• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMBACA PROGRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMBACA PROGRAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMBACA PROGRAM BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING TINGKAT INTERMEDIATE

Agnes Suprihatin

Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Abstrak. Perkembangan bahasa Indonesia sudah sangat pesat

dengan semakin banyaknya orang asing yang belajar bahasa Indonesia. Kondisi ini membuat para penggiat BIPA berusaha untuk meningkatkan layanan dalam hal akademik dan non-akademik. Dalam hal akademik, pengadaan bahan ajar sangat diperlukan. bahan ajar yang dibuat selama ini masih berdasarkan pendekatan integratif. Sementara itu, di ISPMCE ada dua jenis buku yang digunakan, yaitu buku yang berdasarkan pendekatan integratif dan buku yang berdasarkan pendekatan diskret. Bahan ajar membaca merupakan salah satu bahan ajar yang dibuat di ISPMCE. Prototipe bahan ajar membaca ini dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kemahiran bahasa ACTFL tingkat intermediate. Penelitian ini menggunakan model Borg & Gall.

Kata kunci: Membaca, BIPA, Intermediate, ACTFL

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan hal yang sangat diperlukan dalam kegiatan berkomunikasi. Seseorang dapat berkomunikasi dengan baik jika menguasai sebuah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Bahasa dapat diperoleh melalui pemerolehan dan pembelajaran. Di Indonesia, bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 yang dinyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Hal ini juga dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009, pasal 25 ayat (3), yaitu bahasa Indonesia sebagai resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,

komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

(2)

(dalam Widodo, 2010), masyarakat Indonesia ada yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama (BIMA), tetapi ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (BIDA). Sebagai bahasa kedua, bahasa Indonesia harus dipelajari agar dapat berkomunikasi dengan baik. Sementara itu, sebagai bahasa asing bahasa Indonesia harus dipelajari dengan lebih intensif.

Terdapat perbedaan antara bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing meskipun keduanya diperoleh dengan belajar. Dalam pembelajaran BIDA sudah ada kurikulum yang baku, silabus, pengajar yang mempunyai keahlian dalam bidang bahasa Indonesia, materi ajar, dan media yang bervariasi. Sementarai itu, dalam pembelajaran BIPA belum ada kurikulum dan silabus yang baku, pengajar yang berasal dari ilmu yang tidak relevan dengan bahasa Indonesia, tetapi bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, materi yang terbatas, dan media pembelajaran juga terbatas. Sebagai salah satu komponen dalam pembelajaran, materi ajar/buku memegang peranan penting agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan dan rencana. Materi ajar yang ada selama ini masih dibuat sendiri oleh setiap lembaga yang disesuaikan dengan karakteristik pelajar, tujuan pelajar, dan jenis program.

Melihat kondisi tersebut maka diperlukan pengembangan dalam pembelajaran BIPA. Pengembangan ini lebih dikhususkan pada pengembangan bahan ajar membaca. Alasan dipilihnya pengembangan

bahan ajar membaca ini karena selama ini bahan ajar yang ada masih berupa lembaran-lembaran yang belum dibukukan. Selain itu, selama ini buku teks yang ada masih banyak yang berupa bahan pengajaran

keterampilan berbicara

(conversation), sedangkan buku teks untuk membaca jumlahnya sangat terbatas (Bernard & Kuncoro, 2000).

Bahan ajar merupakan issue penting yang selama ini mewarnai Konferensi Internasional Pengajaran BIPA I (KIPBIPA) di Solo tahun 1993 sampai dengan KIPBIPA VI di Banten tahun 2006. Issue bahan ajar BIPA juga hangat dibicarakan dalam Semiloka Internasional BIPA Juli 2007 yang diadakan oleh Badan Bahasa di Jakarta (Susanto, 2008).

Hal serupa juga disampaikan oleh Young-rhim (2007) dalam

makalahnya yang berjudul

Problematika Bahan Ajar dalam Pengajaran BIPA di Luar Negeri. Dalam makalahnya, Young-rhim menjelaskan bahwa bahan ajar yang dipakai di Universitas Bahasa Asing Hankuk, Korea Selatan, berdasarkan program dan rencana pengajar sendiri, baik bahan yang ada di pasaran maupun bahan yang dibuat pengajar sendiri.

Penelitian bahan ajar BIPA, menurut pengamatan peneliti, masih belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian terdahuu tentang pengembangan bahan ajar BIPA antara lain yang dilakukan oleh Gatut Susanto pada tesisnya yang berjudul Bahan Ajar BIPA untuk Pelajar Tingkat Pemula. Dalam penelitiannya, Susanto (2008)

mengemukakan bahwa ada

(3)

BIPA. Perbedaan tersebut terletak pada beberapa aspek, antara lain; latar belakarang budaya dan bahasa pelajar, karakteristik pelajar, asal pelajar. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar harus disesuaikan dengan hal tersebut.

Penelitian pengembangan bahan ajar BIPA yang lain adalah yang dilakukan oleh Anneke Heritaningsih Tupan yang berjudul Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik yang Bermuatan Budaya Indonesia. Dalam penelitiannya, Tupan menjelaskan pentingnya pemilihan materi otentik yang tepat akan membuat pelajar dapat mengikuti pelajaran dengan memanfaatkan pengetahuan dasarnya untuk menebak materi pelajaran yuang dipelajari (Tupan, 2007:149).

Hal senada juga disampaikan oleh Katharina Endriati Sukamto (2007) dalam penelitiannya yang

berjudul Peningkatan Mutu

Pengajaran BIPA dengan Materi dan Situasi Otentik. Dalam penelitiannya, Sukamto menjelaskan pentingnya materi otentik untuk pelajar BIPA tingkat madya sampai dengan mahir yang belajar bahasa Indonesia untuk tujuan khusus. Materi dan situasi otentik dalam pembelajaran akan membantu pelajar untuk berhadapan dengan dunia nyata yang akan dihadapi dalam kehidupan atau pekerjaan mereka sehari-hari di Indonesia.

Penelitian pengembangan bahan ajar BIPA juga dilakukan oleh Imam Suyitno (2010) yang berjudul

Pengembangan Materi

Pembelajaran BIPA Berdasarkan Tujuan Pelajar Asing. Dalam penelitiannya Suyitno menjelaskan

bahwa dalam mengembangkan

pembelajaran BIPA pada penerapan pedagogis, diperlukan pemahaman secara memadai kebutuhan pelajar dalam belajar BIPA. Pemahaman terhadap karakteristik pelajar BIPA

menjadi titik awal dalam

mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran BIPA (Suyitno, 2010).

Penelitian yang sudah

disebutkan di atas dapat dijadikan

sebagai acuan awal untuk

dilakukannya penelitian

pengembangan bahan ajar bagi pembelajaran BIPA. Perlu dipahami, bahwa penelitian pengembangan dalam bidang BIPA masih belum terlalu banyak dilakukan sehingga diharapkan penelitian pengembangan ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk dilakukannya penelitian selanjutnya.

Adapun tujuan pengembangan bahan ajar adalah (1) mempersiapkan kegiatan pembelajaran dalam berbagai situasi supaya dapat berlangsung secara optimal, (2) meningkatkan motivasi pengajar untuk mengelola kegiatan belajar-mengajar, dan (3) mempersiapkan kegiatan belajar-mengajar dengan mengisi bahan-bahan yang selalu baru, ditampilkan dengan cara baru, dan dilaksanakan dengan strategi yang baru pula (Widodo, 2010).

Lembaga yang dijadikan tempat penelitian ini adalah Indonesian Studies Program Malangkuçeçwara School of Economic (ISPMCE). Pentingnya pemilihan tempat ini karena pembuatan bahan ajar membaca masih belum maksimal.

Pembelajaran BIPA yang

diselenggarakan di ISPMCE sudah diakui oleh pihak luar karena mempunyai karakteristik yang

(4)

penyelenggara BIPA yang lain. Karakteristik tersebut terletak pada penggunaan pendekatan diskret yang sudah mulai ditinggalkan dalam pembelajaran bahasa. Penggunaan pendekatan diskret ini dipilih khusus untuk program semester atau disebut Program BIPA Khusus atau Program Area Studies.

Alasan pemilihan pendekatan diskret ini tentu melalui pengamatan beberapa program BIPA Khusus dan program Area Studies yang ternyata kurang efektif ketika menerapkan pendekatan integratif. Setelah melalui beberapa kali uji coba, akhirnya dipilih pendekatan diskret untuk pembelajaran bahasa Indonesia program BIPA Khusus dan program Area Studies. Alasan lain adalah dengan pendekatan diskret,

pembelajaran keterampilan

berbahasa dan tata bahasa menjadi lebih terarah. Dengan menggunakan pendekatan diskret diharapkan komptensi pelajar menjadi semakin baik.

Penggunaan pendekatan diskret di ISPMCE berorientasi pada peningkatan kompetensi berbahasa pelajar supaya menjadi lebih baik

karena jika menggunakan

pendekatan integratif kurang tertangani. Akan tetapi, pemilihan pendekatan ini tidak selalu berjalan lancar. Di lapangan, para pengajar sedikit mengalami kesulitan ketika menyusun materi pembelajaran. Hal ini terjadi karena pengajar harus menyusun materi ajar yang sesuai dengan minat pelajar dan memilih materi yang akan tetap up to date.

Dari kelima jenis materi yang ada, peneliti memilih materi membaca. Pemilihan materi ini didasarkan pada pengelaman peneliti

yang juga pengajar di lembaga tempat penelitian. Selama ini materi yang ada hanya berupa lembaran-lembaran materi yang belum dibukukan. Pemilihan materi pun didasarkan pada minat pelajar yang belajar di ISPMCE.

Pemilihan materi ajar membaca ini didasarkan juga pada alasan pentingnya membaca. Membaca

sebgai kunci sebuah ilmu

pengetahuan merupakan hal penting yang harus diajarkan secara khusus. Belajar bahasa atau pelajaran apa pun tidak akan lepas dari kegiatan membaca. Membaca merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi kehidupan akademik, personal, dan sosial seseorang (Danasasmita, 2007). Mengingat pentingnya kegiatan membaca bagi kehidupan manusia, tidak mengherankan jika banyak pihak yang peduli terhadap kemampuan membaca ini. Salah satunya adalah penyelenggara pembelajaran BIPA di Malang, khususnya di ISPMCE.

Pengembangan buku ajar

membaca ini didasarkan pada beberapa hal tentang pengembangan buku ajar khususnya buku ajar yang digunakan dalam pembelajaran BIPA. Pengembangan buku ajar BIPA harus memerhatikan beberapa prinsip berikut ini.

(5)

sebuah lembaga penyelenggara BIPA juga harus mempertimbangkan kepentingan pelajar. Kepentingan pelajar tersebut antara lain adalah tujuan belajar. Tujuan seorang pelajar BIPA sangat beragam, antara lain untuk kepentingan penelitian, bekerja pada perusahaan asing yang berdomisili di Indonesia, atau hanya untuk bisa berkomunikasi secara lisan yang sederhana. Mereka yang datang ke Indonesia ada yang telah belajar bahasa Indonesia secara formal dalam jangka waktu tertentu, ada juga karena mereka anggota klub Indonesia, ada yang orangtuanya orang Indonesia, tetapi mereka tidak pernah berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, dan ada juga mereka yang betul-betul mencintai Indonesia

dengan keanekaragamannya

(Kurniawan, 2007:285).

Penguasaan kemampuan

berbahasa yang sesuai dengan

harapan pelajar merupakan

komponen utama yang harus selalu dijadikan pedoman dalam merancang sebuah bahan ajar. Komponen utama itu akan memberi arah pada penguasaan keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) dan tata bahasa (Kurniawan, 2007:287).

Keberadaan buku ajar tentu disesuaikan dengan karakteristik dan tujuan pelajar BIPA belajar BI. Buku ajar BIPA berbeda dengan buku ajar BI untuk siswa SD, SMP, SMA, dan SMK. Buku ajar BIPA dirancang khusus untuk pelajar asing. Dengan demikian, karakteristik pelajar asing perlu dipertimbangkan dalam merancang buku ajar. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Suyitno (2010) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran BIPA

perbedaan bahasa dan budaya pelajar asing memiliki konsekuensi pada pemilihan materi yang akan diajarkan. Pada tahap awal pembelajaran BIPA, pelajar asing masih banyak yang dipengaruhi oleh bahasa pertama, budaya, dan gaya belajar yang telah dimiliki.

Pelajar BIPA memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda, mulai tingkat pemula sampai dengan tingkat lanjut. Berdasarkan tingkat kemampuan pelajar BIPA, buku ajar dapat dibedakan menjadi beberapa tingkat. Ada yang membedakan menjadi tiga kriteria, yaitu buku ajar untuk tingkat (1) pemula, (2) menengah, dan (3) lanjut.

Sementara itu, dalam Widodo (2010) dijelaskan, lembaga Uji Kemahiran Bahasa Indonesia

(UKBI) Jepang membuat

pengelompokan kompetensi penutur bahas Indonesia menjadi empat kelompok, yaitu pemula, menengah, lanjut, dan mahir. Selain itu, UKBI Jepang juga memilah peringkat BIPA menjadi empat yaitu (1) BIPA I dan BIPA II, (2) BIPA III dan BIPA IV, (3) BIPA V, (4) BIPA VI dan BIPA untuk tujuan khusus. Penjelasan peringkat BIPA tersebut adalah BIPA I untuk pelajar tingkat pemula, BIPA II untuk pelajar pra-menengah, BIPA III untuk pelajar tingkat menengah, BIPA IV untuk pelajar pra-lanjut, BIPA V untuk pelajar tingkat lanjut, dan BIPA VI untuk mahir,serta BI untuk tujuan khusus (Indonesian for a Special Purposes).

(6)

peringkat. Peringkat tersebut adalah (1) peringkat 0, (2) novice-low, (3) novice-mid, (4) novice-high, (5) low, (6) intermediate-mid, (7) intermediate-high, (8) advance, (9) advance plus, (10) superior, (11) distinguished, dan (12) native.

Pelajar asing yang belajar BIPA pada umumnya adalah orang dewasa. Oleh karena itu, Soegiono (dalam Widodo, 2010) menjelaskan bahwa ada beberapa sifat yang harus diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar BIPA. Pertama, orang dewasa sudah memiliki cukup banyak pengetahuan dan wawasan sehingga kebutuhan mereka adalah kebutuhan orang dewasa, bukan lagi kebutuhan anak-anak. Kedua, orang asing (terutama Barat) suka mengekspresikan diri mereka,

mempresentasikan sesuatu,

mengemukakan pendapat sehingga tugas di luar kelas atau membuat proyek yang sederhana akan sangat menarik.

Pembelajar dewasa memiliki keyakinan yang berbeda dalam belajar bahasa di kelas. Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wenden (dalam Widodo, 2007). Penelitian tersebut dilakukan terhadap 25 orang dewasa yang belajar bahasa Inggris paruh waktu di universitas di Amerika. Wenden menemukan ada tiga kelompok yang berbeda keyakikan dalam belajar bahasa Inggris. Kelompok pertama mementingkan pemakaian bahasa. Keyakinan kelompok ini membawa konsekuensi pada pentingnya belajar bahasa di situasi pemakaian yang alami. Yang dilakukan adalah berlatih terus dan mencoba berpikir dalam bahasa target, hidup, dan

belajar dalam lingkungan tempat bahasa bahasa Inggri tersebut

digunakan. Kelompok kedua

mementingkan belajar tentang bahasa Inggris, sehingga mereka lebih mementingkan belajar tatabahasa, menghafalkan kata-kata, masuk dengan rajin ke dalam kelas bahasa Inggris supaya mendapatkan balikan dari kesalahan yang dibuatnya. Kelompok ketiga dilabeli pentingnya faktor personal. Kelompok ketiga ini mementingkan

fasilitas yang menunjang

pembelajaran, memahami konsep, dan sikap pada bahasa Inggris tersebut (Widodo, 2007).

METODE

Penelitian ini menggunakan model pengembangan Research and Development Borg & Gall (1983). Menurut Borg dan Gall, penelitian pengembangan terdiri atas sepuluh langkah. Namun dengan megacu pada keterbatasan penelitian, beberapa langkah dalam model pengembangan tersebut dimodifikasi, terutama dalam hal jumlah subjek uji coba.

Modifikasi tersebut adalah; (1) melakukan analisis produk yang akan dikembangkan, (2) melakukan perencanaan, (3) mengembangkan bentuk produk awal, (4) melakukan validasi terhadap ahli, (5) melakukan uji coba produk, (6) melakukan revisi produk (berdasarkan saran-saran dan hasil uji lapangan).

Pada tahap prosedur

(7)

peneliti melakukan analisis produk, telaah teori, dan telaah penelitian terdahulu. Pada tahap pengembangan peneliti melakukan pengembangan bentuk produk awal. Setelah produk awal dikembangkan, langkah/tahap selanjutnya adalah melakukan uji coba produk dan terakhir adalah revisi produk.

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa (1) panduan observasi program, (2) panduan angket wawancara kepada pengajar BIPA, dan (3) format masukan dari pakar.

Angket yang digunakan

menggunakan skala Likert dengan alternatif empat jawaban. Tabel skala Likert dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 3.1 Pengukuran dengan Skala Likert No. Pengukuran dengan

Skala Likert Hasil Penilaian

1. 4 Sangat Setuju

2. 3 Setuju

3. 2 Tidak Setuju

4. 1 Sangat Tidak Setuju

Jenis data yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah data kualitatif. Data kualitatif terdiri atas sekumpulan inforamsi, baik dalam bentuk masukan maupun saran. Data kualitiatif berupa informasi atas kelayakan prototipe bahan ajar Membaca dari (1) ahli pembelajaran BIPA, (2) ahli buku ajar BIPA, dan (3) praktisi/pengajar BIPA.

Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan langkah-langkah mengumpulkan data dari hasil wawancara dan observasi, mengorganisasi, memilah, dan mengklasifikasi data yang sudah didapatkan berdasarkan kelompok uji, dan menganalisis dan merumuskan simpulan analisis sebagai dasar untuk melakukan tindakan terhadap produk bahan ajar yang dikembangkan. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang berupada

data kualitatif yaitu hasil wawancara dan observasi.

Sementara itu, analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung presentasi jawaban tiap butir pertanyaan yang diajukan dalam angket penilaian. Pengolahan data angket yang diperoleh dari penyebaran angket kepada ahli, praktisi, dan pelajar asing yang sudah divalidasi, dianalisis dengan menggunakan rumus Arikunto (1998: 224) berikut.

1) Rumus untuk mengolah data per item

P =, X 100%

Keterangan: P : persentase

X : jawaban responden dalam satu item

Xi : nilai ideal dalam satu item 100% : konstanta

2) Rumus untuk mengolah data secara keseluruhan

P =,∑ ∑ X 100%

(8)

P : persentase

∑x : jumlah keseluruhan

jawaban responden dalam seluruh item

∑xi : jumlah keseluruhan skor

ideal dalam satu item 100% : konstanta

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Kelayakan Produk Menurut Ahli Pembelajaran BIPA

Berdasarkan uji ahli

pembelajaran BIPA diperoleh data rata-rata kelayakan aspek pemilihan materi mencapai presentase 87.5%. Rata-rata kelayakan aspek bahasa mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek kemudahan memahami materi mencapai 91.66%. Rata-rata

kelayakan aspek evaluasi

pemahaman konsep buku ajar mencapai 80%. Rata-rata kelayakan aspek materi dalam buku ajar mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek keinteraktifan penyajian soal mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek kelayakan produk digunakan dalam pembelajaran mencapai 75%. Hasil analisis keseluruhan aspek mencapai persentase 79.88%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk buku ajar Membaca ini memiliki kualifikasi layak untuk diterapkan.

Hasil Uji Kelayakan Produk Menurut Ahli Buku Ajar BIPA

Berdasarkan uji ahli buku ajar BIPA, diperoleh rata-rata kelayakan aspek kesesuaian uraian materi mencapai 66.66%. Rata-rata kelayakan aspek teknik penyajian mencapai 66.66%. Rata-rata kelayakan aspek kelengkapan penyajian mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek bentuk bahasa

mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek tampilan buku mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek kelayakan buku mencapai 75%. Rata-rata kelayakan aspek kualitas mencapai 75%.

Hasil analisis keseluruhan mencapai 72.61%. Hasil tersebut menunjukkan buku ini cukup layak untuk digunakan dalam pembelajaran

BIPA. Namun, masih perlu

diterapkan perbaikan berdasarkan saran dan komentar ahli.

Hasil Uji Kelayakan Produk Menurut Praktisi/Pengajar BIPA

Berdasarkan uji praktisi, diperoleh data rata-rata kelayakan aspek penyajian buku mencapai persentase 91.66%. Rata-rata kelayakan aspek ilustrasi, gambar/foto yang digunakan mencapai 100%. Rata-rata kelayakan pemilihan materi mencapai 87.5%. Rata-rata kelayakan aspek kebahasan mencapai 100%. Rata-rata kelayakan evaluasi dalam buku ajar mencapai 90%. Rata-rata kelayakan aspek keterterapan buku mencapai 100%,

Hasil analisis keseluruhan aspek mencapai 94.86%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk buku ajar Membaca ini sangat layak diterapkan.

Hasil Uji Kelayakan di Lapangan

Berdasarkan uji lapangan, diperoleh rata-rata kelayakan aspek tampilan buku mencapai persentase 93.75%. Rata-rata kelayakan aspek isi/materi mencapai 96.87%. Hasil analisis secara keseluruhan aspek mencapai 95.31%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk buku ajar Membaca ini memiliki kualifikasi sangat layak diterpakan

(9)

uji ahli pembelajaran BIPA, ahli buku ajar BIPA, praktisi, dan uji coba lapangan kepada pelajar asing

dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Diagram 1. Hasil Validasi Uji Coba Produk SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kajian dan revisi produk buku ajar Membaca di atas dapat dikemukakan saran-saran untuk memberikan sumbangan

pemikiran bagi lembaga

penyelanggara BIPA baik di Malang, maupun di luar Malang, khususnya

yang menyelenggarakan

pembelajaran dengan pendekatan diskret.

Prototipe bahan ajar membaca ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga

penyelenggara BIPA yang

menyelenggarakan program semester yang berdasarkan pendekatan diskret. Baik pengajar maupun pelajar akan sangat terbantu dengan

buku ini khususnya untuk

mempelajari keterampilan menulis. Secara pengembangan, produk yang dikembangkan ini masih memiliki keterbatasan dan belum

sempurna sehingga masih

memerlukan pengembangan lebih lanjut. Pengajar disarankan dapat mengembangkan materi yang ada dalam prototipe bahan ajar membaca

ini sehingga pembelajaran di kelas menjadi lebih kaya.

Bagi pengembangan program BIPA, prototipe bahan ajar membaca ini dapat dijadikan sebagai salah satu prototipe bahan ajar khususnya keterampilan membaca.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bernard, Erlin S. & Kuncoro, Ajar

Budi. 1999. Murid atau Guru Sentris?: Pendekatan dalam Pengajaran Membaca BIPA. Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran BIPA III. Bandung: CV Andira.

Borg, Walter R. & Gall, Meredith Damien. 1983. Educational Research: An Introduction. England: Longman.

Danasasmita, Wawan. 2007.

(10)

Jurnal Educationist Vol.1 No. 2. (Online),

(http://file.upi.edu./Direktori/JU RNAL/EDUCATIONIST/Vol.1 No2-Juli2007/7Wawan

Danasasmita Layout.pdf. diakses 12 Agustus 2014).

Kurniawan, Khaerudin. 2007.

Peningkatan Mutu

Penyelenggaraan Pendidikan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang Profesional. Seminar & Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA. Jakarta: Depdiknas.

Sukamto, Katharina Endriati. 2007. Peningkatan Mutu Pengajaran BIPA dengan Materi dan Situasi Otentik. Seminar & Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA. Jakarta: Depdiknas.

Susanto, Gatut. 2008. Bahan Ajar Tingkat Pemula untuk Pelajar Jepang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Suyitno, Imam. 2010.

Pengembangan Materi

Pembelajaran BIPA

Berdasarkan Tujuan Belajar Pelajar Asing. Disajikan pada Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pembelajaran Bahasa pada Fakultas Sastra. Malang: Universitas Negeri Malang.

Tupan, Anneke Heritaningsih. 2007. Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik. Seminar & Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA. Jakarta: Depdiknas.

Widodo. 2007. Sejarah, BIPA, Tantangan, & Peluang Pengembangan BIPA. Seminar & Lokakarya Internasional

Pengajaran BIPA. Jakarta: Depdiknas.

Widodo. 2010. Pengembangan

Gambar

Tabel 3.1 Pengukuran dengan Skala Likert

Referensi

Dokumen terkait

a. Direktur/ Pimpinan Perusahaan / Kepala Cabang membawa dokumen asli perusahaan serta menyerahkan salinannya. Apabila yang hadir adalah orang yang ditugaskan, maka

Dari hasil analisis FMEA dan perhitungan nilai risiko diperoleh tujuh bagian mesin dengan nilai risko terbesar pada mesin kritis yaitu pada komponen SCR

Gelar teknologi adalah kegiatan komunikasi atau diseminasi yang menampilkan teknologi hasil program Prima Tani yang di lihat secara visual. Gelar teknologi dalam program Prima

Berdasarkan permasalahan diatas diperlukan program perencanaan desain fisik dan non-fisik kawasan wisata Klojen Kuliner Heritage sebagai strategi dalam

Hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa Lorjuk atau kerang pisau yang ditemukan di daerah penangkapan pertama dan kedua yaitu desa Modung, kecamatan

Disintegrasi sosial budaya lebih banyak disebabkan ideologi agama baru yang disebarkan misionaris kolonial itu dianggap sebagai keyakinan humanis dan egaliter,

Atas berlangsungnya aksi demo yang aman dan damai."Omzet penjualan selama sehari merugi tidak menyurutkan rasa pelaku usaha, bahagia, bangga, dan terharu, atas jalannya