• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh pada jenis tanah berpasir maupun tanah liat. Wilayah penyebaran nimba yaitu Asia Tenggara dan Asia Selatan, termasuk Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Malaysia serta Indonesia. Di Indonesia tumbuhan ini banyak tumbuh di Bali, Lombok, Jawa Barat khususnya Subang, dan di daerah pantai Utara Jawa Timur.Namun, dalam jumlah kecil pohon nimba sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Sukrasno, 2003).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan daun nimba menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rutales

Suku : Meliaceae

Marga : Azadirachta

(2)

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah nimba (Sunda), intaran (Bali dan Nusa Tenggara), mimba, membha dan mempeuh (Madura) (Sukrasno, 2003). 2.1.3 Nama Asing

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah: Inggris : Neem

India : Weple 2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan nimba berupa pohon, dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 m dengan diameter batang mencapai 2-5 m. Batangnya tegak dan didukung oleh sistem perakaran berupa akar tunggang. Permukaan batangnya kasar, berkayu dan memiliki kulit kayu yang tebal. Daun majemuk, ujung daun meruncing, tepi bergerigi. Susunan tulang daun menyirip, lebar daun sekitar 2 cm dan panjangnya 5 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun diranting secara aksilar. Benang sari 10, berbentuk silindris dan berwarna putih kekuningan. Putiknya berbentuk lonjong dengan warna coklat muda. Bakal buah beruang tiga, tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang sekitar 8-15 cm. kelopak bunga berwarna hijau. Mahkota bunga berwarna putih. Buahnya buah batu, berbentuk bulat lonjong seperti melinjo dengan ukuran maksimum 2 cm. Buah yang matang berwarna atau hijau kekuningan (Sukrasno, 2003).

2.1.5 Kandungan Kimia Daun Nimba

Menurut Biswas (2002), daun nimba mengandung Azadirachtin

(3)

meliantriol (repellent atau penghalau serangga), galic acid (antiradikal bebas),

epicatechin dan catechin (antialergi) dan polisakarida sebagai imunomodulator. 2.1.6 Khasiat Daun Nimba

Daun nimba mempunyai banyak manfaat, terutama dalam dunia kesehatan, namun penggunaannya secara tradisional di Indonesia kurang populer. Seiring dengan semakin berkembang penggunaan tanaman obat dalam dunia kesehatan dengan semboyan back to nature, keingintahuan masyarakat terhadap khasiat dan manfaat tanaman obat semakin berkembang. Informasi yang mendukung pemanfaatan daun nimba diperoleh juga dari negara tetangga yang memiliki populasi nimba terbesar di dunia, yaitu India. Di Indonesia, daun nimba sudah dicantumkan dalam buku resmi mengenai obat dari bahan alam. Di beberapa negara seperti India, tanaman nimba digunakan sebagai pencegah kehamilan karena terbukti dapat mematikan sperma. Begitu juga artikel-artikel ilmiah terutama dari para penulis India telah banyak mengungkapkan berbagai aktivitas farmakologi daun nimba misalnya sebagai antijamur, antivirus, obat cacing, antialergi dan antikanker (Sukrasno, 2003).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).

(4)

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air.

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: a. Cara dingin

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: i.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

b. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: i.Refluks

(5)

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii.Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40 - 50oC).

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit). v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Uraian Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk disumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi dijaringan limfe (limfosit dan sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 2008).

(6)

normal ditemukan dalam darah yaitu neutrofil polimorfonuklir, eusinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma.

Sel-sel polimorfonuklir seluruhnya mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungan tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya yaitu fagositosis. Fungsi utama sel limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. Fungsi trombosit terutama mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah. Persentase normal dari sel darah putih yaitu neutrofil polimorfonuklir 62%, eusinofil polimorfonuklir 2,3%, basofil polimorfonuklir 0,4%, monosit 5,3% dan limfosit 30% (Guyton, 2008).

2.4 Jenis-Jenis Leukosit 2.4.1 Granulosit

Granulosit memiliki granul kecil didalam protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10 - 12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granul, granulosit dibagi menjadi tiga kelompok:

a. Neutrofil

(7)

memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville dan Bassert, 2008). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama (first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris (Lee, et al., 2003).

Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat memfagositosis dan membunuh bakteri (Weiner, et al., 1999). Kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville dan Basster, 2008). Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Neutrofil segera mati setelah melakukan fagosit terhadap agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom, kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi (Dellman dan Brown, 1992).

(8)

b. Eusinofil

Eusinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch dan Hirsch, 1980). Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang. Eusinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis dan untuk melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eusinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan (Effendi, 2003).

(9)

c. Basofil

Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2,5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (±6 jam) tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai, 1997). Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi (Jain, 1993). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter 10-12 µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan, banyaknya berkisar antara 0-1%. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton, 2008). Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dananafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga (Casolaro, et al., 1990).

2.4.2 Agranulosit

Agranulosit dibagi menjadi dua kelompok: a. Limfosit

(10)

lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira dan Caneiro, 2005). Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard, 2000). Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah (Colville dan Bassert, 2008).

Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira dan Caneiro, 2005).

b. Monosit

(11)

2.5 Ovalbumin (Putih Telur)

Ovalbumin (OVA) adalah bahan yang dipakai pada banyak penelitian, dapat merangsang pembentukan respon imun ke arah Th2 dominan. Ovalbumin merupakan protein utama yang berasal dari putih telur ayam berupa glikoprotein dengan berat molekul 45.000 dalton (Sugimoto, 1999).

2.6 Alergi

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya. World Allergy Organization (WAO) menunjukkan prevalensi alergi terus meningkatkan dengan angka 30-40% populasi dunia. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada angka pastinya, namun beberapa peneliti memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi di Indonesia mencapai 30% pertahunnya. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita hay fever

lebih dari 9 juta orang (Anindya, 2013).

(12)

Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada hakekatnya reaksi imun tersebut walaupun bersifat merusak, berfungsi melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh. Bila suatu protein asing masuk berulangkali kedalam aliran darah seorang yang hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi IgE. IgE mengikat diri pada membran sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran sel mast. Sejumlah zat perantara dilepaskan, yakni histamin bersama serotonin, bradikinin dan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini menarik makrofag dan neutrofil ketempat infeksi untuk memusnahkan sel asing tersebut. Disamping itu juga mengakibatkan beberapa gejala antara lain bronkokonstriksi, vasodilatasi dan pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Mediator tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rinitis alergi (hay fever) dan eksim.

(13)

Penggolongan

Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe hipersensitivitas, yakni tipe I-IV.

Tipe I

Hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi secara cepat secara khusus hanya dalam bilangan menit setelah terjadi interaksi antaraalergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya hipersensitivitas tipe I dapat terjadi sebagai reaksi lokal yang benar-benar mengganggu misalnya rinitis alergi, asma dan anafilaksis.

Banyak reaksi tipe I yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang ditentukan secara jelas yaitu respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular dan spasme otot polos yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang setelah 60 menit dan kedua reaksi fase lambat yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eusinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.Sel mast dan basofil merupakan inti dari terjadinya hipersensitivitas tipe I (Robbins, 2007).

Tipe II

(14)

misalnya metabolit obat. Komplemen dapat memerantarai hipersensitivitas tipe II melalui dua mekanisme yaitu lisis langsung atau opsonizasi. Pada sitotoksisitas yang diperantarai komplemen, antibodi yang terikat pada antigen permukaan sel menyebabkan fiksasi komplemen pada permukaan sel yang selanjutnya diikuti lisis melalui kompleks penyerang membran. Sel yang diselubungi oleh antibodi dan fragmen komplemen C3b teropsonisasi rentan pula terhadap fagositosis. Sel darah dalam sirkulasi adalah yang paling sering dirusak melalui mekanisme ini, meskipun antibodi yang terikat pada jaringan yang tidak dapat difagosit dapat menyebabkan fagositosis gagal. Hal ini terjadi karena adanya pelepasan enzim lisosom eksogen dan metabolit toksik misalnya sindrom Goodpasture. Secara klinis, reaksi yang diperantarai oleh antibodi terjadi pada keadaan reaksi transfusi, anemia hemolitik dan reaksi obat (Robbins, 2007).

Tipe III

(15)

Tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV disebut juga imunitas seluler yang merupakan mekanisme utama respons terhadap berbagai macam mikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus serta agen ekstrasel seperti fungi, protozoa dan parasit. Namun proses ini dapat pula menyebabkan kematian sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupu sebagai respon terhadap antigen sendiri pada penyakit autoimun. Contoh lain reaksi hipersensitivitas seluler adalah sesuatu yang disebut dengan sensitivitas kulit kontak terhadap bahan kimiawi seperti poison dan penolakan graft. Oleh karena itu hipersensitivitas tipe VI diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi.

Referensi

Dokumen terkait

PENENTUAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN RANCANGAN STRATEGI PERBAIKAN.. (STUDI KASUS DI PT.INTAN

status nutrisi( 7-point SGAdan Albumin serum) pasien hemodialisis reguler, maka. hasil penelitian ini dapat

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWTatas rahmat dananugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulEfek Alprazolam Terhadap Perilaku Kognitif

Anak tunagrahita kategori ringan kelas VA di SD Negeri Gadingan Kulon Progo dalam kegiatan pembelajaran masih banyak mengalami hambatan, seperti: masih belum

Dari uraian diatas, seperti yang telah kita pelajari tentang agama Katolik mulai dari aspek histories atau sejarah agama Katolik itu sendiri, lalu aspek teologis serta dari

Ketentuan lebih lanjut tentang perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur gugatan perdata dapat dilihat dari ketentuan Pasal 31 UU PTPK yang pada

Persoalan lain terkait kesehatan adalah ketersediaan obat-obatan bagi penyandang skizofrenia. Tidak sedikit kasus penyandang skizofrenia yang sudah ditangani medis harus

Hal ini dilakukan penulis untuk melihat secara langsung guna mendapat informasi secara jelas mengenai macam- macam budaya sekolah unggul dalam membina pendidikan karakter