Klasifikasi Dan Morfologi Ulat Kubis
Klasifikasi Ulat Kubis
Klasifikasi ulat kubis (Plutella xylostella L.) menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella L.
Morfologi Ulat Kubis (Plutella xylostella L)
Telur
Telur Plutella xylostella L. berukuran sangat kecil dan berbentuk agak bulat telur. Telur di
letakkan di bawah daun secara tunggal. Serangga Plutella xylostella L. mampu memproduksi
telur berkisar antara 180-320. Telur diletakkan secara terpisah pada permukaan daun yang
lebih rendah. Stadium telur antara 3-6 hari.
Larva
Larva Plutella xylostella L di lapangan perkembangannya mencapai 4 instar. Larva instar
pertama adalah larva baru keluar dari telur dan langsung menggerek dan masuk ke dalam
daging daun. Instar berikutnya baru keluar dari daun dan terus berkembang sampai instar
ke-4. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva dari instar 1-4 selama 3-7; 2-7; 2-6; dan
2-10 hari. Larva memiliki perkembangan maksimum dengam ukuran mencapai 10-20 mm.
Ukuran larva jika sudah mencapai perkembangan penuh berkisar 0’33 inci.
Bentuk tubuh larva melebar dibagian tengah dan meruncing ke arah anterior dan posterior
dengan dua proleg sampai segmen terakhir membentuk huruf V. Siklus hidup larva
Pupa
Prepupa berlangsung selama 24 jam, kemudian berkembang menjadi stadium pupa. Ukuran
panjang pupa bervariasi mulai dari 4,5-7,0 mm dan umur pupa mencapai 5-15 hari.
Serangga
Serangga ulat kubis atau dengan nama lain ngengat berbentuk ramping, berwarna coklat
sampai kelabu. Ngengat Plutella xylostella L. memiliki keunikan tersendiri yaitu terdapat
corak berlian pada sayap depan dibagian dorsal. Sehingga hama ini dikenal dengan ngengat
punggung berlian. Ngengat Plutella xylostella L memiliki nama lain, yaitu ngengat tritip dan
ngengat kubis. Ngengat menyerap sari bunga dan merupakan penerbang yang lemah.
Klasifikasi Dan Morfologi Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F)
Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun
yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas
meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. Hama ini sering
mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun
menjadi robek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun tanaman
di areal pertanian akan habis (Samsudin, 2008).
Kalsifikasi Ulat Grayak
Klasifikasi Ulat Grayak
Kingdom
Animalia
Famili
Noctuidae
Genus
Spodoptera
Spesies
Spodoptera litura F.
Morfologi Ulat Grayak
Ulat grayak (S. litura) yang masih muda berwarna kehijauan, sedangkan ulat instar akhirnya
berwarna kecoklatan atau abu-abu gelap dan berbintik-bintik hitam serta bergaris keputihan.
Stadium telur pada serangga ini adalah selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan larva
instar I yang ditandai dengan tubuh larva yang berwarna kuning dengan terdapat bulu-bulu
halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm, lama instar I adalah 3 hari.
Dilanjutkan dengan larva instar II yang ditandai dengan tubuh berwarna hijau dengan panjang
3,75-10 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis
hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung
abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua, instar II ini
berlangsung selama 3 hari. Larva instar III memiliki panjang tubuh 8-15 mm dengan lebar
kepala 0,5-0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna
putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh, instar III ini berlangsung selama 4 hari. Mulai instar
IV warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan,
panjang tubuh 13-20 mm, instar IV berlangsung selama 4 hari (Utami et al., 2010)
Biologi Ulat Grayak
Telur
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur berbentuk bulat sampai bulat lonjong
telur diletakkan secara berkelompok di atas permukaan daun tanaman. Dalam satu kelompok
jumlah telur 30-100 butir, telur-telur dapat menetas dalam waktu 2-4 hari. Kelompok telur
ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berwarna putih, kemudian telur berubah menjadi
kehitam-hitaman pada saat akan menetas. Telur umumnya menetas pada pagi hari.
Larva
Larva S. litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung atau bulan sabit
berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan
dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat
tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian, larva
menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Biasanya ulat berpindah ke
tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir
mirip ulat tanah, perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis
punggung
warna
gelap
memanjang.
Perkembangan larva instar awal terutama menyebar ke bagian pucuk-pucuk tanaman dan
membuat lubang gerekan pada daun kemudian masuk ke dalam kapiler daun. Stadium larva
berkisar 9-14 hari. Larva instar akhir bergerak dan menjatuhkan diri ke tanah dan setelah
berada di dalam tanah larva tersebut memasuki pra pupa dan kemudian berubah menjadi
pupa.
Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan menjadi imago berubah menjadi
cokelat kehitam-hitaman. Pupa memiliki panjang 9-12 mm, dna bertipe obtek, pupa berada di
dalam tanah dengan kedalaman ± 1 cm, dan sering dijumpai pada pangkal batang, terlindung
di bawah daun kering atau di bawah partikel tanah. Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada
ketinggian
tempat
di
atas
permukaan
laut.
Imago
Imago memliki panjang berkisar 10-14 mm dengan jarak rentangan sayap 24-30 mm. Sayap
depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang
bintik-bintik yang berwarna perak. Sayap belakang berwarna putih dan pada bagian tepi
berwarna cokelat gelap (Kalshoven (1981); Samharinto (1990)).
Biologi Hama
Menurut Juma (1997), Ulat Crop diklasifikasikan sebagai berikut :
Kindong : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pytalidae
Genus : Crocidolomia
Spesies : Crocidolomia binotalis Zell.
Telur berukuran 5 mm dan biasanya berkumpul berkisar antara 10-300
butir dalam satu daun. Telur berwarna hijau cerah dan muda berkamuflase pada
daun. Telur biasanya diletakkan pada bagian bawah daun(Ahmad, 2007).
Larva instar satu bersifat gregarious, memakan daun pada permukaan
bawah dnegan menyisakan lapisan epidermis atas. Larva menghindari cahaya.
hijau. Warna larva bervariasi, umumnya berwarna hijau dengan batas garis
dorsal dan lateral berwarna kekuningan. Panjang larva sekitar 18 mm
(Purnamasari, 2006).
Larva berukuran berkisah antara 18-25mm dan memiliki kepala hitam
serta warna hijau pada tubuhnya tergantung corak daun yang mereka
makan.Biasanya ulat berada pada bagian bawah daun karena mereka cenderung
menghindari cahaya. Pada hari keempat dan kelima larva akan memakan daun
dari bagian bawah dan akan menyebabkan kerusakan yang parah pada daun
sebelum ulat bergerak pada pusat tanaman (Ahmad, 2007).
Panjang berkisar antara 8.5 sampai 10.5mm dan berbentuk bulat
dengan berwarna hijau cerah dan coklat gelap, pupa biasanya diselubungi oleh
tanah (Ahmad, 2007). Pupa terdapat pada kokon yang terbuat dari butiran tanah
dan membentuk lonjong dengan stadium 9 hari (Wahyuni, 2006).
Ngegat jantan umumnya berukuran lebih besar daripada betinanya. Jantan
berukuran 20-25mm dan betina 8-11mm. Pada betina dan jantan mempunyai
warna coklat pada bagian sayap. Jantan pada umumnya mempunyai warna yang
lebih cerah. Pada siang hari ngengat akan besembunyi pada bagian tubuh pohon
dan aktif pada malam hari (Ahmad, 2007). Imago memiliki sayap dengan bintik
putih dan sekumpulan sisik berwarna kecoklatan. Imago betina dapat hidup
selama 16-24 hari. Pengendalian yang dapat dilakukan secara mekanis dengan
mengumpulkan larva dengan tangan (Wahyuni, 2006).
Ulat Crop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.) sering menyerang titik
tumbuh sehingga sering disebut ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau
lebih besar dari ulat tritip,jika sudah besar garis-garis coklat,jika diganggu agak
malas untuk bergerak. Larva muda bergerombol di permukaan bawah daun kubis
dan meninggalkan bercak putih pada daun yang dimakan.Larva instar ketiga
sampai kelima memencar dan menyerang pucuk tanaman kubis sehingga
menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya tanaman mati atau batang kubis
membentuk cabang dan beberapa crop yang kecil-kecil. Ulat krop dikenal
sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok dapat menghabiskan
seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja. Pada populasi tinggi
terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang sutera. Ulat
krop juga masuk dan memakan krop sehingga tidak dapat dipanen sama sekali.
(Ahmad, 2007).
Larva muda memakan daun dan meninggalkan lapisan epidermis yang
kemudian berlubang setelah lapisan epidermis kering. Setelah mencapai instar
ketiga larva memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam menggerek ke
dalam krop dan menghancurkan titik tumbuh sehingga tanaman akan segera
mati (http://web.entomology.cornell.edu/).
Ulat ini biasanya ditandai dengan adanya kumpulan kotoran pada daun
kubis dan krop menjadi berlubang-lubang yang menyebabkan kualitas hasil
panennya menurun. Serangan utama C. binotalis yaitu pada bagian dalam yang
terlindungi daun hingga mencapai titik tumbuh. Kalau serangan ini ditambah lagi
dengan serangan penyebab penyakit, tanaman bisa mati karena bagian
dalamnya menjadi busuk meskipun dari luar kelihatannya masih baik (Santosa
Pada waktu siang hari bila ada gangguan imago akan terbang untuk
mencari perlindungan. Kupu-kupu bertelur dalam satu kelompok dengan ukuran
2,5 x 3 – 4 x 5 mm. Kupu-kupu betina umurnya dapat mencapai 16 – 24 hari dan
menghasilkan 11 – 18 butir telur. Setiap kelompoknya terdiri dari 30 – 80 butir
telur (Pracaya, 2001).
Pengendalian Hama Ulat Crop
Menurut Ahmad (2007) Pengendalian yang dapat dilakukan adalah (1)
Melakukan sanitasi Kebersihan kebun, yaitu dengan membersihkan kebun dari
bahan-bahan organic yang bisa membusuk yang dapat menjadi sarang tempat
hama ini bertelur. (2) Melakukan pola tanam dan pengaturan jarak tanam, jangan
menanam dua jenis tanaman yang disukai ulat crop berdekatan. (3) Secara
biologis, yaitu dengan menggunakan musuh alami dari hama ini, (4) Secara
mekanis dengan menangkapi langsung hama ini dan di musnahkan. (5)
Melakukan pemangkasan agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun. (6)
Melakukan pemangkasan terhadap tanaman yang terserang berat. (7) Dengan
menggunakan perangkap yaitu berupa perangkap cahaya. (8) Membuat
persemaian di tempat yang tidak terlindung atau mengurangi naungan. (9)
Secara kimia, yaitu dengan penggunaan Insektisida alami seperti akar tuba,
daun pucung tembakau dan lengkuas dan disemprotkan pada pada daun, batang
dan bagian lainnya yang belum terserang.
Ulat jantung (Crocidolomia binnotalis) merupakan hama yang
penting pada tanaman kubis. Munculnya hama ini pada pertanaman kubis
merupakan ancaman yang serius bagi petani. Pada tahun 1998 Balai Proteksi
Tanaman Pangan & Hortikultura V melaporkan ulat jantung kubis merupakan
hama yang menempati urutan pertama penyebab kerusakan tanaman kubis.
Selanjutnya disampaikan bahwa pada tanaman kubis sampai sekarang
belum dapat diatasi secara memuaskan, meskipun pengendalian kimia telah
dilakukan secara intensif. Tanaman kubis (Brassica oleraceae var. capitata L.)
merupakan tanaman sayuran yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, baik
itu kalangan konsumen maupun para petani. Kubis merupakan tanaman sayuran
yang sekarang telah banyak diusahakan para petani di pedesaan Indonesia dan
telah dijadikan salah satu andalan sumber nafkah para petani untuk
meningkatkan taraf hidup.
Hasil rata-rata produksi kubis di Indonesia tergolong masih rendah, yaitu
berkisar 10 -15 ton per ha. Dibandingkan dengan negara-negara penghasil kubis
lainnya seperti Nederland, ± 36 ton per ha dan Amerika Serikat ± 25 ton per ha.
Di Provinsi Sulawesi Utara sendiri yang merupakan daerah pertanaman sayuran
yang cukup besar di kawasan Indonesia Timur memiliki rata-rata produksi hanya
12 ton per ha. Rendahnya produksi tanaman kubis di Sulawesi Utara selain
disebabkan oleh sistem bercocok tanam yang masih bersifat konvensional juga
oleh adanya serangan hama terutama hama ulat crop ini karena bersifat
merusak.
Ulat ini biasanya ditandai dengan adanya kumpulan kotoran pada daun
kubis dan krop menjadi berlubang-lubang yang menyebabkan kualitas hasil
panennya menurun. Serangan utama C. binotalis yaitu pada bagian dalam yang
dengan serangan penyebab penyakit, tanaman bisa mati karena bagian
dalamnya menjadi busuk meskipun dari luar kelihatannya masih baik.
Serangan hama dan penyakit merupakan faktor pembatas produksi yang
masih berpengaruh besar dalam budidaya kubis. Selain menyerang tanaman
serangga juga dapat berperan sebagai vector penyakit yang berbahaya.
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan didapati bahwa Pada tanaman kubis yang pada
serangan berat ulat crop akan dapat merusakkan hampir keseluruhan dari
bagian tanaman kubis karena ulat ini langsung menyerang ke titik tumbuh
tanaman. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan oleh Ahmad (2007)
yang menyatakan bahwa pada tanaman kubis yang diserang hebat akan menjadi
rusak. Cara makan larva yang rakus dan mampu menghabiskan seluruh daun
kubis merupakan alas an yang menyebabkan ulat ini menjadi hama utama pada
kubis.
Dari hasil pengamatan didapati bahwa untuk mengendalikan hama ini
diperlukan tehnik tehnik tertentu misalnya secara mekanis, biologis dan kimiawi.
Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan oleh Santosa dan Sartono
(2007) yang menyatakan bahwa Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain
Secara biologis, yaitu dengan menggunakan musuh alami dari hama ini,
sepertiTabuhan Trichograma sp. Lalat sturmiopsis inferens Townsend, Secara
kimia, yaitu dengan penggunaan Insektisida alami, Secara mekanis dengan
Dari hasil pengamatan didapati bahwa gejala serangan pada hama ini
terlihat Mula mula Larva muda bergerombol di permukaan bawah daun kubis dan
meninggalkan bercak putih pada daun yang dimakan. Larva instar ketiga sampai
kelima memencar dan menyerang pucuk tanaman kubis sehingga
menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya tanaman mati atau batang kubis
membentuk cabang dan beberapa crop yang kecil.
Kubis bunga biasa tumbuh pada daerah yang bersuhu antara 20-25ºC.
Hal ini Sesuai dengan Ahmad (2007) yang menyatakan bahwa Kubis bunga
biasa tumbuh pada daerah yang bersuhu antara 20-25ºC. Suhu yang terlalu
rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan
bunganya terganggu.
KESIMPULAN
1. Kubis (Brassica oleracea. ) merupakan tanaman hortikultura
2. Hama ulat krop (crocidolomia binotalis.) merupakan hama utama bagi tanaman
kubis
3. Biologi hama crocidolomia binotalis.adalah, telur, ulat, dan imago
4. Gejala serangan yang ditimbulkan crocidolomia binotalis. terlihat pada Larva
muda bergerombol di permukaan bawah daun kubis dan meninggalkan bercak
putih pada daun yang dimakan.
5. Pada serangan yang berat menyabebkan tanaman kubis menjadi rusak
diseluruh bagian dan dapat menurunkan produksi tanaman dalam jumlah yang
6. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain: kebersihan kebun, mengatur
pola tanam, pennggunaan pestisida alami, dengan musuh alami, dan dengan
menangkap langsung hama ini dll.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. 2007. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia binotalis Zell.) (Lepidoptere :
Pyralidae) pada Kubis (Brassica oleracea L.). Dizited by IPB e-repository copy
right. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 Mei 2012
Hadiwigeno, R. W. 2007. Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Hortikultura. ITSN
e-repository. Diakses dari http://repository.its.ac.id/ pada tanggal 22 Mei 2012
http://web.entomology.cornell.edu/ diakses pada tanggal 22 Mei 2012
http://www.deptan.go.id/keefektifantanah/ diakses pada tanggal 22 Mei 2012
http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/ diakses pada tanggal 22 Mei 2012
Jumar, 1997. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Mulyono, A. G. S. 2012. Pengaruh Pemberian Perlakuan Berbeda terhadapat Tanaman
Kubis dalam lahan Rumah Kaca dengan teknik Invitro. Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, IPB. Bogor.
Novary, T. S. 1997. Bertanam Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta
Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnamasari, RD.A.W. 2006. Keefektifan CRY1B dan CRY1C Bacillus thuringiensis B.
pavonana L. (Lepidoptera:Pyralidae). Program Studi Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Rukmana, H. 2010. Analisis Perkembangan Tanaman Hortikultura Kubis di Kebun Percobaan
Institut Pertanian Bogor. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22
Mei 2012
Rukmana, H. 2012. Analisis Perkembangan Tanaman Hortikultura di Indonesia
Bagian Tengah. Program Studi Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor.
Santosa, J dan Sartono, S. 2007. Laporan Penelitian Kajian Insektisida Hayati terhadap
Daya Bunuh Ulat Ptutella xylostell dan Crocidolomia binotalis pada Tanaman
Kubis Crop. Balai Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian RI.
Jakarta. Diakses dari http://www.deptan.go.id/ pada tanggal 22 Mei 2012.
Spittstoesser, G.D. 1984. The Analitycal of Pest Control. University of California. San
Fransisco.
Sutarya, A.J., Sartika, F.S., dan Junaidi, A.S. 1995. Perkembangan Pertumbuhan Tanaman
Hortikultura Kubis di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor. Diakses dari
http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 Mei 2012
Wahyuni, S. 2006. Perkembangan Hama dan Penyakit Kubis dan Tomat pada Tiga Sistem
Budidaya Pertanian di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor. Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Diposting oleh Jamson Wesley di 10/28/2012 05:44:00 PM
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
3 komentar:
hormon tumbuhan15 Maret 2016 10.02