KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN
DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886
e-mail: widayanti_reny@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan kota diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya pertumbuhan penduduk menyebabkan permintaan terhadap permukiman semakin besar. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak 0-20 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang rawan akan banjir setiap tahunnya. Penanganan untuk permukiman yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo berupa relokasi pada daerah yang rentan terhadap banjir. Oleh karena itu, dilakukan kajian dengan tujuan mengidentifikasi arahan konsep relokasi permukiman di sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan metode analisis tingkat kerentanan yang menganalisis daerah rentan berdasarkan beberapa parameter dan Analisis Lesson Learn Best Practice. Metode analisanya terdiri dari pembobotan parameter-parameter empat aspek, overlay parameter tiap aspek, pembobotan tiap aspek, overlay tiap aspek kerentanan. Sedangkan untuk metode analisis best practice yang menganalisis beberapa contoh penerapan relokasi yang dapat diterapkan di wilayah studi, dilihat dari kesamaan karakteristik fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga diperoleh daerah rentan terhadap bencana banjir sebagai arahan konsep relokasi permukiman yaitu (a) mekanisme dengan pembentukan tim anggaran dan operasional, sosialisasi (b) partisipasi; (c) negosiasi; (d) kepemilikan tanah; (e) lokasi relokasi; (f) prioritas relokasi.
Kata Kunci : Permukiman, Kerentanan, Relokasi
ABSTRACT
Urban Rapid growth is accompanied by population growth. The existence of population growth cause greater demand for housing. This right cause to the growth of settlement along Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Residential areas that have only a distance of 0-20 meters from Bengawan Solo River areas vulnerable to flooding every year. Treatment for settlement locate along the Bengawan Solo River in the form of relocating to area vulnerable to flooding. Therefore conduct the study with the aim of identifying the direction of the concept of relocation settlements in the Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Analysis method in this study using analyzes the level of vulnerability areas based on several parameters and lesson learn best practice. Analysis methods consist of weighting the parameter of four aspect of vulnerability. Whereas for the method lesson learn best practice analysis is to analyze some examples of the application that can be apply to the relocation of the study region, seen from similiarity of physical characteristics, sosial characteristics, economic characteristics, and cultural characteristics. With the result that are flood vulnerable areas as the direction of the concept relocation settlement: (a)mechanism with the establishment of budgets and operational teams, dissemination;(b) partisipatif; (c) negotiation; (d)ownership of land; (e)relocation sites; (f) priority of the relocation
Keywords: Settlement, Vulnerability, Relocation
PENDAHULUAN
Pesatnya pembangungan pada sebuah kota berjalan seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang berlebihan dalam kota. Tingginya harga tanah pada daerah perkotaan menyebabkan terbatasnya masyarakat yang dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk perumahan. Hal ini menyebabkan berkembangnya lingkungan permukiman dengan kepadatan tinggi. Terdapat
beberapa kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan rendah memanfaatkan daerah aliran sungai untuk membangun rumah. Perkembangan permukiman pada daerah sempadan sungai semakin sulit dikendalikan.
Bojonegoro untuk mencari pekerjaan. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan untuk permukiman menyebabkan masyarakat kesulitan untuk mencari tempat tinggal yang layak.
Pada Kecamatan Bojonegoro dilintasi oleh Sungai Bengawan Solo yang dilengkapi dengan adanya tanggul. Tinggi tanggul bervariasi yaitu 0,5 meter sampai 1,5 meter. Namun tanggul tersebut tidak berfungsi dengan baik karena bangunan tanggul dijebol untuk aksesibilitas masyarakat yang bertempat tinggal di dalam tanggul.
Saat ini di sepanjang Sungai Bengawan Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat kurang lebih 1.300 bangunan yang menempati daerah sempadan sungai, dengan jarak sempadan sungai antara 0-20 meter. Permukiman ini berjarak sekitar 1-5 meter dari bibir sungai pada saat sungai surut. Permasalahan utama yang dihadapi oleh permukiman pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun 2007 terjadi banjir bandang besar pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir mengenangi seluruh wilayah Kota Bojonegoro. Banjir pada akhir 2007 merupakan banjir terbesar setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27 kecamatan di Bojonegoro yang tergenang banjir selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5 meter. Limpasan air sungai sampai menggenangi daerah kota disebabkan karena tanggul permanen tidak dapat menahan arus air sungai, selain itu karena terdapat beberapa titik tanggul yang sengaja dijebol sebagai aksesibiltas permukiman yang terdapat di dalam tanggul. Beberapa tahun terakhir bencana banjir yang terdapat di Bojonegoro semakin sulit untuk diprediksi.
Menurut RTRW Kabupaten Bojonegoro tahun 2007-2027 menyebutkan bahwa daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk kedalam rencana zone high control penanganan lingkungan akibat banjir yang terjadi setiap tahun. Sedangkan menurut Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten
Bojonegoro “permukiman di daerah bantaran
Sungai Bengawan Solo merupakan daerah yang rawan terhadap bencana banjir dan perlu segera mendapatkan penangangan dengan relokasi permukiman ke daerah yang lebih layak dan
sesuai peruntukannya”. Sehingga dengan adanya
permasalahan permukiman yang terdapati di Kecamatan Bojonegoro dan mengacu pada RTRW Kabupaten Bojonegoro maka perlu dilakukan langkah penanggulangan melalui
“Konsep Relokasi Permukiman Berdasarkan
Tingkat Kerentanan di Sempadan Sungai
Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro”. Arahan
relokasi bertujuan untuk memperbaiki lingkungan DAS Bengawan Solo dan mengamankan permukiman tersebut dari bencana tahunan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Dan Sungai, pemanfaatan lahan untuk permukiman di wilayah studi tidak sesuai karena terletak di dalam garis sempadan sungai. Pemanfaatan lahan untuk daerah perkotaan dan bertanggul adalah 3 meter dari luar tanggul.
Kerentanan dapat dikelompokan menjadi empat aspek (Angela Peck, Physical, Economical, Infrastructural and Social Flood Risk-Vulnerability Analyses in GIS , BNPB, 2008 dan BAKORNAS, 2002), yaitu aspek fisik, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur. Keempat aspek tersebut akan dipergunakan untuk menganalisis tingkat kerentanan di wilayah studi
Relokasi permukiman dapat diartikan pemindahan suatu lokasi permukiman ke lokasi lain yang baru, karena lokasi permukiman yang lama dianggap tidak layak sebagai lokasi permukiman dengan kondisi rawan/rentan terhadap bencana atau bahkan terkena musibah bencana (Andy Rizal,2003:59)
Menurut ADB (1999), rencana pemukiman kembali, yang bervariasi menurut keadaan, khususnya terhadap besaran pemukiman kembali, biasanya harus mengandung penyataan tujuan, kebijaksanaan dan strategi serta harus mencakup unsur-unsur penting yaitu tanggung-jawab organisasi; partisipasi masyarakat dan integrasi dengan penduduk setempat; survai sosial-ekonomi; kerangka hukum termasuk mekanisme untuk penyelesaian perselisihan dan prosedur pengaduan; identifikasi alternatif lokasi dan pemilihan; penaksiran dan ganti rugi untuk kekayaan hilang; kepemilikan tanah, status penguasaan, pembebasan dan pengambil-alihan; kemudahan mendapat pelatihan, pekerjaan dan kredit/bank; perlindungan/keamanan, prasarana dan pelayanan sosial; perlindungan dan pengelolaan lingkungan; dan jadwal pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
METODE PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya arahan konsep relokasi permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
Karakteristik fisik permukiman bantaran Sunagi Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro berdasarkan pada kondisi fisik permikiman yang meliputi kondisi fisik dasar wilayah, kependudukan, kondisi sarana dan prasarana permukiman. Sedangkan untuk karakteristik fisik sempadan sungai meliputi kondisi bangunan di sempadan sungai, kondisi vegetasi, kondisi tanggul, curah hujan dan frekuensi bencana banjir.
Analisis Karakteristik Non Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
Karakteristik non fisik permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo berdasarkan kondisi sosial, ekonomi masyarakat.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Fisik
Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter-parameter fisik. Parameter-parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan fisik yang diolah dari beberapa sumber.
Geologi
Kemiringan/ Elevasi tanah
Erosi
Periode Ulang Banjir/ Frekuensi
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan fisik sesuai rumus berikut:
Vul
iphy=
√
∑Vuliphy = Indeks Kerentanan Fisik
n1 = Rangking Geologi
n2 = Rangking Kemiringan Lereng
n3 = Rangking Erosi
n4 = Rangking Frekuensi ∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Sosial
Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter-parameter sosial. Parameter-parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya,
berikut adalah parameter-parameter kerentanan sosial yang diolah dari beberapa sumber.
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
Kelompok Umur
Tingkat Pendidikan
Tingkat Kepadatan Bangunan (unit/ha)
Tingkat Kesehatan
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan sosial sesuai rumus berikut:
Vuli soc
=√ ∑
Vuli soc
= Indeks Kerentanan Sosial n1 = Rangking Kepadatan Penduduk
n2 = Rangking Kelompok Umur
n3 = Rangking Tingkat Pendidikan
n4 = Rangking Kepadatan Bangunan
n5 = Rangking Tingkat Kesehatan ∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek sosial kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi
Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter-parameter ekonomi. Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan ekonomi yang diolah dari beberapa sumber.
Tingkat Pendapatan
Jenis Pekerjaan
Tingkat Kesejahteraan/kemiskinan
Jumlah Pengangguran
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan ekonomi sesuai rumus berikut:
Vuli Eco
=√ ∑ Vuli
Eco
= Indeks Kerentanan Ekonomi n1 = Rangking Tingkat Pendapatan
n2 = Rangking Jenis Pekerjaan
n3 = Rangking Tingkat Kemiskinan
n4 = Rangking Jumlah Pengangguran ∑n = Jumlah Parameter
penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur
Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan infrastruktur yang diolah dari beberapa sumber.
Fasilitas Umum
Transportasi
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan infrastruktur sesuai rumus berikut:
= Indeks Kerentanan Infrastruktur n1 = Rangking Fasilitas Umum
n2 = Rangking Transportasi ∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.
Analisis Indeks Kerentanan
Setelah perhitungan tingkat kerentanan masing-masing aspek fisik, aspek social, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur maka selanjutnya adalah perhitungan tingkat parameter total, Total Vulnerability Index , yang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
= Indeks Kerentanan Fisik Vuli
soc
= Indeks Kerentanan Sosial Vuli
Eco
= Indeks Kerentanan Ekonomi Vuli
Inf
= Indeks Kerentanan Infrastruktur
Tingkat kerentanan terbagi menjadi tiga klasifikasi kerentanan yaitu: rendah, sedang dan tinggi, penilaian kalsifikasi atau interval antar klasifikasi ditentukan dengan rumus metode Equal Interval pada software Arc GIS 9.3.
Analisis Lesson Learn Best Practice
Metode ini dapat membantu untuk mencari sesuatu yang lebih baik dari studi awal. Desain
dari analisis lesson learn adalah membandingkan beberapa kasus untuk memperoleh konsep relokasi. Dalam membandingkan menggunakan beberapa unsur relokasi dan ditinjau dari karakteristik wilayah studi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
Kondisi permukiman yang padat dengan luas kapling sederhana berpengaruh pada pola bangunan dengan KDB mencapai 100 sebesar 49,45%. Koefisien lantai bangunan maksimum 1 yaitu sebesar 56,04%. Terdapat 79,12% bangunan permanen, 17,58% bangunan semi permanen dan 3,3% bangunan non permanen. Penggunaan lantai bangunan yang paling dominan adalah 47,25% ubin. Kondisi pencahayaan dan penghawaan masih sangat baik. Jaringan air bersih yang paling mendominasi adalah sumur yaitu 91,2%. Saluran drainase yang terdapat pada wilayah studi berupa saluran primer alami yaitu Sungai Bengawan Solo, yang memiliki permasalahan yaitu banjir tahunan. Sebagian besar masyarakat membuang sampah di sungai, yaitu sebesar 50,55%. Hampir 97,8% masyarakat memiliki kamar mandi serta WC.
Bangunan yang terdapat di wilayah sempadan sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro berada pada jarak antara 0-20 meter dari bibir sungai pada saat surut. Bangunan tersebut berada di dalam tanggul. Sejak tahun 70-80 permukiman di bantaran sungai mulai berkembang, hingga saat ini. Tanggul yang ada di Perkotaan Bojonegoro melewati 7 Kelurahan yaitu, Kelurahan Jetak, Klangon, Kauman, Ledok Kulon, Ledok Wetan, Kadipaten dan Banjarejo. Kondisi tanggul yang berada di perkotaan Bojonegoro sangat memprihatinkan, dimana tanggul tersebut di jebol untuk akses dari permukiman yang terdapat di dalam tanggul. Selain itu juga terdapat tanggul yang terputus di jalan Jaksa Agung Suprapto. Ada bangunan tanggul yang lama dengan yang baru tidak tersambung. Frekuensi bencana banjir yang terjadi di wilayah permukiman perkotaan Bojonegoro dalam setiap tahunnya adalah antara 5-7 kali dengan presentase 47,26%.
Karakteristik Non Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
yaitu sebanyak 47,25%. Sedangkan untuk masyarakat yang berpenghasilan lebih dari 2.000.000 sebanyak 8,79%. Jenis mata pencaharian masyarakat di bantaran sungai didominasi oleh pedagang yaitu sebanyak 31,87%. sebanyak 95,6% berstatus tinggal menetap pada permukiman di bataran sungai Bengawan Solo. Sedangkan 4,4% memiliki status tinggal sementara, yang pada umumnya adalah pendatang. Sebanyak 26,37% masyarakat sudah tinggal di bantaran sungai selama 31-40 tahun. Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal yang paling dominan adalah karena mengikuti keluarga. Sedangkan karena alasan terletak di pusat kota sebanyak 7,69%. Status bangunan tersebut sebnayak 91,21% merupakan hak milik, namun sebanyak 70,33% tidak memiliki sertifikat. Kebudayaan yang terdapat di wilayah studi adalah adanya arisan dan pengajian yang rutin dilakukan dan adanya rasa gotong royong.
Tingkat Kerentanan Aspek Fisik
Analisis tingkat kerentanan aspek fisik terdiri dari empat parameter yaitu geologi, kemiringan lereng, erosi dan frekuensi. Pembobotan parameter gelogi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembobotan Parameter Geologi
Geolo
Daerah yang termasuk kedalam kerentanan tinggi dalam parameter geologi adalah Kelurahan Ledok Kulon dan Jetak. Pembobotan parameter kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pembobotan Parameter Kemiringan Lereng
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kemiringan lereng adalah Kelurahan Banjarejo RT 7, Ledok Wetan RT 4, Ledok Kulon RW 3 RT 5, Kelurahan Kauman dan Jetak Pembobotan parameter erosi dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Pembobotan Parameter Erosi
Erosi Ringan
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter erosi adalah Banjarejo RT 7, RT 4, RT 1; Ledok Wetan RT 1,RT 4, RW2 RT 10; Ledok Kulon RW 3 RT 5, RW 4 RT 3; Kauman dan Klangon. Pembobotan parameter frekuensi banjir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pembobotan Parameter Frekuensi
Frekuensi kali/th 0 kali/th 1– 2 kali/th 3–4 kali/th 5-6 kali/th > 7
Bobot 1 2 3 4 5
Luas(Ha) 1,62 11,47 27,85 33,59 26,40
Hampir semua wilayah studi sangat
rentan terhadap banjir karena seringnya
banjir. Dari keempat parameter diatas maka
dilakukan pembobotan untuk aspek fisik,
sehingga diperoleh daerah rentan terhadap
banjir terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tingkat kerentanan aspek fisik
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek fisik adalah Jetak dsn. Madean, RW 2 RT 1; Klangon; Ledok Kulon RW 4 RT 3, RW 3 RT 5; Ledok Wetan RT 1, RT 2 dan Banjarejo RT 1, RT 7.
Tingkat Kerentanan Aspek Sosial
Tabel 5. Pembobotan parameter kepadatan penduduk
Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha)
0-25 26-56 57-91 92-145 146-291
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 15,18 39,93 17,27 19,23 7,29
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kepdatan penduduk adalah Ledok Wetan RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4. Pembobotan parameter kepadatan bangunan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pembobotan parameter kepadatan bangunan
Kepadatan Bangunan (unit/Ha)
0-6 7-16 17-29 30-41 42-61
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 24,53 39,81 24,75 8,40 1,42
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kepdatan bangunan adalah Ledok Wetan RT 4. Pembobotan parameter kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Pembobotan parameter kelompok umur
Kelompok Umur (Tahun)
20-39 40-49 16-19 13-15 0-12&>50
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 40,29 16,92 10,44 4,29 26,96
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kelompok umur adalah Jetak dsn Madean, Klangon RW 2 RT 1, Ledok Wetan RW 2 RT 10 dan Banjareojo RT 3, RT 6, RT 7, RT 22. Pembobotan parameter tingkat pendidi-kan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan parameter tingkat pendidikan
Tingkat
Pendidikan Sarjana SMA SMP SD
Tidak Bersekolah &
TK
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 6,66 49,7 5,63 27,47 9,44
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendidikan adalah Banjarejo RT 2, RT 4, RT 22 dan Ledok Wetan RT 2. Pembobotan parameter tingkat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pembobotan parameter tingkat kesehatan
Tingkat
Kesehatan 0-4 5-7 8-11 12-14 15-18
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 9,41 55,91 11,82 9,28 12,48
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendidikan adalah
Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 4 RT 2 dan Ledok wetan RT 2, RT 4.
Dari kelima parameter diatas maka dilakukan pembobotan untuk aspek sosial, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tingkat kerentanan aspek sosial
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek
fisik adalah Banjarejo RT 2 dan Ledok
Wetan RT 2.
Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi
Analisis kerentanan aspek ekonomi terdiri dari empat parameter yaitu tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan dan jumlah pengangguran. Pembobotan parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pembobotan parameter tingkat pendapatan
Tingkat Pendapatan
>Rp 2jt Rp1,5jt- 2 jt
Rp 1jt- 1,5 jt
Rp 500rb- 1jt
<Rp 500rb
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 3,53 1,98 47,17 41,22 5.00
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendapatan adalah Jetak dsn Madean, Ledok Kulon RW 3 RT 1 RW 3 RT 2 RW 3 RT 3. Pembobotan parameter jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pembobotan parameter jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Swasta Karya wan
Perdagangan Buruh Penambang Pasir & Pembuat
Bata
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 15,69 30,03 27,31 4,85 21,02
Tabel 12. Pembobotan parameter tingkat kesejahteraan
Tingkat Kesejahteraan
S.III Plus
S.III S.II S.I Pra Sejahtera
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 6,37 5,88 24,59 54,35 7,71
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat kesejahteraan adalah Ledok Wetan RT 3, RW 2 RT 10 dan Ledok Kulon RW 3 RT 5. Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pembobotan Parameter Tingkat Pengangguran
Tingkat Pengangguran
0-58 59-97 98-123 124-213
214-335
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 7,72 21,36 27,24 20,34 22,24
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pengangguran adalah Ledok Wetan RT 2, RT 3 dan Ledok Kulon RW 4 RT 2. Dari keempat parameter di atas maka dilakukan pembobotan untuk aspek ekonomi, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek fisik adalah Banjarejo RT 3 dan Ledok Wetan RT 2, Rt 6, Ledok Kulon RW 1 RT 1, RW 2 RT 3, RW 3 RT 5, RW 3 RT 3, RW 3 RT 2, RW 4 RT 2 dan Jetak dsn Madean.
Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur
Analisis kerentanan aspek infrastruktur terdiri dari dua parameter yaitu fasilitas umum dan trasmportasi jalan.
Pembobotan parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pembobotan parameter fasilitas umum
Tingkat Fasilitas Umum
0 unit 1 Unit 2 Unit 3 Unit
≥3
Unit
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 16,38 62,24 15,08 3,16 5,37
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter fasilitas umum adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT 2, RW 2 RT 1, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Wetan RT 1, RT 2. Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pembobotan parameter transportasi jalan
Tingkat Transpotasi
jalan
Tanah Makadam
Plester Paving Aspal Hotmix
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (m) 9,06 1,96 37,26 34,39 10,01
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter jalan adalah Ledok Kulon RW 4 RT 2. Dari kedua parameter diatas maka dilakukan pembobotan untuk aspek infrastruktur, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tingkat kerentanan aspek infrastruktur
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek infrastruktur adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT 2, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 2 RT 3, RW 4 RT 2, Ledok Wetan RT 1
Indeks Kerentanan
Setelah perhitungan tingkat kerentanan pada masing- masing aspek fisik, sosial, ekonomi dan infrastruktur. Maka untuk tahap berikutnya adalah perhitungan tingkat parameter total atau Overall Vurnerability Index Vuli
o
Gambar 5. Tingkat kerentanan
Wilayah yang termasuk kedalam tingkat kerentanan tinggi berada di Kelurahan Jetak RT 1, RT 2 dan RT 3, Kelurahan Klangon RW 2 RT 8, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT 2, RT 4 dan RT 6, Kelurahan Ledok Kulon RW 3 RT 5 dan RW 4 RT 2 serta Kelurahan Banjarejo RT 3.
Konsep Relokasi
Konsep relokasi permukiman pada wilayah studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan relokasi di wilayah lain dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka arahan konsep relokasi permukiman sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan Bojonegoro adalah sebagai berikut:
Mekanisme
Mekanisme untuk daerah dengan kerentanan tinggi adalah dengan meninjau nilai dari kerentanan aspek fisik, sosial dan ekonomi yang tinggi, namun nilai yang paling tinggi terdapat di aspek sosial. Sehingga dalam mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat kerentanan tinggi adalah dengan memperhatikan aspek sosial, dimana masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan kepadatan penduduk serta bangunan yang tinggi. Penekanan pada proses sosialisasi dengan pendekatan masyarakat, dimana masyarakat diberikan penjelasan mengenai tujuan dari relokasi. Selain itu masyarakat harus diajak berkonsultasi mengenai kompensasi, termasuk lokasi relokasi dan rehabilitasi sosial ekonomi.
Mekanisme untuk daerah dengan kerentanan sedang adalah dengan meninjau nilai kerentanan aspek ekonomi dan sosial yang cukup tinggi. Namun nilai yang paling tinggi terdapat di aspek ekonomi. Mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat kerentanan sedang adalah pembentukan tim operasional dan anggaran. Perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan warga termiskin yang terimbas serta kelompok
yang rentan yang mungkin beresiko tinggi untuk menjadi miskin. Termasuk di dalamnya adalah mereka yang tak memiliki dokumen kepemilikan yang sah atas tanah atau aset lain. Mekanisme selanjutnya adalah sosialisasi dengan pendekatan masyarakat.
Mekanisme untuk daerah dengan tingkat kerentanan rendah sama dengan daerah yang memiliki tingkat kerentanan sedang, karena nilai kerentanan yang mendominasi adalah aspek ekonomi.
Parisipatif
Terdapat 28% masyarakat tidak setuju dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu dalam menjaring partisipasi masyarakat dilakukan dengan pendekatan secara intensif yang dilakukan oleh tim operasional. Partisipasi masyarakat lebih diarahkan oleh pemerintah. Jadi masyarakat dapat memilih beberapa opsi yang ditawarkan.
Terdapat 14% masyarakat masih ragu-ragu dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan untuk menjelaskan mengenai pentingnya relokasi dan prosedur relokasi. Masyarakat memiliki waktu yang cukup lama untuk membuat konsep yang lebih matang. Sehingga dalam pemilihan lokasi dan ganti rugi menurut keinginan masyarakat.
Terdapat 48% masyarakat setuju dengan adanya relokasi. Dengan demikian masyarakat akan lebih aktif dalam memberikan ide-ide terkait pelaksanaan relokasi. masyarakat dapat menyumbangkan tenaga dalam pembangunan. Hal ini dapat memperkecil anggaran dan dapat memberikan pemasukan untuk masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan.
Negosiasi
Sebanyak 15% masyarakat menginginkan ganti rugi berupa tanah/uang serta adanya masyarakat yang rentan terhadap aspek sosial menunjukan adanya tingkat kerentanan tinggi. Oleh sebab itu pada proses negosiasi tim anggaran dan operasional melakukan dengan cara pendekatan terhadap masyarakat karena tingkat pendidikan yang rendah. Tim operasional memberikan arahan lokasi yang terbaik agar masyarakat dapat segera memperoleh lokasi permukiman baru.
merasa dirugikan. Sehingga opsi-opsi relokasi harus berdasarkan kemampuan masyarakat.
Sebanyak 58% masyarakat menginginkan ganti rugi berupa tanah dan bangunan. Dengan melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lemah maka ganti rugi berupa tanah dan bangunan lebih cocok.
Kepemilikan tanah
Terdapat 50,54% masyarakat tidak memiliki sertifikat. Sehingga diperlukan pembentukan tim identifikasi untuk mengetahui kelayakan masyarakat dalam memperoleh ganti rugi yang sama dengan masyarakat yang memiliki sertifikat.
Terdapat 20,43% masyarakat memiliki kepemilikan tanah berupa petok D. Dalam penerapannya tim identifikasi mengecek kembali keberadaan petok D yang dimiliki masyarakat agar proses ganti rugi dapat dilaksanakan dengan segera.
Terdapat 29,03% masyarakat memiliki sertifikat. Dalam penerapannya tim identifikasi mengecek kembali keberadaan sertifikat yang dimiliki masyarakat.
Lokasi relokasi
Tujuan daerah relokasi berdasarkan keinginan masyarakat adalah di Kecamatan Dander, dalam kota dan di Kecamatan Kapas. Lokasi relokasi sebaiknya mengutamakan agar tetap dapat menjangkau tempat kerja sebelumnya dan masih dekat dengan pusat kota. Sehingga proses relokasi tersebut tidak mengurangi pendapatan penduduk. Keinginan dari masyara-kat tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam pengembangan perumahan yaitu di Keca-matan Dander. Sedangkan utuk di dalam kota yang masih memiliki lahan kosong terdapat pada Kelurahan Pacul, sehingga hanya dapat menam-pung beberapa KK. Untuk lebih jelasnya menge-nai lokasi relokasi terdapat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lokasi Relokasi
Prioritas relokasi
Prioritas lokasi yang direlokasi terlebih dahalu adalah Kelurahan Jetak, Ledok Wetan dan Banjarejo. Hal ini ditinjau dari kepadatan penduduk yang tinggi dan frekuensi banjir yang tinggi dan daerah rawan longsor berdasarkan penilaian tingkat kerentanan.
Cara penerapan
Pembangunan Rusun untuk menangani permasalahan tersebut yang diarahkan ke arah selatan, yaitu Kecamatan Dander. Karena banyaknya masyarakat yang tinggal di sempadan sungai. Selain itu pemerintah dapat membuat program kapling siap bangun sebagai salah satu upaya untuk relokasi, pertama kali diadakan untuk mengantisipasi proses perubahan status tanah yang tidak jelas. Program kapling siap bangun memberi kesempatan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah melalui kerja sama dengan pemerintah ataupun lembaga swasta, sehingga pengadaan rumah tersebut tidak membutuhkan biaya besar. Pentahapan proses pemindahan penduduk dapat dilakukan dengan cara bedong desa, hal ini dapat mempermudah masyarakat dalam beradaptasi dengan lokasi relokasi yang baru. Sehingga masyarakat tidak merasakan perubahan yang terlalu besar, karena mereka hanya berpindah lokasi tinggal saja sedangkan struktur pemerintahannya tetap tidak berubah.
SIMPULAN
Karakteristik Fisik
Terdapat kurang lebih 1.300 bangunan dan 1.100 KK yang terdapat di bantaran sungai. Bangunan yang berfungsi sebagai permukiman dengan jarak antara 1-5 meter dari bibir sungai.
Karakteristik Non Fisik
Mayoritas pekerjaan masyarakat yang terdapat di bantaran Sungai Bengawan Solo adalah sebagai pedagang sebanyak 31,87%. Terdapat beberapa masyarakat yang memiliki pekerjaan berhubungan langsung dengan sungai adalah penambang pasir dan pembuat bata. Pendapatan yang paling dominan adalah antara Rp. 500.000- Rp. 1000.000.
Tingkat Kerentanan
2, RT 6 dan Kelurahan Banjarejo RW 1 RT 2, RT 3.
Konsep Relokasi
Konsep relokasi permukiman pada wilayah studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan relokasi di wilayah lain dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka konsep relokasi pada wilayah studi adalah pembentukan tim operasional dan anggaran, sosialisai, negosiasi, partisipatif dengan penjaringan melalui pengajian, kepemilikan tanah, lokasi relokasi dan prioritas relokasi adalah daerah rentan bencana banjir.
Saran
Guna menyempurnakan penelitian ini terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan, antara lain:
1. Bagi peneliti selanjutnya untuk membuat penelitian lanjutan mengenai analisis lokasi relokasi permukiman yang rentan terhadap banjir di bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
2. Bagi pemerintah melakukan sosialisasi terkait ancaman bencana banjir Sungai
Bengawan Solo yang dapat terjadi sewaktu- waktu khusunya pada daerah yang rawan. Selain itu juga melakukan pengawasan dalam memberikan perizinan dan monitoring terhadap pengelolaan dan pemanfaatan lahan di wilayah bantaran sungai Bengawan Solo.
DAFTAR PUSTAKA
Angel Peck,ect, 2007 Physical, Economical, Infrastructural and Social Flood Risk-Vulnerability Analyses in GIS
Asian Development Bank. 1999. Buku Panduan Tentang Pemukiman Kembali. ADB Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.
63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai