• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM MANGROVE DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM MANGROVE DI INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM

MANGROVE DI INDONESIA

Wira Rahardi1, Rizal M. Suhardi2

1,2 Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Selatan, Yogyakarta, 55281

Email: wirarahardi@gmail.com

Abstrak

Indonesia mempunyai sejarah paleobiogeografi dan kondisi iklim tropis yang memegang pengaruh besar terhadap tingkat keanekaragaman hayati. Ekosistem didalam bentang alam darat dan laut Indonesia sangat bervariasi, saling terintegrasi membentuk kepulauan. Hal ini menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara maritim megabiodiversity. Ekosistem pesisir merupakan wilayah peralihan, berperan sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup. Mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir yang menyimpan potensi hayati dan memberikan jasa lingkungan. Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum potensi dan kondisi keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Indonesia pada masa sekarang, memprediksi potensi eksistensi dimasa mendatang melalui identifikasi fauna, flora dan jasa ekosistem. Keanekaragaman hayati fauna dan flora ekosistem mangrove sangat bervariasi dipengaruhi dinamika lingkungan. Hutan mangrove memiliki peran secara ekologis dan ekonomis bagi kehidupan biota dan manusia. Selain sebagai rumah berbagai satwa liar, nursery ground ikan, eksistensi mangrove penting sebagai perlindungan wilayah pesisir dari bahaya kepesisiran, sebagai simpanan blue carbon, sumber pangan dan obat-obatan. Saat ini, keberadaan hutan mangrove telah mengalami banyak usikan, tekanan aktivitas manusia menjadi faktor utamanya. Tingkat keterancaman yang tinggi menentukan kualitas jasa ekosistem mangrove dimasa mendatang. Untuk mencapai tujuan pengembangan berkelanjutan wilayah pesisir, diperlukan perhatian serius dan usaha maksimal terhadap pemanfaatan dan pelestarian ekosistem mangrove.

Kata kunci: wilayah pesisir, mangrove, eksistensi, jasa

Pendahuluan

Sejarah paleobiogeografi telah membentuk wilayah Indonesia kedalam tiga

region utama yaitu Laurasia (dataran Sunda), Gondwana Timur (dataran

Australo-Papua), dan Wallacea (wilayah peralihan). Ketiganya mempunyai keaneakaragaman

hayati yang khas. kombinasinya menyebabkan Indonesia dikenal sebagai pusat

keanekaragaman hayati dunia (Tomascik et al. 1997; Suripto, 2000). Indonesia juga

dikenal sebagai negara maritim atau negara kepulauan (archipelago state) terbesar,

memiliki panjang garis pantai 95.181 km (KKP, 2012). Badan Informasi Geospasial

(2)

panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer. Dengan demikian, kondisi

obyektifpesisir Indonesia merupakan anugerah teramat besar.

Salah satu potensi utama pesisir Indonesia adalah ekosistem mangrove, yang

berperan dalam menyimpan kekayaan spesies dan menyediakan berbagai layanan dan

jasa ekosistem. Sedikitnya seluas tiga juta hektare area mangrove dunia ada di

Indonesia. Tersebar dengan ekosistem regional penting terdapat di Papua, Kalimantan

dan Sumatra (Giri et al. 2011). Hutan mangrove selalu digenangi air ketika air laut

pasang dan berlumpur tebal pada saat air laut surut (FAO, 2007). Mangrove adalah

sebutan umum suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa

spesies pepohonan khas atau semak-semak (Nybakken, 1992). Sebagai suatu ekosistem,

mangrove atau hutan bakau tidak hanya terdiri dari pohon bakau (Rhizophora spp.) saja,

tetapi juga oleh pohon, semak, liana semak, paku, dan palem bakau (Djohan 2007;

Djohan dkk. 2014; Djohan dkk. 2015). Selain terdiri atas jenis flora yang beragam,

mangrove menyimpan keragaman fauna yang kaya dari berbagai tingkatan taksa (Noor

dkk. 2006). Masyarakat dapat menjadikannya sebagai area mata pencarian dan pangan

keluarga (Armitage, 2002), nilai estetis dan rekreasi serta menyokong nilai religi dan

spiritual (UNEP, 2014). Millenium Ecosystem Asesment (2005) secara umum

mengklasifikasi jasa ekosistem yaitu: provisioning service (jasa penyedia), regulating

service (jasa pengaturan), supporting service (jasa pendukung), dan cultural service

(jasa kebudayaan).

Indonesia memiliki laju kerusakan mangrove terbesar di dunia (Campbell and

Brown, 2015). Sekitar 40% mangrove Indonesia dalam tiga puluh tahun terakhir telah

hilang disebabkan konversi tambak udang (Sumatra, Sulawesi dan Jawa Timur),

pertanian atau tambak garam (Jawa dan Sulawesi) serta degradasi akibat tumpahan

minyak (Kalimantan Timur) dan polusi (FOA, 2007).

Pembahasan

Keanekaragaman Hayati Mangrove

1.Tipe vegetasi dan flora mangrove

Struktur dan komposisi vegetasi setiap kawasan mangrove bervariasi tergantung

pada kondisi tanah, pola curah hujan, dan masukan air sungai ke laut. Secara umum,

zonasi tumbuh mangrove meliputi daerah terbuka, daerah tengah, daerah dengan sungai

(3)

mangrove dibagi menjadi tiga kategori yaitu: mangrove mayor, mangrove minor,

mangrove assosiasi

Mangrove mayor

Komunitas dengan spesies dicirikan sangat terbatas pada zona intertidal,

kedalaman air dan salinitas tinggi. Spesies-spesies dalam kategori ini diantaranya dari

family Arecaceae, Avicenniaceae, Combretacea, Meliaceae, Rhizophoraceae, dan

Sonneratiaceae(Spalding et al. 2010; Hogart, 2015).

Mangrove minor

Komunitas dengan spesies mampu mentolerir fluktuasi salinitas sampai dengan

salinitas rendah, dan terbatas pada kedalaman air rendah. Spesies-spesies dalam kategori

ini yaitu dari family Acanthaceae, Bignoniaceae, Bombacaceae, Caesalpiniaceae,

Ebenaceae, Euphorbiaceae, Lythraceae, Myrsinaceae, Myrtaceae, Rubicaceae,

Sterculaceae, dan sebagainya(Spalding et al. 2010; Hogart, 2015).

Mangrove assosiasi

Komunitas dengan spesies yang tumbuh bersama spesies bakau, sepeti rumput,

epifit, pteridophytes, bryophytes, dan tanaman parasit, mis Acanthus ilicifolius, A.

volubilis, Barringtonia asiatica, B. racemosa, Brownlowia tersa, Cerbera odallam, C.

manghas, Clerodendrum inerme, Crinum asiaticum, Dolichandrone spathacea,

Inocarpus edulis, Hibiscus titiaceus, mengkudu, dan sebagainya (Tomlinson 1986;

Rotaquio et al. 2007; Rajpar and Zakaria, 2012 dalam Farida-Hanum et al. 2014).

2. Flora mangrove

Keanekaragaman spesies mangrove Indonesia adalah yang paling tinggi di

dunia. Tercatat sedikitnya 40 dari 50 spesies mangrove mayor dunia berada di Indonesia

(Noor dkk. 2006). Spesies-spesies tersebut diantaranya, Avicennia marina, A.

officinalis, Bruguiera cylindrical, B. gymnorrhiza, B. parviflora, Ceriops decandra, C.

tagal, Rhizophara apiculata, R. stylosa, Sonneratia alba, S. Caseolaris. Keragaman

spesies mangrove minor Indonesias juga cukup tinggi, diantaranya Acrostichum

aureum, A. speciosum, Aegiceras corniculatum, A. floridum, Excoecaria agallocha,

Heritiera littoralis, Osbornia octodonta, Pemphis acidula, Planchonella obovata,

Scyphiphora hydrophyllacea. Serta spesies mangrove asosiasi golongan graminae,

epiphytes, pteridophytes, bryophytes, dan parasit yang tumbuh bersama mangrove

(4)

et al. 2014). Keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya di

Indonesia berbeda satu sama lain (Noor dkk. 2006).

Selanjutnya, Kusmana (2009) dalam Farida-Hanum et al. (2014) menyebutkan,

sebanyak 202 spesies mangrove terdapat di Indonesia, terdiri 89 spesies pohon, lima

spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies tumbuhan bawah, 44 spesies epifit, dan satu

spesies pakis. Dari 202 spesies mangrove tersebut, 166 spesies terdapat di Jawa, 157

spesies di Sumatera, 150 spesies di Kalimantan, 142 spesies di Irian Jaya, 135 spesies di

Sulawesi, 133 spesies di Maluku dan 120 spesies di Kepulauan Sunda Kecil. Beberapa

spesies mangrove yang umum ditemukan di Indonesia seperti yang pada

gambar-gambar berikut.

Gambar 2. Daun, bunga, dan buah Soneratia alba (family Sonneratiaceae)

Gambar 3. Daun, bunga, dan buah Avicennia marina (family Avicenniaceae)

Gambar 4. Daun, bunga, dan buah Rhizophora apiculata (family Rhizophoraceae)

(5)

3. Fauna mangrove

Ekosistem mangrove menjadi rumah/habitat, tempat pemijahan (spawning

ground), dan perkembangan (nursery and feeding ground) berbagai spesies ikan dan

krustasea, moluska, dan kepiting mangrove (Scylla serrata). Beberapa jenis ikan yang

ditemukan di areal mangrove antara lain Tetraodon erythrotaenia, Pilonobutis microns,

Butis butis, Liza subvirldis, dan Ambasis buruensis (Erftemeijer et al. 1989; Noor dkk.

2006).

Terdapat 53 jenis burung dari 47 genera, 28 famili dan 11 ordo didalam kawasan

mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa, Sulawesi Tenggara (Karya, 2014).

Selanjutnya, Nontji (2016) menyimpulkan, hutan mangrove Taman Nasional Rawa

Aopa (TNRAW) sebagai area penting dan secara tetap menjadi persinggahan

burung-burung migran, salah satu spesiesnya yaitu, aroweli (Mycteria cinerea). Mamalia

seperti anoa (Bubalus depressicornis), babi hutan (Sus celenbensis) dan rusa (Cervus

timonresis), serta reptil Crocodylus porosus juga pernah ditemukan dalam kawasan

TNRAW (Nontji, 2016).

Gambar 5: Beberapa spesies burung dalam ekosistem mangrove, (A) Picus vittatus, (B) Treron curvirostra, (C) Marsh sandpiper, (D) Common greenshank. (Rajpar and Zakaria, 2012 dalam

Farida-Hanum et al. 2014).

Jasa Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan ekosistem paling produktif (Noor dkk. 2006),

memberikan banyak manfaat berupa jasa ekosistem yang sangat menentukan

keberlanjutan hidup (sustainable living) masyarakat pesisir. Beberapa jasa ekosistem

mangrove, sebagai pengatur (regulation service) yaitu: pelindung wilayah pesisir dari

bencana kepesisiran, penyimpan karbon (C) dan mitigasi perubahan iklim; sebagai

penyedia (provisioning service) yaitu sumber pangan dan obat-obatan (medicine).

(6)

1. Mangrove regulation service

Perlindungan wilayah pesisir dari bencana kepesisiran: Tingginya aktivitas di

wilayah pesisir berpotensi menimbulkan resiko bencana seperti, sedimentasi pantai,

gelombang pasang, erosi pantai, dan tsunami. Tegakan mangrove mampu melindungi

pemukiman, bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut,

melindungi pesisir dari gempuran badai (Satriagasa, 2015). Dusun Tongke-tongke dan

Pangasa, Sinjai, Sulawesi Selatan yang memiliki barisan mangrove tebal, terlindung

dari gelombang pasang (Tsunami) di pulau Flores pada akhir tahun 1993. Sedangkan

beberapa dusun yang berbatasan dengan kedua dusun tersebut, yang tidak mempunyai

mangrove cukup tebal, mengalami kerusakan (Noor dkk. 2006). Namun demikian,

respon mangrove terhadap besar dan frekuensi badai tropis bergantung pula pada

komposisi jenis, kerapatan individu, ukuran rata-rata diameter dan tinggi pohon, lebar

hutan, serta bentuk tipologi pantai dimana mangrove berada (Kusmana, 2010).

Simpanan carbon dan mitigasi perubahan iklim: hutan mangroveberperan dalam

memanfaatkan karbon dioksida (CO2) untuk fotosintesis dan menyimpannya dalam

bentuk biomassa dan sedimen. Donato et al. (2012) dalam laporan terbitan Center For

International Forestry Research (CIFOR), mengkuantifikasi simpanan karbon

ekosistem mangrove kawasan Indo-Pasifik. Hasilnya, terkandung sekitar 1.023 Mg

karbon per hektar. Tanah dengan kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara

0,5 m sampai dengan lebih dari 3 m, merupakan 49–98% simpanan karbon ekosistem

mangrove. Diperkirakan bahwa hasil deforestasi mangrove kawasan Indo-Pasifik dapat

menyebabkan emisi sebesar 0,02-0,12 Pg karbon per tahun, setara dengan 10% emisi

deforestasi global. Sementara itu, Ati dkk. (2013) memperoleh, simpanan karbon pada

mangrove di Teluk Miskam sebesar 49,44 – 55,33 Mg karbon per hektar oleh Avicennia

marina dan 2,50 Mg karbon per hektar oleh Bruguiera gymnorhiza. Penyerapan emisi

CO2 oleh hutan mangrove lebih efektif dibandingkan hutan hujan atau lahan gambut

(7)

Gambar 6. Histogram Perbandingan simpanan karbon (C) mangrove (rata-rata 95% selang kepercayaan) dengan nilai simpanan berbagai tipe hutan (Donato et al. 2012).

Estimasi terhadap hilangnya hutan mangrove, rawa asin, dan rumput laut akan

menyumbang 42% emisi gas rumah kaca, menghilangkan kemampuan kawasan dan

lahan dalam menyimpan karbon, melepaskan karbon lebih besar ke atmosfer, sehingga

memacu perubahan iklim (Mitra, 2013). Perubahan iklim berdampak pada perubahan

pola dan distribusi curah hujan, bencana banjir dan tanah longsor, serta naiknya

permukaan air laut, yang menghilangkan pulau-pulau kecil melaui penyempitan

kawasan pesisir dan pulau.

2. Mangrove Provisioning service

Sumber pangan dan obat: beberapa spesies mangrove menjadi makanan

masyarakat pesisir di beberapa daearah di Indonesia. Baderan dkk. (2015) melalui

metode survey dengan pendekatan kualitatif terhadap masyarakat pesisir di Toroseaje

provinsi Gorontalo, mencatat enam produk makanan unggulan yaitu; pia apapi, dodol

munto, stik manis munto, stik asin munto, kerupuk soneratia, tepung munto, dan tiga

produk tambahan, yakni cake munto, kue agar-agar munto, dan kacang keong munto

(Gambar 3), sebagai produk pangan yang bersumber dari tiga spesies mangrove yaitu,

Avicennia alba (api-api), Bruguiera gymnorrhiza (munto), dan Sonneratia alba. Hasil

ini mendukung pernyataan Noor dkk. (2006), daging manis dari propagul spesies

Bruguiera gymnorhiza dan Bruguiera cylindrica adalah sumber makanan bagi manusia.

Buah/ hipokotil Bruguiera spp., Sonneratia caseolaris, dan Terminallia catapa

mengandung pati dan dapat menjadi sumber karbohidrat. Daun muda Acrostichum

(8)

marina, Avicennia officinalis, B. sexangula dapat dijadikan sayuran. Buah Rhizophora

spp. dan Sonneratia caseolaris dapat dijadikan tuak dan sari buah. Nira bunga N.

fruticans dapat diolah menjadi gula merah dan tuak, karena kandungan sukrosanya yang

tinggi. Nipah juga dapat menghasilkan minyak goreng (Bandaranayake, 1998; Setyawan

dan Winarno, 2006).

Gambar 3. Beberapa produk olahan makanan ( A: Pia apapi, B: Tepung munto, C: Stik manis munto, D: Dodol pampa, F: Cake munto, G: Pudding munto) dengan sumber bahan baku spesies mangrove Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia alba (PKEPKL, 2014; Baderan dkk. 2015).

Potensi tumbuhan mangrove sebagai bahan obat sangat besar, pada saat ini

kandungan metabolit sekunder tumbuhan mangrove mulai banyak terungkap.

Tumbuhan mangrove telah diketahui kaya akan steroid, triterpen, saponin, flavonoid,

alkaloid, dan tannin. Diastuti dkk. (2008), ekstrak etanol daun Rizhophora mucronata

berpotensi sebagai antikanker khususnya terhadap sel kanker Myeloma. Hasil uji

fitokimia menunjukkan bahwa fraksi kloroform dari ekstrak etanol daun R.mucronata

mengandung senyawa terpenoid dan alkaloid.

Kesimpulan

Ringkasan ini hanya melingkup sebagian kecil dari banyak potensi ekosistem

mangrove yang ada di Indonesia. Mangrove di Indonesai bervariasi sangat tinggi, baik

(9)

mangrove menjadi habitat penting dan ideal berbagai fauna seperti burung-burung, ikan,

reptilia, amphibia, mammalia dan invertebrata. Ekosistem mangrove yang stabil,

mampu memberikan manfaat jasa sebagai pelindung wilayah pesisir dari bencana

pesisir di beberapa daerah di Indonesia, juga sebagai pengatur iklim mikro dan iklim

makro melalui kemampuanya dalam sequestration karbon. Potensi sumber pangan dan

obat-obatan beberapa spesies mangrove sangat besar untuk dikembangkan sebagai

bahan baku alternative. Sebagai ekosistem pesisir yang produktif, ekosistem mangrove

sangat potensial mendukung keberlanjutan kehidupan masyarakat pesisir.

Saran

Untuk mengungkap keanekaragaman hayati ekosistem mangrove yang lebih

besar, perlu dilakukan kajian secara komprehensif dan menyeluruh. Kajian ilmiah

terhadap ekosistem mangrove sangat diperlukan guna memonitoring kondisi mangrove

saat ini, mempelajari ancaman, menemukan solusi permasalahan terbaik, sampai dengan

pengelolaan pemanfaatan untuk pengembangan berkelanjutan dimasa mendatang.

Untuk mencapai tujuan pengembangan berkelanjutan, diperlukan perhatian

serius terhadap upaya kelola dan pemanfaatan ekosistem mangrove dalam bentuk,

pelestarian tanaman mangrove native dan rehabilitasi yang terdegradasi; peningkatan

daya dukung lingkungan pesisir; penataan ruang dan integrasi antar sumber daya alam,

sumber daya buatan, dan sumber daya manusia di wilayah pesisir; peningkatan peran

(10)

Daftar Pustaka

Armitage, D. 2002. Socio-Institutional Dynamics And The Political Ecology Of Mangrove Forest Conservation In Central Sulawesi, Indonesia. Global Environmental Change. 12 (3): 203-217.

Ati, R.N.A, A. Rustam, T. L. Kepel, N. Sudirman, M. Astrid, A. Daulat, P. Mangindaan, H.L. Salim & A. A. Hutahaean. 2013. Stok Karbon dan Struktur Komunitas Mangrove Sebagai Blue Carbon di Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara. 10 (2): 119-127.

Baderan, D. K., M. S. Hamidun, C. H. Lamangandjo, Y. Retnowati. 2015. Diversifikasi Produk Olahan Buah Mangrove Sebagai Sumber Pangan Alternatif Masyarakat Pesisir Toroseaje, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1 (2): 347-351.

Campbell, A., & Brown, B. 2015. Indonesia’s vast mangroves are a treasure worth

saving. The Conversation. from http://theconversation.com/indonesias-vast-mangroves-are-a-treasure-worth-saving-39367

Dewan Kelautan Indoneisa. 2012. Kebijakan Kelautan Indonesia Buku I. Kementerian Jakarta: Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Diastuti, H., Warsinah, Purwatin. 2008. Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun

Rhizopora mucronata Terhadap Sel Myeloma. Molekul. 3 (2): 63–70.

Djohan, T.S., P.M. Laksono, E. Anantasari, A. N. Utama, dan K. Suhesthiningsih. 2015. Kondisi Hutan Bakau Tebangan Masyarakat dan Industri Pulp di Batu Ampar Kalimantan Barat. Kawistara. 5 (2): 99-220.

Donato, J. B. Kauffman, D. Murdiyarso, S. Kurnianto, M. Stidham dan M. Kanninen. 2011. Mangroves Among The Most Carbon-Rich Forests In The Tropics.

Nature Geoscience. 4 (5): 293-297.

______ 2012. Mangrove Adalah Salah Satu Hutan Terkaya Karbon Di Kawasan Tropis.

(Online), (www.cifor.org), diakses 9 Agustus 2016.

FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J., Duke, N. 2011. Status and Distribution of Mangrove Forests of The World Using Earth Observation Satellite Data. Global Ecology and Biogeography. 20 (1): 154-159.

Hogart, P., 2015, The Biology Of Mangrove and Seagrass, New York: Oxford University Press inc.

(11)

Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Quoc, T., and Dech, S., 2011. Remote Sensing Of Mangrove Ecosystems: A review. Remote sensing. 3: 878-928.

Kusmana, C. 2009. Distribution and Current Status of Mangrove Forest in Indonesia. Dalam Dalam Farida-Hanum, A. Latif, K.R. Hakeem, M. Ozturk. (Eds.). 2014.

Mangrove Ecosystem of Asia: Status, Challenges and Management Strategies

(hlm. 153-191). New York: Springer Science Business Media.

Millenium Ecosystem Asessment, 2005, Ecosystem and Human Well-Being: Current State and Trends. Volume Washington: Island.press

Mitra. A. 2013. Sensitivity of Mangrove Ecosystem to Changing climate. Springer. ISBN 978-81-322-1509-7 (eBook).

Nontji, A. 2016. Danau Rawa Aopa. (online). (http://limnologi.lipi.go.id/danau/profil jaw_rwdn & tab = gambaran%20umum). Diakses 23 Juli 2016.

Noor, Y. R., M. Khazali, I. N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor. PHKA/Wetlands International-Indonesia Program.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. Jakarta. PT. Gramedia.

Pendleton, L. Donato, D.C., Murray, B.C. Crooks, S., Jenkins, W,A., Sifleet S. Craft, C., Fourqurean, JW, Kauffman, J.B. Marba, N., Megonigal P. Pidgeon, E.

Herr, D., Gordon, D., Baldera A. 2012. Estimating Global “Blue Carbon”

Emissions From Conversion and Degradation of Vegetated Coastal Ecosystems. PLoS ONE. 7 (9): 443-542.

Purnobasuki, H. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan Karbon. Surabaya: Buletin PSL Universitas Surabaya. 28: 3-5

Rajpar. M. N., and M. Zakaria. 2012. Mangrove Fauna of Asia. Dalam Farida-Hanum, A. Latif, K.R. Hakeem, M. Ozturk. (Eds.). 2014. Mangrove Ecosystem of Asia: Status, Challenges and Management Strategies (hlm. 153-191). New York: Springer Science+Business Media.

Samantha,G., 21 oktober. 2013. Terbaru: Panjang Garis Pantai Indonesia Capai 99.000 Kilometer. (online). http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garis-pantai-indonesia-capai-99000-kilometer. Diakses 18 Agustus 2016.

Satriagasa, M. C., 2015. Analisis Jasa Ekosistem Kawasan Kepesisiran Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penguranagn Resiko Bencana. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

(12)

Suripto, B.A. 2000. Keanekaragaman hayati di pukau-pulau kecil di Indonesia: asal-usul mereka, statusnya kini dan nasibnya yang akan datang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Konteks Negara Kepulauan. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.

Gambar

gambar berikut.
Gambar 6 . Histogram Perbandingan simpanan karbon (C) mangrove (rata-rata 95% selang kepercayaan) dengan nilai simpanan berbagai tipe hutan (Donato et al
Gambar 3. Beberapa produk olahan makanan ( A: Pia apapi, B: Tepung munto, C: Stik manis

Referensi

Dokumen terkait

Untuk aspek ratio rongga semakin besar (tebal rongga tipis) maka tebal lapisan batas adalah kecil sehingga perbedaan temperatur dinding dengan free stream temperatur dalam

[r]

Parfum Laundry Kota Metro Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Chemical Untuk Keperluan

Abdullah (2006: 4) menjelaskan bahwa implikasi dari SHUEHGDDQ ³ QDWXUH´ GDQ ³ FXOWXUH´ tersebut adalah terjadinya pemisahan sektor kehidupan. Perempuan yang

Permasala- han yang dikaji dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Serba Usaha di Kecamatan Gringsing masih rendah atau belum baik, sehingga

Menurunnya nilai BO pada outlet kolam dapat disebabkan cahaya matahari yang diterima perairan outlet intensitasnya rendah, sehingga organisme air kurang maksimum

Hasil penelitian yang diakukan berdasarkan wawancara kepada beberapa informan diperoleh bahwa peran Kepala Desa dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa

Hasil karbohidrat disimpulkan pada kontrol atau tanpa penambahan ikan dan rumput laut diperoleh hasil yang paling tinggi karena sebagian besar kandungan karbohidratnya