• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi (Oryza sativa L. )

Klasifikasi botani tanaman padi menurut BAPPENAS (2000) adalah

sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monotyledonae

Keluarga : Gramineae (Poaceae)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativaL.

Padi merupakan tanaman yang paling luas dibudidayakan meliputi sekitar

143,5 juta ha, diantaranya sekitar 90% lebih berada di kawasan Asia. Negara yang

mempunyai areal padi paling luas adalah India dengan luas 39,6 juta ha,

selanjutnya disusul oleh Republik Rakyat China dengan luas 36 juta ha. Di

Indonesia luas lahan yang ditanami padi pada tahun 1991 mencapai 8,2 juta ha.

Padi dapat tumbuh hamper di semua jenis tanah dari yang bertopografi datar

sampai miring dari ketinggian -5 m dibawah permukaan laut sampai 1500 m dpl

(Noor, 1996).

Padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan.

Sesuatu yang membuat padi mampu hidup dalam genangan adalah adanya tabung

dalam daun, batang dan akar. Tabung ini memungkinkan udara dapat bergerak

dari daun hingga ke akar sehingga akar yang terendam tetap memiliki persediaan

(2)

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak

mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau

lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun

sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.

Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang

kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan

diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada

tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7. Di

dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur

22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur

19-23 derajat C. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika

terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Dinas Pertanian dan Kehutanan,

2000).

Dalam pertumbuhan padi di bagi atas 3 fase, yakni:

1. Fase vegetatif, yakni awal pertumbuhan sampai yang terbentuk malai. Jumlah

anakan dan luas daun akan meningkat pada fase ini. Lama hari panjang atau

suhu rendah dapat mempengaruhi fase vegetatif ini.

2. Fase reproduktif, yakni pada fase yang dimulai pada waktu pembungaan dan

berakhir pada waktu pembungaan. Ini membutuhkan waktu sekitar 35 hari.

3. Fase pematangan yakni fase yang dimulai pada waktu pembungaan dan

berakhir setelah 30 hari. Hari-hari hujan dan suhu rendah dapat menunda fase

(3)

Sehingga, untuk meningkatkan produksi dibutuhkan pemeliharaan yang baik pada

setiap stadia pertumbuhan.

Pembentukan Tanah Sulfat Masam

Tanah sulfat masam terbentuk di daerah-daerah dimana sungai-sungai

mengalir dan dijumpai endapan-endapan fluvial yang dibawa oleh sungai-sungai

tersebut, yang selanjutnya membentuk dataran sungai. Tanah ini biasanya

mempunyai tekstur halus, karena fraksi-fraksi kasar sudah diendapkan di daerah

aliran sebelah atas. Endapan-endapan marine (pengendapan sedimen laut) dan

sungai inilah yang merupakan bahan induk tanah sulfat masam yang terbentuk di

daerah tersebut (Hakim dkk, 1986).

Pembentukan tanah sulfat masam sebagai proses pengendapan atau

sedimentasi marine berhubungan dengan penurunan permukaan air laut atau

pengangkatan daratan. Selanjutnya tumbuh dan berkembangnya vegetasi di atas

hamparan sedimen marine ini tergantung pada kemampuan adaptasi atau

ketahanannya terhadap kondisi lingkungan, seperti kemasaman dan atau salinitas

yang nisbi tinggi. Perubahan-perubahan akibat bencana alam atau kesalahan

pengelolaan lingkungan mengakibatkan timbulnya pergantian jenis vegetasi asal

yang tadinya bersifat kaya dalam keragaman (biodiversity) menjadi miskin (Noor, 2004).

Terjadinya penurunan pH yang drastis pada tanah sulfat masam,

merupakan proses oksidasi sulfida yang terakumulasi selama pengendapan

marine. Proses oksidasi dapat terjadi karena proses-proses alamiah seperti regresi

laut, pengangkatan darat, atau karena drainase buatan dan lain-lain

(4)

Sifat dan Ciri Tanah Sulfat Masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik (pirit) di

dalam kedalaman <50 cm atau sulfurik di dalam kedalaman < 120 cm. Bahan

sulfidik adalah sumber kemasaman tanah bila bahan ini teroksidasi dan

menghasilkan kondisi sangat masam. Kemasaman tanah yang tinggi memicu

larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif.

Diperlukan upaya ekstra untuk mengelola lahan ini menjadi produktif. Sesuai

hukum minimum, faktor pembatas utama harus dapat diatasi sebelum usaha

lainnya dilakukan. Lebih lanjut Dent (1986) mengemukakan rendahnya

produktivitas lahan sulfat masam disebabkan karena selain tingginya kemasaman

tanah yang menyebabkan meningkatnya kelarutan unsur beracun seperti Al, Fe

dan Mn, juga rendahnya kejenuhan basa dan status hara P dan K

(Dent, 1986 dalam Subiksa dan Setyorini., 1993).

Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam

adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe.

Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman.

Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses

fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan

ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman

tumbuh dengan baik (Lingga, 1986; Hakim, 1986).

Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu tanah

sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam aktual. Lahan sulfat masam

potensial mempunyai pH >3,5 yang makin tinggi selaras dengan kedalaman tanah.

(5)

Sedangkan lahan sulfat masam aktual merupakan lahan/tanah yang mempunyai

pH tanah lapang 3,5 dan mempunyai horizon sulfidik atau tanda-tanda horizon

sulfidik yang disebabkan teroksidasinya pirit, yang terjadi akibat drainase

berlebihan. Apabila pH tanah lapang mencapai <3,5 dapat menyebabkan kisi-kisi

liat hancur, sehingga ion Al3+

Hasibuan (2008) juga menyatakan bahwa tanah sulfat masam potensial

dicirikan dengan pH sekitar netral, tetapi suasananya sangat reduktif disebabkan

penggenangan dan bahan organik.

sangat mendominasi dalam kompleks jerapan

(Adhi, et al dalam Adimihadja, dkk., 2000).

Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut

saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada

musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak

berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit

berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni

tanaman (Widjaja, dkk., 1997).

Pada tingkat reduksi tanah yang sangat kuat, ion sulfat direduksi menjadi

SO32- dan S2- oleh bakteri dari genus Desulfovibrio. Ketersediaan sulfur dalam

bentuk SO42- dan sebagai SO32- adalah sama. Tetapi dengan terbentuknya S2-

ketersediaan sulfur menurun, karena sebagian besar sulfur diendapkan sebagai

FeS. Pada tanah dengan kandungan besi sangat rendah terbentuk H2

Sifat yang dapat membantu dalam mengidentifikasi lapisan pirit adalah:

(a) adanya warna reduksi kelabu atau kelabu kehijauan, baik dengan maupun

tanpa bercak hitam, (b) adanya bahan organik terutama berupa akar serabut, atau S yang

(6)

berseling dengan lapisan mineral berkonsistensi setengan matang, (c) adanya bau

H2

Untuk mengatasi keracunan pirit pada tanah sulfat masam dapat dilakukan

dengan pengaturan air (drainase) atau mempertahankan lapisan pirit masih dalam

situasi reduksi atau keadaan tergenang oleh air, tetapi bila penggenangannya

berlebihan akan menyebabkan keracunan besi ferro (Fe

S pada tanah yang telah terganggu atau diolah (Hakim dkk, 1986).

2+

). Asam sulfide (H2S),

karbon dioksida (CO2)

Ketersediaan P pada tanah sulfat masam rendah sampai sangat rendah.

Selain itu, pada tanah sulfat masam, P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif

membentuk senyawa P tidak tersedia pada pH rendah. Dalam keadaan reduktif,

bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia

setelah penggenangan bertahap (Noor, 2004).

dan asam-asam organik (Hasibuan, 2008).

Keracunan Fe dan sulfur (S) pada tanaman padi disebabkan oleh tingginya

kelarutan kedua unsur tersebut dalam tanah. Sebagian besar kasus keracunan Fe

dan S terjadi pada tanah-tanah yang berdrainase buruk (kondisi reduktif).

Pada saat tanah digenangi terjadi peningkatan pH yang akan menyebabkan

reduksi Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga konsentrasi Fe2+ meningkat hingga mencapai

ribuan mg/l dalam larutan tanah. Fenomena ini terjadi terutama pada lahan sulfat

masam aktual (pirit telah teroksidasi) yang digenangi oleh air hujan atau irigasi.

Konsentrasi Fe2+ sebesar 300-400 ppm sangat meracuni tanaman padi sawah dan

menyebabkan ketersediaan hara tanaman rendah. Sedangkan pada konsentrasi

Fe2+ kira-kira 30 ppm sudah dapat meracuni tanaman secara umum. Keracunan

besi dapat dihindari dengan pengapuran, pengaturan drainase, dan penanaman

(7)

Unsur Fe merupakan hara mikro bagi tanaman, dibutuhkan dalam jumlah

kecil, berfungsi untuk aktivator sistem enzim, proses sintesis khlorofil, dan

oksidasi-reduksi dalam respirasi. Pada tanah-tanah masam, unsur mikro seperti Fe

dapat terlarut dan tersedia bagi tanaman dalam jumlah berlimpah dan sering

meracuni tanaman. Batas kritis keracunan Fe dalam tanaman menurut

Yoshida (1981) adalah 300 ppm.

Besi yang berlebihan dapat membentuk lapisan oksida ferri pada

permukaan akar, sehingga menghambat penyerapan hara, menurunkan daya

oksidasi akar, dan daya pencegahan Fe oleh akar (Todano and Yoshida 1978).

Gejala tanaman padi keracunan Fe ditandai oleh daun berwarna oranye

atau bronzing, pembungaan terhambat, proses sintesis terhenti, tanaman menjadi kerdil, bagian akar menebal dan berwarna coklat, kasar, dan pendek. Pada kondisi

yang parah batang dan daun menjadi busuk dan tanaman akhirnya mati.

Unsur Hara P

Sebagai sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga

mengandung kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di

bumi mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal

mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Fosfor

merupakan unsur hara makro dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Persoalan

yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah

dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan

ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia. Disamping itu

pertambahan fosfor kedalam tanah tidak terjadi dengan pengikatan biokimia

(8)

mineral yang mengandung fosfor di dalam tanah. Oleh karena itu kadar fosfor

tanah juga ditentukan oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang

mengandung fosfor dan tingkat pelapukannya (Hakim, dkk, 1986).

Unsur hara P berperan dalam pembentukan biji dan buah. Suplai P yang

cukup akan merangsang perkembangan sistem perakaran tanaman. Unsur hara P

juga berperan sebagai ativator enzim dan pengaruhnya terhadap fase primordia

dan pembentukan bagian reproduktif tanaman (Hanafiah, 2005).

Kekurangan unsur hara P dapat menyebabkan: 1. Perakaran tanaman tidak

berkembang, 2. Dalam keadaan kekurangan P yang parah, daun, cabang, dan

batang berwarna ungu. Gejala ini terlihat mulai dari jaringan tua, dan seterusnya

menjalar ke jaringan yang masih muda, 3. Hasil tanaman berupa bunga, buah dan

biji merosot, 4. Jumlah anakannya berkurang (Damanik, dkk., 2010).

Pemupukan P pada lahan sulfat masam sangat penting. Beberapa peneliti

menganjurkan penggunaan pupuk konvensional seperti pupuk SP-36 karena saat

ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di pasar.

Pupuk SP-36 yang diberikan sebagai pupuk dasar mengandung unsur

fosfor (P) yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar tanaman, dan

untuk memperbanyak pertumbuhan anakan (Lingga dan Marsono, 2006).

Pemberian pupuk harus memperhatikan waktu, jenis, dan dosis sehingga pupuk

yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh tanaman

(Sudarjat dan Saridewi, 2010).

Pupuk fosfor di dalam larutan tanah mudah terikat. Kecendrungan ion-ion

fosfat di dalam tanah untuk menjadi terikat menyulitkan tanaman untuk

(9)

diberikan dipermukaan sangat kurang efektif daripada pupuk fosfor yang

diberikan langsung kedalam tanah yang memiliki lebih banyak akar dan lebih

banyak air tersedia untuk melarutkannya (Foth, 1994).

Suastika, dkk (1997) takaran pemberian pupuk di lahan Sulfat Masam

yaitu: pupuk Urea (250 kg/ha) diberikan 1/3 takaran pada saat tanam, 1/3 takaran

pada saat 4 MST, dan 1/3 takaran pada saat 7 MST, sedangkan pupuk SP-36

(135 kg/ha) dan pupuk KCl (100 kg/ha) diberikan seluruhnya pada saat tanam.

Kompos Jerami

Bahan organik tidak hanya berperanan dalam memperbaiki fisik tanah,

tetapi sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah

sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk

menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi karena dapat

mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pyrit dapat ditekan.

Penekanan terhadap oksidasi pirit ini penting artinya bagi pertumbuhan

tanaman yang peka terhadap peningkatan kemasaman dan kadar meracun

kation-kation seperti Al3+, Fe2+, Mn2+

Dari hasil penelitian Sudarjat dan Saridewi (2010), menyatakan bahwa

secara keseluruhan pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah

anakan dan jumlah daun tanaman padi sawah dengan menggunakan kompos

jerami lebih baik dibandingkan dengan pemupukan kebiasaan petani.

, dan anion-anion seperti sulfida dan

sisa-sisa asam organik (Masayu dan Abdul, 2009).

Adanya penurunan bahan organik juga disebabkan oleh kurang atau tidak

adanya pengembalian jerami setelah panen. Hal ini disebabkan oleh praktek

(10)

praktis terutama untuk jerami padi dan kurangnya pengetahuan petani tentang

pengaruh penurunan bahan organik terhadap kesuburan tanah.

Pembuatan kompos dari jerami padi cukup mudah dan murah dan yang

paling utama adalah dampaknya terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan

tanaman. Fungsi bahan organik adalah menambah unsur hara, memperbaiki

struktur tanah, meningkatkan KTK, menambah kemampuan menahan air dan

Referensi

Dokumen terkait

Padahal, bisa jadi, perilaku mereka lebih disebabkan oleh fungsi manajemen yang kurang baik, misalnya menyebabkan siswa menunggu lama untuk mendapat giliran,

(2) Pada uji- T didapatkan hasil thitung &gt; ttabel, sehingga dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh signifikan model pembelajaran make a match terhadap

Keadaan ini dapat digunakan untuk mempelajari bagaimana pengaruh massa dan posisi sebuah komet terhadap perilaku lintasan yang dihasilkan dengan pengaruh delapan

dilakukan penelitian tentang ekstraksi senyawa alkaloid dalam daun tapak dara dengan pelarut yang lebih baik dan uji reaksi pengendapan dengan. reagen

Dari hasil penelitian yang menunjukkan ada pengaruh senam nifas dengan penurunan tinggi fundus uteri maka diharapka pada institusi dan petugas kesehatan

Pelaksanaan PATEN di Kecamatan Bergas memang telah memenuhi syarat subtantif dengan telah didukung oleh Peraturan Bupati Semarang Nomor 117 Tahun 2012 tentang

Tiada kata.yang dapat menggantikan rasa syukur kepadaTuhan Yang Maha Esa atas karunianya serta rahmat yang telah dilimpahkan sehingga dapat terselesaikannya

Ringkasan Pengabdian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang Pengabdian, tujuan dan tahapan metode Pengabdian, serta luaran yang di capai dalam kegiatan