• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN MOTIVASI ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN MOTIVASI ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN MOTIVASI ORANG TUA

DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK

Tismat Abdul Hamid Dosen STAI Madinatul Ilmi Depok

tismat@yahoo.co.id

ABSTRAK

Isu pendidikan akhlak adalah isu terpenting dalam Islam.Bahkan Nabi saw sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Terkait dengan ini, keluarga (ayah-ibu), masyarakat (sekolah) memilik peran yang signifikan dalam pembentukan karakter dan akhlak seorang. Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa keluarga merupakan madrasah pertama yang berperan sebagai pembentuk akhlak seorang anak. Untuk mampu menunaikan peran vital tersebut maka orang tua membutuhkan motivasi-motivasi yang terbit dari faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Meski begitu,menurut penulis, faktor intrinsik harusnya lebih kuat memotivasi orang tua dalam mendidik dan membentuk akhlak anak. Keharmonisan keluarga, komunikasi yang hangat ayah-ibu-anak niscaya turut memberikan sumbangan berharga terhadap pembentukan akhlak si anak

(2)

PENDAHULUAN

DEWASA ini pendidikan akhlak khususnya bagi anak-anak merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian utama dan serius dari para orang tua dan kalangan pendidik. Hal ini mengingat perkembangan masyarakat dan zaman serta laju informasi yang demikian cepat memberi

pengaruh signifikan bagi perkembangan anak-anak terutama dari segi

moral dan akhlak.

Anak-anak di zaman sekarang, khususnya yang tinggal di perkotaan, hampir setiap hari disuguhi beragam informasi dan tontonan dari berbagai macam media. Informasi ini ada yang positif dan ada juga yang negatif. Namun sayangnya persentase yang negatif jauh lebih banyak ketimbang yang positifnya.

Bahwa sesuatu yang negatif akan memberi dampak dan pengaruh negatif bisa dibuktikan dalam hal ini. Akibat informasi dan tontonan yang kurang disaring, anak-anak tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang terbiasa untuk melanggar aturan atau kesopanan dan norma-norma hukum. Mereka ingin menjadi pribadi yang bebas dan tidak mau dibatasi berbagai macam aturan.

PENDIDIKAN DAN AKHLAK

Enam ratus tahun sebelum masehi, orang-orang Yunani telah menga takan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi manusia (Tafsir 2014, 33). Dalam terminologi agama, menurut Nurcholish Madjid, pendidikan (tarbiyah) merupakan sebuah proses meningkatkan potensi-potensi positif yang bersemayam dalam jiwa setiap anak [baca: peserta didik] hingga mencapai kualitas yang setinggi-tingginya dan proses itu tidak pernah berakhir hingga hayat dikandung badan (Zaprulkhan 2014, 155). Dengan dua pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk me-manusia-kan manusia, yang erat kaitannya dengan pembentukan akhlak.

(3)

merupakan faktor yang dapat membiasakan remaja untuk melakukan perbuatan baik (Miskawaih 1998, 59), yang perlu disertai dengan contoh dan suri teladan yang baik, pembiasaan yang dilakukan secara kontinu melalui pendidikan, baik secara formal maupun nonformal.

Pendidikan formal (umum) memiliki tujuan yang sama dengan pendidikan nonformal (agama), yaitu sama-sama ingin mencerdaskan bangsa. Namun ada sedikit perbedaan dalam segi penekanan pendidikan itu sendiri. Pendidikan umum lebih menekankan kemajuan pola pikir agar dapat menciptakan terobosan-terobosan baru yang dapat membuat kemudahan-kemudahan dalam kehidupan dengan kecanggihan teknologinya, sedangkan pendidikan agama lebih menekankan pada penerapan akhlak dan budi pekerti yang luhur agar dapat hidup damai saling menghormati, selalu dapat bersyukur atas nikmat Allah dan dapat menjalani kehidupan dengan hati yang tenang tanpa ada dendam dan permusuhan antara sesama. Kedua pendidikan ini sama-sama penting, keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi. Kemajuan pola pikir akan dapat menghancurkan diri sendiri bila tidak disertai dengan penerapan nilai agama.

Hampir sering dijumpai anak sekarang sikap dan perilakunya jauh dari harapan masyarakat. Mungkin mereka beranggapan anak sekarang yang penting bisa bekerja cari uang, masalah masa depan yang akan dihadapi anak itu urusan nanti. Oleh karenanya remaja jarang mengikuti kegiatan-kegiatan seperti majelis taklim. Adapun usaha-usaha orang dewasa dalam membina generasi muda sering dilakukan di luar pendidikan formal yang secara otomatis telah mendukung segenap teori yang didapat dari pendidikan formal tetapi remajanya kurang memerhatikannya.

AKHLAK DAN PEMBENTUKANNYA

Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi (AS, 1994, 2).

(4)

nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi

dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

Arti pembentukan akhlak adalah sebagaimana Imam al-Ghazali kemukakan, “Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, batallah fungsi wasiat, nasihat, dan pendidikan, dan tidak ada fungsinya hadis yang mengatakan, ‘Perbaikilah akhlak kamu sekalian’.” Dengan demikian dapat kita katakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dari pendidikan dan pelatihan, terhadap potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia (Bahreisj, 1981, 36).

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK PERILAKU

Manusia mempunyai banyak kebutuhan, di antaranya adalah ke-butuh an yang sangat mendasar yang dengannya ia dapat mempertahankan

hidup dan melestarikan jenisnya, yang disebut dengan kebutuhan fisiologis.

Ada pula kebutuhan yang penting untuk mewujudkan ketenangan jiwa dan kebahagiaannya, yang disebut dengan kebutuhan psikologis. Dari kebutuhan-kebutuhan ini muncul motif-motif yang menuntut manusia berperilaku untuk memenuhinya, antara lain:

A. Motif Fisiologis (Motif Pemeliharaan Diri)

Hadis Nabi mengisyaratkan sebagian dari motif pemeliharaan diri yang sangat penting, misalnya rasa lapar, haus, lelah, panas dan dingin. Utsman bin Affan meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Anak Adam tidak memiliki hak kecuali dalam beberapa hal

berikut: rumah untuk ditinggali, pakaian untuk menutup auratnya, dan sepotong roti serta air. “ (Jauhari, 2006, 88).

Mustaurid bin Syaddad meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa bekerja untuk kami, hendaklah ia mencari

seorang istri. Jika ia tidak mempunyai pembantu, hendaklah ia mencari seorang pembantu. Dan jika ia ti¬dak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mengusahakan tempat tinggal.” (Jauhari 2006, 89). Dua hadis

tersebut menjelaskan betapa penting motif-motif fisiologis yang pokok

(5)

B.

Motif Menjaga Kelestarian Spesies

1. Motif Seksual

Motif seksual merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan binatang. Motif inilah yang menciptakan ketertarikan antara makhluk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Berangkat dari ketertarikan antarjenis ini terciptalah sebuah keluarga. Keluarga akan melahirkan keturunan, dan pada gilirannya akan menghasilkan sebuah generasi. Dari siklus seperti ini, keberadaan spesies bisa dipertahankan.

Alquran telah mengisyaratkan adanya motif seksual yang berfungsi untuk menjaga kelestarian spesies. Allah menjadikan bagi kamu

istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri-istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu-cucu (16:72); Hai sekalian manusia, bertakwalah kcpada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak (4:1).

Rasulullah saw telah menganjurkan kaum muslimin agar menikah. Bahkan kelak pada hari Kiamat Rasulullah akan merasa bangga atas jumlah kaum muslimin yang sangat banyak.

2. Motif Keibuan

Motif keibuan nampak jelas pada perilaku ibu kepada anaknya yang masih berusia balita. Sang ibu akan menunjukkan rasa cinta, kasih sayang, kelembutan dan perlindungan. Perilaku naluriah seorang ibu juga akan terlihat jelas pada sikap kebanyakan hewan yang memiliki anak, apalagi pada hewan yang memiliki kantong susu. Sang induk akan menyusui anak-anaknya dan melindung mereka. Bahkan sang induk akan berjuang membela anaknya apabila mereka dalam bahaya.

Rasulullah saw mengisyaratkan penderitaan yang dialami seorang ibu saat mengandung, melahirkan, dan menyusui anak¬nya. la rela tidak tidur demi menjaga dan melindungi anaknya.

C. Motif Psikologis (Motivasi Beragama)

Secara fitrah, manusia memiliki kesiapan (potensi) untuk mengenal

(6)

mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi kesulitan yang dialaminya.

Alquran mengisyaratkan tentang fitrah manusia yang mendasar yang mendorongnya untuk beragama. Allah berfirman, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Itulah fitrah Allah yang berdasarkan fitrah itu Dia menciptakan manusia. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (30:30).

Demikian pula Rasulullah saw menjelaskan bahwa ma¬nusia

dilahirkan dengan membawa fitrah dan agama yang lu¬rus. Abu Hurairah

meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Semua anak dilahirkan dalam

fitrah. Lantas kedua orang tuanya menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana halnya binatang melahirkan anak binatang secara sempurna, apakah kalian rasa terdapat cacat pada anak binatang itu?” Kemudian Abu Hurairah berkata, “Bacalah jika engkau mau: Itulah

fitrah Allah yang berdasarkan fitrah itu Dia menciptakan manusia.”

JENIS-JENIS MOTIVASI

Motivasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

A

Motivasi Intrinsik

Motif intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri individu itu sendiri dan tidak ada dorongan dari luar. Misalnya seseorang itu gemar membaca. Tanpa dorongan dari siapa pun seseorang itu akan mencari sendiri buku yang ingin dibacanya dan membaca buku tersebut.

Motif intrinsik ini juga diartikan sebagai motif pendorongnya yang berkaitan dengan tujuan pekerjaan yang dilakukan seseorang tersebut.

Misalnya: seorang mahasiswa tekun mempelajari ilmu filsafat pendidikan karena ingin menguasai pelajaran filsafat tersebut (Sabri 2006, 131).

Motivasi intrinsik salah satunya berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan, atau berupa penghargaan dan cita-cita (Khadijah 2014, 152).

B.

Motivasi Ekstrinsik

(7)

rangsangan dari luar. Misalnya pemberian hadiah, pemberian pujian dan faktor-faktor eksternal lainnya yang memiliki daya dorong motivasional (Siregar 2016, 50).

Motivasi ekstrinsik juga diartikan sebagai motivasi yang pendorong nya tidak ada kaitannya dengan pekerjaan seseorang misalnya seorang siswa belajar giat dan tekun karena takut kepada guru, atau karena ingin memperoleh nilai yang bagus (Sabri 2006, 131).

Dalam ilmu psikologi, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena ada bantuan atau rangsangan dari orang lain. Penyebab motivasi ekstrinsik ini karena keinginan seseorang untuk menerima ganjaran atau menghindari hukuman. Misalnya seperti seorang siswa mengerjakan tugas karena takut dihukum oleh guru (Khadijah 2014, 152).

Apa yang kita lakukan banyak didorong oleh motivasi ekstrinsik, tetapi banyak juga yang didorong oleh motivasi intrinsik atau keduanya sekaligus. Namun yang lebih baik dan utama dalam hal belajar adalah motivasi intrinsik, karena motivasi intrinsik sangat berpengaruh besar pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan yang memuaskan dan maksimal (Sabri 2006, 131).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MOTIVASI

Ada lima faktor yang memengaruhi motivasi dalam proses pem-belajaran:

A.

Cita-Cita/ Aspirasi Pembelajar

Cita-cita sangat berpengaruh pada motivasi belajar. Seseorang yang memiliki cita-cita tinggi akan termotivasi untuk lebih giat menggapai cita-citanya.

B.

Kemampuan Pembelajar

(8)

di bidang tersebut. Misalnya, seseorang lebih menguasai di bidang ekonomi maka motivasi untuk menguasai ekonomi lebih besar.

C.

Kondisi Pembelajar

Kondisi fisik seorang pelajar sangat berpengaruh pada motivasi.

Ketika seseorang dalam kondisi yang kelelahan maka akan cenderung memiliki motivasi yang rendah untuk belajar atau melakukan aktivitas.

Sedangkan jika kondisi fisik sehat maka akan cenderung memiliki

motivasi yang tinggi.

D.

Kondisi Lingkungan Pembelajar

Lingkungan fisik yang tidak nyaman untuk belajar akan

berdam-pak pada menurunnya motivasi belajar (Siregar 2016, 54).

E.

Unsur-Unsur Dinamis Belajar/Pembelajaran

Unsur dinamis pembelajar juga memengaruhi motivasi. Unsur bela jar ini berupa bahan untuk belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan lain sebagainya yang dapat mendinamiskan pembelajaran. Suasana yang semakin dinamis, cenderung akan memberikan motivasi dalam proses pembelajaran (Siregar 2016, 55).

PERANAN MOTIVASI DALAM MENUMBUHKAN PERILAKU

(9)

FASE-FASE PENDIDIKAN ANAK

Lingkungan keluarga merupakan sekolah yang mampu mengem-bangkan potensi tersembunyi dalam jiwa anak dan mengajarkan kepa-danya tentang kemuliaan dan kepribadian, keberanian dan kebijak sanaan,

toleransi dan kedermawanan, serta sifat mulia-mulia lainnya (Falsafi 2003,

236) Di lingkungan keluarga didikan dan bimbingan dari ayah-ibu sangat berperan.

Terkait dengan proses aktualisasi fitrah manusia ada beberapa

tahapan kehidupan yang akan mesti dilewati oleh seorang anak, yang menjadi bidang kajian psikologi perkembangan. Menurut Khalid bin Abdurrahman al-Ik, fase pertama adalah fase-fase kanak-kanak awal (0-6 tahun) adalah fase fondasi yang di dalamnya orang tua hendaknya mencurahkan kasih sayang, memuliakan anak dengan keteladanan sifat-sifat terpuji, membentuk kepribadikan anak sejak dini, menanamkan kejujuran, dan merangsang imajinasi anak agar semakin kreatif (Rahman 2014, 13). Sedikit berbeda dalam penetapan tahun fondasi, menurut Reza Farhadian, sebagaimana dikutip Munif Chatib, fase tujuh tahun pertama seorang anak adalah fase ketika si anak adalah raja. Pada fase ini orang tua harus menghormati dan melayani segala kebutuhannya, tidak boleh membentak, memerintah atau malah memukul (Chatib 2015, 19-20).

Pada fase ini anak tengah mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia matang dan satu anggota dari masyarakatnya. Mereka mulai menghilangkan kebiasaannya meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan mulai memerhatikan alam dan lingkungan sekitarnya. Saat itulah daya pikir anak mulai terbuka dan mampu untuk berimajinasi dan menangkap banyak masalah yang tidak kasat mata. Ia mulai berpikir tentang dirinya sendiri. Ia memandang dirinya sebagai salah satu makhluk yang hidup, berdiri sendiri, dan memiliki kehendak yang lain dari kehendak orang lain. Cara yang dilakukannya untuk menunjukkan keberadaan dirinya itu seringkali berupa perlawanan dan penentangan terhadap apa yang selama ini biasa ia lakukan.

(10)

layak secara hukum melakukan berbagai transaksi muamalah dengan didikan dan bimbingan orang tua (Chatib 2015, 20-21). Di sini anak-anak harus mendapatkan nilai-nilai akidah yang benar, akhlak yang baik, serta etika pergaulan yang baik dari orang tua dan lingkungan (Rahman 2014, 60).

Fase ini juga berkaitan dengan pembangunan karakter anak di antaranya adalah pola interaksinya dengan ayah, ibu, dan seluruh

anggota keluarga yang lain, keadaan fisiknya, seperti tinggi dan berat

badannya, serta hal-hal yang didengar dan dipelajarinya. Kebutuhan anak di fase 7 tahun berbeda dengan kebutuhan anak yang berada di fase 9 tahun dan seterusnya. Ini berbeda dengan kebutuhannya di fase-fase sebelumnya. Hal ini harus diperhatikan oleh orang tua (Ibu) dan diusahakan untuk memenuhinya.

Kebutuhan anak tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

1. Kebutuhan primer seperti makanan, minuman, dan pakaian be-ser ta cara makan, cara minum, dan berpakaian sekaligus cara ber-syukur kepada yang memberi makanan, minuman dan pakaian. 2. Kebutuhan psikis seperti ketenangan jiwa dan emosi. Di sini

orang tua harus sering mengajak anak selalu membaca Alquran, selalu salat berjamaah dan lain-lainnya sekaligus orang tua (Ibu) memberi contoh.

3. Kebutuhan terhadap penerimaan dirinya oleh masyarakat. Di-jelas kan bagaimana ketika kita bertemu orang yang lebih tua selalu hormat, tidak boleh sombong dan lan-lain.

4. Kebutuhan terhadap perhatian dan penghormatan atas dirinya. 5. Kebutuhan untuk mempelajari banyak hal yang dapat memupuk

bakatnya sebagai bekal menempuh perjalanan panjang kehidup-an nya.

6. Kebutuhan untuk mengenal pemikiran-pemikiran yang menjadi wacana dalam masyarakat dan mengenal isi dunia, yang tentu saja, disesuaikan dengan kemampuan dan kematangan anak seusia ini. Anak perlu mendapatkan perhatian yang ekstraketat dalam melewati fase yang rentan ini, tetapi tentu saja dengan tetap memberinya kebebasan yang merupakan salah satu kebutuhan aslinya.

(11)

adalah manusia yang dewasa secara fisik, akal maupun mental, serta

diharapkan mampu serta layak dalam melakukan perbuatan hukum (Nawawi dkk 2000). Pada fase ini (14-21 tahun) anak merupakan wazir atau menteri orang tua yang bertanggung jawab atas tugas-tugasnya. Mereka berhak untuk diajak musyawarah dan menjalankan tugas bersama, berhak memberikan sumbangsih pemikiran, ikhlas membantu orang tua untuk bersama-sama menghadapi dinamika masalah keluarga (Chatib 2015, 21).

FUNGSI PEMBENTUKAN AKHLAK

Ada beberapa fungsi pembentukan akhlak baik di antaranya :

a) Patuh: Mempunyai rasa taat terhadap orang tua, tidak ragu-ragu dalam mengerjakan sesuatu.

b) Toleransi: Menghargai pendapat orang lain, Terwujudnya ke-hidup an masyarakat yang damai, menghormati hak-hak antar umat beragama.

c) Khusuk: Menjadikan ibadah lebih sempurna, tingkat konsentrasi yang lebih baik, menjadikan sifat rendah diri dalam seseorang. d) Ikhlas: Adanya rasa tenang dan tenteram dalam diri sendiri,

Meningkatkan keimanan

e) Amar makruf nahi mungkar: menghilangkan kemungkaran, saling mengingatkan dalam hal kebaikan.

f) Bersyukur: Merasa cukup dengan apa yang diperoleh, Tidak per-nah merasa kecewa dengan apa yang telah didapat, Lebih percaya diri.

g) Jujur: Menimbulkan rasa percaya orang lain terhadap kita, men-jadi orang yang amanat.

h) Sedekah: Saling berbagi, membantu orang yang kurang mampu, Membersihkan harta.

i) Menahan nafsu: Melatih Pengendalian diri, Mencegah perbuatan yang nega tif, Selalu menggunakan akal sehat dalam berbuat sesuatu. j). Tolong menolong: Adanya sikap peduli terhadap sesama,

menghilangkan rasa egois, terwujudnya interaksi bermasyarakat yang baik.

(12)

RASULULLAH DAN CARA PENGAJARAN AKHLAK

Pada dasarnya tidak ada teori yang pasti memang dalam me-nanam kan akhlak kepada manusia. Rasulullah saw sendiri meng-ajarkan akhlak kepada para sahabat dengan cara yang bermacam-macam, yang dimulai dari dirinya sendiri sebagai suri teladan dan sebagainya. Namun tentunya ada cara-cara yang efektif dan tidak efektif dalam penanaman akhlak tersebut. Dalam hal ini upaya-upaya orang tua dalam penanaman akhlak kepada anak, terutama yang dilakukan oleh Ibu, sehingga akhlak mereka menjadi baik adalah sebagai berikut.

1. Orang tua harus mendidik, mengarahkan dan mengajarkan anaknya budi pekerti yang baik dan memeliharanya dari teman-teman yang berakhlak jelek.

2. Tidak menjadikan anak-anak senang bersolek dan senang kepada sesuatu yang glamor, supaya tidak terbiasa bersenang-senang, yang akan meyulitkan perkembangannya setelah itu.

3. Jika orang tua melihat anaknya memiliki daya khayal yang tinggi dan cita-cita yang tinggi dalam kehidupan, ketahuilah bahwa dia memiliki akal yang cemerlang dan perkembangan akalnya sedini ini merupakan perkara yang besar. Maka demi kebaikan perkembangannya, dia perlu dibantu dalam pendidikan dan pengajaran.

4. Ketahuilah bahwa kejahatan yang pertama kali memengaruhi seorang anak adalah ketamakannya pada makanan, karena itu, seharusnya orang tua mendidik anaknya dalam hal ini, mem-biasakannya mengambil makanan dengan tangan kanannya, dan memulai dengan ucapan basmalah.

5. Membiasakannya memakai pakaian yang sopan dan bersahaja. 6. Dalam mendidiknya orang tua berpedoman pada prinsip pujian

dan hukuman. Namun hukuman tidak diberikan dalam segala perkara, melainkan dalam perkara-perkara tertentu. Begitu juga dalam memberikan hukuman sebaiknya tidak dilakukan secara kasar dan terang-terangan agar anak tidak bertambah nakal. 7. Melarangnya tidur siang dan melakukan sesuatu secara

(13)

8. Melarangnya agar tidak menyombongkan diri kepada teman-temannya atas apa yang dimilikinya atau dimiliki orang tuanya, dan membiasakannya untuk bersikap tawaduk.

9. Membiasakannya agar senang memberi bukan meminta-minta walau pun miskin.

10. Membiasakannya berperilaku etis di dalam majelis, etis dalam ber bicara dan melarangnya untuk banyak omong.

11. Melarangnya untuk bersumpah baik jujur maupun bohong, dan membiasakannya berbuat sabar dan tahan dalam memikul beban. 12. Membolehkannya bermain setelah belajar supaya dia memiliki

sema ngat dan kecerdasan baru serta tidak merasa berat dalam menangkap ilmu.

13. Menakut-nakutinya agar tidak mencuri, menipu, makan barang haram dan akhlak tercela lainnya.

14. Apabila telah sampai pada umur tamyiz, seyogianya orang tua tidak mempermudahnya dalam urusan syariat.

Bagaimanapun akhlak merupakan tujuan akhir dari pendidikan Islam, karena Rasulullah saw. ditutus ke muka bumi dalam rangka me-nyem purnakan akhlak yang mulia. Karena itu, bagi umat Islam akhlak men jadi sangat penting untuk mendasari seluruh tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu pula, pembentukan akhlak kepada anak-anak dan generasi muslim sangat penting sejak usia dini atau anak-anak agar kelak ketika dewasa, mereka bisa menjadi generasi penerus yang berakhlak mulia. EDITED

Sebagai umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang olehnya. Di abad 21 ini, mungkin banyak di antara kita yang masih kurang memerhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan, di samping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.

(14)

termotivasi untuk belajar dari kedua orang tuanya. Orang tua selalu memberikan masukan dan nasihat-nasihat dengan selalu mengingatkan anaknya untuk berakhlak baik, berkata jujur, dan lain-lain. Kata-kata-kata kedua orang tua yang terdengar bijak dan penuh motivasi, membuat siswa semakin termotivasi untuk berakhlak baik.

Upaya orang tua untuk meningkatkan motivasi untuk berakhlak

kepada anak yaitu dengan cara menjelaskan definisi akhlak dan

men-jelaskan pentingnya akhlak dengan berbincang-bincang, memutarkan video yang membahas tentang siksaan bagi yang tidak berakhlak dan melanggar perintah Allah.

Peran orang tua adalah suatu upaya yang dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk keaktifan jiwa yang diarahkan kepada suatu objek yakni kepada anak-anak dengan meraih tujuan hidup seperti yang dijelaskan pada tujuan pendidikan. Hal serupa juga menurut pendapat lain yang menyatakan bahwa orang tua perlu menyadari bahwanya itu untuk memedulikan anak-anaknya, baik dalam segi emosional maupun material.

Peran orang tua dalam memotivasi sangat dibutuhkan anak-anak, terutama yang sedang menempuh pendidikan. Di sini, peran orang tua terhadap anak-anak harus benar-benar besar, anak lebih berhak mendapat pendidikan dari orang tua karena ia adalah amanah langsung dari Tuhan (Hendarto 2009, 47).

Menurut Imas Kurniasih, peran orang tua meliputi:

1) Memelihara dan membina fitrah anak agar menjadi seperti dasar

diciptakannya, yaitu semata-mata berbakti kepada Allah Swt. Semua perbuatan hanya ditujukan untuk mendapatkan rida Allah. 2) Membina moral anak seperti berilmu, takwa, ikhlas, penyantun,

bertanggung jawab, dan sabar.

3) Melatih kemandirian anak agar siap dan mampu melakukan peran sebagai pemimpin di masa yang akan datang.

4) Mendukung anak untuk mengaktualisasikan diri di lingkungan sosialnya (Kurniasih 2010, 62).

(15)

Potensi orang tua dalam mengukir kepribadian anak sangat besar karena bagaimanapun juga seorang anak akan memandang orang tua sebagai sosok teladan yang baik dalam kehidupan ini, karena perilaku (tingkah laku) orang tua berpengaruh kepada anak (Kurniasih 2010, 20). Pentingnya teladan (sesuatu yang dilihat) dan pengaruhnya yang amat besar, tersembunyi dalam jiwa manusia yang mengikuti. Orang tua yang menjadi teladan mulia bagi anak-anak, berarti keduanya telah mewujudkan pemikirannya di alam nyata (Fadhlullah 2004, 115).

Orang tua adalah figur pertama yang dapat dijadikan contoh oleh

anak-anaknya. Orang tua yang dapat mengarahkan anaknya menuju kesuk sesan atau masa depan yang cemerlang ialah orang tua yang mempunyai semangat besar dalam membentuk penerus bangsa yang sekaligus menjaga amanat Allah SWT.

Kehadiran orang tua dalam perkembangan jiwa anak amat penting. Bila anak kehilangan peran dan fungsi orang tua, sehingga seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing, diberikan kasih sayang, perhatian da sebagainya, maka disebut anak ini mengalami deprivasi parental (Hawari 1995, 172).

Orang tua yang belum mampu mengarahkan anak-anaknya akan menga kibatkan kerugian yang sangat besar di kehidupan mendatang. Semua itu tergantung bagaimana orang tua dalam mendidiknya, akan dijadikan baik (selalu mengikuti norma-norma yang berlaku) atau jelek (tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku) sehingga dapat menye-sat kan diri si anak.

Ada beberapa fungsi keluarga yang penting dan harus kita pahami, di antaranya:

1) Menjaga fitrah anak yang lurus dan suci serta mengembangkan

bakat serta kemampuan positifnya.

2) Menciptakan lingkungan aman dan tenang untuk anak, serta me-ng a suhnya dalam lime-ngkume-ngan yame-ng penuh kasih sayame-ng, lemah lembut, dan saling mencintai agar anak memiliki kepribadian yang normal dan berkarakter kuat.

(16)

Selain fungsi keluarga di atas, ada beberapa tugas keluarga lain-nya dalam pendidikan anak di antaralain-nya (ibid).

1) Memupuk bakat dan kemampuan anak untuk mencapai perkem-bangan yang baik dan sempurna.

2) Keluarga bertugas sebagai perantara untuk membangun kesempur-naan akal anak, dan bertanggung jawab dalam membangun dan mengembangkan kecerdasan berpikir anak.

3) Menyediakan lingkungan yang efektif dan kesempatan untuk me ngem bangkan kecedasan intelijensi, kecerdasan emosional, tingkah laku dan sosial kemasyarakatan.

4) Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kenyamanan, mampu memahami gerakan, isyarat, dan kebutuhan anak.

Dengan demikian, perhatian orang tua penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu perhatian orang tua terhadap anaknya adalah memberikan pendidikan sekaligus menyediakan ber-bagai hal yang berkenaan dengan pendidikan anak-anaknya, karena salah satu kewajiban orang tua yang paling penting adalah mendidik anak (Mazhahiri 2002, 158).

Orang tua mampu menanggung hal penting di samping meme-lihara anak dan mendidiknya secara normal, yaitu:

1. Memerhatikan segenap kecenderungan batin sang anak serta me-muas kannya dengan cara yang baik dan sesuai dengan ukuran normal. Dengan demikian, sang anak akan memiliki kepribadian yang sempurna

2. Memerhatikan anak-anak yang berbakat serta menyiapkan sa-rana-sarana untuk mengaktualkannya agar kelak dikemudian hari dapat membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat.

3. Apabila berkarakter buruk, sang anak harus sering diawasi dengan ketat di bawah pendidikan yang benar. Seraya itu, perilaku buruknya juga harus diseimbangkan dan diarahkan ke jalan yang

benar (Falsafi 2003, 257).

(17)

(menjalankan kepercayaan), dan keberanian. Keluarga adalah lapangan praktik untuk menerapkan tanggung jawab dan menampakkannya

secara nyata di hadapan seorang anak (Falsafi 2003, 248).

Banyak orang tua menjadi orang tua tanpa mengalami persiapan untuk menjadi orang tua. Kebanyak orang tua hanya menjadi orang tua berintikan naluri saja tanpa mempersiapkan diri untuk menjadi seorang ayah atau ibu. Banyak cara mendidik mengikuti pola pendidikan yang dialaminya sendiri dengan kemungkinan hasil didikan yang sama diterapkan pada zaman yang berbeda (Gunarsa n.d., 24-25).

Hubungan orang tua yang tak harmonis akan mengganggu sisi kejiwaan anak, karena kehidupan rumah tangga yang kehilangan kehangatan, keakraban, kasih sayang, kebahagiaan jiwa, dan sebagainya menjadi petunjuk akan bekunya pribadi suami istri. Jelas sekali, sikap yang beku terhadap pendamping hidup akan membawa sikap yang dingin pula terhadap anak-anak-anak dan semua manusia. Kebekuan ini akan memberikan pengaruh negatif bagi kepribadian anak-anak dan tertanam kuat pada dirinya.

Dalam kondisi seperti ini, pasangan suami istri semestinya ber upaya keras mengubah suasana menjadi harmonis dan penuh kehangatan agar memberikan dampak positif bagi anak-anak. Baik melalui suasana harmonis yang mereka ciptakan atau melalui perilaku mereka, sehingga anak-anak merasakan perhatian dalam bentuk cinta, kehangatan, dan kasih sayang.

DAFTAR PUSTAKA

AS, Drs Asmaran. Pengantar studi Akhlak. Jakarta: Grafindo, 1994. Bahreisj, Husein. Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali. Surabaya:

Al-Ikhlas, 1981.

Chatib, Munif. Oranng Tuanya Manusia. I. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015.

Nawawi, Rifaat Syauqi dkk,. Metodologi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Fadhlullah, Muhammad Husain. Memahami Perasaan dan Pikiran Anak

(18)

Falsafi, Muhammad Taqi. Anak: Antara Kedaulatan Gen dan Pendidikan. II. Diterjemahkan oleh Najib Husain Al-Idrus. Bogor: Cahaya, 2003. Gunarsa, Singgih D. Psikolog Praktis Anak, Remaja, dan Keluarga.

Jakarta: Gunung Mulia.

Hawari, Dadang. Al-Quran: Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1995.

Hendarto, Bagus. Menjadi Guru Bermoral Profesional. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009.

Jauhari, Muhammad Rabbi. Akhlaquna. Translated by Dadang Sobar Ali. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Khadijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Kurniasih, Imas. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad Saw. Jakarta: Pustaka Marwa, 2010.

Mazhahiri, Husain. Surga Rumah Tangga. Cianjur: Titian Cahaya, 2002. Miskawaih, Ibn. Menuju Kesempurnaan Akhlak. IV. Translated by Helmi

Hidayat. Bandung: Mizan, 1998.

Rahman, Yusuf A. Didiklah Anakmu Seperti Sayyidina Ali Bin Abi Thalib. I. Yogyakarta: DIVA Press, 2014.

Sabri, M. Alisuf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pustaka Setia, 2006.

Siregar, Eveline. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. 14. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Zaprulkhan. Filsafat Islam: Sebuah Kajian Tematis. 1. Jakarta: PT

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis Cochran Q Test didapatkan 9 atribut dari persepsi konsumen yang harus ada dalam produk brem padat yaitu merek, bahan pengemas, kemampuan

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 77 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang hak dan kewajiban suami isteri: suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh

Sejumlah mikroba probiotik menghasilkan senyawa atau zat-zat yang diperlukan untuk membantu proses pencernaan substrat bahan makanan tertentu dalam

Pemodelan inversi ( inverse modeling ) dilakukan untuk mendapatkan parameter model berdasarkan data pengukuran, dalam hal ini data yang digunakan adalah data

Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai heterosis dan heterobeltiosis terhadap beberapa peubah komponen hasil yang diamati yaitu bobot tongkol tanpa klobot,

Formulir E, apabila yang bersangkutan tidak masuk kerja lebih dari 2 (dua) hari kerja karena sakit, yang bersangkutan dapat mengajukan cuti sakit dan melakukan pengisian

2 bukan merupakan cacing yang umum terdapat pada Rodentia, hal itu dapat dilihat dari ciri-ciri morfologi dan ukuran telur yang tidak ditemukan dibeberapa literatur..

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa konteks pemikiran pendidikan Ibn Rushd ini mengacu pada pemikiran Aristoteles yang rasional, maka dalam konteks