• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I INTRODUKSI. SPKN menyatakan bahwa pengungkapan yang cukup (adequate. sesuai dengan SAP (BPK, 2007). Ketentuan maupun anjuran untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I INTRODUKSI. SPKN menyatakan bahwa pengungkapan yang cukup (adequate. sesuai dengan SAP (BPK, 2007). Ketentuan maupun anjuran untuk"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

INTRODUKSI

1.1. Latar Belakang Masalah

SPKN menyatakan bahwa pengungkapan yang cukup (adequate disclosure) adalah suatu kondisi yang merepresentasikan bahwa laporan keuangan beserta catatannya telah memberikan informasi yang dapat mempengaruhi penggunaan, pemahaman, dan penafsiran informasi keuangan secara memadai sesuai dengan SAP (BPK, 2007). Ketentuan maupun anjuran untuk mempertimbangkan kecukupan pengungkapan laporan keuangan dalam perumusan opini audit atas laporan keuangan, khususnya pada sektor pemerintahan, telah telah dimuat dalam regulasi, standar, maupun literatur. UU No. 15 Tahun 2004, ISA 700 dan 705 dalam ISSAI (2010), serta Bultek SPKN No. 01 (BPK, 2012) menyatakan bahwa kecukupan pengungkapan (disclosures adequacy) merupakan salah satu kriteria yang wajib menjadi acuan auditor dalam merumuskan opini atas laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian, auditor seharusnya menilai kecukupan pengungkapan laporan keuangan pemerintah dan menjadikan hasil penilaiannya sebagai salah satu pertimbangan dalam merumuskan opini audit.

Sehubungan dengan hal di atas, ISA 705 (2010) menetapkan perbedaan antara pengungkapan dengan ketentuan dalam standar akuntansi sebagai suatu salah saji (misstatement). Boynton and Johnson (2006) dan Arens et al. (2014)

(2)

2 mengemukakan bahwa auditor wajib memodifikasi opininya apabila pengungkapan laporan keuangan tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Labih lanjut lagi, Bultek SPKN No. 01 menyatakan apabila laporan keuangan tidak menyajikan pengungkapan yang diharuskan oleh SAP, maka auditor harus menyatakan opini WDP atau TW (BPK, 2012). Oleh sebab itu, apabila auditor menemukan adanya pengungkapan LKPD yang tidak sesuai dengan SAP, maka auditor harus memodifikasi opininya.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, pemberian opini WTP atas LKPD di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan. Untuk tahun pelaporan 2006, hanya tiga LKPD yang mampu memperoleh opini WTP dari BPK (IHPS 1 Tahun 2008). Angka ini kemudian meningkat menjadi 34 LKPD untuk tahun pelaporan 2010 (IHPS 2 Tahun 2011). Peningkatan drastis terjadi dalam dua tahun terakhir, yakni 2013 dan 2014. BPK telah mengeluarkan opini WTP atas 153 LKPD tahun 2013 dan 251 LKPD tahun 2014. Secara persentase, pemberian opini WTP tersebut meningkat sebesar 20,03%, atau dari 29,77% menjadi 49,80% (IHPS 1 Tahun 2015).

Terlepas dari pencapaian kinerja keuangan pemerintah daerah, sejumlah penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu 2006 s.d. 2012 menemukan kelemahan signifikan dalam LKPD yang telah diaudit oleh BPK. Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011), Hilmi dan Martani (2012), Martani dan Liestiani (2012), Setyaningrum dan Syafitri (2012), Lesmana (2014), serta Khasanah dan Rahardjo (2014) menyatakan bahwa rata-rata tingkat pengungkapan LKPD masih rendah. Sementara itu Arifin (2014) dalam studinya menyatakan bahwa tingkat

(3)

3 pengungkapan wajib LKPD berada pada tingkat moderat. Kriteria yang digunakan para peneliti di atas untuk mengukur tingkat pengungkapan adalah kriteria pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yang dipersyaratkan oleh SAP. Sedangkan sampel LKPD yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut di antaranya memperoleh opini WTP. Hasil studi di atas membuktikan bahwa pengungkapan LKPD dalam sejumlah LHP BPK yang memuat opini WTP, belum sepenuhnya sesuai dengan SAP.

Namun demikian, penelitian-penelitian di atas belum mengidentifikasi penyebab LKPD dengan tingkat pengungkapan wajib rendah dapat memperoleh opini WTP. Penelitian-penelitian terdahulu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD dari sisi penyaji laporan keuangan, yakni pihak pemerintah daerah. Faktanya, data yang digunakan dalam seluruh penelitian tersebut adalah LKPD yang telah diaudit oleh BPK. Dengan demikian, secara normatif auditor BPK seharusnya telah menguji kecukupan pengungkapan LKPD dan menjadikannya bahan pertimbangan dalam memberikan opininya.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi penyebab terjadinya permasalahan dalam penilaian kecukupan pengungkapan dan perumusan opini BPK. Penelitian ini menerapkan pendekatan yang berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penulis menerapkan metoda penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menginvestigasi penyebab belum dipertimbangkannya masalah kurang saji pengungkapan LKPD dalam perumusan opini audit.

(4)

4 1.2. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Belum tersedianya data tingkat pengungkapan wajib LKPD Tahun 2013 dan 2014.

b. Adanya gap antara ketentuan dalam standar audit dengan fakta yang terjadi dalam praktik di lapangan, yakni adanya LKPD yang memperoleh opini WTP, namun kurang menyajikan pengungkapan sesuai dengan SAP.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, penulis mengemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Seberapa besar tingkat pengungkapan wajib LKPD Tahun 2013 dan 2014 yang memperoleh opini WTP?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masalah kurang saji pengungkapan LKPD tidak dijadikan pertimbangan oleh auditor BPK untuk memodifikasi opininya?

1.4. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Menilai tingkat pengungkapan wajib LKPD Tahun 2013 dan 2014.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masalah masalah kurang saji pengungkapan LKPD tidak dijadikan pertimbangan oleh auditor BPK untuk memodifikasi opininya.

(5)

5 1.5. Proposisi Awal Penelitian

Yin (2014) mengemukakan bahwa proposisi awal dalam penelitian studi kasus dirumuskan berdasarkan teori yang ada dengan tujuan mengarahkan peneliti ke arah yang tepat. Secara konseptual, SPKN menyatakan bahwa opini audit atas laporan keuangan dipengaruhi oleh ada atau tidaknya salah saji material (BPK, 2007). Dengan asumsi auditor telah melakukan pengujian terhadap pengungkapan LKPD, penulis mengajukan proposisi bahwa masalah kurang saji pengungkapan LKPD tidak dijadikan pertimbangan dalam perumusan opini karena auditor menilai kekurangan pengungkapan wajib tersebut tidak material, sehingga tidak mempengaruhi pemberian opini atas laporan keuangan secara keseluruhan. Dengan kata lain, auditor menganggap bahwa pengungkapan LKPD telah “cukup” (adequate) dan auditor tidak perlu memodifikasi opininya.

1.6. Motivasi Penelitian

Gagasan penelitian ini bermula dari keterusikan penulis atas permasalahan yang terus terjadi selama bertahun-tahun pada laporan hasil audit BPK, yakni tetap dimuatnya opini WTP walaupun LKPD yang diaudit tidak memenuhi kewajiban pengungkapan laporan keuangan sesuai SAP. Kecukupan pengungkapan dalam penjelasan pos-pos LKPD menjadi bagian yang kurang menjadi perhatian dalam perumusan opini auditor. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini hanya mampu menangkap fenomena ketidakpatuhan LKPD terhadap pengungkapan wajib SAP, tanpa mampu mengungkap penyebab utama mengapa masalah kurang saji pengungkapan LKPD tersebut tidak

(6)

6 dipertimbangkan dalam perumusan opini. Karenanya, penulis sangat antusias untuk mengangkat permasalahan ini sebagai topik penelitian.

1.7. Kontribusi Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi signifikan baik dalam hal praktis maupun akademis sebagai berikut.

a. Kontribusi praktis

Penulis berharap penelitian ini mampu menyumbang kontribusi dalam tataran praktis berupa saran perbaikan bagi praktik audit BPK, terutama dalam hal menilai kecukupan pengungkapan LKPD, dan menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan dalam proses perumusan opini atas LKPD.

b. Kontribusi akademis

Penulis berharap penelitian ini mampu memberikan kontribusi secara akademis berupa hasil analisis yang lebih mendalam dari penelitian-penelitian sebelumnya terkait pengungkapan LKPD dan perumusan opini BPK. Penulis juga berharap penelitian ini akan mampu menjadi landasan bagi penelitian longitudinal berikutnya yang mampu mengawal proses perumusan opini auditor BPK agar kualitasnya terus meningkat.

1.8. Proses Penelitian

Adapun proses penelitian dilaksanakan sesuai langkah-langkah pada Gambar 1.1. sebagai berikut.

(7)

7 Gambar 1.1. Tahapan Proses Penelitian

1.9. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi dalam 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut.

a. BAB I INTRODUKSI

Bab I berisi paparan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, proposisi awal penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

Desain penelitian studi kasus “Menilai Kecukupan Pengungkapan LKPD dalam Perumusan Opini BPK”

Pengukuran tingkat pengungkapan LKPD Tahun 2013 dan 2014 menggunakan GCI

index yang telah dimutakhirkan

Pengungkapan LKPD tahun 2013 dan 2014 yang telah diaudit Kriteria pengungkapan wajib

LKPD sesuai SAP

Hasil pengukuran menjadi dasar pengumpulan data primer dan analisis sudi kasus

Penyusunan laporan hasil penelitian

Pengelolaan data hasil investigasi dan analisis data menggunakan teknik pattern

(8)

8 b. BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab II berisi uraian tentang landasan teori dan tinjauan literatur yang meliputi konsep audit atas laporan keuangan pemerintah daerah, kualitas audit dan due professional care, pengungkapan laporan keuangan, kecukupan pengungkapan sebagai kriteria perumusan opini BPK, serta penelitian-penelitian terdahulu.

c. BAB III DISAIN PENELITIAN

Bab III menjelaskan secara deskriptif tentang rancangan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni meliputi gambaran umum objek penelitian, rasionalitas penelitian, pendekatan penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, analisis studi kasus, serta prosedur pengendalian mutu penelitian studi kasus.

d. BAB IV ANALISIS DAN DISKUSI

Bab IV berisi uraian komprehensif mengenai hasil investigasi lapangan berdasarkan rancangan penelitian yang diajukan sebelumnya serta pembahasan tentang hasil analisis studi kasus atas bukti-bukti yang ditemukan.

e. BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir penelitian ini penulis menyimpulkan secara ringkas proses penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan jawaban dari pertanyaan dan tujuan penelitian, serta paparan mengenai argumentasi penulis dalam memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan hasil analisis yang telah

(9)

9 dilaksanakan. Pada Bab V ini penulis juga akan mengemukakan rekomendasi dan limitasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

First National Conference on New Technologies in Iran's Science and Technology, Babolsar – Mazandaran, Gorgan University of Agricultural Sciences and Natural Resources,

Maka dari itu, penulis membuat film animasi 2D yang berjudul “HIRO” dengan menggunakan teknik Motion Tween, dengan teknik pembuatan animasi ini diharapkan

membandingkan isi paragraf pada teks bacaan dan hasil prediksinya. Siswa terlihat antusias ketika hasil prediksi yang telah dibuat sesuai dengan isi teks bacaan. Siswa juga

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi siswa dan guru pengajar terhadap pemasangan sound barrier yang dipasang dilokasi sekolah serta menghitung nilai ekonomi

Adapun transaksi hutang piutang yang terjadi di Desa Aluh-Aluh Kecil Muara adalah pihak yang mengutangkan memberikan sejumlah uang kepada orang yang berutang

Dari analisis data hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang menerapkan permainan bingo dalam model pembelajaran kooperatif

[r]