• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Kedondong - Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Kedondong - Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Kedondong

Tanaman ini termasuk dalam suku Anacardiaceae, merupakan pohon yang

dapat mencapai ketinggian 40 m. Pada umumnya tumbuhan ini ditanam dengan

menggunakan biji akan mencapai ketinggian 20 m. Pada buah ini terdapat berbagai

manfaat obat dari buah, daun dan kulit batangnya (Hakimah, 2010).

Kandungan utama yang terdapat dalam buah kedondong adalah unsur gula

dalam bentuk sukrosa yang penting sebagai penambahan energi dan vitalitas tubuh.

Begitu juga dengan kandungan serat dan airnya yang cukup tinggi bermanfaat

dalam melancarkan pencernaan serta mencegah dehidrasi (Anonim, 2011).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Menurut United States Department of Agriculture (1994), klasifikasi lengkap

tanaman kedondong adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Divisio : Magnoliophtya

Super divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledons

Sub class : Rosidae

(2)

Family : Anacardiaceae

Genus : Spondias

Species : Spondias dulcis Parkinson

2.1.3 Morfologi Tanaman Kedondong

1. Daun

Tumbuhan ini termasuk ke dalam tanaman berdaun majemuk, menyirip,

anak daun lima sampai lima belas, pangkal daun dan ujung daun meruncing,

warna daun hijau, panjang daun 5-8 cm dan lebar 3-6 cm, tepi daunnya rata,

tata letak daun tersebar, permukaan daun licin dan mengkilat (Depkes RI,

1994).

2. Batang

Tumbuhan ini mempunyai batang yang berkayu yang biasanya keras

dan kuat karena sebagian besar terdiri dari kayu tumbuh tegak, dan bercabang,

permukaan batang halus dan berwarna putih kehijauan (Depkes RI, 1994).

3. Akar

Tumbuhan ini berakar tunggang dan berwarna coklat tua (Depkes RI,

1994).

4. Bunga

Tumbuhan ini termasuk bunga majemuk, panjang 2 cm, panjang

kelopak bunganya lebih kurang 5 cm, jumlah benang sari delapan berwarna

kuning, mahkota bunga berjumlah 4-5, warna bunganya berwarna putih

(3)

5. Buah

Berbuah bulat, mempunyai dinding lapisan luar yang tipis seperti kulit,

lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair seringkali dimakan, buah lonjong,

berdaging dan berserat, warna buah hijau kekuningan (Depkes RI, 1994).

6. Biji

Berbiji bulat, berserat kasar, warna biji putih kekuningan (Depkes, RI 1994).

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan nutrisi dalam buah Kedondong setiap 100 gram, bahan

yang dapat di makan:

No Jenis Zat Gizi Banyaknya Kandungan Zat

1 Sumber kalori 41,00 kalori

2 Protein 1,00 gram

3 Lemak 0,10 gram

4 Karbohidrat 10,30 gram

5 Kalsium 15,00 mg

6 Fosfor 22,00 mg

7 Ferro 2,80 mg

8 Vitamin A 233,00 SI

9 Vitamin B1 0,08 mg

10 Vitamin C 30,00 mg

11 Air 88,00 gram

(4)

2.1.5 Manfaat Buah Kedondong

Kedondong sangat berguna untuk memelihara kesehatan saluran

pencernaan dan dehidrasi. Selain itu, manfaat buah kedondong lainnya adalah

dari rendahnya kandungan lemak, sehingga buah ini cocok sebagai makanan

cemilan diet yang menyegarkan. Apalagi kandungan karbohidrat maupun

proteinnya juga termasuk rendah dan sebagian masyarakat juga ada yang

memanfaatkan buah kedondong untuk mengobati luka bakar pada kulit

(Hakimah, 2010).

Manfaat buah kedondong lainnya adalah dapat dimakan dalam keadaan

segar, tetapi sebagian buah matangnya bisa juga diolah menjadi selai, jeli dan

sari buah. Buah yang masih mentah dapat juga dibuat untuk rujak dan dibuat

acar (Anonim, 2011).

2.2 Vitamin

Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan

tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.

Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh

karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno,

1984).

Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang

dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin

yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang

(5)

yaitu β-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran

dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989).

2.2.1 Vitamin C

Vitamin C termasuk golongan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C

atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul

C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak

berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini

bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C mudah larut dalam

air (1 g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 g

larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam

benzena, eter, kloroform dan minyak (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini (Ditjen

POM, 1995):

C O

C

C C

O

HO HO

H

C H

O H

CH2OH

Gambar 1.Rumus Bangun Vitamin C

Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap

pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim,

kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi

(6)

vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat

mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak

memiliki keaktifan vitamin C lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992).

C

Gambar 2. Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985).

Sumber vitamin C adalah sayuran berwarna hijau, buah-buahan (perlu

diketahui, bahwa rasa asam pada buah tidak selalu sejalan dengan kadar

vitamin C dalam buah tersebut, karena rasa asam disebabkan oleh asam-asam

lain yang terdapat dalam buah bersama dengan vitamin C) (Poedjiadi, 1994).

Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan

terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu

sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004).

Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada

varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh

(7)

2.2.2 Fungsi Vitamin C

Fungsi vitamin C didalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya

sebagai antioksidan yang berperan serta di dalam banyak proses metabolisme

yang berlangsung di dalam jaringan tubuh, antioksidan adalah senyawa yang

mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada

molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi

berantai dari radikal bebas (Sediaoetama, 2008; Kumalaningsih, 2006).

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan

atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), pada anak yang giginya telah

tumbuh, gusi membengkak dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut

terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam

makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, luka

lambat sembuh sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang.

Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas

(Winarno, 1984).

Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg,

untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena

banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan

bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan

(8)

2.3 Metode Penetapan Kadar Vitamin C

Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu:

a. Metode titrasi iodimetri

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai

potensial reduksi yang lebih kecil dengan potensial reduksi iodum +0,535 volt,

dalam hal ini vitamin C mempunyai potensial reduksi ( +0,116 volt)

dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium

(Andarwulan dan Koswara, 1992; Rohman, 2007).

Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan

menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman

pada saat tercapainya titik akhir titrasi (Rohman, 2007).

Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak

efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena

adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi.

Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama dengan warna

titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin.

C

(9)

b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan

berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda.

Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan

menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi

2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-2,6-diklorofenol indofenol

sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji,

1989).

Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor

yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel

atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam

metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Penggunaan

asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh

enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan

asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein

karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan

protein . Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat

dibandingkan dalam suasana netral atau basa (Andarwulan dan Koswara, 1992;

Counsell dan Horning, 1981).

Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak

digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini

lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak

(10)

praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan

maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan

vitamin C standar (Andarwulan dan Koswara, 1992; Sudarmadji, 1989).

O

2,6-Diklorofenol Indofenol Asam askorbat 2,6-Diklorofenol Aminofenol Asam dehidroaskorbat

Gambar

Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C
Gambar 2. Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985).
Gambar 3. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Rohman, 2007).
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

Referensi

Dokumen terkait