1 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang
mencakup empat sektor yaitu pengembangan kawasan permukiman, penataan bangunan dan
lingkungan, pengembangan air minum, serta penyehatan lingkungan permukiman. Penjabaran
perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang
mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta
permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis
kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan
kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan
program dan kegiatan yang dibutuhkan.
7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Mengacu pada UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman di Kabupaten Soppeng terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa
tertinggal.
7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
7.1.1.1 Arah Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada peraturanperundangan,
antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan JangkaPanjang
Nasional.
2 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),penyelenggaraan
kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumahsusun khusus,
dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan
penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan
kumuh.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target
berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun
2014.
Pengembangan Permukiman di Kabupaten Soppeng dilaksanakan dengan upaya
peningkatan kualitas permukiman kumuh, perkotaan dan perdesaan. Peningkatan
pembangunan prasarana dan sarana ( infrasruktur ) Permukiman di kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa / Desa Pusat Pertumbuhan dan pada Desa terpencil / Desa tertinggal
melalui program pemberdayaan masyarakat.Terkait dengan tugas dan wewenang
pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1 Tahun 2011
mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
A. Tugas
1. Pemerintah Pusat
a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
b) Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba
3 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
c) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
e) kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian
dan kawasan permukiman.
f) Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.
2. Pemerintah Provinsi
a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman
padakebijakan nasional.
b) Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas
kabupaten/kota.
c) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaankebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman,
lingkunganhunian, dan kawasan permukiman.
e) Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan
dankawasan permukiman lintas kabupaten/kota.
f) Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahandan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g) Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat, terutama bagi MBR.
h) Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b) Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
4 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e) Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f) Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
g) Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h) Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i) Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
j) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k) Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a) Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.
b) Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.
c) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d) Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e) Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f) Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.
g) Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
h) Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
i) Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
j) Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
5 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
a) Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi.
b) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c) Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d) Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e) Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
f) Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g) Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
h) Menetapkan Kebijakan dan Strategi daerah dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota Watansoppeng
a) Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
b) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c) Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d) Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undanganserta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
e) Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f) Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada
tingkat kabupaten/kota.
g) Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
6 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i) Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
7.1.1.2 Lingkup Kegiatan
Prioritas pembangunan permukiman di Kabupaten Soppengadalah:
a. Peningkatan kualitas lingkungan pemukiman kumuh perkotaan tertuju padaKota
Watansoppeng sebagaiprioritas utama dalam pembangunan strategis kawasan
perkotaan di Kabupaten Soppeng. Peningkatan kualitas permukiman tersebut
dilakukan dengan peningkatan infrastruktur permukiman, seperti pembangunan
prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan pelayanan air minum,
pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi lingkungan, serta pengelolaan
persampahan. Pembangunan dari komponen sektor keciptakaryaan tersebut akan
menjadi tolak ukur peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan.
b. Pembangunan infrasturktur perdesaan; Program pembangunan infrastruktur
perdesaan tahun 2018, 2019, dan 2020 diarahkan kepada desa-desa tertinggal
dalam rangka pengentasan kemiskinan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat.
7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
7.1.2.1 Isu Strategis
Setiap Kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis didaerahnya, berikut
penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Soppeng yang disajikan
pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman
di Kabupaten Soppeng
No Strategis Keterangan
1
Fungsi dan peran PKL Soppeng sebagai tempat pemusatan berbagai aktivitas wilayah, seperti pemusatan permukiman perkotaan, pusat pelayanan kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan pemerintahan, tentunya memerlukan
pendekatan pola penanganan yang lebih terpadu, terintegrasi, komprehensif, dan berkelanjutan guna mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu tatanan pengaturan pemanfaatan ruang yang harmonis, nyaman, dan produktif, sehingga dalam mengelola kawasan perkotaan Soppeng ini perlu melibatkan berbagai sektor pembangunan. Penting bagi kawasan perkotaan ini
menjadikan bidang ke-ciptakaryaan sebagai katalisator penciptaan lingkungan perkotaan yang layak huni.
2
7 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
dasar lingkungan permukiman.
3
Alokasi realisasi program peningkatan kualitas lingkungan permukiman pada Kawasan Perkotaan Soppeng ini belum mampu mengatasi secara signifikan permasalahan-permasalahan di seputar permukiman perkotaan, terutama kawasan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah.
4
Kawasan perkotaan Soppeng menjadi pusat distribusi pergerakan lintas provinsi yang tentunya menjadikan kawasan ini sebagai tempat transit bagi salah satu pelintas di jalur trans sulawesi.
Sumber: RTRW Kabupaten Soppeng 2012
7.1.2.2 Kondisi Eksisting
Kondisi prasarana dan sarana permukiman secara kuantitas menyebar baik
diperkotaan maupun di daerah pedesaan seperti peningkatan kualitas lingkungan
perumahan kota, pembangunan infrastruktur pedesaan seperti peningkatan jalan/jembatan
desa, ketersediaan air minum dan sanitasi serta fasiilitas umum lainnya.Ditinjau dari tingkat
penyediaan PSD masih menunjukkan adanya indikator keterbatasan berkaitan dengan
tingkat kebutuhan pelayanan kepada masyarakat terutama di daerah pedesaan
Program/kegiatan pembangunan permukiman berdasarkan tingkat permasalahan
sosial ekonomi masayarakat baik perkotaan maupun di pedesan seperti peningkatan
kualitas permukiman kumuh perkotaan, pembangunan infrastruktur pedesaan, yang lebih
baik diperioritaskan pada desa – desa tertinggal dan pengembangan wilayah kecamatan
terisolir.
Tabel 7.2. PERDA yang terkait Pengembangan Permukiman di Kabupaten Soppeng
No PERDA
1 Perda Kabupaten Soppeng tentang Rencana Program Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Soppeng
2 Perda Kabupaten Soppeng tentang Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Soppeng; 2016-2021
3 Perda 08 tahun 2012 Kabupaten Soppeng tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Soppeng.
4 Perda Bagungan Gedung (BG) Kabupaten Soppeng 2015
Sumber: Bappeda Kabupaten soppeng 2016
Tabel 7.3. Kawasan Kumuh di Perkotaan Soppeng
8 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
4 Desa Paroto -
-5 Desa Kebo -
-6
MARIORIAWA
Kelurahan Limpopajang -
-7 Kelurahan Batu-Batu -
-8 Kelurahan Attangsalo -
-9 Kelurahan Manorang Salo -
-10 Kelurahan Kaca -
-TOTAL -
-Sumber: SK KumuhKab Soppeng 2016
7.1.2.3 Permasalahan
Masalah permukiman dapat dilihat pada dinamika perkembangan kota dan wilayah,
serta konflik di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan pembangunan permukiman
di Kabupaten Soppengadalah:
1. Masih Luasnya Kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan pelayanan infrastruktur yang masih
terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,daerah
terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
4. Aspek kelembagaan, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat.
7.1.2.4 Tantangan
Secara umum yang menjadi tantangan pembangunan dan pengembangan permukiman di
Kabupaten Soppeng dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kelembagaan daerah yang menangani bidang kecipta-karyaan masih lemah dalam
penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan permukiman.
2. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
3. Pelaksanaan pembangunan bidang perumahan/ permukiman belum optimal, hal ini
9 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
serta dukungan prasarana dan sarana dasar.
4. Aspek pembiayaan pembangunan perumahan dan permukiman, dalam hal ini
mengintensifkan pembiayaan melalui sumber-sumber pembiayaan dari pihak swasta dan
swadaya masyarakat, tentunya didukung oleh APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN.
5. Perhatian Pemerintah Daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya yang masih
rendah
6. Aspek peran serta masyarakat, lemahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
partisipasi sebagai pendampingan dalam pengembangan permukiman baik secara
individual maupun organisasi masyarakat yang ada.
7. Penguatan Sinergi RP2KP dalam penyusunan RPIJM Kabupaten
7.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di Kabupaten
Soppeng, yaitu dari aspek kelembagaan, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat,
maka sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang
direkomendasikan sebagai berikut:
1. Kelembagaan yang menangani bidang kecipta-karyaan khususnya pengembangan
permukiman yang didukung dengan uraian tugas dan fungsi (tupoksi) yang jelas serta
penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman
kerja yang dimiliki.
2. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD Kabupaten, APBD
Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya oleh Satker berada dalam SKPD.
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani program/ kegiatan pengembangan
permukiman baik individu maupun organisasi masyarakat.
4. Optimalisasi peningkatan peran serta swasta dalam penyelenggaraan pembangunan sektor
perumahan dan permukiman.
7.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
7.1.4.1 Program Kerja
1. Pembinaan Pengembangan Permukiman
a. Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP)
b. Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)
10 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
a. Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh
b. Peningkatan Infrastruktur Kawasan RSH
3. Rusunawa Beserta Infrstuktur Pendukungnya
4. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan
a. Pembangunan/Peningkatan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial
b. Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan Bencana
c. Infrastruktur Kawasan Pemukiman potensial agropolitan
5. Pemberdayaan Masyarakat (PPIP, PISEW, dan RIS PNPM).
7.1.4.2 Kesiapan (Readiness Criteria)
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria
yang menentukan, yang terdiridari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
a) Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoUdalam Rangka penanganan Kws.
Kumuh
Kesanggupan Pemda untuk menyediakan Sambungan Listrik, Air Bersih, dan PSD
lainnya
Ada calon penghuni
b) PNPM Perkotaan
Lokasi adalah kelurahan perkotaan mengacu data PODES 2008 dan sudah
ditetapkan oleh Menko Kesra
11 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Dipilih kelurahan yang belum mendapatkan 3 kali putaran BLM dan yang sudah,
tetapi jumlah KK miskin ≥ 25%
Kab/Kota menyediakan:
- DDUB sebesar 20 – 30%
- BOP minimal 5% dari pagu BLM kab/kota
Provinsi menyediakan BOP 1% dari Pagu BLM Provinsi
c) RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
d) PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
7.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
Peningkatan kualitas permukiman tersebut dilakukan dengan peningkatan infrastruktur
permukiman, seperti pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan pelayanan
air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi lingkungan, serta pengelolaan
persampahan. Pembangunan dari komponen sektor keciptakaryaan tersebut akan menjadi tolak
ukur peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan. Adapun usulan matriks
program kegiatan 2017-2021 dapat dilihat pembahasan berikutnya yang ada di BAB VIII .
7.2 PENATAAN BANGUNAN & LINGKUNGAN 7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan
binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya.Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan Kabupaten Soppengyaitu :
1. Bantuan teknis penyusunan pedoman pembangunan gedung dan lingkungan.
12 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
3. Penyusunan NPSM sebagai tindak lanjut UU No. 28/2002 dan PP No. 36/2005
4. Pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung kepada pemangku kepentingan terkait
5. Bantuan teknis pembangunan bangunan gedung dan pelayanan pengelolaan rumah
Negara
6. Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melelui pemberdayaan
masyarakat.
7. Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya.
Bidang Tata Bangunan Kabupaten Soppeng mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara
beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart, prosedur dan kriteria yang ada;
2. Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara serta penataan bangunan dan lingkungannya;
3. Pelaksanaan pembinaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan
gedung dan rumah negara beserta lingkungannya;
4. Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan
gedung dan rumah negara;
5. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
2. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pelatihan teknis.
3. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
Paket dan Replikasi
7.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
13 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
1. Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan;
Masalah kemiskinan di Kabupaten Soppeng sudah sangat mendesak untuk ditangani
khususnya di Perkotaan. Di mana salah satu ciri umum dari kemiskinan adalah minimnya
infrastruktur Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) yang memadai, kualitas lingkungan yang
kumuh dan tidak layak huni. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan memperkuat
kelembagaan masyarakat dan menjalin kemitraan dengan masyarakat melalui program
P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) Kabupaten Soppeng.
2. Kebutuhan Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh;
Permukiman kumuh adalah permukiman yang kualitas lingkungannya sangat tidak layak
huni antara lain karena berada pada lahan yang sangat tidak sesuai dengan peruntukan
tata ruang, kepadatan dalam luasan sangat tinggi, kualitas bangunan tidak memadai dan
tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan
hidup dan penghidupan penghuninya. Upaya penataan kawasan kumuh tidak hanya pada
aspek fisik saja tetapi juga melaui Konsep TRIDAYA/bersejarah tersebut.
1. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah;
Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain
kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan
mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai budaya
dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan upaya
revitaliasasi kawasan tradisional Kabupaten Soppeng.
2. Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara
Merupakan kegiatan berupa pengadaan, pemanfataan dan penghapusan baik fisik
maupun administrasi dari Gedung-gedung dan Rumah-rumah negara. Pada
pelaksanaan pemerintah pusat mendorong peran pemerintah daerah berkomitmen
dalam pengelolaan GRN. Kegitan-kegiatan utama GRN terdiri Kegiatan Pembinaan
Teknis dan kegiatan fisik.
Berikut dijabarkan isu-isu strategis sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten
14 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g Tabel 7.5. Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Soppeng Tahun 2016
NO KEGIATAN SEKTOR PBL ISU STRATEGIS SEKTOR PBL
KAB SOPPENG
dan Rumah Negara Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara
3 Pemberdayaan Komunitas dalam
Penanggulangan Kemiskinan Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Sumber: RPIJM Kab Soppeng 2016
3. Kondisi Eksisting
Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kabupaten Soppeng dilakukan
melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan
Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Namun dalam hal ini belum
banyak memberi dampak positif terhadap keserasian bangunan dan lingkungan
masih bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di
daerah perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis-garis sempadan
bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak terkendali
baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat pembangunan dan
pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non budidaya seperti pada kemiringan
lahan >40%, dikawasan pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir,
tanah longsor dan bencana lainnya.
Tabel 7.6. Peraturan Daerah / Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
Di Kabupaten Soppeng Tahun 2016
Tabel 7.7. Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan
Di Kabupaten Soppeng Tahun 2016
No Kab/Kota Kegiatan PNPM Mandiri Ket
1 Kab Soppeng P2KP
-No Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya Ket
No Tahun Tentang
1 Perda Prov Sulsel No 9 2009 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Sulsel
2 Perda Kab SoppengNo 8 2012 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
15 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
4. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
1. Penataan Lingkungan Permukiman
Rendahnya Kualitas lingkungan dikawasan ,pusat kota,percampuran
fungsi perdagangan dan perumahan.
Masih rendahnya kondisi jalan lingkungan permukiman.
Belum tersedianya system proteksi kebakaran
Sudah tersedia rencana rinci bangunan dan lingkungan (RTBL) pada sebagian kawasan perkotaan namun belum operasional.
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah
serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Belum ada regulasi Pengaturan Bangunan;
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung
Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan
yang bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada
musim hujan.
sebagian kondisi fisk bangunan Perkantoran sudah tua sehingga perlu di revitalisasi dan di relokasi.
3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Kurangnya penyediaan taman kota, ruang publik dan ruang terbuka hijau
Kurangnya penyediaan fasilitas olahraga tingkat kabupaten
4. Kapasitas Kelembagaan Daerah
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
gedung dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
(1) Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi bangunan
(menata dan mengatur) karena akan dijadikan dasar pada masa yang akan datang. Jika ditinjau
16 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
baik. Rencana penataan bangunan dan lingkungan terutama pada daerah yang sudah
terbangun harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk itu, maka pada beberapa daerah
yang peruntukannya sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikan sebagai open space untuk
memberikan nuansa nuansa lingkungan yang asri.Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan
untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor
PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yaitu :
1. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman.
a) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan).
Panduan bangunan Kawasan di Kabupaten Soppeng yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana,
dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan di Kabupaten
Soppeng. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kabupaten
Soppengmeliputi:
1) Program Bangunan dan Lingkungan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan di Kota Watansoppengadalah
meningkatkan citra kawasan (pusat kota) Soppeng sebagai kawasan
berbasiskan pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial ekonomi,
perdagangan dan jasa yang didukung oleh kegiatan dan permukiman yang
serasi, nyaman dan berwawasan lingkungan guna mendukung terwujudnya
Kota Watansoppeng sebagai kawasan strategis pertumbuhan.
2) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan
Konsep utama pengembangan struktur kawasan dari Kawasan Soppeng
adalah penataan kembali dari struktur linier dimana semua pergerakan dan
fungsi-fungsi kawasan berorientasi pada jalur jalan utamanya menjadi suatu
struktur kawasan yang kompak dan diarahkan untuk memiliki nilai-nilai kualitas
perancangan kawasan.
3) Konsep Komponen Perancangan Kawasan
Pengembangan kawasan perencanaan sebagai urban epicentrum dipahami
sebagai sebuah kawasan yang menjadi titik pusat orientasi Kabupaten
Soppeng yang di dalamnya berkembang fungsi-fungsi pelayanan skala regional
antara lain pusat pelayanan jasa dan pemerintahan, perdagangan serta
ciri-17 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
ciri sebuah kawasan yang hidup (liveable dan vibrant) dengan ragam kegiatan
di dalamnya yang berlangsung sangat intensif. Pengembangan dan
pembangunan kawasan perencanaan harus mampu memadukan unsur-unsur
serta nuansa kesejarahan dan budaya ke dalam sektor-sektor pembangunan
serta Harus mampu mewadahi aspirasi-aspirasi masyarakat. Dalam
perkembangannya, kawasan perencanaan ini diharapkan menjadi atau memiliki
perbedaan dengan kawasan lainnya di Kota Watansoppeng, baik secara fisik,
visual, lingkungan maupun suasana tempatnya.
4) Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya
Zona pengembangan kawasan di Kota Watansoppeng dipusatkan pada
kawasan di kecamatan Liliriaja dan sebagian Kecamatan Lalabata.
5) Rencana Umum Dan Panduan Rancangan Struktur Peruntukan Lahan
Upaya menegaskan Kawasan Soppeng sebagai kawasan urban epicentrum
sekaligus mem-vital-kannya secara optimal dan efisien, memerlukan suatu
upaya untuk menambahkan fungsi-fungsi lainnya yang dapat mendukung
fungsi dan kegiatan utama pusat kota.
6) Rencana Perpetakan
Rencana perpetakan lahan pada Kawasan perencanaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu perepetakan tanah berupa sistem blok yang terdiri dari
gabungan beberapa persil, dan sistem kapling/persil.
7) Rencana Tapak
Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan kawasan pusat kota. Namun
untuk menunjang peranannya sebagai kawasan pusat kota maka perlu
diciptakan suatu karakter khas pada masing-masing blok perencanaan. Hal
yang dapat dilakukan adalah:
jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa bagian blok, yang dapat membuka wilayah perencanaan
dengan wilayah lain di sekitarnya.
Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua
unit perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom.
Mengupayakan agar bantaran bisa menjadi urban green space.
Menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa
18 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan
roof-lineyang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
Untuk memperkuat „entrance masuk‟ pada kawasan dapat dibuat
„Gerbang‟ sebagai focal point untuk kawasan melalui pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk
image sebagai gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node
yang ada serta menempatkan landmark berupa patung dan sejenisnya
pada bundaran jalan (roundabout).
Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi pejalan kaki, sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai
kawasan yang pedestrian friendly.
8) Intensitas Pemanfaatan lahan
Konsep pengendalian intensitas kawasan urban epicentrum Soppeng adalah
tercapainya pemanfaatan lahan yang lebih merata dan seimbang sesuai
dengan tujuan peruntukan kawasan. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah
perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah
perpetakan / daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota. Intensitas
pemanfaatan lahan erat hubungannya dengan konsep peruntukkan lahan,
terutama menyangkut besaran ruang yang ditempati oleh peruntukkan yang
telah ditetapkan. Intensitas pemanfaatan lahan merupakan luas lantai
maksimum yang dapat dibangun di atas sebidang lahan, hal tersebut memberi
gambaran tentang skala pembangunan bagi kawasan Soppeng.
Koefisien Lantai Bangunan adalah perbandingan jumlah total luas bangunan
terhadap luas lantai dasar. Ketinggian bangunan ini perlu diatur agar terjadi
keselarasan dan keharmonisan antar bangunan dan lingkungan. Penetapan
besar KLB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut:
Harga lahan
Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan)
Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan
19 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Rencana ketinggian bangunan maksimum yang dapat diterapkan di kawasan
perencanaan adalah sebagai berikut :
Di sepanjang jalan arteri diperbolehkan maksimum berkisar antara 3 – 4 lantai (KLB maks = 4 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 20
meter dari lantai dasar.
Di sepanjang jalan kolektor diperbolehkan maksimum berkisar antara 2 – 3 lantai (KLB maks = 3 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum
16 meter dari lantai dasar.
Di sepanjang jalan lokal diperbolehkan maksimum 2 lantai (KLB maks = 2 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 12 meter dari lantai
dasar.
Koefisien Dasar Bangunan adalah perbandingan antara luas lantai dasar bangunan
dan luas total keseluruhan tapak. Dengan menyisakan luasan beberapa meter persegi pada
tapak dimaksudkan agar masih terdapat bidang-bidang peresapan air hujan di dalam tapak
tersebut. Dengan menyisakan luasan kapling agar tidak didirikan bangunan, juga berdampak
secara psikologis. Apabila seluruh kapling dipenuhi bangunan, maka kesan padat dan sesak
akan sangat terasakan. Penetapan besar KDB di kawasan perencanaan didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
Tingkat pengisian / peresapan air (water recharge)
Besar pengaliran air
Jenis penggunaan lahan dan Harga lahan
Rencana intensitas pemanfaatan lahan kawasan Soppeng :
Permukiman, terdiri dari perumahan dengan KDB 50 – 60 %
Fasilitas Pendidikan, terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, Akademi/PT, dan Pesantren dengan KDB 45 – 50 %.
Fasilitas Kesehatan, terdiri dari rumah sakit bersalin, puskesmas, apotik, dan balai pengobatan dengan KDB 40 – 50 %.
Fasilitas Peribadatan, terdiri dari masjid, langgar / musholla, gereja, dan vihara dengan KDB 40 – 50 %.
20 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Fasilitas Perdagangan dan Jasa, terdiri dari pasar, pertokoan, pasar swalayan, warung/kios, koperasi dengan KDB maksimum 70 % disesuaikan dengan lokasi dan
karakteristik kegiatannya.
Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga, terdiri dari gedung gedung pertemuan, penginapan/losmen, hotel, rumah makan, dan sarana rekreasi lainnya dengan KDB
60 – 70 %.
Taman dan Ruang Terbuka Hijau, berupa taman kota, taman lingkungan, lapangan olah raga dan lahan konservasi dengan KDB 5 – 10 %.
9) Rencana Investasi
Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan kawasan Soppeng
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Soppeng, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, dan masyarakat KabupatenSoppeng.
Seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata Bangunan
dan Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng.
Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik bangunan di
dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau, ruang
terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat dan ketentuan
berlaku.
10) Ketentuan Pengendalian Rencana
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan
diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disensitif, serta pengenaan sanksi.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan penegendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
penataan ruang diatur oleh pemerintah Kabupaten Soppeng berdasarkan
kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan
pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang berlaku.
Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian
terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah
21 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban
pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai
rencana tata ruang.
Izin pemanfaatan ruang diatur dan ditertibkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Soppeng sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun
yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif
tersebut, antara lain dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan
sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan
pemberian penghargaan.
Disisentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan,
penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.
Pemberian insentif dan disisentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang yang sudah di tetapkan.
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata tuang, berupa :
o keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
o pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
o kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
o pemberian penghargaan kepada masyarakat,
o swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsetif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa :
pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
22 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
penalti;
Insentif dan disisentif dalam penataan bangunan dan lingkungan diberikan
dengan tetap menghormati hak masyarakat.
11) Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pengelola Kawasan
Guna tercapainya keberhasilan operasionalisasi RTBL, dilaksanakan
melalui pemasyarakatan secara menyeluruh, yaitu :
Pemasyarakatan bagi keseluruhan dinas-dinas sektoral maupun instansi
vertikal.
Pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui pemerintah kabupaten
dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dapat
berbentuk:
Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan.
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTBL;
Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam
lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTBL;
Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan
atau kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Peran Pemerintah Daerah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan
RTBL mempunyai pengaruh besar, yang akan menentukan tingkat keberhasilan
pelaksanaannya.
12) Program Pengendalian Pelaksanaan
Program-program yang menjadi prioritas utama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 direkomendasikan berdasarkan kebutuhan dari stakeholder kabupaten
dan berawal dari permasalahan utama kawasan yang membutuhkan solusi yang
tepat dan inovatif.
Pelaksanaan RTBL kawasan Soppeng dapat dikendalikan dari kesesuaian
dengan arahan kebijakan tata ruang yang lebih makro, ketepatan sasaran
program, adanya dukungan legal, serta adanya “good governance”.
b) RISPK ( Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran )
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
23 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang
terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun
terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif,
sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi
bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun.
RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan
inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan
bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada
masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual
(NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang
terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan
harta benda.
1. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi
lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan
mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai
budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan
upaya revitaliasasi kawasan tradisional.Beberapa kawasan yang perlu segera
dilakukan penataan, antara lain:
a) Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan Budaya
b) Kws Permukiman Tradisional dan Bersejarah yang Meningkat
Kualitasnya.Penyusunan desain revitalisasi Kawasan Tradisional
6.Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a)
Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yangbertopografi rendahsehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan, dan sebagian kondisi fisk bangunan
24 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
b)
Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negarabeserta lingkungannya mengacu pada norma, standart, prosedur dan kriteria yang ada;
Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara serta penataan bangunan dan lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan teknis
penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta
lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara;
7.Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah
yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep
memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah
Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai
luhur dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober
2005]
Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Soppeng sudah sangat mendesak untuk ditangani.
Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin
adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan
kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata
pencaharian yang tidak menentu.
Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran
gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup
multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan
sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk,
seperti antara lain :
a)
Dimensi Politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yangmampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka
benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri
mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber
daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk
25 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
b)
Dimensi Sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin kedalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak
kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai kapital sosial;
c)
Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yangtidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan
lingkungan serta permukiman;
d)
Dimensi Ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampuuntuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan
e)
Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai halyang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia
(human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan, dan sebagainya.
Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi telah
menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan
kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat.
Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi
masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang
mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat
lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman.
Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya
penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam „melembagakan' dan „membudayakan'
kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP),
sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat
setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok
masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain
diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di
dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih
mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat,
selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan
akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan
penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga,
26 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan
prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman.
Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan
kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan
dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan
aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan
kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses
pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan
sasaran.
Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke
masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi
serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan.
Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni;
dari, oleh dan untuk masyarakat.
(1) Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai dalam penataan bangunan dan lingkungan,
beberapa program penataan bangunan dan lingkungan yang diusulkan, antara lain:
1. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
a) Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan
b) Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran
c) Sarana dan Prasarana Penataan Ruang Terbuka Hijau ( RTH )
d) Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/ Bersejarah
e) Pembangunan Fisik PSD Revitalisasi
2. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a) Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung
b) Penyusunan RTBL
c) Kelengkapan Aksesibilitas Bangunan Gedung
3. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
a) P2KP
b) PNPM Perkotaan
27 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Uraian Rencana Kegiatan Prioritas Keciptakaryaan sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan di Kabupaten Soppeng diperlihatkan pada Tabel 7.8.
Tabel 7.8.Usulan Prioritas Pembangunan Infrastruktur Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Soppeng2017-2021
1 LAPORAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PBL,
PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
1a Draft NSPK daerah Bidang Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1b Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Perkantoran Kota Watansoppeng KAB.SOPPENG
Kota Watansoppeng, Kec. Lalabata
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Kota Lama Watansoppeng KAB.SOPPENG
Kota Watansoppeng, Kec. Lalabata
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Kota Baru Watansoppeng KAB.SOPPENG
Kota Watansoppeng, Kec. Lalabata
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Wisata Lejja KAB.SOPPENG
Kota Watansoppeng, Kec. Lalabata
1c Laporan Pembinaan Pelaksanaan PBL, Pengelolaan Gedung
dan Rumah Negara
Penyusunan RISPK Kota watansoppeng KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Penyusunan RISPK Kota Cabenge KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Penyusunan RISPK Kota Batu-Batu KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Penyusunan RISPK Kota Takalal KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
2
LAPORAN PENGAWASAN PELAKSANAAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
3 BANGUNAN GEDUNG DAN FASILITASNYA
3a Aksesibilitas Bangunan Gedung dan Lingkungan
Penyusunan Rentin Aksebilitas Bangunan Gedung dan
Lingkungan KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Dukungan Prasarana dan Sarana Aksebilitas Bangunan
Gedung dan Lingkungan KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
4 SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN
4a Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan
Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Wisata Ompo KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Wisata Lejja KAB.SOPPENG Lejja, Batu-Batu
Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Wisata Citta KAB.SOPPENG Lejja, Batu-Batu
28 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g Dukungan Prasarana dan Sarana Proteksi Kebakaran KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
4c Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dukungan Prasarana dan Sarana Ruang Terbuka Hijau
Lapangan Gasis, Kota Watansoppeng KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Dukungan Prasarana dan Sarana Ruang Terbuka Hijau Kota Watansoppeng (Ex kantor Perhubungan Lama dan
Ex Kantor Camat Lalabata & BPS Lama) KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Dukungan Prasarana dan Sarana Ruang Terbuka Hijau
Taman Gapis dan Anggrek Kota Watansoppeng KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
Dukungan Prasarana dan Sarana Ruang Terbuka Hijau Taman Parkir Mesjid Raya, Taman Adipura, Taman
Parasamya dan jalur Hijau Median Jalan Kota Lalabata KAB.SOPPENG Kota Watansoppeng
4b Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman
Tradisional Berejarah
5 KESWADAYAAN/PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (P2KP)
5a Pendampingan Pemberdayaan Sosial (P2KP/PNPM)
Sumber : Usulan Prioritas Keg Keciptakaryaan Sektor Penataan Bangunan & LingkunganKab Soppeng T.A 2017-2021
2. SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
(1) Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
1. Arahan Kebijakan
Penyelenggaraan Pengembangan SPAM adalah Kegiatan merencanakan konstruksi,
mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik).
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan systempenyediaan
air minum (SPAM) antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP)
Tahun 2005-2025.
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masihrendah
aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SistemPenyediaan Air
Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,memperluas
29 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalamkesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepadamasyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan
tersebut jugamenyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu
asaskelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang KebijakandanStrategi
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan
pelayanan/penyediaanairminum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuanuntuk
membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisikdalam kesatuan
yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepadamasyarakat menuju keadaan
yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi
dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
Kebijakan mengenai pengembangan air minum dalam kurun waktu 5 tahun kedepan di
Kabupaten Soppeng dibagi atas 3 bagian yaitu :
1. Pengembangan dan peningkatan Air Minum Ibu Kota Kabupaten (Kota Watansoppeng) dalam
rangka
untuk meningkatkan kapasitas produksi air Minum, pengadaan pipa dan pemasangan pipa
peningkatan pelayanan meliputi peningkatan kelembagaan, penambahan air baku, perbaikan
instalasi transmisi dari Dia 300 mm ke Dia 400 mm, distribusi dan sambungan rumah, dan
bangunan pelengkap lainnya.
2. Pengembangan system penyediaan air minum/ SPAM IKK meliputi peningkatan kelembagaan,
peningkatan/ perbaikan prasarana dan sarana yang sudah rusak, dan pembangunan baru bagi
IKK yang belum Memiliki SPAM.
3. Pengembangan system penyediaan air minum pedesaan meliputi : pembentukan kelembagaan
pengelola, rehabilitasi/peningkatan terhadap prasarana dan sarana yang sudah ada dan kurang
berfungsi, dan pengembangan penyediaan air bersih yang berbasis masyarakat.
30 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
Sub Bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan
maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu
meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam pembangunan sarana air minum di
perkotaan.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem pengadaan air
minum antara lain :
1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah
2. Rencana pembangunan kabupaten/kota
3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan, seperti struktur dan
marfologi tanah, tipografi dan sebaginya.
4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
5. Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem Pengembangan air
minum.
6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan air minum.
7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan,
sekurang-kurangnya dilaksanakan pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk
maupun dalam perencanaan teknik.
8. Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan petunjuk yang tersedia.
(2) Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan
2.
Isu StrategisCakupan pelayanan air minum dengan perpipaan maupun non perpipaan rendah,
sehingga diperlukan pembangunan jaringan sistem air minum baru dalam rangka menambah
jumlah masyarakat yang mendapat pelayan air minum dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat, diantaranya :
1. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Ibukota Kecamatan (IKK)
2. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Kawasan MBR
3. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan
3.
Kondisi Eksisting1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan
Cakupan eksisting pelayanan sektor air bersih/air minum dikelompokkan dalam 3 kategori :
31 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
a) Cakupan pelayanan perkotaan = 56,59 % dari jumlah penduduk.
b) Cakupan Pelayanan Ibu Kota Kecamatan (IKK)
c) Cakupan pelayanan pedesaan = 62,59 % dari jumlah penduduk.
Kondisi sistem sarana prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di Kab. Soppeng saat
ini, sudah tidak mampu lagi memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat kota secara baik yang
dikelola PDAM. Oleh karena itu dari hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan perlunya
peningkatan kapasitas sarana dan prasarana. Berikut data eksisting sarana dan prasarana air
bersih Kab. Soppeng.
Tabel 7.9. Data Cakupan Layanan Air Minum
Kabupaten Soppeng 2017-2021
2b SPAM di Kawasan Kumuh & Nelayan
Pembangunan SPAM perdesaan di Kel. Attang Salo Kab.soppeng Kel. Attang Salo
Pembangunan SPAM perdesaan di Kel.
Limpomajang Kab.soppeng Kel. Limpomajang
Pembangunan SPAM perdesaan di Kel. Kaca Kab.soppeng Kel. Kaca
Pembangunan SPAM perdesaan di Desa Kessing Kab.soppeng Desa Kessing
2c SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK)
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK Lalabata) Kab.soppeng Lalabata
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK Liliriaja) Kab.soppeng Liliriaja
32 | R P I J M K a b u p a t e n S o p p e n g
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK
Marioriwawo) Kab.soppeng Lilirilau
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK
Marioriawa) Kab.soppeng Lalabata
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK
Donri-Donri) Kab.soppeng Donri-Donri
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK Citta) Kab.soppeng Lalabata
SPAM di kawasan MBR (optimalisasi IKK Ganra) Kab.soppeng Lalabata
3 SPAM DI IBU KOTA KECAMATAN (IKK)
Pembangunan/Peningkatan SPAM IKK Kab.soppeng Kec. Ganra
4 SPAM PERDESAAN
4a SPAM di Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil
Pembangunan SPAM di Pedesaan Kab.soppeng Desa Timusu
Desa Watu
Sumber: Data Kab SoppengHasil Workshop SPM Tahun 2016
Kondisi Sarana dan prasarana air minum yang ada di Kabupaten Soppeng untuk jenis pelayanan
perpipaan yang pengelolaannya oleh Perusahaan Daerah Air Minum Soppeng.
1. Sistem Non Perpipaan
2. Aspek Teknis; Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik berupa sumur
gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor masih sangat terbatas. Sementara untuk
sumur gali permasalahannya adalah Kualitas air yang dihasilkan pada umumnya rasanya