KOMPARASI ANTARA PENILAIAN TERHADAP KURIKULUM ALA
PONDOK PESANTREN SALAF DAN ALA PONDOK PESANTREN
MODERN DALAM PENGAJARAN AGAMA
(STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN SALAF AL-MUSTHOFA
KEDIRI DAN DI PONDOK PESANTREN MODERN HIDAYATULLAH
SURABAYA)
SKRIPSI
Oleh:
MAS AYU SYARIFAH NIM. D01212031
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PER}IYATAAN KEABSAIIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NIM
SemesterlProdi
Fakultas
MAS AYU SYARIFAH
D01212031
Vll/Pendidikan Agama Islam
pAD
Tarbiyah dan Keguruan
Dengan
ini
menyatakan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul "Komparasi Antara Penilaian Terhadap Kurikulum Ala Pondok Pesantren Salaf DanAla Pondok Pesantren Modern Dalam Pengajaran Agama (Studi Kasus Di Pondok
Pesantren Salaf Al-Musthofa Kediri Dan Di Pondok Pesantren Modern Hidayatullah Surabaya)" adalah asli dan bukan hasil dari plagiat baik sebagian maupun seluruhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benamya, apabila pernyataan
ini
tdak
sesuai denganfakta yang
ada,maka
saya bersedia dimintaipertanggungiawaban sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mas Alu Syarifah
NIM. DAI2ll2A31
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi oleh:
\ama
: MASAyU
SYARIFAH\IM
Judul
: D01212031
:KOMPARASI
ANTARA
PENILAIAN
TERHADApKURIKULUM ALA PONDOK PESANTREN SALAF DAN ALA
PONDOK PESANTREN MODERN
DALAM
PENGAJARAN AGAMA (STUDI KASUSDI
PONDOK PESANTREN SAT,AFAL-MUSTHOFA
KEDIRI
DAN
DI
PONDOK PESANTRENMODERN HIDAYATULLAH SURABAYA)
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 29 Desember 2015
llt
PENGESAHAN
TIM
PENG{JJI SKRIPSI
Skipsi Mas Ayu Syarifah ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Slaipsi
Surabaya, 1 I Februari 2016
Mengesahkan, l,akultas Tarbiyah dan Keguruan {Jni versitas Islam'ry-eggi S unan Ampe I S urabaya
.t' -"' "-.^".'' . i',.
YahyaAziz, M,Ag
NIP. I 972A829199903 I 003
Drs Sutivono. M.M udhofir 1 r61989031003
NIP. 1971 21996031001
NIP. I 9680806199403 1003
Maliki Abit
ABSTRAK
Mas Ayu Syarifah (D01212031), “Komparasi Antara Penilaian Terhadap
Kurikulum Ala Pondok Pesantren Salaf Dan Ala Pondok Pesantren Modern Dalam Pengajaran Agama (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Salaf Al-Musthofa Kediri Dan
Di Pondok Pesantren Modern Hidayatullah Surabaya)”, Program Studi Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Keyword: Kurikulum, Pesantren Salaf, Pesantren Modern, Pengajaran Agama
Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah Bagaimana penilaian penerapan kurikulum yang ada di pondok pesantren salaf Al-Musthofa Kediri dan Di Pondok Pesantren Modern Hidayatullah Surabaya. Dimana keadaan pesantren salaf dengan pesantren modern sangtalah berbeda, sehingga penulis tertarik untuk menelitinya.
Pelaksanaan penelitian pada skripsi ini dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode penelitian lapangan, sedangkan fokus penelitiannya adalah kurikulum pesantren salaf Al-Musthofa Kediri dan kurikulum Pondok Pesantren Modern Hidayatullah Surabaya yang membahas mengenai: penerapan kurikulum; metode pengajaran; peraturan pesantren; sarana; dan sebagainya. Dalam pengolahan data, penulis menggunakan metode angket, dokumentasi, dan wawancara
i
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 7
C.Batasan Masalah ... 7
D.Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Asumsi penelitian ... 9
G.Hipotesis ... 10
H.Definisi Operasional ... 11
I. Metodologi Penelitian ... 13
J. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Tentang Kurikulum ... 23
1. Pengertian kurikulum ... 23
2. Peran dan Fungsi Kurikulum ... 26
3. Anatomi (Komponen-komponen Kurikulum ... 30
ii
5. Dasar Pengembangan Kurikulum. ... 39
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum ... 40
7. Hambatan-hambatan kurikulum ... 41
B.Tinjauan Tentang Pesantren ... 43
1. Pengertian pesantren ... 43
2. Sejarah Perkembangan Pondok pesantren, ... 45
3. Tujuan Pesantren ... 48
4. Fungsi pesantren ... 50
5. Kurikulum dan Metode pengajaran pesantren ... 54
6. Kelebihan dan Kekurangan Pesantren ... 61
7. Tipologi Pondok Pesantren ... 67
BAB III METODE PENELITIAN 1. Metodologi Penelitian ... 70
2. Jenis dan Sumber Data ... 70
3. Populasi dan sampel ... 71
4. Metode Pengumpulan Data ... 74
5. Teknik Analisis Data ... 79
6. Kondisi Rill Objek Penelitian ... 80
7. Profil Pondok Pesantren Salaf Al Musthofa Kediri ... . 80
a. Letak geografis... 80
b. Awal berdirinya... 82
c. Pengasuh Generasi Pertama... 82
d. Periode kedua... 84
e. Berdirinya Yayasan LP Ma’arif... 85
f. Letak Geografis... 87
g. Kegiatan Pesantren al-Musthafa... 87
h. Sarana Prasarana... 88
iii
a. Letak geografis... 89
b. Sejarah... 89
c. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah... 90
d. Tujuan Sekolah... 91
e. Sistem Pendidikan Sekolah Integral... 95
f. Profil Lulusan Sekolah Integral Luqman Al Hakim ... 96
g. Daftar Prestasi Santri SMP Luqman Al Hakim... 97
h. Daftar Prestasi Santri SMP Luqman Al Hakim... 102
i. Tenaga Pendidik Dan Kependidikan Sekolah Integral Luqman Al Hakim ... 103
j. Jadwal Kegiatan Harian Santri Boarding (Hari Senin – Jumat). 104 k. Sarana Dan Fasilitas Pesantren...116
l. Fasilitas Belajar...116
m. Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Dan Pilihan... 117
n. Kegiatan Penunjang...118
o. Struktur Pengurus Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.. 118
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi data... 122
2. Analisis data... 127
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 139
B.Saran ... 140
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PERNYATAAN KEABSAHAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa penjajahan, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan
yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Eksistensi lembaga
tersebut telah lama mendapat pengakuan masyarakat. Pesantren dalam hal ini ikut
terlibat dalam upaya mencerdaskan bangsa, tidak hanya dari segi moril, namun
telah ikut serta memberikan sumbangsih yang cukup signifikan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Lembaga keagamaan tersebut dapat berbentuk jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur,
asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat
penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya.
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan
kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada
dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk
belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh
tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan
peraturan yang berlaku.1
1 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Terhadap Kiyai,
2
Pesantren sudah lama dikenal sebagai institusi pendidikan keagamaan
yang sangat unik dan khas Indonesia. Sudah ratusan tahun lahir, tetapi masih
eksis sampai sekarang meskipun tanpa dukungan finansial langsung dari
pemerintah. Pesantren sering dicap sebagai lembaga pendidikan tradisional,
tempat pendidikan yang kumuh dan terbelakang. Ia sering dituding sebagai
lembaga keagamaan konservatif dan statis. Ini adalah pandangan sekilas dan tidak
kritis. Realitanya pesantren tetap unggul dalam dinamika modernitas. Pesantren
telah mampu menunjukkan dirinya sebagai lembaga yang bisa beradaptasi dengan
perkembangan zaman tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri. Sekarang telah
berkembang anak-anak muda lulusan pesantren yang memiliki pikiran-pikiran
modern.2
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang
bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama islam, dan mengamalkannya
sebagai pedoman hidup keseharian atau disebut tafaqquh fiddin, dengan
menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Pesantren telah hidup
sejak 300-400 tahun yang lalu dan menjangkaun hampir seluruh lapisan
masyarakat muslim. Pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut
serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Terutama di zaman kolonial, pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang sangat berjasa bagi umatislam. Tidak sedikit
2 Abi Attabi’, Antologi Islam Nusantara di Mata Kyai, Habib, Santri dan akademisi,
3
pemimpin bangsa terutama dari angkatan 1945 adalah alumni atau
setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren.3
Pesantren yang ada sekarang pada umumnya telah mengalami pergeseran
dari dampak modernisasi. Kiai dalam pesantren sekarang ini bukan lagi
merupakan satu-satunya sumber belajar. Mengingat semakin beragam sumber
belajar baru serta semakin tingginya komunikasi antara sistem pendidikan, maka
santri dapat belajar dari banyak sumber. Keadaan ini menyebabkan perubahan
hubungan kiai dan santri. Intensitas hubungan mereka menjadi lebih terbuka dan
rasional, sebaliknya kedekatan hubungan personal yang yang berlangsung lama,
terbatas, dan emosional lambat laun kaan memudar.4
Dengan adanya perubahan tersebut, pesantren dihadapkan pada keharusan
merumuskan kembali sistem pendidikan yang diselenggarakan. Pesantren
dihadapkan pada persoalan antara ‘identitas dan keterbukaan’. Di satu pihak,
pesantren dituntut untuk menemukan kembali identitasnya sebagai lembaga
pendidikan Islam. Sementara dipihak lain, ia juga dihadapkan pada tuntutan untuk
membuka diri terhadap sistem pendidikan modern yang bersumber dari luar
pesantren. Oleh karenanya kecenderungan dan implikasi dari kehidupan modern
merupakan tantangan yang meminta respon dari pesantren. Dalam konteks ini
pesantren dihadapkan pada tuntutan untuk memberikan konstribusi terhadap
3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur Dan Nilai
Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 3
4 Yayasan Katanta Bangsa, Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian Dan
4
peningkatan mutu kualitas sumber daya insani yang diperlukan dalam kehidupan
modern.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pesantren telah melakukan
perubahan-perubahan yang signifikan terutama pada akhir abad ke-20 ini. Pesantren yang
dulunya dikenal sebagai lembaga yang hanya menfokuskan pada pendidikan dan
pengajaran agama Islam semata (tafaqquh fi al-diin), telah mengalami perubahan
dengan masuknya materi-materi pelajaran umum dan bahkan mencakup pula
pendidikan dan pelatihan ketrampilan. Bahkan belakangan beberapa pesantren
telah condong pada sistem pendidikan modern. Salah satu contoh, mulai
memasukkan materi-materi ilmu pasti seperti matematika, fisika, kimia, biologi,
pada kurikulum yang harus diselesaikan santri.
Oleh karenanya pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam iga
bentuk, yaitu: (a) pondok pesantren salafiyah, (b) pondok pesantren khalafiyah,
(c) pondok pesantren campuran. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok
pesantren yang menyelenggraakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional.
Pembelajaran ilmu-ilmu agama islam dilakukan secara individual atau kelompok
dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa arab. Pondok pesantren
khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan
dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah
(MI, MTs, MA atau MAK) maupun sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) tetapi
5
dilakukan dengan cara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program
didasarkan pada semester, tahun/kelas. 5
Wacana mengenai pondok pesantren tidak lepas dari berbagai komponen
yang melekat pada pondok pesantren itu sendiri atau peranannya di masyarakat.
Kayai, santri, bangunan asrama, kitab-kitab kuning, dan metode pembelajaran
yang menggunakan sistem halaqah (seminar), sorogan dan bandongan merupakan
komponen-komponen dasar tersebut.
Dalam kaitannya dengan paparan diatas, pesantren al-Musthofa Kraton
Mojo Kediri memiliki tujuan mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin
ummat yang mutafaqqih fiddin dan berwawasan luas. Pesantren al-Musthofa ini
bukan pesantren formal. Pesantren ini hanya mengkaji al-Qur’an, bahasa arab,
dan kitab-kitab kuning. Kegiatan pembelajaran agama yang berada dibawah
naungan pengasuh dan kyai. Disini, para santri tidak hanya belajar dari pesantren
al-Musthofa saja, tetapi juga belajar dari Madrasah Diniyah Nurul Falah.
Rata-rata santri diponpes ini kebanyakan berasal dari keluarga yang ekonominya
menengah ke bawah. Pesantren ini diminati karena tidak dipungut biaya,
kebanyakan santri yang belajar disini merupakan warga sekitar desa Kraton Mojo
Kediri.
Sedangkan Ponpes Hidayatullah surabaya ini sejak awal telah merancang
sistem pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya pribadi yang soleh dan
cerdas. Pesantren Hidayatullah Surabaya ini merupakan cabang dari ponpes
6
Hidayatullah Balikpapan. Pesantren ini merupakan pesantren yang fokus
kegiatannya adalah sosial, pendidikan, dan dakwah. Pesantren-Pesantren
Hidayatullah berfungsi sebagai tempat untuk mendalami ilmu. Pesantren ini
dihuni santri yang tinggal di asrama, guru, pengasuh, pengelola dan jamaah
Hidayatullah. Pola pengajaran di Pesantren Hidayatullah adalah sistem pesantren
modern, yaitu penggabungan mata ajaran umum Kemendikbud dan mata ajaran
khusus atau keislaman (diniyah). Mata ajaran umum sama seperti mata ajaran
pada sekolah–sekolah umum lainnya, contohnya matematika, fisika, kimia dan
lain lain. Mata ajaran khusus yaitu mata ajaran yang berkaitan dengan keislaman,
contohnya aqidah, fiqih, bahasa Arab, dan hafalan/tahfidz Al Qur’an, serta masih
banyak lagi mata ajaran yang lain, sesuai dengan jenjang pendidikan dan letak
kampus.
Pondok pesantren Hidayatullah Surabaya berada di Jalan Kejawan Putih
Tambak VI/1 Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur Indonesia 60112.
Tingkat jenjang pendidikannya mulai Taman Kanak-Kanak dan kelompok
bermain pra sekolah, Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah setidaknya ada di setiap Wilayah dan 3 perguruan tinggi di Surabaya,
Balikpapan dan Depok.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan
7
pesantren salaf al-Musthofa dan pondok pesantren modern Hadiyatullah dan
dituangkan dalam sebuah karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Komparasi
Antara Penilaian Terhadap Kurikulum Ala Pondok Pesantren Salaf dan Ala
Pondok Pesantren Modern dalam Pengajaran Agama (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Salaf Al-Musthofa Kediri dan di Pondok Pesantren
Modern Hidayatullah Surabaya)”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penilaian kurikulum Pondok Pesantren salaf Al Mustofa Kediri?
2. Bagaimana penilaian kurikulum Pondok Pesantren modern Hidayatullah
Surabaya?
3. Adakah perbedaan yang signifikan antara penilaian kurikulum Pondok salaf
Al Mustofa Kediri dan penilaian kurikulum pondok pesantren modern
Hidayatullah Surabaya?
C. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan yang ada pada penulis maka penulis memberikan
batasan masalah dengan fungsi mempersempit obyek yang akan diteliti agar lebih
terarah, maka masalah hanya dibatasi pada kurikulum pondok pesantren modern
dan pondok pesantren salaf yang penelitiannya ditujukan ke penilaian kurikulum
pengajaran agama islam pada pondok pesantren salaf al Mustofa Kediri dan
8
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan diatas,
tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui penilaian kurikulum Pondok Pesantren salaf Al Mustofa
Kediri?
2. Untuk mengetahui penilaian kurikulum Pondok Pesantren modern
Hidayatullah Surabaya?
3. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara penilaian kurikulum
Pondok salaf Al Mustofa Kediri dan penilaian kurikulum pondok pesantren
modern Hidayatullah Surabaya?
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah :
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi perumusan konsep pengembangan kurikulum pesantren sebagai
acuan pembelajaran serta untuk mengoptimalkan fungsinya.
b. Secara Praktis
1. Bagi Pondok Pesantren Salaf Al Mustofa Kediri dan Pondok Pesantren
9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masuka
kepada semua guru (ustadz-ustadzah) di Pondok Pesantren Salaf Al
Mustofa Kediri dan Pondok Pesantren Modern Hidayatullah Surabaya
untuk lebih meningkatkan implementasi kurikulum yang ada
2. Bagi peneliti
a) Sebagai bekal pengalaman dalam mengaktualisasikan pengetahuan dan
kreativitas yang telah dipelajari di UIN Sunan Ampel Surabaya.
b) Hasil penelitian ini juga sebagai tugas akhir (skripsi) yang harus
diajukan sebagi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana
Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.
F. Asumsi Penelitian
Sebelum melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti haruslah telah
memiliki anggapan dasar atas penelitian yang dilakukan. Hal ini akan
mempermudah bagi peneliti untuk menggali informasi lebih lanjut melalui
data-data yang didapatkan. Di dalam penelitian anggapan-anggapan semacam ini
sangatlah perlu dirumuskan secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan data,
menurut Suharsimi Arikunto merumuskan asumsi adalah penting dengan tujuan
sebagai berikut:6
a. Agar ada dasar berpijak yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti.
b. Untuk mempertegas variable yang menjadi pusat perhatian.
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka Cipta,
10
c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis.
Adapun asumsi yang penulis rumuskan adalah
a. Kurikulum di Pesantren salaf al-Musthofa Kediri dalam pengajaran agama
b. Kurikulum di Pesantren modern Hidayatullah Surabaya dalam pengajaran
agama
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, “hipo”
artinya di bawah, “tesa” artinya kebenaran. Jadi hipotesis di bawah kebenaran
atau kebenarannya masih diuji lagi.
Dengan demikian, penulis merumuskan dan akan membuktikan hipotesis
Nihil (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) sebagai berikut:
Hipotesis Nihil (Ho): Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kurikulum pondok pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pondok pesantren
modern Hidayatullah Surabaya.
Hipotesis Alternatif (Ha): ada perbedaan yang signifikan antara kurikulum
pondok pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pondok pesantren modern
Hidayatullah Surabaya.
Jika (Ho) terbukti setelah diuji maka (Ho) diterima dan (Ha) ditolak..
Namun sebaliknya jika (Ha) terbukti setalah diuji maka (Ha) diterima dan (Ho)
11
I. Definisi operasional
Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut Black dan
Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi makna
pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan “operasi” atau kegiatan
yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.7
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari
kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional
variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:
a. Kurikulum
Istilah “kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni “curricullae”. Pada
waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.8
Kurikulum juga mempunyai arti sejumlah mata pelajaran tertentu yang
harus ditempuh (pengetahuan yang harus dikuasai) untuk mencapai suatu
tingkatan.9 Menurut Hilda Taba, kurikulum merupakan cakupan dari tujuan,
isi dan metode yang lebih luas/umum.10
7 James A. Black Dan Dean J. Champion, Metode Dan Masalah Penelitian Sosial, Terj.
E.Koeswara, Dkk (Bandung : Refika Aditama, 1999), 161.
8 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17
9 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999), cet kedua, h. 4
12
b. Pesantren
Pesantren adalah suatu asrama tempat murid-murid belajar mengaji.11
Menurut Prof. DR. Abdul Mujib, M.Ag. pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat sorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung
adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.12
c. Pesantren salaf
Salaf artinya “lama”, “terdahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren salaf
adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan
pendekatan tradisional.13
d. Pesantren modern
Modern (khalaf) artinya “kemudian” atau belakang, sedangkan ashri
artinya “sekarang” atau modern”. Pondok pesantren modern adalah pondok
pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan
modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTs, MA,
dan MAK) maupun sekolah (SD, SMP, SMA/SMK).14
11 W.J.S. Poerwodarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h.
998.
12 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2014)h. 234. 13 Departemen Agama RI, Pondok..., h. 30
13
e. Pengajaran
Pengajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman
belajar bagi peserta didik. Dengan kata lain pengajaran adalah suatu proses
yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan
mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar.15
f. Agama islam
Agama menurut Diaz Corner adalah jalan. Maksudnya jalan hidup atau
jalan yang harus ditempuh manusia swepanjang hidupnya atau yang
menghubungkan antara sumber dan tujuan hidup
Din berasal dari bahas arab yang artinya undang-undang hukum yang
harus ditunaikan manusia. Mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut
untuk ditunaikan dan akan mendapat hukuman apabila ditinggalkan.
Islam menurut bahasa berasal dari kata “aslama” yang artinya tunduk,
patuh, dan berserah diri. Islam adalah nama dari agama wahyu yang
diturunkan Allah swt kepada Rasulullah untuk disampaikan kepada manusia16
J. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
15 http://diarydahlia.blogspot.com/2011/09/pengertian-pengajaran.html diakses pada 6 juli
2015 pukul 19.58 wib
14
memecahkan dan mengantisipasi masalah.17 Adapun rencana bagi pemecahan
yang diselidiki antara lain :
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan penelitian yang akan diteliti pada skripsi ini yaitu
“Komparasi Antara penilaian Kurikulum ala Pondok Pesantren Modern dan
penilaian kurikulum ala Pondok Pesantren Salaf dalam Pengajaran Agama
Islam (Studi Kasus di pondok pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan di
pondok pesantren modern Hidayatullah Surabaya) maka penelitian ini
tergolong jenis penelitian kuantitatif. Penelitians kuantitatif adalah suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin peneliti
ketahui.18
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.19 Adapun cara yang digunakan peneliti dalam mengambil
data dalam penelitian ini adalah teknik penelitian populasi. Alasan
peneliti mengambil teknik ini adalah karena peneliti hendak meneliti
15
semua elemen yang ada pada wilayah penelitian dan jumlah subjeknya
kurang dari 100%. Maka dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh
santri di Pesantren al-Musthofa Kediri dan Pesantren Hidayatullah
Surabaya.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.20 Untuk
mengetahui besar kecilnya sampel ini, tidak ada ketentuan yang baku.
“tidak ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti tentang besarnya
sampel”.21
Hadi yang menyatakan bahwa “ sebenarnya tidak ada ketepatan
yang mutlak berapa persen atau yang digunakan dari populasi”.22
Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk penarikan
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya dalam penelitian.23
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah santri pondok
pesantren salaf al-Musthofa Kediri yang berjumlah 58 orang dan santri
pondok pesantren modern Hidayatullah Surabaya yang berjumlah 502
santri.
Namun penulis berpedoman pada Arikunto yang menyatakan
bahwa “Apabila subjeknya kurang dari 100%, lebih baik diambil
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur...131. 21 Sugiono, Metode…..., h. 72.
16
semuanya, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar maka dapat diambil diantara
10-15% atau 20-25% atau lebih. 24 Dari pendapat diatas maka penulis
mengambil sebanyak 10% dari populasi yang ada ( 560x10%= 56)
Dalam penetapan sampel, penulis menggunakan teknik random
sampling (sampel acak sederhana). Penulis hanya menentukan 56
santri yaitu 28 dari santri pondok pesantren salaf al-Musthofa dan 28
dari santri pondok pesantren modern Hidayatullah.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu :
1) Data Kualitatif adalah pengumpulan data dengan cara gejala-gejala
untuk memahaminya tidak mudah menggunakan alat ukur,
melainkan dengan naluri dan perasaan. 25
2) Data Kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan ulang
menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
b. Sumber Data
1) Kepustakaan
17
Yaitu sumber data digunakan untuk mencari landasan teori
tentang permasalahan yang diteliti dengan menggunakan literature
yang ada, baik dari buku, majalah, surat kabar maupun dari internet
yang ada hubungannya dengan topik pembahasan penelitian ini
sebagai bahan landasan teori.
2) Penelitian Lapangan
Adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan
penelitian, yaitu mencari data dengan terjuan langsung ke objek
penelitian untuk memperoleh data yang lebih konkrit yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini, penelitian
lapangan dengan menggunakan analisis komparasional yaitu
membandingkan kurikulum pengajaran agama di pondok
pesantren salaf al-Musthofa Kediri dan pondok pesantren modern
Hidayatullah Surabaya.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk menggali data yang ada, peneliti menggunakan beberapa
metode pengambilan data, yaitu :
a. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri
18
dan kuisioner.26 Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi
merupakan proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpentinga
adalah pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden tidak terlalu besar. Dalam penelitian ini, peneliti
mengamati:
1) Lingkungan Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren modern
Hidayatullah Surabaya.
2) Sarana dan prasarana di Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan
pesantren modern Hidayatullah Surabaya.
3) Metode penyampaian materi di Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan
pesantren modern Hidayatullah Surabaya.
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan melalui peninggalan tertulis,
sererti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori
dalil-dalil atau hokum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian.27
19
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data dari
Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren modern Hidayatullah
Surabaya yakni:
1) Sejarah berdirinya Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren
modern Hidayatullah Surabaya.
2) Visi, misi, dan motto Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren
modern Hidayatullah Surabaya.
3) Struktur pengurus di Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren
modern Hidayatullah Surabaya.
4) Letak geografis Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren
modern Hidayatullah Surabaya.
5) Jumlah guru dan santri di Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan
pesantren modern Hidayatullah Surabaya.
6) Kegiatan sehari-hari santri di Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan
pesantren modern Hidayatullah Surabaya.
c. Kuisioner
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab.28 Kuisioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti secara pasti tahu variable
yang akan diukur dan tahua apa yang bisa diharapkan dari responden.
20
Sehubungan dengan itu angket bisa disebut juga sebagai interview
tertulis.29 Metode ini digunakan dengan cara membuat daftar pertanyaan
yang diberikan kepada responden disertai dengan alternative jawaban.30
Data yang dicari melalui kuisioner adalah pengajaran agama yang
dilakukan di Pesantren Salaf Al-Musthofa Dan Pesantren Modern
Hidayatullah.
d. Wawancara
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview.
Wawancara merupakan alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula.31 Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap
muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi
(interviewee). Dalam hal ini yang menjadi key people adalah pengurus di
Pesantren salaf Al Mustofa Kediri dan pesantren modern Hidayatullah
Surabaya.
5. Teknik Analsis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan dalam
pengolahan data yang berhubungan erat dengan rumusan masalah yang
telah diajukan untuk menarik kesimpulan. Dalam menganalisis data,
29 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrument Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 19995), h. 120.
21
peneliti menggunakan analisis deskriptif. Tujuan dari analisis diskriptif
adalah untuk menyajikan data hasil pengamatan secara singkat dan jelas.
Pada penelitian diskriptif statistik yang digunakan adalah diskriptif seperti
tehnik persen, kuartal, modus, median, mean, simpangan baku, korelasi
dan lain-lain. Visualisasi data bisa digunakan table, grafik, diagram dan
sejenisnya.
Adapun rumus untuk menganalisis data-data tersebut, penulis
menggunakan rumus t-test karena untuk mencari perbedaan antara dua buah
kelompok
K. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian ini menjadi lima bab
dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang: latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi
dan hipotesis penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Teori meliputi tentang: A. Tinjauan tentang kurikulum,
meliputi Pengertian kurikulum, Peran dan Fungsi Kurikulum, Anatomi
(Komponen-komponen Kurikulum), Desain Kurikulum, Dasar Pengembangan
Kurikulum, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum, serta
Hambatan-hambatan kurikulum. B. Tinjauan pondok pesantren yang terdiri dari
22
Pesantren, Fungsi pesantren, Kurikulum dan Metode pengajaran pesantren,
Kelebihan dan Kekurangan Pesantren, serta Tipologi Pondok Pesantren
Bab III Metode Penelitian meliputi: Metodologi Penelitian (Jenis
Penelitian, Populasi dan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan
Data, Teknik analisis data
Bab IV Laporan Hasil Penelitian yang meliputi: gambaran umum obyek
penelitian, penyajian data dan analisis data.
Bab V Penutup, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan
dari skripsi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin
23
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan tentang kurikulum
1. Pengertian kurikulum
Dalam dunia pendidikan kurikulum ditafsirkan secara berbeda-beda.
Namun, tafsiran yang berbeda-beda itu memiliki kesamaan. Kesamaan
tersebut adalah bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Nasution, kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun
untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.1
Sejalan dengan pendapat Nasution, Sholeh Hidayat mengungkapkan
bahwa kurikulum jika dilihat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”.
Jadi istilah kurikulum pada zaman Romawi kuno mengandung pengertian
sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai
finish. Dalam pandangan klasik, kurikulum dipandang sebagai rencana
24
pelajaran di suatu sekolah atau madrasah. Pelajaran dan materi yang harus
ditempuh di sekolah atau madarasah, itulah kurikulum2. Dengan menempuh
suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah.3
Sedangkan Oemar hamalik merumuskan bahwa kurikulum adalah
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh
ijazah.4
Oemar hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar bahwa
kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan oleh lembaga
pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut
siswa melalukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong
perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.5
Kurikulum memiliki tiga dimensi yakni kurikulum sebagai mata
pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai
perencanaan program pembelajaran.
2 Sholeh Hidayat, Pengembangan kurikulum baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), h.
19
3 Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan
dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet 1, 2007), h. 77.
4 Oemar hamalik, Dasar-dasar Pengembangan kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), h. 3
25
Kurikulum sebagai mata pelajaran biasanya erat hubungannya dengan
usaha memperoleh ijazah. Kurikulum sebagai mata pelajaran memiliki
ketentuan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan judgment ahli bidang
studi.
2. Mempertimbangkan tingkat kesulitan peserta didik, minat, dan urutan
bahan
3. Menekankan pada penggunaan metode dan strategi pembelajaran.6
Kurikulum sebagai pengalaman belajar adalah seluruh kegiatan yang
dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut
berada di bawah tanggung jawab guru (sekolah). Kurikulum sebagai suatu
rencana adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraa kegiatan belajar mengajar.
Dari ketiga pengertian di atas konsep kurikulum dapat diartikan
sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus
dicapai, isi, materi, dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
26
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
2. Peran dan Fungsi Kurikulum
a. Peran Kurikulum
1) Peran konservatif
Yaitu Kurikulum harus mampu menafsirkan dan mewariskan
nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat yang mengandung
makna dalam membina perilaku anak didik7 dan melestarikan berbagai
nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Siswa perlu memahami dan
menyadari norma dan pandangan hidup bermasyarakat, sehingga
ketika mereka kembali ke masyarakat, mereka dapat menjunjung
tinggi dan berperilaku sesuai dengan norma tersebut. Melalui peran
konservativnya kurikulum berperan menangkal berbagai pengaruh
yang dapat merusak nilai budaya sehingga identitas masyarakat tetap
terpelihara dengan baik.
2) Peran Kreatif
Yaitu peran yang mengandung hal-hal baru sehingga dapat
membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang
7 Iskandar Wiryokusumo, Usman Mulyadi, Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina
27
dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial yang
senantiasa bergerak maju secara dinamis. Dengan peran kreatifnya,
kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu
siswa untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar
dapat berperan aktif dalam masyarakat.
3) Peran kritis dan evaluatif
Kurikulum amat berperan aktif sebagai kontrol sosial dan
menekankan pada unsur berfikir kritis.8 Yaitu menyeleksi nilai dan
budaya mana yang perlu dipertahankan dan nilai budaya mana yang
harus diubah anak didik.9
Jadi sebuah kurikulum itu harus memiliki peranan aktif dan
evaluatif guna pengembangan dalam proses belajar.
Maka dari itu Kurikulum Berbasis Kompetensi harus bisa
berperan secara konservatif, kreatif, kritis dan evaluatif, sehingga
mampu menciptakan sumber daya manusia (out put pendidikan) yang
perofesional dan kreatif.
28
4) Fungsi Kurikulum
Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mempunyai berbagai
fungsi tertentu, diantaranya:
1. Fungsi penyesuaian
Setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya secara menyeluruh karena lingkungan sendiri
senantiasa berubah maka masing-masing individu harus memiliki
kemampuan menyesuaikan diri. Disinilah letak fungsi kurikulum
sebagai alat pendidikan.
2. Fungsi Integrasi
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi yang terintegrasi. Oleh
karena itu individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka
pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam
pembentukan masyarakat.
3. Fungsi diferensiasi
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaandi
antara setiap orang dalam masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi
akan mendorong orang berpikir kritis dankreatif sehingga akan
29
diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi,
karena diferensiasi juga dapat menghindari terjadinya stagnasi sosial.
4. Fungsi persiapan
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh ,
misal melanjutkan studike sekolah yang lebih tinggi atau persiapan
belajar didalam masyarakat persiapan kemampuan belajar lebih lanjut
ini sangat diperlukan, mengingat seklah tidak mungkin memberikan
semua yang diperlukan siswa atau apapun yang menarik perhatian
mereka.
5. Fungsi pemilihan
Perbedaan dan pemilihan adalah dua hal yang saling berkaitan.
Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk memilih apa yang diinginkan. Untuk
mengembangkan berbagai kemampuan tersebut, maka kurikulum perlu
disusun secara luas dan bersifat fleksibel
6. Fungsi diagnostik
Fungsi ini merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan membimbing
30
jika siswa menyadari semua kelemahan dan kelebihan yang ada dalam
dirinya dan selanjutnya diarahkan untuk memahami dan menerima
dirinya.10
Di samping fungsi di atas terdapat pula fungsi untuk guru, siswa,
Kepala Sekolah, pengawas, orang tua, dan masyarakat. Bagi guru,
berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Bagi
siswa, berfungsi sebagai pedoman belajar. Bagi Kepala Sekolah, berfungsi
untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Bagi pengawas,
kurikulum berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi. Bagi
orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan
bantuan bagi penyelenggaran program sekolah, maupun membantu
putra-putri mereka belajar di rumah sesuai dengan program sekolah.
3. Anatomi (Komponen-komponen Kurikulum)
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia
ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu.unsur-unsur atau
komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah
tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta
evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan satu sama lain.
10 Oemar Hamalik, Dasar-dasar pengembangan kurikulum, (Bandung: Remaja rosdakarya,
31
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini
meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,
kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara
komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai
dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan
tujuan kurikulum.11
1) Tujuan
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal
kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan
tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan
institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan.
Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi.
Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu
mata pelajaran. Yang terakhir ini, masih dirinci lagi menjadi tujuan
instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif, yang merupakan
tujuan pokok bahasan.12
2) Bahan ajar
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
11 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, Cet. Ketiga, 2000), hlm. 102.
32
a) Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung
urutan waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa
sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan
ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan skuens kronologis.
b) Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis
adalah sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau
situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu peristiwa atau
situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau
pendahulu para siswa akan menemukan akibatnya. Menurut Rowntree
“skuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar dalam bidang
meteorologi dan geomorfologi”.
c) Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah
mempunyai struktur tertentu. Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi
tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak
mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan
pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasan
cahaya tidak mungkin diajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan
masalah cahaya. Masalah cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat-alat
33
d) Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan
urutan logis. Rowntree melihat perbedaan antarasekuens logis dengan
psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian menuju
pada keseluruhan, dari yang sederhanakepada yang kompleks, tetapi
menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian,
dari yang kompleks kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan
ajar disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda
kepada teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada
mengapa.
e) Sekuens spiral, dikembangkan oleh Bruner. Bahan ajar dipusatkan pada
topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan
diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah
sesuatu yang popular dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan
diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f) Rangkaian ke belakang. (backward chaining), dikembangkan oleh
Thomas Gilbert. Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah
terakhir dan mundur kebelakang. Contoh, proses pemecahan masalah
yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah, yaitu: (a) Pembatasan masalah
(b) Penyusunan hipotesis, (c) Pengumpulan data, (d) Pengetesan
hipotesis, (e) Interpetasi hasil tes. Dalam mengajarnya mulai dengan
34
dari langkah (a) sampai (d),dan siswa diminta untuk membuat interpretasi
hasilnya (e). pada kesempatan lain guru menyajikan data tentang masalah
lain dari langkah (a) sampai (c) dan siswa diminta untuk mengadakan
pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
g) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh
Gagne, dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama
pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar
untuk mencapai tujun-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan 8 tipe yang
tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sederhana: signal
learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal
association, multiple discrimination, concept learning, principle learning,
dan problem-solving learning.13
3) Strategi mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau
metode mengajar. Pada waktu guru menyusun skuens suatu bahan ajar, ia
juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai dengan untuk
menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntee
membagi strategi mengajar itu atas Exposition-Discovery Learning dan
35
Groups-Individual Learning. Ausubel and Robinson membaginya atas
strategi Reception Learning-Discovery Learning dan Rote
Learning-Meaningful Learning.
a) Reception/ExpositionLearning-Discovery Learning.
Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang
sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi
siswa sedangkan expotion dilihat dari sisi guru.
b) Rote Learning-Meaningful Learning.
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa
memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan
ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian
bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and
Robinsin sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur
kognitif yang ada pada siswa.
c) Group Learning-Individual Learning.
Pelaksaan discovery learning menuntut menuntut aktivitas belajar
yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery
learning dalam bentuk kelas pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai
36
belajar siswa tidak sama. Dan masalah lain adalah kemungkinan untuk
bekerja sama, dalam kelas besar tidak mungkin semua anak dapat bekerja
sama.
4) Media mengajar
Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan
disebut modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, symbol tertulis, dan
rekaman suara.
a) Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua
orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak
secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya.
Terutama kehadiran guru mempengaruhi siswa-siswanya.
b) Realita. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang,
bintang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa.
c) Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian sebagai bentuk variasi
gambar dan diagram nyata ataupun symbol, bergerak atau tidak, dibuat
diatas kertas, film, kaset, disket, dan media lainnya.
d) Simbol tertulis, simbol tertulis merupakan media penyajian informasi
[image:44.612.153.532.247.521.2]
37
media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program
belajar, modul, dan majalah-majalah.
e) Rekaman suara. Berbagi bentuk informasi dapat disampaikan kepada
anak dalam bentuk rekaman suara.14
5) Evaluasi
Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar,
strategi mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan.
Tiap kegiatan akan memberikan umpat balik, demikian juga dalam
pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan
balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan
baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens
bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a) Evaluasihasil belajar-mengajar
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan
antara evaluasiformatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek.
38
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka
waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang
pendidikan.
b) Evaluasi pelaksanaan mengajar
Komponen-komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya
hasil belajar-mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang
meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang
menyangkut skuens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta
komponen evaluasi mengajar sendiri.15
4. Desain Kurikulum
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran,
sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
a. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan
ajar.
b. Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan
peranan siswa.
39
c. Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada
masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain
terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam subject centered design,
dikenal ada: the subject design, the disciplines design dan the broad fields
design. Pada problems centered design dikenal pula dengan areas of living
design dan the core desig n.
5. Dasar Pengembangan Kurikulum
a. Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua
pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa disekolah. Merupakan
tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Disana semua
konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru
diuji untuk mewujudkan kurikulum yang nyata dan hidup sesuai dengan
tuntutan dan tantangan perkembngan masyarakat.16
b. Dengan prinsip dan model pengembangan kurikulum yang telah
dikembangakan dalam lembaga pendidikan akan lebih jelas jika kita
memandang kurikulum sebagai sebuah komponen dasar dan tubuh
kurikulum dengan komponen ini akan lebih jelas dalam mengerahkan
40
anak didik sebagai subyek didik yang harus dikembangkan. Menurut
Nana Syaodih komponen kurikulum terdiri dari :
1) Tujuan-tujuan kurikulum
2) Bahan ajar (materi)
3) Strategi (metode)
4) Media (alat)
5) Evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam
pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar.17
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Seiring perkembangan tatanan masyarakat yang ditandai oleh
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan adanya
kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kurikulum menurut Nana Syaodih adalah :
41
a. Perguruan tinggi, dimana perguruan tinggi mempunyai pengaruh yang
besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
perkembangan dalam perkembangan dalam pendidikan serta persiapan
guru (tenaga pendidik) yng memahami terhadap bidangnya.
b. Masyarakat, sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan
mempersiapkan anak untuk hidup dimasyarakat.
c. Sistem nilai, dimana lingkungan terdapat sistem nilai yang menentukan
sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk oleh masyarakat
hendaknya mampu memelihara dan meneruskan nilai-nilai pemahaman
nilai hendaknya tidak dipahami secara kognitif dan menghafal tetapi
tetapi perlu internalisasi nilai-nilai terhadap siswa.18
7. Hambatan-hambatan
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan antara lain:
a) Kemampuan guru, hambatan yang dilami karena kurang waktu, kurang
kerjasama dengan guru lain, pengetahuan yang kurang.
b) Masyarakat sebagai umpan balik
c) Biaya sebagai kekuatan finansial.19
42
Sedangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserts didik, berupa penguasaan terhadap
seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum Berbasis Kompetensi diarahkan
untuk mengembangkan kemampuan, pemahaman, pengetahuan, nilai, sikap
dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.20
Kurikulum ini sendiri sebagai pergeseran penekanan dari content atau
isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berfikir, belajar dan
melakukan) dalam kurikulum. Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat
dibilang sebagai kurikulum humanistik, karena kurikulum humanistik lebih
memberikan tempat utama kepada anak didik.
Kurikulum Berbasis Kompetensi sendiri memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara
individual maupun klasikal.
2) Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
20 Hilda Taba, dalam tulisan S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,
43
3) Penyampaian pada pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar yang
lainnya memenuhi unsure edukatif.
5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasa atau
pencapaian suatu kompetensi.21
B. Tinjauan tentang pondok pesantren
1. Pengertian pesantren
Istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini
digabung menjadi pondok pesantren. Menurut M. Arifin sebagaimana dikutip
oleh Qomar:
“Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership
seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.22
Menurut Mastuhu, Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan
Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama islam,
dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian atau disebut
21 Departemen Pendidikan Nasional, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta:
Pusat Kurikulum Balitbang, 2002), hlm. 3.
22 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
44
tafaqquh fiddin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup
bermasyarakat. Pesantren telah hidup sejak 300-400 tahun yang lalu dan
menjangkaun hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren diakui
sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan
bangsa. Terutama di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang sangat berjasa bagi umat islam. Tidak sedikit pemimpin
bangsa terutama dari angkatan 1945 adalah alumni atau setidak-tidaknya
pernah belajar di pesantren.23
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan
Sedangkan dalam sumber lain disebutkan bahwa pesantren
menrupakan komunitas tersendiri, dimana kyai, ustadz, santri dan pengurus
pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan berlandaskan
nilai-nilai agama islam disertai norma-norma dan kebiasaan-kebiasaannya
sendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Komunitas pesantren merupakan suatu keluarga besar dibawah asuhan
seorang kyai dan ulama dan dibantu oleh beberapa kyai dan ustadz.24
23 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur Dan Nilai
Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 3
24 Yayasan Kantana Bangsa, Pemberdayaan pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
45
2. Sejarah Perkembangan Pondok pesantren
Pondok pesantren jika dibanding dengan lembaga pendidikan yang
pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan
dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Pendidikan ini semula merupakan
pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam
Nusantara pada abad ke 13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan
pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempattempat pengajian
“nggon ngaji”. Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat
-tempat menginap agar para pelajar (santri) yang kemudian disebut pesantren.
Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu itu pendidikan
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur,
sehingga pendidikan ini dianggap sangat bergengsi. Dilembaga inilah kaum
muslimin Indonesia mengalami doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut
praktek kehidupan keagamaan.25
Lembaga pesantren semakin berkembang secara cepat dengan adanya
sikap non kooperatif ulama terhadap kebijakan “politik etis” pemerintah
kolonial Belanda pada akhir abad ke-19. Kebijakan pemerintah kolonial ini
dimaksudkan sebagai balas jasa kepada rakyat Indonesia dengan memberikan
pendidikan modern, termasuk budaya barat. Namun pendidikan yang
25 H.M. Sulthon & Moh. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspetif
46
diberikan sangat terbatas, baik dalam segi jumlah yang mendapat kesempatan
mengikuti pendidikan maupun dari dalam segi tingkat pendidikan yang
diberikan. Sikap non kooperatif para ulama itu kemudian ditunjukkan
mendirikan pesantren didaerah-daerah yang jauh dari kota untuk menghindari
intervensi kolonial Belanda serta memberikan kesempatan kepada rakyat yang
belum memperoleh pendidikan.26
Di Indonesia, khususnya Jawa Barat hampir setiap desa memiliki
Pondok Pesantren baik pesantren salafiyah maupun pesantren khalafiyah.
Lembaga ini tumbuh sejalan dengan pergerakan perjuangan muslimin
Indonesia ketika melawan Belanda. Bahkan konon, pondok pesantren
merupakan basis perlawanan dari pejuan kita. Melahirkan para mujahid
dakwah yang tetap eksis di sepanjang sejarah anak manusia sebagaimana
jaminan Allah swt dalam Q.S Al Baqarah:154
“dan janganlah kamu mengatakan kepada orang-orang yang telah
gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu telah mati) bahkan
sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Q.S
Al Baqarah:154)
Banyak pahlawan nasional yang dilahirkan oleh pesantren seperti H.
Cokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, H.A Hassan, dan
lain-lain. Kegiatan para ulama tersebut bukan hanya mendidik santri-santrinya
47
saj, melainkan mendidik dan membina masyarakat agar terbentuk masyarakat
muslim yang menjalankan kehidupannya berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.27
Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam
perspektif wacana pendidikan nasional saat ini, sistem pondok pesantren telah
mengundang spekulasi yang bermacam-macam. Setidaknya ada tujuh teori