• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maksum Radji Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA-UI, Depok, 16424

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Maksum Radji Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA-UI, Depok, 16424"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

M aksum Radji

Labor ator ium M ikr obiologi dan Bioteknologi Depar temen Far masi FM IPA-UI, Depok, 1 6 4 2 4

VAKSIN DN A:

VAKSIN GEN ERASI KEEM PAT

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 1, A pril 2009, 28 - 37 ISSN : 1693-9883

ABSTRACT

V accines have been developed for a range of different infectious diseases. The complex-ity of microbial infections requires novel approaches to vaccine design. The first-generation of vaccines were live attenuated pathogens. Because of safety concerns, the second-generation of vaccines, chemically or physically inactivated pathogens were later developed. Purified or synthetic proteins represent a third generation, and recent advances in molecular biology and genetic engineering have led to the development of the fourth vaccine generation, which includes DNA and virus vector-based vaccines. This review discusses on the genetic elements and construction of DNA vaccines, comparison of DNA vaccines and conventional vaccines, the benefits and limitations of DNA vaccines, and the advances of genetic vaccine development over the last decade.

Keywords: DNA vaccines, conventional vaccines.

A BSTRA K

Berbagai jenis vaksin telah banyak dikembangkan untuk mengatasi dan mencegah penularan penyakit infeksi. Beberapa pendekatan teknologi perancangan vaksin telah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kerumitan penanggulangan penyakit infeksi. V aksin generasi pertama yang menggunakan mikroba patogen yang dilemahkan telah banyak digunakan, namun karena pertimbangan keamanan dari vaksin generasi pertama ini maka vaksin generasi kedua yang menggunakan mikroba patogen yang dimatikan, telah dikembangkan. Demikian pula dengan vaksin generasi ketiga yaitu vaksin rekom-binan yang terdiri dari protein yang dimurnikan telah dikembangkan dan digunakan. Kemajuan dalam bidang biologi molekuler dan rekayasa genetika telah memungkinkan untuk mengembangkan vaksin generasi keempat yaitu vaksin DNA . Dalam review ini akan dibahas tentang konstruksi dan elemen genetik vaksin DNA , keuntungan dan berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam penelitian tentang vaksin DNA .

(2)

PEN D A HULUA N

Vaksin telah lama dikenal seba-gai suatu substansi yang digunakan untuk memperoleh respon imun ter-had ap mikro o rg anisme p ato g en. Vaksin pertama kali ditemukan pada tahun 1796 oleh Edward Jenner yaitu v aksin v irus cacar. Sejak saat itu tekno lo gi pembuatan vaksin telah berkembang dengan pesat dan ber-bagai jenis vaksin untuk mencegah penyakit infeksi telah banyak d i-gunakan.

Vaksin konvensional baik vaksin generasi pertama yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah dilemahkan dan vaksin generasi kedua yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme yang d imatikan, serta v aksin g enerasi yang ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub unit y ang meng and ung frag men antigenik dari suatu mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun, dalam penggunaannya masih me-miliki beberapa kelemahan (1, 2). Vaksin generasi pertama seringkali d apat bermutasi kembali menjad i virulen sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu biasanya jenis vaksin yang dilemah-kan ini tidak dianjurdilemah-kan diberidilemah-kan kepada penderita yang mengalami imunokompromais. Sedangkan vak-sin generasi kedua adalah vakvak-sin me-ng and ume-ng mikro o rg anisme y ame-ng dimatikan menggunakan zat kimia tertentu, biasanya dengan mengguna-kan formalin atau fenol, dalam

peng-gunaannya sering mengalami kega-galan atau tidak menimbulkan respon imun tubuh.

Untuk mengatasi berbagai ke-lemahan yang terjad i pad a peng-gunaan vaksin generasi pertama dan kedua mulailah dikembangkan vak-sin generasi yang ketiga yaitu vakvak-sin reko mbinan y ang jug a d ikenal dengan vaksin sub unit. Vaksin sub unit dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk memperoleh fragmen antig enik d ari mikro o rg anisme, sehingga disebut dengan vaksin re-ko mbinan. Sebagai co nto h, vaksin hepatitis B mengandung bagian pro-tein selubung dari virus hepatitis B yang dipro duksi melalui rekayasa genetika, oleh sel ragi. Vaksin rekom-binan lebih aman d iband ing kan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus, karena fragmen antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak dapat bereproduk-si dalam tubuh penerima, disamping itu vaksin reko mbinan umumnya tidak menimbulkan efek samping. Namun d emikian vaksin generasi ketiga inipun ternyata hanya dapat menimbulkan respon imun humoral dan tidak dapat menimbulkan respon imun seluler (3, 4).

V aksin DNA

(3)

ternyata dapat memproduksi protein yang dikode oleh sekuen DNA yang terdapat dalam DNA plamid tersebut di dalam jaringan mencit. Penelitian berikutny a telah membuktikan bahwa DNA dapat dimasukkan lang-sung secara in vivo untuk menghasil-kan protein yang dikehendaki sesuai d engan sekuen DNA yang meng-kode ekspresi protein tersebut (6). Sejak saat itu diyakini bahwa metode transfer DNA secara in vivo dapat diaplikasikan baik untuk terapi gen maup un untuk v aksinasi d engan DNA .

Berbagai penelitian telah dilaku-kan untuk memp elajari berbag ai faktor yang mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA plasmid, yang pada akhirnya dikenal d engan vaksin DNA untuk mem-berikan imunitas tubuh terhad ap serangan berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini berbagai hasil pene-litian telah d ipublikasikan bahw a imunisasi dengan DNA dapat meng-hasilkan protein asing atau antigen yang d ap at menstimulasi resp o n imun, sehingga dapat mencegah ber-bagai penyakit infeksi pada binatang percobaan antara lain terhadap Hu-man immunodeficiency virus (HIV) (7, 8, 9, 10, 11), virus Ebola (12), malaria (13, 14), M ycobacterium tuberculosis (15), virus inluenza (16, 17), atau untuk meningkatkan sistem imunitas terhadap sel-sel tumor (18, 19).

Perkembangan penelitian dalam bidang vaksin DNA ini telah ber-kembang pesat selama satu dekade terakhir d an beberap a uji klinik

p eng g unaan v aksin DN A p ad a manuasia telah dilakukan terhadap berbag ai jenis p eny akit infeksi termasuk malaria, virus dengue, cy-tomegalovirus, virus Ebola, virus in-fluenza, avian influenza viruses, West Nile virus (W MV), SA RS co ro na-virus, virus hepatitis B dan HIV.

Konstruksi dan Elemen G enetik V aksin DNA

Struktur dan elemen genetik dari suatu vaksin DNA terdiri dari dua unit utama y aitu y ang p ertama adalah unit propagasi plasmid yang berfungsi sebagai p engend ali re-plikasi d an perbanyakan plasmid DNA secara in vitro dalam sel bakteri, sesuai dengan jumlah dan volume yang d iinginkan pad a saat d ipro -duksi. Sedangkan unit yang kedua terd iri d ari frag men DN A y ang mengandung gen vaksin yang telah dikloning ke dalam plasmid DNA , dimana gen vaksin ini diharapkan mengekspresi protein asing di dalam sel hospes (tubuh manusia). Elemen g enetik d ari v aksin DN A d ap at dilihat pada Gambar 1.

(4)

yang membaw a plasmid DNA ini kemudian dibiakkan dalam media yang sesuai d alam skala ind ustri, kemudian plasmid DNA diisolasi, dimurnikan dan diformulasi menjadi vaksin DNA.

Setelah vaksin DNA disuntikkan ke dalam tubuh maka unit sintesis vaksin akan bekerja d i d alam sel hospes atau sel manusia. Seperti yang terlihat pada Gambar 1. unit sistesis vaksin ini terdiri dari promotor, in-tron, sekuen DNA signal, gen vaksin yang mengkode protein atau antigen dari mikroba patogen dan transkrip-sional terminator (poly-A), serta im-mune stimulatory sequences (ISS) (20). Ekspresi dari protein asing atau an-tigen dalam sel hospes yang dikode olehgen vaksin, dimulai oleh promo-to r d an d iakhiri o leh terminapromo-to r (poly-A ). Untuk meningkatkan po-tensi vaksin DNA , biasanya dalam plasmid DNA ditambahkan ISS, yaitu nukleo tid a heksamer yang d ap at berinteraksi d engan resepto r d an

meningkatkan sifat imonogenisitas dari vaksin DNA (21).

M ekanisme A ksi V aksin DNA

Mekanisme vaksin DNA dalam merang sang sistem imun ad alah setelah plasmid DNA disuntikkan ke dalam jaringan maka plasmid DNA akan bereplikasi secara otonom dan memproduksi protein asing atau an-tigen yang dikode oleh gen vaksin. A ntigen ini langsung d apat men-stimulasi sel B yang kemudian dapat memp ro d uksi antibo d i terhad ap entig en atau p ro tein asing y ang dikode oleh plasmid DNA. Sel yang mengandung antigen asing tersebut kemudian dapat bersifat sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cells), yang kemudian dapat melalui jalur-jalur tertentu, baik melalui jalur major histocompatibility complex (MHC) I pada sel CD8+T atau MHC II pada sel CD4+T, sehingga mengalami pro-ses yang berbeda dalam merangsang sistem imunutas tubuh. Protein asing juga dapat langsung masuk ke dalam suatu sel penyaji lainnya misalnya sel dendritik, sehingga dengan demikian selain dapat merangsang sistem imun humo ral jug a d ap at merang sang sistem imun selular. Karena proses pembentukan antigen oleh sel hospes setelah vaksinasi DNA menyerupai produksi antigen pada saat terinfeksi d eng an mikro o rg anisme secara alamiah, maka respo n imun yang terjadi akibat vaksinasi DNA sama dengan respon imun yang diinduksi oleh mikroorganisme patogen.

Gambar 1. Struktur dan elemen

(5)

Keuntungan V aksin DNA

Vaksin DNA memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan vaksin konvensional. Pada umumnya efektifitas vaksin konvensional ter-gantung pada terbentuknya antibodi dalam mencegah penyakit infeksi. Namun d emikian vaksin ko nven-sional tidak mampu merangsang res-pon imun selular. Vaksin DNA selain dapat merangsang respon imun hu-moral melalui pembentukan antibodi, juga dapat merangsang imun selular melalui aktivasi sel T (cell-mediated response immune), sehingga d ap at memberikan kekebalan terhadap mi-kroba patogen intraselular, misalnya terhadap M ycobacterium tuberculosis, virus, parasit, atau sel kanker melalui sel T pembunuh (killer T cells) atau melalui efek sitotoksik.

Beberapa keuntungan lainnya dari vaksin DNA adalah: (i). Plasmid DNA mudah diproduksi dalam jum-lah yang besar secara lebih ekonomis, dalam waktu yang lebih cepat diban-d ing kan diban-d eng an v aksin ko nv en-sional; (ii). DNA sangat stabil, tahan terhadap perubahan suhu sehingga lebih mudah untuk disimpan dan didistribusikan; (iii). Sekuen DNA dapat diubah dengan mudah dalam laboratorium, sehingga vaksin DNA dapat disesuaikan dengan perubahan mikroorganisme patogen; (iv). Dapat direkayasa gabungan beberapa plas-mid DNA yang mempunyai spek-trum luas untuk beberapa epitop an-tig en; (v ). Vaksin DN A terbukti dapat meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus dan bakteri dalam

w aktu yang sangat lama; dan (vi). Tidak memerlukan perlakukan khu-sus terhadap mikroba patogen selama proses produksi.

Vaksin DNA termasuk vaksin yang aman jika digunakan pada ma-nusia (22). Walaupun demikian dalam aw al pengembangannya dikhaw a-tirkan terjadinya efek yang tidak di-inginkan jika vaksin DNA digunakan pad a manusia, antara lain kekha-w atiran bahkekha-w a DNA asing d apat terinteg rasi ke d alam kro mo so m hospes sehingga dapat menyebabkan stimulasi gen yang tidak terkontrol yang dapat mengakibatkan terben-tuknya sel kanker. Tetapi hal ini tidak p erlu d irisaukan karena d alam beberapa uji pra-klinik pada binatang percobaan, integrasi vaksin DNA ke dalam kromosom hospes masih jauh lebih rendah dari pada mutasi spon-tan yang terjadi di alam (20). Kekha-w atiran terjad inya ind uksi reaksi autoimun terhadap vaksinasi DNA yang dapat menyebabkan terbentuk-nya antibo di anti-DNA juga tidak terbukti selama uji klinik d engan vaksin DNA ( 23).

Penghantaran V aksin DNA

(6)

vaksin DNA tanpa jarum (needle-free injection) telah digunakan dalam be-berapa uji klinik vaksin DNA antara lain uji kilink vaksin DNA terhadap HIV menggunakan (needle-free device Biojector) yang dapat meningkatkan respon imun selular lebih dari 75% subjek uji klinik (26) dan digunakan juga pada uji klinik fase I vaksin DNA untuk virus Ebola (27).

Sistem p enghantaran lainnya yang dikembangkan untuk vaksin DNA adalah teknik elekroporasi, di-mana teknik ini menggunakan arus listrik dengan berbagai voltase se-telah penyuntikan vaksin DNA untuk mening katkan p aso kan DN A ke d alam sel ho sp es. Elektro p o rasi dapat meningkatkan permiabilitas membran jaringan sel ho spes, se-hing g a DN A akan lebih mud ah masuk ke dalam sel. Teknik elektro-porasi ini telah berhasil dilakukan pad a beberapa uji praklinik pad a binatang percobaan (28, 29). Namun demikian sistem penghantaran de-ngan epektroporasi ini masih perlu diteliti lebih lanjut keamanannya jika akan dilakukan pada manusia.

Formulasi V aksin DNA

Salah satu faktor penting dalam meningkatkan potensi vaksin DNA untuk meningkatkan respon imun adalah formulasi dan ajuvan. Ber-bagai penelitian tentang formulasi vaksin DNA dan penggunaan ajuvan untuk meningkatkan imunogenisitas vaksin DNA telah dilakukan. Bebe-rapa jenis ajuvan yang yang diguna-kan untuk vaksin DNA antara lain

adalah poly-lactide coglycolide (PLG) (30). Poloxamers, merupakan nonionic block copolymers apabila dikombinasi-kan dengan surfaktan kationik adan membentuk nanopartikel yang dapat bertindak sebagai pembawa dan se-kaligus ajuvan untuk vaksin DNA cy-tomegalovirus (CMV). Dalam uji klinik fase I menunjukkan bahw a terjadi respon imun selular yang baik pada sebagian besar sukarelaw an yang divaksinasi (31).

V axfectin merupakan salah satu contoh lainnya dalam sistem peng-hantaran dan ajuvan untuk vaksin DNA . V axfectin ini merupakan cat-ionic lipid- based adjuvant yang mem-punyai muatan positif yang akan ter-ikat dengan DNA yang bermuatan negatif. Vaksin DNA yang diformu-lasi dengan V axfectin terbukti dapat meningkatkan respon imun humoral yang bertahan lama pada binatang percobaan (32, 33).

Pada uji klinik yang dilakukan terhad ap manusia, v aksin DN A untuk virus influenza (H5N1), yang diformulasi dengan Vaxfectin terbukti aman dan dapat merangsang pem-bentukan antibodi terhadap H5 pada lebih dari 67% sukarelawan yang ikut dalam uji klinik (34).

V aksin DNA yang Telah Disetujui

Walaupun sampai saat ini vaksin DNA untuk manusia belum ada yang disetujui dan masih dalam fase-fase uji klinik, namun beberapa vaksin DNA untuk binatang telah disetujui penggunaannya.

(7)

di-setujui untuk digunakan pada bina-tang adalah vaksin DNA untuk men-cegah penyakit W est Nile virus (WNV) yaitu mosquito-borne virus yang dapat menyebabkan ensefalitis dan kema-tian pada kuda. Vaksin DNA W est Nile virus yang dikembangkan oleh Fort D odge Laboratories ini disetujui peredarannya oleh U.S Department of A griculture (USDA) pada tahun 2005. Vaksin DNA lainnya yang telah di-setujui adalah vaksin DNA untuk melindungi ikan salmon dari infeksi hematopoietic necrosis virus, dimana virus ini dapat menyebabkan kema-tian ikan salmon. Vaksin DNA yang dikembangkan o leh A qua Health, N o v artis, Canad a telah d isetujui peredarannya pada tahun 2005. Di-samping itu vaksin DNA yang di-gunakan untuk mengo bati kanker kulit (melanoma) pada anjing, disetujui penggunaannya pada tahun 2007 oleh USDA .

KESIM PULA N

Vaksin DNA merupakan vaksin generasi keempat yang diharapkan d apat mencegah penyakit infeksi. Beberapa keuntungan vaksin DNA, selain d ap at merangsung resp o n imun humo ral d an imun selular, vaksin DNA dapat diproduksi dalam skala besar lebih ekonomis diban-dingkan vaksin konvensional. Selain tidak memerlukan perlakukan khu-sus terhadap mikroba patogen selama p ro ses p ro d uksi, p lasmid DN A sangat stabil dan dapat direkayasa sedemikian rupa untuk memperoleh

gabungan beberapa plasmid DNA yang mempunyai spektrum luas yang bersifat multivalen. Walaupun saat vaksin DNA masih dalam fase uji klinik terhadap manusia, akan tetapi v aksin DN A d iharap kan d ap at mengatasi berbagai penyakit infeksi khususnya p enyakit infeksi yang bersifat pandemik yang sangat sulit diatasi dengan vaksin konvensional.

DA FTA R PUSTA KA

1. Fine PE, A M I Carneiro , BJ Milstien. 1999. Issues relating to the use of BCG in immunization programmes: a discussion docu-ment. W HO Bull 1999, 23. 2. Girard MP, U Fruth, MP Kieny.

2005. A review o f vaccine re-search and development: Tuber-culosis. V accine, 23: 5725-5731. 3. Du X, J Wang , Y Kang, W Xiao,

G Zhao, B Wang. 2009. Suppres-sion of the antigen-specific T cell immune response by co-immuni-zation with the HBV DNA vac-cine and reco mbinant HBsA g. A ctaM icrobiologica Sinica. 49: 938-42.

4. Leonardi S, S Spina, L Spicuzza, N Rotolo N, M La Rosa. 2009. He-patitis B vaccination failure in celiac disease: is there a need to reassess current immunization strategies? V accine. 27(43): 6030-3.

(8)

transfer into mo use muscle in vivo. Science. 247: 1465-1468. 6. Wolff JA, JJ Ludtke, G Acsadi, P

W illiams, A Jani. 1992. Lo ng-term p ersistence o f p lasmid DNA and foreign gene expres-sion in mouse muscle. Hum. M ol. Gen. 1: 363-369.

7. Wang B, KE Ugen, V Srikantan, M G A g ad jany an, K Dang , Y Refaeli, et al. 1993. Gene inocu-latio n g enerates immune re-sponses against human immuno-deficiencyvirus type 1. Proc Natl A cad Sci USA, 90(9): 4156-60. 8. A mara RR, F Villing er, JD

Altman, SL Lydy, SP O’Neil, SI Staprans, DC Montefiori, et al. 2002. Control of a mucosal chal-lenge and prevention of AIDS by a multiprotein DNA/ MVA vac-cine. V accine, 20: 1949-1955. 9. Lee D, BS Graham, YL Chiu, PB

Gilbert, MJ McElrath, RB Belshe, et al. 2004. Breakthrough infec-tions duringphase 1 and 2 prime-boost HIV-1 vaccine trials w ith canarypoxvectors (ALVAC) and bo o ster d o se o f reco mbinant gp120 orgp160. J Infect Dis, 190:

903-907.

10. Mw au M, I Cebere, J Sutton, P Chikoti, N Winstone, EG Wee. 2004. A human immuno d efi-ciency virus 1 (HIV-1) clade A vaccine in clinical trials: stimula-tio n o f HIVsp ecific T-cell re-sponses by DNA and recombi-nant mo d ified v accinia v irus A nkara (MVA ) vaccines in hu-mans. J Gen V irol. 85: 911-919.

11. Malavika G, E Kenneth, Ugen, BW David. 2004. DNA Vaccines against Human Immuno d efi-ciency Virus Type 1 in the Past Decade. Clin M icrobiol Rev. 17 (2): 370-389.

12. Vastag B. 2004. Ebola vaccines tested in humans, mo nkey s. JA M A, 291: 549-550.

13. M artin T, SE Parker, R Hed -stro m, T Le, SL H o ffman, J N o rman, et al. 1999. Plasmid DNA malaria vaccine: the poten-tial for genomic integration af-ter intramuscular injection. Hum Gene Ther, 10(5): 759-68.

14. Wang R, DL Doolan, TP Le, RC Hedstrom, KM Coonan, Y Cha-roenvit. 1998. Induction of anti-gen-specific cytotoxic T lympho-cytes in humans by a malaria DNA vaccine. Science, 282: 476-480.

15. Taracha EL, R Bisho p , A J Muso ke, A V Hill, SC Gilbert. 2003. Hetero lo g o us p riming -boosting immunization of cattle with Mycobacterium tuberculo-sis 85A induces antigen-specific T-cell responses. Infect Immun,

71: 6906-6914.

(9)

by injection of DNA encoding a viral protein. Science, 259(5102):

1745-1749.

18. Liu M, B A cres, JM Balloul, N Bizouarne, S Paul, P Slos, et al. 2004. Gene-based vaccines and immunotherapeutics. Proc Natl A cad Sci. U SA, 101(Sup p l 2):

14567- 14571.

19. Pavlenko M, AK Roos, A Lund-qvist, A Palmborg, AM Miller, V Ozenci, et al. 2004. A phase I trial of DNA vaccination with a plas-mid expressing prostate-specific antigen in p atients w ith ho r-mone-refractory prostate cancer. Br J Cancer, 91: 688-694.

20. Glenting J, S Wessel. 2005. En-suring safety of DNA vaccines. M icrobialCell Factorie , 4: 26 21. Tudor D, C Dubuquoy, V

Gabo-riau, F Lefev re, B Charley , S Riffault. 2005. TLR9 pathway is involved in adjuvant effects of plasmid DNA -based vaccines. V accine, 23:1258-1264.

22. Schalk JA, FR Mooi, GAM Ber-bers, L van Aerts, H Ovelgonne, T Kimman. 2006. Preclinical and Clinical Safety Studies on DNa vaccines. Human V accines, 2(2):

45-53.

23. Liu MA, B Wahren, GB Karlsson Hedestam. 2006. DNA vaccines: recent developments and future p o ssibilities. Hum Gene Ther,

17(11): 1051-1061.

24. Ro y M J, M S W u, LJ Barr, JT Fuller, LG Tussey, S Speller, et al. 2000. Inductio n o f antigen-specific CD8+ T cells, T helper

cells, and pro tective levels o f antibody in humans by particle-med iated ad ministratio n o f a hepatitis B virus DNA vaccine. V accine, 19(7-8): 764-78.

25. Drape RJ, MD Macklin, LJ Barr, S Jo nes, JR Haynes, HJ Dean. 2006. Epidermal DNA vaccines for influenza is immunogenic in humans. V accine, 24(21): 4475-81. 26. Tavel JA , JE Martin, GG Kelly, M E Enama, JM Shen J, PL Gomez, et al. 2007. Safety and Immuno genicity o f a Gag-Po l Candidate HIV-1 DNA Vaccine Administered by a Needle-Free Device in HIV-1-Sero negative Subjects. J A cquir Immune D efic Syndr, 44(5): 601-605.

27. M artin JE, N J Sulliv an, M E Enama, II Gordon, M Roederer, RA Ko up, et al. 2006. A DNA vaccine for Ebolavirus is safe and immunogenic in a phase I clini-cal trial. Clin V accineImmunol, 11:

1267-77.

28. Otten G, M Schaefer, B Doe, H Liu, I Srivastava, J zur Megede, et al. 2004. Enhancement o f DNA vaccine potency in rhesus macaques by electro p o ratio n. V accine, 22(19):2489-93.

29. Rosati M, A Valentin, R Jalah, V Patel, A von Gegerfelt, C Ber-gamaschi et al. 2008. Increased immune resp o nses in rhesus macaques by DNA vaccination combined w ith electroporation. V accine, 26(40): 5223-9.

(10)

M Chen, et al. 2001. Induction of Po tent Immune Respo nses by Catio nic M icro p articles w ith Adsorbed Human Immunodefi-ciency Virus DNA Vaccines. Jour-nal of V irology, 75(19): 9037-9043. 31. Wlo ch MK, LR Smith, S Bo ut-sabo ualo y, L Reyes, C Han, J Kehler, et al. 2008. Safety and immuno genicity o f a bivalent cytomegalovirus DNA vaccine in healthy adult subjects. J Infect Dis,

197(12): 1634-42.

32. Lalor PA, RJ Webby, J Morrow, D Rusalo v , DC Kaslo w , A Ro lland , et al. 2008. Plasmid DNAbased vaccines protect mice and ferrets against lethal

chal-lenge w ith A Nietharnl1203/ 04 (H5Nl) influenza virus. J Infect Dis, 197(12): 1643-52.

33. Pan CH, GS Jimenez, N Nair, Q Wei, RJ Adams, FP Polack, et al. 2008. Use of Vaxfectin Adjuvant with DNA Vaccine Encoding the Measles Virus Hemagglutinin and Fusion Proteins Protects Ju-venile and Infant Rhesus Maca-ques against Measles Virus. Clin V accine Immunol, 15(8):1214-21. 34. Smith L. 2008.

Gambar

Gambar 1. Struktur dan elemen

Referensi

Dokumen terkait

Apabila produk susu disimpan beberapa hari pada suhu rendah sampai mengental tentunya ada perbedaan karena, ada mikroorganisme yang hidup pada suhu rendah

memberikan data rate yang tinggi pada saat kondisi kanal transmisi sedang baik dan mentransmisikan data dengan modulasi yang menghasilkan error yang kecil

Apabila produk susu disimpan beberapa hari pada suhu rendah sampai mengental tentunya ada perbedaan karena, ada mikroorganisme yang hidup pada suhu rendah

Jenis ikan yang hidup di dasaran banyak ditemukan di bagian hilir dengan jumlah 5 jenis, sedangkan jenis ikan penghuni kolom air dan di permukaan air banyak ditemukan di bagian

Kondisi kandang yang bersih mempenga- ruhi populasi nyamuk generasi kedua se- hingga lebih bertahan hidup dibanding- kan dengan generasi pertama dan bisa hidup sampai

Ciri-ciri vaksin yang baik yaitu vaksin harus efektif dalam merangsang sistem imun sehingga dapat mempertahankan tubuh dari serangan mikroorganisme patogen, vaksin juga harus

besaran deformasi yang diberikan kepada baja karbon rendah yang akan mengakibatkan ukuran butir (ferit) yang dihasilkan menjadi bervariasi terhadap ketahanan korosi

Sampel ditimbang saksama setara dengan 25,0 mL tiga kali, kemudian ditambahkan masing- masing 25,0 mL larutan baku pseu- doefedrina HCl 3600 , 6000, dan 8400 ppm, diekstraksi