• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN FILANTROPI ISLAM DALAM PEMBERDAYAA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN FILANTROPI ISLAM DALAM PEMBERDAYAA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

175

PERAN FILANTROPI ISLAM DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI

KABUPATEN BANYUMAS

ROLE OF ISLAMIC PHILANTHROPY IN COMMUNITY EMPOWERMENT

DISTRICT BANYUMAS

Makhrus

1

dan Restu Frida Utami

2 1,2

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jl. Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182

Telp. (0281) 636751

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola lembaga filantropi Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas dan untuk mengetahui realisasi program pemberdayaan masyarakat yang sudah dilaksanakan lembaga filantropi Islam di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi, observasi dan wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dan disajikan secara diskriptif dimulai dengan memaparkan telah diungkapkan oleh responden baik secara langsung, lewat tulisan maupun pengamatan secara langsung. Proses analisis data ini dilakukan dengan cara memulai menelaah semua data yang terkumpul dari berbagai sumber yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan peran lembaga filantropi Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas dilakukan secara variatif. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi dua bentuk yakni pemberdayaan terhadap pihak donatur (muzakki) dengan memberikan pelayanan optimal. Hal tersebut terlihat pada pengelolaan filantropi Islam pada BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten dalam bentuk layanan jemput zakat, website, media jejaring sosial dan lainnya. Sedangkan penyaluran dana filantropi Islam salurkan dalam beragam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang memungkinkan para mustahik untuk bisa mengakses dengan cara proses dan prosedur yang harus dipenuhi. Realisasi program lembaga filantropi Islam dalam melakukan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas sebagaimana telah dipraktikkan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas direaliasasikan dalam bentuk pelatihan dan bantuan modal baik berupa hibah maupun dana bergulir. Selain itu, adapula kegiatan penyaluran dalam bentuk charity seperti, bantuan pendidikan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan sarana dan prasana ibadah dan lainnya. Bentuk program dalam pemberdayaan masyarakat secara porsi total penghimpunan dana filantropi Islam cenderung lebih kecil ketimbang dana yang salurkan dalam bentuk charity. Namun, meski demikian pelaksanaan program dapat berjalan dengan lancar meskipun ada kendala sumber daya manusia dalam beberapa proses pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam dalam hal ini BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas.

Kata kunci : Filantropi Islam, Pemberdayaan masyarakat

ABSTRACT

(2)

176

data analysis is done by starting to examine all the data collected from various sources that have been predetermined. Results of this study was demonstrated the role of Islamic philanthropic institutions in optimizing community empowerment in Banyumas done varied. Empowerment was conducted on the two forms of the empowerment of the donor (muzakki) to provide optimal service. This is evident in the management of Islamic philanthropy in BAZNAS and LAZISMU District alms in the form of shuttle services, websites, social networks and other media. While channeling Islamic philanthropy funds channeled into various forms of community empowerment program that allows mustahik to be able to access by means of processes and procedures to be followed. Realization of the program of Islamic philanthropic institutions in empowering the community in Banyumas as already practiced by BAZNAS and LAZISMU Banyumas realization in the form of training and assistance in the form of capital grants or revolving funds. In addition, those activities such as the distribution in the form of charity, educational assistance, health services, support facilities and infrastructures of worship and others. Forms of community empowerment programs in the portion of the total funding of Islamic philanthropy tends to be smaller than the funds disbursed in the form of charity. However, even then the implementation of the program to run smoothly even though there are constraints of human resources within the implementation process of community empowerment programs carried out by the Islamic philanthropic institutions in this regard BAZNAS and LAZISMU Banyumas.

Keywords : Islamic philanthropy, Community empowerment

PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memberikan banyak pandangan kepada seluruh manusia. Dalam bidang ekonomi Islam tidak memposisikan aspek materi sebagai bentuk tujuan dari proses aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, pencapaian dan tujuan ekonomi dalam Islam yakni tercapainya falah. Falah berasal dari Afalaha-Yuflihu artinya kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Kemuliaan multidimensi dengan menjalankan aktvitas ekonomi tidak mengorientasikan diri pada pencapaian materi belaka, melainkan juga pencapaian spiritual. (P3EI UII, 2008: 3). Jika tidak terjadi keseimbangan tujuan tersebut, maka mengakibatkan beberapa dampak seperti kesenjangan sosial, manipulasi, kemiskinan dan lainnya. Ketidakseimbangan dalam kaitannya dengan dengan kemiskinan dapat diselesaikan dengan adanya kedermawanan ataupun filantropi. Kini aktivitas filantropi Islam saat ini menjadi perhatian banyak pemikir, akademisi dan praktisi (Latief, 2010: 38). Hal tersebut dikaitkan dengan penyalurannya filantropi Islam dalam hal ini ZIS, yang masih banyak bergerak dalam wilayah kegiatan bakti sosial, bantuan karitas, santunan anak yatim, pembangunan Madrasah dan lainnya. Bahkan cenderung mengabaikan kepentingan umat Islam lainnya seperti, bantuan hukum, perlindungan anak, advokasi kebijakan publik, pemberdayaan perempuan dan beberapa agenda penting lainnya, masih kurang mendapatkan support dari pendayahgunaan dana filantropi Islam (Abidin, 2004: v), disamping upaya ingin mengetahui potensi filantropi Islam dan dampaknya bagi pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat miskin atau kaum dhuafa.

(3)

177

adalah timbulnya kesadaran diri untuk saling peduli terhadap sesama manusia dan membangun solidaritas sosial, guna menjamin terlaksananya kehidupan bermasyarakat (Basyir, 1978:83), bentuk solidaritas sosial yang lebih berlatar belakang spirit agama yang diyakini.

Aspek-aspek filantropi Islam adalah zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Zakat secara bahasa berarti suci, tumbuh, berkah dan terpuji. Sedangkan secara istilah suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta sendiri kepada orang yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan syariat Islam (LAZISMU, 2004: 1-2), sehingga zakat hanya bisa direalisasikan dengan menyerahkan harta yang berwujud, bukan didasarkan pada nilai manfaat, seperti memberikan hak menempati rumah bagi orang miskin sebagai zakat (Qardhawi, 1991: 125). Banyak yang sepakat bahwa zakat bukanlah bentuk “kedermawanan” melainkan sebuah “kewajiban” yang harus ditunaikan apabila sudah sampai kadar (nishab) tertentu, meski para akademisi di Indonesia memasukkan kewajiban tersebut pada filantropi Islam dikarenakan masih ditunaikan dengan bentuk kerelaan dan kesadaran individu tanpa sangsi sosial bagi tidak menunaikannya. Karena itu membayar zakat adalah wajib etis dan dapat disebut filantropi yang dasarkan juga pada moralitas (Widyawati, 2011:32). Aspek lain filantropi Islam adalah Infak yang berarti perbuatan atau sesuatu yang diberikan kepada orang lain untuk menutupi kebutuhan orang lain tersebut, baik makanan, minuman dan lainnya yang didasarkan ikhlas pada Allah. Selain itu, infak juga berkaitan dengan sesuatu yang dilakukan secara wajib dan sunnah. Sedangkan shadaqah berarti pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang akan diiringi pahala dari Allah, sehingga shadaqah mempunyai arti yang lebih luas, baik materiil maupun non-materiel.

Pemberdayaan satu makna dengan pendayagunaan yang berarti mengusahakan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat (Depdikbud, 1989: 214). Pemberdayaan (empowerment) juga berasal dari power yang berarti kekuatan dan kekuasaan. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai pemberian kuasa untuk menguasai atau mengontrol manusia baik individu ataupun kelompok untuk berpartisipasi dalam keputusan yang menyangkut diri dan komunitasnya (Dahl, 1983: 50). Maksudnya, masyarakat memiliki hak untuk menentukan pilihan apa saja yang hendak ia lakukan untuk mengembangkan diri dan memutuskan pilihannya. Jika hal tersebut erat kaitannya dengan permasalahan umat Islam dalam kehidupan modern sehingga diperlukan kecerdasan untuk bisa meramu tiga konsep dasar kehidupan manusia yakni: Iman, Islam dan Ikhsan. Dimensi yang harus diisi dan dimaknai dalam menjaga keseimbangan hidup, serta memberikan ketegasan dalam pilihan dalam melakukan kuasa dan mengontrol individu ataupu komunitas tertentu.

Filantropi Islam yang notebene digagas dan diwakili oleh lembaga non pemerintah baik LSM, oganisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan lainnya. Sehingga aktivisme filantropi dalam masa sekarang ini, menurut Helmut K. Anheier dan Diana Leat dalam menganalisanya dapat melalui empat pendekatan (Latief, 2010: 21). Pertama, pendekatan karitas (charity approach), metode ini lebih bersifat pelayanan social sebagaimana dilakukan pada abad 19 dan masih dianggap efektif diabad 20. Selain itu, metode ini banyak menyorot gejala-gejala ketimbang sebab sumber masalah, sehingga metode ini dampak sosialnya tidak begitu terasa. Kedua, filantropi ilmiah (scientific philanthropy), metode ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab kemiskinan dengan cara mengetahui akar penyebab kemiskinan tersebut. Karenanya, pendidikan dan penelitian menjadi wilayah pendekatan ini daripada memberikan pelayanan. Ketiga, neo-filantropi ilmiah (new scientific philanthropy) pendekatan ini lebih memfokuskan pada proses dari pada peran, sehingga pendekatan ini kurang memberikan perhatian terhadap nilai-nilai yang unik dalam konteks demokrasi. Keempat, pendekatan kreatif (creative philanthropy), pendekatan ini dapat mengembangkan berbagai perangkat ketiga pendekatan yang sebelumnya sehingga lebih memiliki dampak yang lebih besar baik secara institusional ataupun pada masyarakat. Proses pelayanan yang dilakukan oleh lembaga/organisasi filantropi dalam konteks pemanfaatkan dana sosialnya diharapkan bisa dimaksimalkan dalam bentuk pemberdayaan, sekalipun masih ada yang dilakukan dengan cara tradisional (charity).

Adapun tujuan penelitian ini untuk mempelajari pola lembaga filantropi Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas. Serta untuk mengetahui realisasi program pemberdayaan masyarakat yang sudah dilaksanakan lembaga filantropi Islam di Kabupaten Banyumas.

METODE PENELITIAN

(4)

178

lembaga tersebut mewakili lembaga semi pemerintah dan ormas Islam Muhammadiyah. Sumber data utama penelitian kualitatif ini menurut Lofland yang dikutip dalam Moleong adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan (Moleong, 2001: 112). Sehingga dalam hal ini, jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan baik melalui observasi lapangan, wawacara dengan pihak yang berwenang (Sunggono, 2007: 37). Untuk memberikan keterangan dan permasalahan yang diajukan pada saat penelitian, maka diadakan wawancara pengelola BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas, serta masyarakat yang menerima pemberdayaan masyarakat melalui lembaga filantropi Islam tersebut di Kabupaten Banyumas. Jenis wawancara ini adalah semi struktural, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah disusun sebelumnya dan didasarkan atas permasalahan yang ada di desain penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang penulis manfaatkan adalah data dokumentasi dan arsip-arsip lainnya yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti.

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dan disajikan secara diskriptif dimulai dengan memaparkan apa yang telah diungkapkan oleh responden baik secara langsung, lewat tulisan maupun pengamatan secara langsung. Selain itu, kecukupan data-data perpustakaan yang dipelajari telah dikumpulkan sebelumnya serta data yang sudah terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan metode deduktif dan induktif. Proses analisis data ini dilakukan dengan cara memulai menelaah semua data yang terkumpul dari berbagai sumber yang telah ditentukan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdirinya BAZNAS Kabupaten Banyumas mengacu pada Surat Keputusan Bupati Banyumas No.451/1617/03 tanggal 22 November 2003 tentang kewenangan mengelola dana zakat, infaq, shadaqah, waris, wasiat, hibah dan kafarat dari masyarakat, perorangan pada Dinas Instansi/lembaga, BUMN/BUMD, Perusahaan swasta tingkat Kabupaten Banyumas. Namun, dengan berlakunya Undang Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang mendorong penguatan BAZNAS secara nasional. Adanya surat keputusan tersebut diatas menyebabkan segenap pengurus BAZNAS Kabupaten Kabupaten Banyumas memiliki tugas dan wewenang untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana Zakat, Infak dan Shodaqah (ZIS) dan dana filantropi Islam lainnya di Kabupaten Banyumas. Sedangkan berdirinya LAZISMU Banyumas tidak bisa dilepaskan dari semangat organisasi induknya yakni Muhammadiyah dalam mengelola dana filantropi Islam yang dalam hal ini ZIS dan dana kedermawanan lainnya. LAZISMU Kabupaten Banyumas merupakan jejaring dari LAZISMU PP Muhammadiyah yang sudah berdiri sejak tahun 2002. LAZISMU Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 2010 yang ditandai dengan pengukuhan pengurus oleh Ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Banyumas.

Gerakan filantropi Islam di Kabupaten Banyumas terbilang cukup unik. Hal tersebut dapat dari semangat dan kesadaran masyarakat untuk bisa berfilantropi melalui lembaga dan pemahaman keagamaan yang cenderung ingin mengedepankan aspek kolektif. Adanya lembaga filantropi Islam yang tersebar menjadi dua bagian yakni: pertama, apresiasi dan komitmen pemerintah dengan mendirikan semacam lembaga semi otonom sebagaimana tergambar dengan berdirinya BAZNAS, dianggap sebagai lembaga semi otonom hal ini didasarkan pada amanah undang-undangan dan postur kepengurusan yang mampu mengakomodir dari unsur pemerintah (SKPD) dan masyarakat (tokoh masyarakat dan akademisi). Kedua, lembaga filantropi yang berdiri dan besar berkat peran dan semangat masyarakat sebagaimana tercermin dengan berdirinya LAZISMU. Tentu saja, keberadaan BAZNAS cukup berbeda pengelolaan dengan LAZISMU yang unsur kepengurusannya berasal dari induk organisasi yakni Muhammadiyah. Disamping pentingnya pengawasan, maka mengetahui secara lebih jauh mengenai pengumpulan dan pendistribuan dana filantropi Islam kedua lembaga tersebut juga akan membantu citra kepercayaan lembaga dihadapan masyarakat.

(5)

179

pendidikan hanya mampu mengumpulkan dari PNS tingkat kantor Dinas, maka akan merambambah ke tingkat sekolah sampai dengan kacamatan dengan mendorong pembentukan UPZ (Firdaus, 30/03/2015).

Kebaradaan BAZNAS yang selama ini dianggap lebih banyak memfokuskan donasi pengumpulan dari unsur pemerintah, secara perlahan mulai tepis dengan terus melakukan inovasi dan evaluasi programnya. Hal itu dilakukan agar geliat pentingnya kesadaran berfilantropi secara kelembagaan terus mendapatkan respon positif dari masyarakat. Pada titik ini posisi BAZNAS Kabupaten Banyumas mampu mengambil peran aktif dengan menjaring donatur dari luar unsur pemerintahan, salahnya dengan berdonasinya Rumah Makan Sambal Layah yang mencapai 74.500.000 pada tahun 2014. Tentu saja, hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi lembaga filantropi yang selama ini mengandalkan donasi dari unsur struktural pemerintahan. Oleh karena itu, pada tahun 2014 sudah ada terbentuk 42 UPZ dan 7 non UPZ yang menjadi donatur BAZNAS Kabupaten Banyuma, serta kedepannya akan tetap didorong adanya pembentukan UPZ dan jejaring pengumpul filantropi Islam lainnya. BAZNAS Kabupaten Banyumas saat ini telah bekerjasama dengan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar sinergi zakat dikalangan PNS dapat dioptimalkan, yang didasarkan pada aturan yang sudah berlaku di lingkungan Kabupaten Banyumas dengan mendirikan UPZ dimasing-masing instansi (Hermawan, 17/2/2015).

Penyaluran dana filantropi Islam yang terkumpul di BAZNAS Kabupaten Banyumas terbagi atas dua postur program dengan tetap mengedepankan keberadaan delapan asnaf dalam postur penerima zakat. Bentuk program tersebut terdari dari pendistribusian dan pentasyarufan. Pendistribusian diproyeksikan untuk penyaluran dana yang bersifat konsumtif, dimana dalam penyalurannya diharuskan melampirkan berbagai persyaratan seperti Kartu Tanda Penduduk, surat keterangan tidak mampu atau pun kehilangan dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bentuk penyaluran yang bersifat charity ini dapat berjalan secara maksimal. Sedangkan pentasyarufan untuk kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat atau sektor produktif. Dimana penerima program dapat mengajukan diri dengan proposal planning bisnis atau bantuan pengembangan usaha yang ditujukan langsung kepada BAZNAS Kabupaten Banyumas yang kemudian diadakan rapat khusus, apakah proposal tersebut diterima ataupun ditolak. Selain itu, dalam skema program ini juga diadakan pola jemput bola yakni

pengelola BAZNAS Kabupaten Banyumas melakukan assessment lapangan mengenai daerah atau

lembaga yang berhak menerima program pemberdayaan ini. Ada pun realisasi program penyaluran dana filantropi Islam yang bersifat konsumtif dan produktif terbagi atas program berikut:

Tabel 1. Syarat Pendistribusian ZIS BAZNAS Kabupaten Banyumas

Penyaluran dana yang bersifat produktif inilah yang dijadikan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Banyumas. Dimana dalam realiasasi program pemberdayaan yang dilaksanakan BAZNAS Kabupaten Banyumas menurut Faidus Sa’ad terbagi atas dua pola. Yakni dengan memberikan dana tunai dalam bentuk pemberian modal usaha setelah dilaksanakan pelatihan sebagaimana terjadi pada masyarakat penerima program pebuatan kerajinan tas yang bersifat home industry. Bentuk lainnya diwujudkan dalam pemberian barang seperti pengadaan kambing terhadap kelompok ternak yang tersebar dibeberapa kecamatan di Kabupaten Banyumas sejak tahun 2012. Bentuk program pemberdayaan masyarakat dilakukan monitoring secara berkala untuk mengukur efektifitas terhadap program, sekalipun masih terkendala dengan kontinuitas pendampingan lembaga. Sebab itu, kedepan BAZNAS Kabupaten Banyumas akan melibatkan pihak penyuluh baik dari masyarakat maupun pemerintah.

LAZISMU Kabupaten Banyumas sebagai salah satu lembaga amil zakat yang lahir dari aktivisme masyarakat sipil, tentu saja memiliki kekhasan tersendiri yang salah satunya dikarenakan lahir dari rahim ormas Muhammadiyah yang kini sudah berusia lebih dari satu abad. Selain itu, lembaga filantropi Islam yang lahir dari masyarakat sipil cenderung lebih kuat dan mengakar di masyarakat akibat tuntutan kemandirian dari sebuah lembaga. Peran LAZISMU Kabupaten Banyumas sebagaimana

(6)

180

dijelaskan Tungguh Kasiyanto selaku Direktur LAZISMU Kabupaten Banyumas memiliki keinginan besar agar dapat berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat secara kelembagaan, sekalipun dalam payung besarnya Muhammadiyah sudah melakukannya seabad yang lalu (Kasiyanto, 17/2/2014). Pengumpulan dana filantropi Islam yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten tersebar terhadap berbagai profesi Muzakki, sehingga tidak terkonsilidasi terhadap donatur dari warga Muhammadiyah semata. Hal tersebut dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa keberadaan LAZISMU Kabupaten Banyumas merupakan lembaga yang bergerak secara profesional dan transparan dalam pengelolaannya. Oleh sebab itu, kepercayaan donatur terhadap lembaga merupakan hal yang senantiasa harus dijaga, tidak saja secara transparansi pengumpulan dananya melainkan pula bentuk realisasi dari program yang telah dilaksanakan. Cara yang dilakukan LAZISMU Kabupaten Banyumas dalam menjaring para donatur dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya berfilantropi, khsususnya mengenai kesadaran membayar zakat. Bentuk sosialisasi tersebut berupa spanduk, liflet, direct mail, website dan media sosial. Beragam bentuk kampanye yang dilakukan LAZISMU Kabupaten Banyumas tersebut, baik yang bersifat pengumpulan dan penyaluran dana filantropi Islam, tentu saja tetap menginduk terhadap postur kebijakan program yang telah dirancang oleh LAZISMU pusat, sekalipun dalam realisasinya tetap mengedepan rencana program yang telah disiapkan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas. Hal tersebut dilakukan untuk mensinergikan gerakan lembaga secara lebih luas terhadap masyarakat, sehingga target dan realisasi program dapat berjalan secara maksimal.

Berkaitan dengan proses penyumpulan dana, LAZISMU Kabupaten Banyumas hanya memberikan laporan terkait jumlah pengumpulan dana dan realisasi program dana yang terkumpul kepada LAZISMU pusat. Artinya, LAZISMU pusat memberikan otonomi kepada lembaga yang berada ditingkat di wilayah, daerah dan cabang dimana LAZISMU berdiri dan berada, tidak terkecuali dengan LAZISMU Kabupaten Banyumas. Pengumpulan dana yang dapat dihimpun LAZISMU Kabupaten Banyumas, barangkali tidak bisa disamakan dengan BAZNAS yang sudah memiliki lahan donatur tetap, sehingga dari skala jumlah pengumpulannya tidak bisa disama ratakan setiap lembaga filantropi Islam. Realisasi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas termanifestasi keadalam beberapa program, salah satunya dengan mendorong program petani bangkit. Program ini dilakukan dengan bekerja sama dengan petani dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat

(MPM) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Banyumas. Selain itu, ada pula Youth Entrepreneur

terahadap wirausahawan muda yang sudah dan atau ingin memiliki usaha tertentu. Namun, dalam realisasinya beberapa hal yang harus dihadapi oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas adalah minimnya sumber daya manusia untuk melakukan pendampingan dan evaluasi program secara lebih detail.

Pengelolaan filantropi Islam yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas adalah satu contoh dimana dana umat bisa dikelola secara terlembaga dan transparan. Artinya, proses pengelolaan kini tidak saja mengedepankan pelayanan semata, melainkan sudah diorientasikan untuk kemandirian dan pemberdayaan masyarakat melalui program yang sudah dirancang secara matang. Selain itu, gerakan kelembagaan filantropi Islam ini pada akhirnya akan menciptakan budaya kerja dan perubahan secara kolektif di masyarakat. Realisasi program yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas lebih banyak diorientasikan pada bentuk program yang bersifat charity. Hal tersebut dapat terlihat dari tabulasi dana sebagaimana tergambar dalam laporan tahunan kedua lembaga tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dana disalurkan dalam bentuk charity (bantuan), bukan pada program pemberdayaan masyarakat yang lebih bersifat jangka panjang. Misalnya, pada kasus BAZNAS Kabupaten Banyumas program yang bersifat charity terbagi atas beberapa program bantuan sarana dan prasana ibadah, pemberian sembako, bantuan biaya pendidikan, bantuan biaya pengobatan, bantuan peduli bencana, bantuan peduli ramadhan dan lainnya. Dalam program pemberdayaan masyarakat masih berada pada tahap bentuk pelatihan atau peningkatan skill tertentu yang bisa dioptimalkan dari para mustahik, disamping pemberian modal usaha dalam bentuk hibah dan modal bergulir sebagaimana tergambar dalam program pelatihan budidaya ternak dan kerajinan home industry. Sedangkan penyaluran dana filantropi Islam yang disalurkan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas juga masih sebagian besar untuk kegiatan charity seperti untuk kegiatan bantuan pendidikan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan bedah rumah, bantuan bencana alam sedangkan untuk kegiatan masyarakat pemberian modal usaha dan sinergi program dengan MPM PD. Muhammadiyah Kabupaten Banyumas.

(7)

181

charity yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas tentu saja sudah melalui assessment oleh para pengurus dan pengelola. Artinya, mengedepankan prioritas yang dibutuhkan masyarakat menjadi kunci penting suksesnya sebuah program. Sebab tidak semua mustahik atau kaum dhuafa kemandiriannya selalu dengan menggunakan program pemberdayaan masyarakat dikarenakan tingkat kebutuhan dan budaya masyarakatnya yang berbeda. Jika dilihat dari perspektif interkoneksi antara pola program dalam bentuk charity dan pemberdayaan, maka tingkat keberhasilan sebuah program dapat terlihat oleh dua aspek. Pertama, terjadinya perubahan paradigma, sikap dan perilaku yang tindai perbaikan diri dan atau usaha (bisnis) yang telah dijalankan. Misalnya, peningkatan prestasi belajar di sekolah, massifnya berbagai kegiatan keagamaan di tempat, menerapkan budaya bersih dalam kehidupan sehari dan sebagainya. Kedua, timbulnya perubahan kolektif masyarakat melalui perubahan individu, hal ini dapat didorong menumbuhkan sikap pada point pertama yang kemudian menyebabkan mustahik atau kaum duafa tersebut memiliki integritas dan komitmen untuk berkontribusi terhadap masyarakat yang juga tidak mampu disekitarnya. Artinya, tingkat kebehasilan yang kedua ini sangat dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan yang pertama. Dimana bentuk program charity dan pemberdayaan masyarakat (empowering) juga sangat berkaitan satu sama lain.

Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas memang memiliki basis bentuk program dan pilot project yang berbeda. Dalam orientasi programnya, BAZNAS cenderung melakukan pemberdayaan masyarakat yang sudah diassesment sendiri ataupun melalui pengajuan program dengan persyaratan yang telah dentukan dalam persyaratan permohonan bantuan untuk program produktif. Misalnya, harus ada rekomendasi dari lurah/kades dan takmir masjid. Sehingga pola realisasi programnya lebih bersifat prosedural-administratif seperti halnya berlaku pada dinas sosial. Tujuan rekomendasi tersebut sebagai bagian dari proses asssessment BAZNAS bahwa pihak yang mengajukan tersebut memang merupakan warga, lembaga atau usaha yang berdomisili di daerah tersebut. Sedangkan pada LAZISMU program pemberdayaan masyarakat yang berasal inisiatif harus dilengkapi dengan surat keterangan dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), yang menerangkan bahwa warga, lembaga atau usaha merupakan milik warga Muhammadiyah yang berada

didaerah tersebut. Hal ini menujukkan bahwa pola program yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas cenderung berbeda dalam bentuk realisasinya. Dimana BAZNAS mengedepankan sisi alur birokrasi dari struktur pemerintahan yang paling lini, sedangkan LAZISMU berkeinginan untuk memaksimal pemberdayaan masyarakat di kalangan warga Muhammadiyah itu sendiri.

Persoalan yang ditimbulkan oleh pola program tersebut adalah kemampuan para mustahik dan kaum dhuafa untuk mengakses program tersebut. Sebab tidak semua mustahik dan kaum dhuafa mengerti dan memahami alur prosedur pemerintahan dan berasal dari warga Muhammadiyah. Oleh sebab itu, kemampuan mensurvei dan menganalisa terhadap program yang diajukan tersebut mutlak dibutuhkan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas agar program yang dijalankan tepat sasaran. Namun, apabila program tersebut berasal dari BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas dengan sistem top down, maka hal tersebut akan jauh lebih mudah. Sebab kedua lembaga sudah memiliki peta mustahik dan dhuafa yang membutuhkan program pemberdayaan masyarakat. Hanya saja, kendala yang sering dihadapi adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) lembaga dalam melakukan assessment, pelaksanaan dan evaluasi menjadi kendala tersendiri, terutama dengan jumlah SDM yang sangat terbatas. Maka, yang dibutuhkan oleh lembaga yakni adanya sindakasi program yang mengedepankan orientasi target program dalam tiap pelaksananaannya. Bentuk sindikasi program ini akan diarahkan peran kedua lembaga dalam proses pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan SDM yang dimiliki. Artinya, dalam pelaksanaan program tidak semua lembaga harus menyuumbang porsi peran yang sama,

melainkan cukup dengan kemampuan dan kebutuhan program yang sudah dirancang dalam bentuk pilot

project bersama.

(8)

182

program, ketimbang target program yang berimbas pada tereliminasinya gerakan kolektif pemberdayaan masyarakat.

Pengelolaan filantropi Islam selalu mengalami hambatan, baik dalam pengelolaan ataupun bentuk programnya. Hambatan yang dihadapi lembaga filantropi Islam di Banyumas, dalam penelitian ini adalah BAZNAS dan LAZISMU Kabuapaten Banyumas terindentifikasi dalam dua hambatan. Pertama, adanya double kepengurusan pada lembaga filantropi Islam yakni Ketua Badan Pengurus LAZISMU Kabupaten Banyumas yang merangkap menjadi Ketua Divisi Pengumpulan pada BAZNAS Kabupaten Banyumas. Tentu saja, hal ini memiliki dampak pada ketidakefektifan dan ketidakefesienan kepengurusan dalam mengelolaan lembaga dan budaya manajemen filantropi Islam modern yang mengedepan profesionalisme para pengelola dan yang dikelolanya. Sekalipun, secara praksis hal tersebut dibantu oleh manajer dan staff kedua lembaga tersebut. Kedua, masih kurangnya SDM pada kedua lembaga terutama para pendampingan program pemberdayaan. Oleh sebab itu, kedua lembaga berencana melakukan kerjasama dengan pihak lain yang memiliki konsentrasi program yang sama. Misalnya, kedepan BAZNAS akan melibatkan pihak penyuluh pada instansi pemerintahan dan LAZISMU berencana bekerjasama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Banyumas. Hambatan tersebut diatas harus bisa diurai secara perlahan agar kedepan gerakan filantropi Islam di Kabupaten Banyumas menemukan dampak yang lebih sistemik dalam jangka panjang, tanpa terkendala dalam persoalan internal lembaga sehingga penggalian potensi dana filantropi Islam dan kesadaran masyarakat Kabupaten Banyumas berfilantropi melalui lembaga senanatiasa terus dioptimalkan dan dimaksimalkan.

KESIMPULAN

Aktivisme pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam di Kabupaten Banyumas telah berjalan dengan rencana program yang telah dirancang secara tertata. Artinya, bentuk dan realiasi program dirancang sedemikian rupa dalam rentang waktu tertentu agar pelaksanaannya bisa berjalan secara optimal. Hasil penelitian yang mengambil objek di BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas ini mendapatkan potret simpulan penelitian sebaga berikut: pertama, peran lembaga filantropi Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas dilakukan secara variatif. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi dua bentuk yakni pemberdayaan terhadap pihak donatur (muzakki) dengan memberikan pelayanan optimal. Hal tersebut terlihat pada pengelolaan filantropi Islam pada BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten dalam bentuk layanan jemput zakat, website, media jejaring sosial dan lainnya, yang tujuannya untuk memberikan informasi cepat terhadap para donatur. Sedangkan penyaluran dana filantropi Islam salurkan dalam beragam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang memungkinkan para mustahik untuk bisa mengakses dengan cara proses dan prosedur yang harus dipenuhi.

Kedua, realisasi program lembaga filantropi Islam dalam melakukan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas sebagaimana telah dipraktikkan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas direaliasasikan dalam bentuk pelatihan dan bantuan modal baik berupa hibah maupun dana bergulir. Selain itu, adapula kegiatan penyaluran dalam bentuk charity seperti, bantuan pendidikan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan sarana dan prasana ibadah dan lainnya. Bentuk program dalam pemberdayaan masyarakat secara porsi total penghimpunan dana filantropi Islam cenderung lebih kecil ketimbang dana yang salurkan dalam bentuk charity. Namun, meski demikian pelaksanaan program dapat berjalan dengan lancar meskipun ada kendala sumber daya manusia dalam beberapa proses pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam dalam hal ini BAZNAS dan LAZIMU Kabupaten Banyumas. Pemberdayaaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam di Kabupaten Banyumas dapat ditindaklanjuti oleh para peneliti lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hamid. (ed.), 2004. Reinterpretasi Pendayahgunaan ZIS Menuju Efektifitas Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah, Jakarta: Piramedia.

(9)

183

Bakar, Irfan Abu., Bamualim, Chaider S.. 2006. Filantropi Islam dan Keadilan Sosial Studi tentang Potensi, Tradisi dan Pemanfaatan Filantropi Islam di Indonesia. Jakarta: Ford Foundation dan CSRC.

Basyir, Ahmad Azhar. 1978. Garis-Garis Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE.

Carrol, Archie B. 1996. Bussines and Society: Ethics and Stakerholder Management. Ohio South Western: College Publishing.

Dahl, Robert. 1983. Democracy and It Critics. New Heaven Conn. Yale University Press.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi kedua. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Daud, Mohammad Ali. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Pres.

Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.

Indonesia Zakat&Development Report. 2009. Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan Ummat. Jakarta: CID dan PEBS FE UI.

Karsidi, Ravik. “Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil dan Mikro”. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3 No. 2. (September 2009).

Kurniawati (peny.). 2004. Kedermawanan Kaum Muslimin Potensi dan Realita Zakat Masyarakat di Indonesia Hasil Survei di Sepuluh Kota. Jakarta: Piramedia.

Latief, Hilman. 2010. Melayani Umat: Filantropi Islam dan ideologi Kesejahteraan Kaum modernis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

___________. 2013. Politik Filantropi Islam di Indonesia Negara, Pasar dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

___________. “Filantropi Islam dan Aktivisme Sosial Berbasis Pesantren di Pedesaan”,Jurnal Afkaruna, Vol. 8, No. 1, (Januari-Juni 2012)

Lazis Muhammadiyah. 2004. Pedoman Zakat Praktis. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Makhrus, Filantropi Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta,

Yogyakarta: Tesis MSI UII, 2014, tidak dipublikasikan

_______. Aktivisme Pemberdayaan Masyarakat dan Institusionalisasi Filantropi Islam di Indonesia. Jurnal Islamadina. Volume XIII, Nomor 2, Juli 2014. Hal. 23-44.

Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

P3EI UII. 2008. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Rajawali Press.

Qardhawi, Yusuf. 1991. Fiqhus Zakat. Beirut: Muassasah Risalah.

Qutb, Sayyid. “al-ijtimaiyah fil Islam”, edisi ketujuh, Ahmad Baidowi (penerj) “Pendekatan Islam terhadap Keadilan Sosial”, Jurnal Unisia, No. 39/XXII/III/1999.

Sunggono, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafinfo Persada.

Widyawati. 2011. Filantropi Islam dan Kebijakan Negara Pasca Orde Baru: Studi tentang Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang-Undang-Undang Wakaf. Bandung: Penerbit Arsad Press.

Laporan tahunan BAZNAS Kabupaten Banyumas 2014.

Laporan tahunan LAZISMU Kabupaten Banyumas 2014.

Wawancara dengan Tungguh Kasiyanto Direkstur Pelaksana LAZISMU pada tanggal 17 Februari 2014 di Kantor LAZISMU Kabupaten Banyumas

(10)

184

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian pembaruan (update) nilai bobot beamforming adaptif pada sistem antena cerdas dengan menggunakan algoritma least mean

Lazismu Sumatera Barat adalah lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat dan kemanusiaan melalui pendayagunaan zakat, infak, shadaqah,

Hal ini dikarenakan hormon sitokinin yang disintesis oleh bagian akar ditrans-lokasikan pada bagian atas karena di-gunakan tanaman untuk pertumbuhan tunas (Gardner et

(2001) yang menganalisis perilaku penempatan order investor ( informed dan uninformed ) dalam menempatkan order di bursa Taiwan untuk menjelaskan peran masing-masing order

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi keteraturan waktu belajar siswa dirumah sedangkan data sekunder yang digunakan adalah prestasi belajar

Secara keseluruhan nisbah kelamin antara kerang darah jantan dan betina adalah 1,3:1 yang artinya pada selang kelas tersebut jumlah kerang darah jantan 1,3 kali

Karakter kunci yang bisa dijadikan acuan untuk mengidentifikasi Leucopitermes leucops yaitu bentuk kapsul kepala kasta prajurit yang berbentuk bulat sedikit persegi yang

Dengan berbagai banyak keuntungan atau kelebihan dari pengaplikasian pupuk berbahan dasar Azolla sebagai bahan organik tanah , maka pupuk tersebut dapat menjadi