• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESAKSIANKU ATAS AKSI BELA ISLAM 1410 41

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESAKSIANKU ATAS AKSI BELA ISLAM 1410 41"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KESAKSIANKU

(2)

KESAKSIANKU

ATAS AKSI BELA ISLAM 1410

Jakarta - Dari jam 10.00 WIB saya dan teman saya sudah berada di Mesjid Istiklal. Massa dari berbagai daerah mengalir ke mesjid terbesar di Indonesia itu. Bis-bis dari berbagai daerah yang membawa para pendemo yang kebanyakan santri dan masyarakat umum merengsek ke lingkungan parkir Istiklal yang berada di depan gereja katedral.

Waktu berjalan. Warga yang sebenarnya tak terorganisir itu memgalir terus ke Istiklal yang memang diumumkan sebagai start reli demo tersebut.

Kehadiran warga yang penuh antusias memang suatu hal yang menarik. Mereka hanya bersandar pada informasi dari mulut ke mulut, dari info media sosial seperti WA dan Facebook. Lalu apa yang membangkitkan puluhan ribu--sebagian ada yang memperkirakan ratusan ribu--massa tersebut untuk bergabung dengan massa tersebut?

(3)

Apa itu harga diri dan aqidah? Jangan tanya hal ini kepada para penganut liberalisme dan obsesi tentang suatu masyarakat sekular, mereka akan gagal memahami hal dan jalan pikiran tersebut. Sebab hal ini suatu hal fenomenologis. Tak akan dapat dipahami jika Anda tak menganut dan menghayatinya secara langsung.

Seorang nenek-nenek yang saya tanya langsung kenapa dia tergerak untuk unjuk rasa, dia jawab, ini soal agama. Saya boleh dikatakan orang tak baik. Tapi kalau agama saya dilecehkan, urusannya lain. Katanya dengan nada emosional.

Alam pikiran semacam inilah yang menggedor-gedor puluhan ribu kaum muslimin yang berdemo pada Jum'at yang bersahabat itu. Biar diketahui, cukup sekali panggilan untuk datang ke Jakarta untuk membela Islam, maka dari remaja hingga orang tua, perempuan laki-laki, kaya miskin, jawa, madura, minang hingga batak, arab, pribumi, habaib dan ulama, petani, buruh hingga pengusaha, lebur merata dalam barisan massa.

Yang ada hanya massa dan korlap yang berada di mobil komando. Ini...bukan festival-festivalan, karnaval-karnavalan yang happy-happy tanpa muatan emosional keagamaan dan harga diri. Ini adalah unjuk rasa dan unjuk kekuatan. "Saksikan, bila kami tersinggung dan Anda wahai Ahok melunjak terus di negeri kami, kami bisa bersatu untuk menindakmu. Lihatlah, kami semua dapat bersatu dan tertib. Kami tidak terlalu hirau dengan kotak-kotak sosial kami selama ini. Kami satu dalam satu urusan: hukum Ahok. Kami senang habib dan ulama memandu dan memimpin kami dalam unjuk rasa ini..bahkan siapa pun yang memimpin selaras dengan semangat kami, kami akan senang. Karena kami hanya butuh komando, semangat sudah meluap-luap. Tinggal tumpah saja."

(4)

Di balik situasi massa seperti itu, wartawan-wartawan yang dikenal sebagai penyokong Ahok dan konglomerat, nervous dan mengkerut. Wajah kecut dan sesal mencekam muka-muka sempit mereka. Kalau ingat kuda yang lagi nyengir, seperti itulah penampakan nyengir mereka.

Mereka terdesak secara moral. Apalagi tatkala Pangdam Jaya dan Kapola Metro Jaya ikut larut mengerjakan sholat ashr sebagai penutup unjuk rasa tersebut. Dalam hati mereka mungkin mengumpat kenapa Pangdam Jaya harus ikut bertakbir dan melaksanakan sholat dengan orang-orang penekan Ahok tuan mereka itu? Apapun jalan pikiran para pendukung Ahok itu, kemarin di Jum'at yang bersahabat dengan para demonstran paling dahsyat sejak era reformasi ini, Ahok dan pendukung kezaliman dan kekufurannya TELAH DIKALAHKAN. Dikalahkan secara moral. Sekarang situasi berbalik. Ahok berada sebagai TERTEKAN. Sebab, proses hukum akan merenggut kenyamanan yang dia nikmati seperti selama ini. Kini mereka para pendukung Ahok hanya bisa mengais-ngais kerikil opini yang dapat dilemparkan kepada kaum Muslimin yang telah berhasil menunjukkan solidaritas, persatuan dan kedaulatan mereka. Tapi tentu kerikil semacam itu tak ada pentingnya lagi. Rasa berdaulat dan mampu untuk bergerak sudah melekat di hati kaum Muslimin. Dan itulah esensi kemenangan yang diberikan oleh Jum'at yang berkah kemarin. (sed)

KESAKSIANKU

ATAS AKSI BELA ISLAM 411

(5)

Ahok diperiksa Bareskrim Mabes Polri sebelum 4 November 2016, tentu demo 411 itu tidak terjadi. Tuhan punya takdirnya sendiri. Alhasil jutaan kaum muslimin datang berbondong-bondong dari penjuru tanah air ikut turun di ibukota menyahut seruan pata ulama dan habaib.

Satu di antara yang menyambut seruan para ulama untuk turun ke jalan di 4 November itu adalah aku. Beberapa hari sebelum hari H, segala sesuatunya sudah kupersiapkan. Sebab aku berencana menginap di Mesjid Istiklal agar saat demo digulirkan para ulama, aku tak kesulitan mencari posisi ambil bagian.

Peralatan mandi, sarung dan jaket telah aku siapkan. Air mineral sudah kubeli di Indomaret. Biaya buat keluarga yang kutinggalkan selama dua hari saat mengikuti demo aku serahkan. Aku pun pergi dengan hati ikhlas, tenang dan penuh.

Malam tanggal 3 November itu aku bersama sahabatku dan seorang adiknya berangkat selepas Isya. Dari rumah kami naik ojek uber menuju stasiun kereta Bekasi. Tidak berapa lama kami sudah di dalam kereta menuju stasiun Juanda, depan Istiklal.

Rupanya di dalam kereta warga seperti saya yang ikut demo besok harinya telah mengisi gerbong-gerbong kereta. Rata-rata anak muda dengan identitas muslim yang kentara. Berjenggot dan pakaian takwa dibalut jaket. Dapat kupastikan mereka adalah pendemo Ahok besok siang hari.

Kereta tiba di stasiun Jatinegara. Aku berpindah kereta ke peron tiga yang akan berangkat menuju stasiun kota. Sampai akhirnya di stasiun Juanda, rombongan pendemo semakin ramai saja. Aku lihat ada di antara rombongan yang rata-rata pemuda itu mengenakan ikat kepala dengan tulisan HASMI. Ya..itu adalah ormas dari Bogor.

(6)

Suasana masjid istiklal rupanya sudah mulai ramai di malam sekitar pukul 22.00 WIB itu. Kami terus masuk ke dalam mesjid. Konsumsi tengah dibagi-bagikan di bawah tangga sebelah utara berhadapan dengan gereja Katedral.

Namun di dalam suasana ternyata masih lengang. Warga banyak yang bergeletakan tidur di serambi istiklal, baik di koridor-koridornya maupun di lapangan bagian dalamnya. Sebagian aku lihat berasal dari Jawa Timur dengan logat Jawa Timurannya. Sebagian lagi dari Sumatera Utara, Aceh, Banten, Pekanbaru dan tentu saja Jawa Barat.

Orasi-orasi bergelegar di halaman dekat tangga di depan gereja Katedral. Mengutuk Ahok merupalan isi utama orasi itu.

Malam terus beranjak menuju dini hari. Aku tak bisa tidur dengan kerasnya suara-suara orasi itu. Takbir bertalu-talu. Suara orang berisik di mana-mana.

Saya pun turun sekedar mencari hiburan dengan melihat kegiatan orasi itu. Aku dapati sekelompok wartawan merekam adegan orasi itu dengan khusuk bagaikan sudah diatur laksana skenario. Aku curiga wartawan TV tersebut tengah mengambil suatu adegan yang mungkin untuk bahan yang dapat mereka eksploitasi di dalam menyudutkan demo. Isi orasinya memang tidak simpatik. Banyak terungkap bahasa kekerasan.

Maka setelah aksi rekam itu selesai, dan si orator itu juga pergi, si kameramen itu aku datangi. Aku ingatkan dia agar tidak mengekploitir untuk urusan menyudutkan. Dia ketakutan saat kugertak. Mungkin dia merasa bahwa lembaganya memang dikenal tidak apresiate dengan demo umat Islam ini. Dia berjanji tidak melakukan itu.

(7)

Hingga subuh menjelang, bagian dalam istiklal telah mulai padat. Orang-orang bersial untuk sholat subuh. Namun sebagian terlelap tergeletak. Azan berkumandang. Orang berduyun-duyun membentuk shaf.

Aku mengambil tempat di lantai dua bersama adik sahabatku itu. Dari lantai dua, kulihat jamaah subuh sudah memenuhi ruangan utama mesjid istiklal.

Satu hal yang cukup menggangu adalah fasilitas air dan listrik untuk mencharge hp. Soal listrik, orang berebut mencari tempat-tempar tersedianya penchargeran hp. Akibatnya seperti aku alami, beberapa jam aku terpaksa lepas dari kontak luar. Hp mati kehabisan batere.

Demikian juga fasilitas air di Istiklal. Dengan membludaknya massa, beberapa jam air untuk wudu dan toilet mati. Akibatnya orang beramai-ramai menggunakan stok air mineral untuk aktivitas toilet dan wudu. Jika kuingat hal itu, betapa tersiksanya. Padahal waktu jum'atan sudah mendekati sejam lagi. Untungnya air kembali mengalir. Disebut-sebut itu adalah mustahil jika bukan sabotase aliran air. Ternyata hal semacam itu dua kali terjadi: pra demo dan pasca demo pada malam hari di depan istana saat para pendemo kembali ke pangkalan mereka di Istiklal. Sebelum melanjutkan demo dan rencana menginap di DPR, malam iti di Istiklal air lagi-lagi mati. Terkutuklah mereka yang menyiksa para mujahid yang membela agama itu. Nasaruddin Umar sebagai Imam Besar Istiklal harus dimintai pertanggungjawabannya terkait insiden matinya aliran air tersebut. Sebab orang tersebut terkesan tidak memiliki simpati terhadap para pendemo dan tuntutannya untuk membela martabat Islam.

Tatkala sholat jum'at ditunaikan, seluruh ruang yang tersedia di Istiklal telah penuh dan bagaikan siap meledak. Sholat jum'at ditunaikan dengan khusuk.

(8)

semangat jamaah, siap untuk turun berjihad. Mati pun sudah rela demi membela martabat agama yang telah dihina oleh kelakuan dan perkataan Ahok yang bukan Muslim itu.

Tetapi dengan rapi, barisan demo satu per satu berparade dari ujung pintu dekat stasiun juanda menuju keluar pintu istiklal depan katedral. Dengan demikian peserta demo dari beragam lembaga dan perwakilan dapat diinspeksi.

Parade itu rapi teratur. Di atas mereka helikopter tentara meraung-raung mengawasi. Wajah-wajah ikhlas dan ceria menghiasi para pendemo. Panji-panji mereka berkibar-kibar. Dari majlis-majlis taklim hingga santri-santri mengali siap keluar kompleks istiklal menuju istana.

Rupanya sebagian massa sudah ada yang memotong jalan dari depan juanda menuju istana. Tentu saja hal itu tak bisa dicegah mengingat lautan massa dari beragam satuan aksi.

Aku ikut keluar dari pintu istiklal depan gereja katedral. Kudapati peserta aksi dari kelompok muslim Papua. Mereka memainkan perkusi menambah semangat demonstrasi. Rapatnya barisan bikin jalan kesusahan. Berdesak-desakan. Sampai akhirnya tiba di depan lapangan banteng menempuh waktu dari istiklal hampir sejam lebih akibat padatnya manusia.

Di lapangan banteng suasana sudah lebih longgar. Aku dan sahabatku memilih jalan menuju pejambon memotong rute jalan perwira depan pertamina yang tetap padat dengan manusia. Tiba di depan stasiun gambir, massa tersendat oleh muara dari jalan ke istana yang ditutup aparat. Lagi-lagi massa disiksa oleh macetnya aliran massa di jalan.

(9)

Demikian juga di depan istana. Massa-massa tersebut jelas tidak saja berasal dari pangkalan di Istiklal, namun mengalir dari berbagai jalur dan sisi.

Aku termasuk yang mengalir dari pintu stasiun depan kostrad menuju pintu keluar di Kedutaan Besar Amerika. Akhirnya kami berhasil keluar dari lingkungan stasiun gambir tersebut.

Beberapa saat istirahat dan bertemu dengan teman kami dari Malang yang sedang bergabung dalam lautan massa. Kami minum kopi sejenak menghilangkan pegal-pegal akibat jalan yang cukup jauh.

Kemudian kami berpisah dan masing-masing melanjutkan demo. Kami berjalan menuju Balaikota dan terus ke patung kuda. Di sana massa membludak sekalipun sebagian sudah banyak yang mundur untuk pulang. Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB.

Kami berusaha menerobos kepadatan massa. Orasi demi orasi dari berbagai mobil komando sepanjang jalan menuju istana kami lewati. Kami juga mendapati ibu-ibu dokter yang siap sedia membantu. Demikian juga para penyedia konsumsi bertebaran di sepanjang jalan depan Indosat menuju istana.

Sampai akhirnya kami tiba di depan kementerian PDT. Maghrib sudah menjelang. Aku antri ke toilet pos satpam kementerian itu di depan jalan abdul muis.

Di luar dugaan, teman kami yang berpisah di stasiun gambir ketemu lagi. Berbincang sejenak sambil menunggu magrib. Azwar teman kami juga telah datang bergabung sebelumnya. Dia habis memimpin barisan HMI yang turut berdemo.

Malam bergerak. Seusai sholat maghrib, kami makan di depan kantor walikota jakarta pusat. Setelah itu menuju istana lewat jalan abdul muis.

(10)

dengan harap-harap cemas. Kulihat polisinya sudah sangat tegang dan siap untuk memukul mundur. Massa pendemo sendiri tidak kalah siapnya. Mereka seolah sudah siap menjemput syahid malam itu.

Beberapa lama berselang hiruk-pikuk saling dorong terdengar di bagian massa depan Kemenkokesra dan depan monas. Takbir bertalu-talu, teriakan seolah tidak terputus.

Mobil kanon polisi sudah mulai mondar mandir mengancam. Duaaarrr!!! Bunyi petasan menyerbu langit. Kembang api terlihat indah sekali. Aku menyangka itu hanya kembang api yang dinyalakan oleh massa demonstran untuk merawat semangat jihad mereka.

Tak dinyana, kembang api itu kini menuju kami di pangkal jalan harmoni. Satu per satu meledak di depan mata. Baru sadar itu bukan kembang api, tapi peluru gas air mata. Aduh...masing-masing menyelamatkan diri. Kawan sudah bercerai-berai. Aku lari.menuju gedung PPI. Kejaran peluru gas air mata makin ganas menuju kami yang berlarian. Duarr...duarr..satu per satu meledak di depan mata. Aku sudah panik hawatir peluru gas air mata itu mengenai badanku.

Tiba di pagar pintu Gedung PPI, satpamnya menghalangi kami. Kami terus terjang dan pagar itu pun tersibak hingga kami dapat masuk leluasa. Seorang tergeletak matanya tidak bisa melihat terkena gas air mata. Aku sendiri sekalipun kena gas, masih bisa melihat jalan dengan remang-remang. Aku mengangkatnya dan menolongnya berjalan hingga di parkir basement. Dia sudah normal dan bisa berjalan.

(11)

Terakhir mendengar massa bergerak ke DPR pada jam tengah malam itu, kami kembali menuju DPR untuk memastikan teman-teman yang ikut bermalam di DPR. Rupanya keadaan di jalanan depan DPR tidak seseram yang aku bayangkan. Berarti teman-temanku yang bertahan di DPR itu tidak perlu dicemaskan.

Beberapa saat di DPR, kami memutuskan pergi meninggalkan DPR sekitar jam satu malam.

Kabar selanjutnya kudengar di DPR massa kembali bentrok dengan polisi. Tapi tidak separah di depan istana. Habib Rizieq penanggung jawab massa menghimbau massa agar kembali saja dan mereka diangkut oleh bis-bis yang disediakan oleh pimpinan DPR.

Adapun tuntutan agar Ahok diperiksa akan dikawal pimpinan DPR seperti yang dijanjikan oleh Zulkipli Hasan tatkala berunding dengan Habib Rizieq Syihab. (sed)

KESAKSIANKU

ATAS AKSI BELA ISLAM 212

Jakarta - Dari mana harus kutulis kesaksian ini, kiranya amat menyulitkan. Bukan karena aku tidak dapat menyelamkan diri pada peristiwa maha besar itu.

Memanglah kesaksian tentang aksi umat Islam 212 ini telah banyak ditulis orang. Beragam pandangan dan perasaan yang menyelimuti, telah pun dituangkan orang dalam beragam diari.

(12)

perasaan kecewa dan geram di hati umat Islam. Betapa tidak, umat Islam demikian diremehkan oleh seorang Ahok yang takdir fisik dan agamanya berbeda dengan mayoritas orang Indonesia, namun sanggup bersikap remeh dan sepele terhadap umat Islam. Apa pasal? Karena dia punya kuasa dan waktu itu keberuntungan ada padanya dimana penguasa uang, meja kuasa dan senjata berpihak padanya. Tapi itu dulu sebelum aksi massa menemukan kekuatannya seperti sekarang ini.

Sekarang bila dia masih bersikap arogan dan menyepelakan umat Islam, maka bisa-bisa tamatlah riwayatnya. Sebab apa? Sekarang suasana batin masyarakat demikian euforia dan berlomba untuk menjadi paling berani. Hal itu sama sekali tidak terbayangkan saat aksi 1410 digulirkan.

Aksi umat Islam 212 memanglah hebat. Hebat dari segi spirit, akhlak maupun capaian massa. Bayangkan dari kawasan Pasar Senen, Bundaran Tugu Tani, Stasiun Gambir, Istiklal, sepanjang jalan dari Gambir menuju patung kuda, seluruh area monas yang disediakan, lalu jalan Thamrin, jalan menuju Tugu Tani dari Thamrin, penuh sesak dengan manusia yang hendak mengunjukkan perasaannya.

Unjuk rasa ini dibalut dengan sholat jum'at yang khusuk. Ini bukan sekedar unjuk rasa. Tapi persembahan cinta dan pengabdian kepada Yang di Langit. Doa-doa dikumandangkan. Langit seolah bergetar. Hujan bercucuran membasahi badan dan perasaan para pengunjuk rasa.

(13)

Nggak bisa. Sebab peristiwa berada di dalam pelukan Habib Rizieq Syihab, pemimpin besar pembebas mental terkancing umat Islam selama ini. Begitu habis unjuk rasa dan jum'atan itu, manusia-manusia yang berpapasan denganku seolah baru saja merdeka. Merdeka dari kungkungan mental terkancing seperti yang sudah lama mereka idap. Kini mereka bebas. Tiada lagi rasa takut. Tiada lagi rasa minder. Tiada lagi rasa kecut. Semua plong bebas dan hanya takut sama Yang Maha Kuasa.

Karunia dari mana itu? Itulah karunia Allah yang dilimpahkan melalui usaha tiga putaran demonstrasi.

Sebetulnya hampir saja aksi 212 itu kehilangan spiritnya bila tidak muncul secara tidak terduga reaksi longmarch dari kyai dan santri Ciamis.

Semula rencana aksi 212 itu telah mengendur secara spirit. Tadinya aksi 212 akan digelar dari Semanggi hingga Istana. Namun atas tekanan penguasa dan teror mental yang dihadapi para ulama yang bernaung di Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, mereka harus berkompromi dengan kehendak penguasa. Ditambah lagi, Ketua MUI sendiri sebagai pemilik fatwa yang merupakan objek yang dikawal itu, melemah setelah ditemui Kapolri. Akhirnya dibatalkanlah rencana semula dengan nama Jum'at Kubro di Semanggi (Sudirman) - Istana (Thamrin) menjadi hanya dipusatkan di Monas saja. Tak ada lagi unjuk rasa. Cuma zikir dan istighosah semata. Jadilah kesannya sekedar pindah jum'atan saja. Hilanglah aroma heroisme dan patriotiknya seperti yang melekat pada aksi massa 1410 dan 411 sebelumnya.

Apa jadinya? Lesulah perasaan setiap umat Islam yang menanti aksi lanjutan 411 itu.

Di tengah suasana lesu dan tekanan yang bertubi-tubi dari penguasa tersebut, uniknya hal ini tidak mematikan daya cipta dan semangat perlawanan umat.

(14)

lagi ini? Ini benar-benar baru dalam arsip ingatan gerakan massa umat Islam. Oh rupanya rush money itu semacam aksi tarik duit dari bank-bank tertentu secara serentak beramai-ramai sebagai bentuk pesan perlawanan yang tiada kendor dari umat Islam. Alhasil hal itu yang tadinya cuma isu menjadi kenyataan hingga menyusahkan penguasa. Maka terbitlah ancaman dari penguasa dan seorang guru SMK yang mengajak aksi rush money itu ditahan oleh penguasa. Tetapi aksi rush money itu tak bisa dihentikan. Bank-bank yang dipandang sebagai pilar kekuatan Ahok, kelabakan dan pura-pura tenang terhadap aksi rush money tersebut.

Dalam situasi seperti itu, spirit berpindah langsung ke bawah. Spirit tidak lagi berada di tangan Habib dan GNPF. Apalagi yang jadi Khatib direncanakan sesuai kehendak penguasa bukan lagi Habib Rizieq namun dilimpahkan kepada KH. Ma'ruf Amin. Jelas kesan yang ada ialah acara 212 itu sudah kehilangan tajinya.

Saat situasi semacam itu, dan hari menuju 212 makin dekat, berita-berita penggembosan dan penggagalan acara terus berseliweran. Di antaranya terjadilah penghadangan rombongan santri dari Ciamis oleh polisi.

Inilah titik mula yang mengubah spirit 212 yang tadinya lesu, bangkit menjadi megah dan patriotik.

Tak terima digagalkan oleh polisi, rombongan santri itu putar otak. Reaksi ini benar-benar di luar nalar polisi. Para santri dan kyai itu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tiba-tiba kabar heroik ini gempar ke seluruh dunia.

(15)

Aku sendiri sudah sempat mengangkat tulisan bahwa Aksi Bela Islam III pada 2 Desember sudah gagal secara moral dikarenakan bertukar menjadi kegiatan istighasah. Namun sekaranh hal itu aku ralat sejak Aksi Lonhmarch yang dilancarkan para santri dan kyai dari Ciamis.

1 Desember akhirnya mereka tiba di Mesjid At Tin, Taman Mini. Aku langsung ke sana. Berjumpalah aku dengan santri-santri hebat dan tangguh itu. Mereka bercerita, setiba di Bandung dari Ciamis, mereka pun menuju Jakarta. Namun atas kebaikan Gubernur Aher, mereka tak dapat menolak lagi untuk tidak naik bis yang sudah disediakan. Padahal sebenarnya jika mereka terus longmarch menuju Jakarta, tentu ceritanya akan lain.

Begitupun, mereka telah membangkitkan rombongan-rombongan longmarch menuju Jakarta dari berbagai penjuru. Seperti yang kucatat, rombongan dari Cianjur kemudian membalas aksi longmarch juga. Rombongan dari Bogor juga longmarch menuju Jakarta. Rombongan dari Depok juga melancarkan longmarch. Akibatnya pola Ciamis menjadi tren seketika. Rakyat di jalan-jalan berduyun-duyun menyiapkan makanan dan minuman. Itulah sebabnya, makanan dan minuman melimpah sepanjang jalan, terutama jalan-jalan dekat Monas.

Malam 1 Desember itu aku pun menginap di Mesjid At Tin sebagai ikut simpati dengan kepeloporan dan pengorbanan para santri dari Ciamis itu. Waah...lagi-lagi makanan melimpah ruah. Mulai dari buah pir, jeruk hingga salak. Nasi dan lauk dalam kotak plastik juga tersedia banyak sekali.

(16)

Subuh pun datang. Hari tanggal 2 Desember 2016. Rombongan santri dari Ciamis itu bergelombang berangkat meninggalkan mesjid At Tin menuju Monas. Sebagian dari kami masih terlelap kelelahan.

Setelah sholat subuh aku dan kawan-kawan pergi menuju Monas dengan mobil kijang Inova. Sepanjang jalan dari Pasar Minggu menuju Menteng tersendat macet akibat masyarakat yang mengalir menuju Monas. Banyak yang berjalan kaki. Mereka memanfaatkan sepanjang jalan itu dengan aksi demonstrasi dan menyuarkan aspirasinya.

Mereka mengenakan baju putih-putih lengkap dengan panji-panjinya. Sampai di bilangan Menteng, suasana makin ramai saja. Di Gondangdia di depan Kantor Partainya Surya Paloh, orang-orang sudah berjejer sepanjang jalan. Hiruk pikuk di sana sini. Kami berusaha melewati kerumunan massa sampai akhirnya berhasil tiba parkir tidak jauh dari Mesjid Cut Mutia. Di lokasi itu, ramainya pun sudah terlihat.

Sebuah mobil komando berjalan mengiringi masyarakat pendemo. Kami menggabungkan diri pada rombongan tersebut. Kami melewati gedung juang, kantor Muhammadiyah, GPII hingga bertemu arus massa di depan tugu tani. Di situ kulihat kaum buruh sedang beraksi. Tidak ada pilihan selain menembus massa yang padat itu menuju stasiun Gambir.

Rupanya massa dari arah kantor DPRD menyesak ke arah tugu tani. Bertemulah dua arus besar massa. Kami terhimpit. Akibatnya kami mengurungkan perjalanan menuju Gambir beralih menuju Monas lewat jalan depan MNC.

Kami terus berjalan. Sampai bertemu pertigaan menuju Wisma Antara. Sepajang jalan itu banyak sekali makanan yang dihadiahkan untuk peserta aksi. Saya sendiri sampai tak berminat melihat banyaknya minuman dan makanan itu.

(17)

pinggir jalan. Lalu melanjutkan perjalanan hingga di depan persis Wisma Antara.

Kami terhenti di situ. Sebab waktu tinggal sejam lagi untuk sholat jum'at. Aku mengambil wudu dengan air aqua botol. Demikian juga teman-temanku.

Kami membentangkan sajadah di samping jamaah yang sudah lebih dulu mengambil posisi.

Pada mulanya gerimis. Kemudian hujan turun. Kemudian berhenti. Dalam kumandang doa-doa yang dipanjatkan, akhirnya hujan itu makin deras saja. Basahlah seluruh badan. Sajadah di atas aspal pun basah kuyup.

Kemudian azan berkumandang. Lalu khutbah dari Habib Rizieq sepertinya menampar-nampar para pejabat yang hadir di area itu. Aku sendiri kurang begitu jelas mendengar apa sebetulnya isi khutbah Habib paling berpengaruh tersebut. Sebab, sound system yang tersedia tidak begitu terang mengumandangkan suara Habib tersebut.

Khutbah yang panjang dan sangat keras. Kemudian sholat jum'at pun ditunaikan. Hujan terus mengucur dari langit. Badan basah kuyup. Tapi anehnya tak satu orang pun yang mundur mencari tempat berteduh. Semua melanjutkan sholat dengan khusuk. Seolah menjadi sholat taubat bagi setiap jamaah, dari perempuan hingga laki-laki.

Uniknya lagi, sholat jum'at itu dirangkai dengan qunut nazilah dengan untaian doa yang sangat panjang. Anehnya semua orang khusuk menadahkan tangan ke langit. Benar-benar mencengangkan.

(18)

dalam lingkungan Monas mulai keluar bergelombang. Kulihat Habib, Munarman dan Ustadz-ustadz lainnya di atas mobil komando. Mereka meneriakkan segala tuntutan.

Kami menunggu hingga gelombang massa itu semuanya keluar dari dalam area Monas. Kami pun masuk dengan maksud menuju kitaran Gambir. Namun akhirnya kami pergi berjalan menuju pulang. Kami terus melintas hingga tiba di stasiun Gondangdia. Kami tersendat. Rupanya massa yang hendak pulang dengan Kereta Api demikian padatnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan jadwal pembuktian kualifikasi sesuai dengan yang tercantum pada website www.lpse.langsakota.go.id untuk Pekerjaan Jasa konsultasi Inventarisasi Data Perikanan

ƒ Berdasar hasil karakterisasi katalis metode XPS ternyata konsisten dengan hasil kinerja katalitiknya, sehingga sangat kuat diduga bahwa inti aktif katalis untuk

Alokasi Waktu : Hasil ujian dikumpulkan pada saat UTS berlangsung dalam bentuk Hardcopy/ Print out. Soal

Untuk hipotesis ketiga yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja usaha dari pengusaha opak daerah penelitian dapat

Serta alm kakek dan almh nenek dari ibu yang telah tiada, maaf tidak bisa membuat kalian merasakan kebanggaan dari cucu kalian, terima kasih untuk beliau yang semasa

Pengaruh Model Inkuiri Ilmiah Dan Inkuiri Terbimbing Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa SMP Pada Materi Kalor Dalam Kehidupan..

Gabungan dari berbagai instrumen investasi disebut portofolio.Hampir semua orang mempunyai portofolio investasi, baik yang terbentuk tanpa disengaja atau memang

Selama dalang memainkan tokoh wayang satu persatu dalam adegan kundur kedhaton iringan garap tetap dengan iringan Ladrang puspita panca warna laras pelog pathet nem yang dimulai