasal 78 menyatakan pelaksanaan undang-undang ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah undang-undang ini berlaku.

2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, pada Pasal 133 ayat (3) menyatakan tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

1) Pembagian dana otonomi khusus oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat kepada pemerintah kabupaten/kota, tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena belum memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari MRP dan berpotensi menimbulkan gugatan hukum.

2) Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat tidak mempunyai acuan yang jelas dalam menentukan alokasi dana otonomi khusus yang merupakan bagian provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini terlihat dari adanya ketidakseragaman kebijakan pembagian dana otonomi khusus dari Provinsi ke kabupaten/kota antara Provinsi Papua dan Papua Barat. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Papua menetapkan pembagian penerimaan khusus dari TA 2003 s.d. 2009 dengan proporsi 40% bagian Pemerintah Provinsi dan 60% bagian pemerintah kabupaten/kota setelah dipotong dengan alokasi dana RESPEK. Sedangkan Pemerintah Provinsi Papua Barat menetapkan pembagian dengan proporsi 30% bagian Pemerintah Provinsi dan 70% bagian pemerintah kabupaten/kota.

3) Dana otonomi khusus memiliki kontribusi yang relatif kecil sebagai pendapatan dalam APBD kabupaten/kota, yaitu:

(1) dengan rata-rata rasio sebesar 10,08% atas hasil uji petik terhadap 14 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dari TA 2007 s.d. 2009;

(2) dengan rata-rata rasio sebesar 10,52% atas hasil uji petik terhadap lima kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua Barat dari TA 2007 s.d. 2009; dan (3) sedangkan rata-rata rasio dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Papua Barat

terhadap APBD dari TA 2002 s.d. 2010 adalah sebesar 63,20% yaitu dana otonomi khusus sebesar Rp28.842.036.297.420,00 dibandingkan dengan APBD Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp45.639.072.604.954,00.

Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.a dan 3.b.

4) Realisasi penggunaan sisa dana otonomi khusus sebesar Rp260.176.125.079,00 pada Pemerintah Provinsi Papua TA 2010, dapat digunakan untuk kepentingan selain otonomi khusus sehingga sasaran serta target yang telah ditetapkan dalam penggunaan dana otonomi khusus sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 belum tercapai.

(25)

5) Dengan tidak adanya ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan; berpotensi tidak tepat sasaran dan potensi penyalahgunaan subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan baik oleh pemerintah daerah maupun penerima dana.

Hal tersebut disebabkan:

1) Pemerintah Pusat belum melakukan evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sesuai dengan amanat Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, dan mengamandemen undang-undang tersebut sesuai dengan hasil evaluasi serta menyusun Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan dana otonomi khusus sebagai peraturan pelaksanaan sebagaimana diamanatkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

2) Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat belum memberikan prioritas pada penetapan Perdasus sesuai dengan amanat pasal 34 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001;

3) Pemerintah Kabupaten Waropen, Supiori, Tolikara, Sarmi, Boven Digoel, dan Paniai serta Kabupaten Manokwari, tidak memperhatikan adanya resiko penyalahgunaan pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan.

Atas permasalahan tersebut, Gubernur Papua Barat menanggapi bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat belum menyiapkan perangkat peraturan yang mengatur pengelolaan dana otonomi khusus dan masih dalam tahapan koordinasi dengan MRP. Sedangkan Pemerintah Provinsi Papua tidak menyampaikan tanggapan atas permasalahan tersebut sampai dengan tanggal 13 April 2011.

BPK RI merekomendasikan kepada:

1) Pemerintah Pusat agar segera melakukan evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sesuai dengan amanat Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, dan mengamandemen undang-undang tersebut sesuai dengan hasil evaluasi serta menyusun Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan dana otonomi khusus sebagai peraturan pelaksanaan sebagaimana diamanatkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Papua Barat bersama DPRP segera menyusun dan menetapkan Perdasus setelah mendapatkan persetujuan MRP, sebagai acuan dalam pengelolaan dana otonomi khusus.

3) Kepala Daerah terkait agar menyusun dan menetapkan ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan melalui pengkajian yang mendalam.

(26)

3.1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Bidang Kesehatan dan Pendidikan Tidak Sesuai dengan Ketentuan

Dana otonomi khusus pada dasarnya ditujukan untuk menunjang percepatan pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan memprioritaskan pembiayaan pada bidang pendidikan dan kesehatan.

Hasil pemeriksaan menunjukkan penyusunan anggaran penerimaan dan penggunaan dana otonomi khusus belum mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu penganggaran dan realisasi program dan kegiatan yang didanai dari dana otonomi khusus untuk bidang pendidikan di bawah 30% dan untuk bidang kesehatan di bawah 15% pada Pemerintah Provinsi Papua, serta sebagian besar pemerintah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan dana otonomi khusus pada Pemerintah Provinsi Papua dialokasikan untuk membiayai program/kegiatan penunjang lainnya pada TA 2007 s.d. 2008 melebihi 50% dari keseluruhan program/kegiatan yang dibiayai dari dana otonomi khusus. Rincian penganggaran disajikan pada Lampiran 4.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, pasal 34 ayat (3) huruf (e) menyatakan penggunaan dana penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon dana alokasi umum Nasional, terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan;

2) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembagian Penerimaan Dalam Rangka Otonomi Khusus pasal 4 ayat (1) huruf (b) menyatakan hasil penerimaan provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan dalam APBD dengan perincian dari penerimaan khusus:

(1) 30% untuk biaya pendidikan;

(2) 15% untuk biaya kesehatan dan perbaikan gizi.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

1) Alokasi anggaran dana otonomi khusus ke bidang pendidikan dan kesehatan yang lebih rendah dari yang ditentukan tidak menunjang pencapaian tujuan pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.

2) Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa indeks berkaitan dengan bidang pendidikan dan kesehatan pada Provinsi Papua dan Papua Barat masih di bawah rata-rata meskipun otonomi khusus telah diberlakukan selama sepuluh tahun. Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.

Hal tersebut disebabkan:

1) Tim Anggaran Pemerintah Daerah tidak memperhatikan skala prioritas di bidang pendidikan dan kesehatan dalam menyusun anggaran.

(27)

2) DPRP/DPRD belum menjalankan fungsi budget secara optimal.

3) Pemerintah Pusat belum mengevaluasi efektivitas pengelolaan dana otonomi khusus khususnya dalam rangka mendorong tercapainya tujuan pemberlakuan otonomi khusus melalui pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.

Atas permasalahan tersebut, diperoleh tanggapan sebagai berikut:

1) Penetapan/surat keputusan Gubernur tentang alokasi dana otonomi khusus ke kabupaten/kota tidak pernah diterima oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DP2KA).

2) DP2KA mengandalkan informasi dari BAPPEDA dan SKPD yang mendapatkan alokasi dana otonomi khusus.

3) Alokasi kurang atau lebih disebabkan kesalahan labelling sumber dana.

4) Penyampaian data dana otonomi khusus dari provinsi ke kabupaten/kota biasanya setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan.

5) Pemerintah Kabupaten Sarmi menyatakan presentasi penggunaan dana otonomi khusus bidang ekonomi infrastruktur dan bidang lainnya lebih besar dari pada ketentuan untuk meningkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat yang saat ini berkonsentrasi membangun akses hubungan darat antar daerah (infrastruktur) dan pembangunan ekonomi masyarakat. Sedangkan alokasi bidang pendidikan dan kesehatan di bawah ketentuan karena bidang ini banyak didukung dari sumber-sumber dana lain (DAK dan DAU).

6) Sekretaris Daerah Kabupaten Jayawijaya menyatakan hal tersebut karena Tim Anggaran tidak cermat dalam menyusun APBD.

7) BPKAD Kabupaten Waropen menjelaskan penggunaan dana otonomi khusus dalam APBD-P TA 2009 sebesar Rp57.929.892.615,00 merupakan rencana sebelum RD, sedang RD hasil penetapan Gubernur sebesar Rp54.231.230.000,00. Terhadap hal tersebut tidak dilakukan penyesuaian dan kekurangan dana akan didanai dari dana selain dana otonomi khusus. Alokasi RD pada Dinas Perindagkop & UKM, dan BPMPK lebih kecil dari APBD-P TA 2009 karena kegiatannya merupakan bantuan keuangan yang dianggarkan pada Sekda dalam APBD-P tahun 2009.

8) Atas permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Papua menjelaskan terdapat perbedaan persepsi mengenai cara perhitungan, yaitu:

(1) Jumlah yang seharusnya digunakan untuk perhitungan oleh Tim Pemeriksa adalah jumlah anggaran dan bukan realisasi.

(2) Jumlah belanja otonomi khusus yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Papua tidak termasuk jumlah yang disalurkan kepada pemerintah kota/kabupaten. (3) Belanja bantuan sebagian diberikan kepada lembaga pendidikan.

(4) Belanja pendidikan dan pelatihan di Dinas Kesehatan agar dimasukkan sebagai belanja bidang pendidikan dan bukan belanja bidang kesehatan.

(28)

Dengan perhitungan tersebut, menurut Pemerintah Provinsi Papua, alokasi dana otonomi khusus untuk bidang pendidikan tahun 2009 sebesar 32,57%, sedangkan untuk bidang kesehatan sebesar 18,91%.

BPK RI tidak sependapat terhadap tanggapan Pemerintah Provinsi Papua, karena porsi bidang pendidikan dan kesehatan yang riil adalah berdasarkan realisasi belanja bidang pendidikan dan kesehatan. Hal ini juga mengingat sangat tingginya deviasi antara anggaran dan realisasi dana otonomi khusus di Provinsi Papua, antara lain pada TA 2009 terdapat anggaran yang tidak direalisasikan sebesar Rp918.912.411.983,00 atau 22,31% dari anggaran belanja yang dibiayai dana otonomi khusus sebesar Rp4.118.180.882.750. Kriteria klasifikasi yang digunakan oleh BPK RI adalah berdasarkan kebijakan gubernur mengenai arah penggunaan dana yang tertuang dalam petunjuk pengelolaan dana penerimaan khusus dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua, yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur di tiap tahun anggaran.

BPK RI merekomendasikan kepada:

1) Gubernur, bupati dan walikota agar memerintahkan tim anggaran pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk menyusun anggaran program/kegiatan bidang pendidikan dan kesehatan dari dana otonomi khusus sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2) DPRP/DPRD agar melakukan evaluasi secara cermat atas rancangan APBD yang diajukan oleh gubernur, bupati, dan walikota khususnya penganggaran program/kegiatan bidang pendidikan dan kesehatan dari dana otonomi khusus.

3) Pemerintah Pusat agar secepatnya mengevaluasi efektivitas pengelolaan dana otonomi khusus khususnya dalam rangka mendorong tercapainya tujuan pemberlakuan otonomi khusus melalui pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.

3.1.3 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Belum Menetapkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Memanfaatkan Dana Otonomi Khusus Secara Berkesinambungan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, dalam pertimbangan menjelaskan pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua diantaranya dilatarbelakangi:

1) Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat.

2) Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli. Hal itu mengakibatkan kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain.

Selama tahun 2002 s.d. 2010, Pemerintah Provinsi Papua mendapatkan dana otonomi khusus yang terdiri dari:

1) Penerimaan khusus setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional sebesar Rp21.443.561.028.000,00 yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.

(29)

2) Dana tambahan infrastruktur sejak TA 2006 s.d. 2010 sebesar Rp3.925.000.000.000,00 dan telah diterima sebesar Rp3.925.000.000.000,00 (100%). Berdasarkan penjelasan pasal 34 ayat (3) huruf (f) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 disebutkan pembangunan infrastruktur dimaksudkan agar dalam 25 tahun seluruh kota-kota di provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas.

Otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat diberlakukan sejak tahun 2008 melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, dan Provinsi Papua Barat tahun 2009 s.d.2010 telah menerima:

1) Penerimaan khusus setara dengan 2% dari plafon DAU sebesar Rp2.273.426.652.000,00 dan telah diterima seluruhnya.

2) Dana tambahan infrastruktur sebesar Rp1.200.000.000.000,00 dan telah diterima seluruhnya.

Dari hasil pemeriksaan menunjukkan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat belum menyusun rencana induk percepatan pembangunan dalam rangka memanfaatkan dana otonomi khusus secara berkesinambungan, di antaranya pembangunan infrastruktur perhubungan yang menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya telah terhubung dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas.

Bappeda Provinsi Papua belum miliki suatu data komprehensif terkait dengan capaian kerja dan output atas penggunaan dana otonomi khusus, diantaranya perkembangan data puskesmas, sekolah, presentase terhubungnya transportasi darat, udara, dan laut; tidak tercatat dan terukur. Dengan demikian, perencanaan penggunaan dana otonomi khusus tidak memiliki dasar perencanaan program/kegiatan yang memadai.

Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa sebagian Dana Otonomi Khusus digunakan untuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) baik secara perorangan maupun kelembagaan, diantaranya dalam bentuk Dana Penunjang Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) dan nama lain yang dipersamakan kepada kampung/kelurahan dan distrik. Pemeriksaan uji petik dari TA 2007 s.d. 2010, diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat (sejak TA 2009), menetapkan penyaluran Dana RESPEK dengan besaran yang sama yaitu sebesar Rp100.000.000,00 untuk tiap kampung/kelurahan dan Rp100.000.000,00 untuk tiap distrik.

Uji petik pada pemerintah provinsi/kabupaten/kota di TA 2007 s.d. 2010, diketahui bahwa selain alokasi Dana Program RESPEK, pemerintah provinsi/ kabupaten/kota di wilayah Papua dan Papua Barat juga mengalokasikan pemberian BLM dalam bentuk Bantuan Sosial dengan realisasi masing-masing sebesar Rp433.092.574.748,00 (TA 2007 s.d. 2010) dan Rp157.232.897.705,00 (TA 2007 s.d. 2009). Diantara pemberian bantuan sosial tersebut, Kabupaten Jayapura, Jayawijaya, Supiori, Waropen, Boven Digoel, dan Fakfak merealisasikan porsi dana otonomi khusus dalam bentuk bantuan sosial dengan rata-rata lebih besar dibandingkan kabupaten lain (rincian selengkapnya pada

(30)

Kondisi di atas tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 pada pasal 63 menyatakan pembangunan di Provinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

2) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, pada diktum ketiga menyatakan Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Papua Barat menjadi penanggung jawab pelaksanaan percepatan pembangunan di daerahnya masing-masing dan menjabarkan pendekatan kebijakan baru antara lain dengan menyusun rencana induk percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan menjabarkan lima prioritas penyelesaian masalah dan percepatan pembangunan sesuai permasalahan dan karakteristik daerahnya masing-masing, dengan memberikan prioritas pertama pada pembangunan infrastruktur transportasi.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

1) Perkembangan pencapaian tujuan otonomi khusus belum dapat diukur baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti capaian pembangunan infrastruktur dalam rangka terhubungnya transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas di seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya; setelah sembilan tahun berlakunya otonomi khusus bagi Provinsi Papua terhitung sejak tahun 2002 hingga 2010.

2) Potensi terjadinya penyalahgunaan dana otonomi khusus karena pertanggung jawaban dana bantuan sosial pada umumnya hanya berupa kwitansi/tanda terima. 3) Dana otonomi khusus yang tersimpan dalam rekening nomor 154.00.0743069-1 pada

PT Bank Mandiri (Persero), digunakan untuk membiayai program/kegiatan yang seharusnya dibiayai dari sumber dana lain, diantaranya:

(1) Pekerjaan pengadaan tas berlogo pemda pada 15 kabupaten sebesar Rp9.532.763.000,00.

(2) Pekerjaan pengadaan mesin cetak untuk 13 kabupaten Rp13.463.950.000,00. (3) Pekerjaan pengadaan jam berlogo pemda 15 kabupaten Rp19.111.006.000,00. (4) Pekerjaan pengadaan lambang burung garuda, gambar presiden, bendera,

poster gubernur dan wakil gubernur Rp21.255.737.000,00.

(5) Pekerjaan pengadaan gambar kenegaraan untuk delapan kabupaten Rp20.998.351.000,00.

4) Dana tambahan infrastruktur TA 2009 dianggarkan dan direalisasikan bukan untuk pembangunan infrastruktur pada Provinsi Papua sebesar Rp47.342.918.600,00 terdiri atas:

(1) Pengadaan jam dinding/meja Rp2.463.365.000,00; (2) Belanja modal peralatan olah raga Rp37.481.436.000,00; (3) Belanja modal pengadaan televisi Rp6.249.600.000,00; dan

(31)

(4) Belanja modal pengadaan radio UHF Rp1.148.517.600,00

Hal tersebut disebabkan:

1) Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, serta Pemerintah Pusat lalai dalam mengimplementasikan pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Diktum KETIGA Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

2) Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat belum memiliki kelembagaan dan sumber daya manusia yang memadai khususnya di bidang perencanaan dan evaluasi.

BPK RI merekomendasikan kepada:

1) Pemerintah Pusat agar memfasilitasi pengelolaan dana otonomi khusus melalui pemberian pedoman, pelatihan, dan supervisi sebagaimana amanat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, serta mengkoordinasikan percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

2) Gubernur Papua dan Papua Barat agar menyusun dan menetapkan rencana induk percepatan pembangunan yang spesifik, menyangkut penggunaan dana untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat.

3) Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat agar memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia dalam pengelolaan dana otonomi khusus yang meliputi perencanaan dan evaluasi.

3.2 Pelaksanaan

3.2.1 Terdapat Kegiatan yang Tidak Dilaksanakan (Fiktif) Bersumber dari Dana Otonomi Khusus Sebesar Rp28.943.197.224,00

BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus pada TA 2002 s.d. 2010. Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan permasalahan kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) sebesar Rp28.943.197.224,00 terdiri dari:

1) Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011 senilai Rp22.875.464.600,00; dan

2) Pemeriksaan sebelumnya dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sejak TA 2002 s.d. 2009 sebesar Rp6.067.732.624,00.

Kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) tersebut adalah sebagai berikut:

1) Hasil pemeriksaan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011

Pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus yang dilaksanakan pada semester II tahun 2010 dan semester 1 tahun 2011 menunjukkan terdapat pengeluaran atas kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) sebesar Rp22.875.464.600,00 yang terjadi pada Pemerintah Provinsi Papua dan dua

(32)

pemerintah kabupaten di Provinsi Papua sebesar Rp22.592.164.600,00, serta dua pemerintah kabupaten di Provinsi Papua Barat sebesar Rp283.300.000,00 dengan rincian sebagai berikut:

(1) Pada Provinsi Papua sebesar Rp22.592.164.600,00 yang terjadi pada TA 2010 di Pemerintah Provinsi sebesar Rp22.431.050.100,00, pada TA 2008 di Kabupaten Merauke sebesar Rp48.400.000,00, dan pada TA 2007 di Kabupaten Boven Digoel sebesar Rp112.714.500,00.

(2) Pada Provinsi Papua Barat sebesar Rp283.300.000,00 yang terjadi di Kabupaten Manokwari pada TA 2009 dan 2010 masing-masing sebesar Rp12.600.000,00 dan Rp232.400.000,00, serta di Kabupaten Sorong pada TA 2008 sebesar Rp38.300.000,00.

Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.

Beberapa permasalahan tersebut diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pemerintah Provinsi Papua

Pada TA 2009 dan 2010 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua telah merealiasasikan belanja modal studi/perencanaan teknis untuk dua kegiatan detail enginering design (DED) PLTA Sungai Mamberamo tahap I dan II, dan PLTA Sungai Urumuka I, II dan III dengan nilai keseluruhan sebesar Rp55.740.973.000,00. Dari total nilai tersebut diketahui pengeluaran sebesar Rp18.450.808.000,00 digunakan untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) karena pekerjaan untuk masing-masing tahapan merupakan pekerjaan yang sama. Laporan akhir tidak dibuat dan diserahkan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, demikian juga dengan pertanggungjawaban pengeluaran sebesar Rp18.450.808.000,00. Berdasarkan keterangan ahli dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dituangkan dalam Laporan Audit Teknologi nomor 2001DEDPLTAPAPUA012 tanggal 24 Maret 2011 dinyatakan perencanaan teknis DED PLTA Mamberamo tahap II diambil dari laporan akhir DED PLTA Urumuka Tahap I, dan isi dokumen DED PLTA Urumuka Tahap III sebagian besar mengambil dari isi Laporan Akhir DED PLTA Urumuka Tahap I. Terhadap hal tersebut, pelaksana pekerjaan telah melakukan penyetoran kembali pembayaran yang telah diterima sebesar Rp5.382.970.686,00 yang terdiri atas DED PLTA Mamberamo Tahap II sebesar Rp2.648.327.595,00 pada tanggal 3 Maret 2011 dan DED PLTA Urumuka Tahap III sebesar Rp2.734.643.091,00 pada tanggal 3 Maret 2011.

(2) Kabupaten Boven Digoel

Pada TA 2007 tiga kegiatan pembangunan rumah guru tidak dilaksanakan tetapi telah dibayar uang muka kerja sebesar Rp112.714.500,00 yaitu:

(1)) Pembangunan rumah guru SD YPPGI Kawagit yang dilaksanakan oleh CV BMT dengan realisasi pembayaran sebesar Rp38.881.200,00.

(2)) Pembangunan rumah guru SD Inpres Manggelum yang dilaksanakan oleh CV AJ dengan realisasi pembayaran sebesar Rp37.898.400,00.

(3)) Pembangunan rumah guru SD YPPGI Butiptiri yang dilaksanakan oleh CV MJ dengan realisasi pembayaran sebesar Rp35.934.900,00.

(33)

Sampai dengan pemeriksaan berakhir, uang muka tersebut belum dikembalikan ke kas daerah.

2) Hasil pemeriksaan sebelumnya pada TA 2002 s.d. 2009

Kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) merupakan permasalahan yang berulang, dan pernah ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya sebesar Rp6.067.732.624,00, dengan rincian sebagai berikut.

(1) Pada Provinsi Papua sebesar Rp5.503.732.624,00 yang terjadi di Kabupaten Supiori sebesar Rp744.417.624,00 pada TA 2009, Kabupaten Puncak Jaya sebesar Rp1.700.000.000,00 pada TA 2008, Kabupaten Tolikara sebesar Rp843.375.000,00 pada TA 2007 dan 2008, Kabupaten Waropen sebesar Rp2.166.000.000,00 di TA 2005 serta pada Kabupaten Jayawijaya sebesar Rp49.940.000,00 TA 2002.

(2) Pada Provinsi Papua Barat sebesar Rp564.000.000,00 yang terjadi di Kabupaten Raja Ampat pada TA 2007 dan 2008.

Pengeluaran untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan tersebut di antaranya adalah: (1) Pengadaan alat angkutan darat bermotor roda empat pada Kabupaten Puncak

Jaya TA 2008 senilai Rp1.700.000.000,00 pada saat dilakukan pemeriksaan fisik tidak ditemukan hasil pengadaan yang dimaksud.

(2) Pengadaan obat-obatan dan perbekalan kesehatan TA 2008 pada Kabupaten Tolikara sebesar Rp497.500.000,00 dan pengadaan satu unit kendaraan bermotor sebesar Rp27.000.000,00 tidak dilaksanakan.

(3) Biaya sewa speed boat “Mios Abru 2” sebesar Rp192.500.000,00 untuk kegiatan penyelenggaraan ujian nasional dan ujian akhir semester tahun ajaran 2006/2007 serta belanja pematangan tanah di SMK Negeri 1 Samate pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Raja Ampat sebesar Rp371.500.000,00 fiktif.

Dari nilai temuan sebesar Rp6.067.732.624,00 tersebut telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebesar Rp1.700.000.000,00, ditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi sebesar Rp1.959.292.624,00 dan belum ditindaklanjuti sebesar Rp2.408.440.000,00.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara pada Pasal 21 ayat (1) menyatakan pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada:

(1) Pasal 61 ayat (1) menyatakan setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

peningkatan produktivitas karet kering lima kali lebih tinggi dengan menggunakan klon - klon unggul dibandingkan bahan tanaman.. semaian terpilih dan mas a

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, menganalisis dan menginterpretasi, pengaruh lingkungan kerja, kepemimpinan, dan kompensasi terhadap kinerja aparat sipil negera (ASN)

Penelitian ini bertujuan untuk membuat katalis logam transisi (Co, Ni, Cu, Zn) yang diembankan pada zeolit fluka yang digunakan untuk proses konversi etanol menjadi

9.13.1 Kaedah pelupusan secara tukar beli dilaksanakan bagi stok yang masih boleh digunakan dalam bentuk asal tetapi tidak diperlukan oleh PTj dan tiada PTj lain yang

Pada mulanya analisis laporan keuangan hanya berfungsi sebagai alat untuk menguji pekerjaan pembukuan, akan tetapi dalam perkembangan

Berfungsi untuk menampilkan teks dan angka pada sebuah sel atau range, dan Excel akan menampilkan sesuai dengan yang anda ketik... Format

Dari hadis diatas rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya , agar menuntut ilmu, terutama sekali adalah ilmu agama kepada orang yang menguasai ilmu tersebut,

103 Teguh Fasty Syaputra UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Teknik Industri UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN