• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BALAI DIKLAT KEAGAMAAN (URGENSI DAN STRATEGI) Oleh: Dr. Soleh Suaedy, MM. Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BALAI DIKLAT KEAGAMAAN (URGENSI DAN STRATEGI) Oleh: Dr. Soleh Suaedy, MM. Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BALAI DIKLAT KEAGAMAAN (URGENSI DAN STRATEGI)

Oleh:

Dr. Soleh Suaedy, MM.

Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya

Abstract

The quality and competence of human resources will determine the progress and performance of organizations, both public organizations, companies, including government agencies. --although organization system has been formulated well--, but if it is not supported by reliable and professional human resources, then the organization system will not run properly. This is because the human resources are "driving force" and "major element" of the organization as compared to other elements such as capital, technology, and money. Therefore, the development of human resources through education and training are extremely vital (very urgent). Balai Diklat Keagamaan is one of the institutions in Kementerian Agama which specifically deal with and manage the human resources development activities of education and training. This is corroborated by the KMA RI No.1 Th.2003 which states that Balai Diklat Keagamaan is one of the units in Kementerian Agama that implementing training and education based in the Region. The institutions of training and education that located in the Center are Pusdiklat Tenaga Administrasi, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, and Badan Litbang dan Diklat Keagamaan. The key task of that institutions are conducting training and education of human resource development in Kementerian Agama at least 40 (forty) hours of lessons with the duration of each hour lesson (45 minutes) or approximately 4 days minimum. Less than 40 hours of lessons can be implemented by other institutions. Some of the development strategic that can be done by Balai Diklat Keagamaan in order to develop human resources in Kementerian Agama are developing academic culture, certification and accreditation of training and education institutions, improvement and development of the training curriculum and syllabus, improving coordination and consolidation in internal organization and external networking, improving the professionality of lecturers , improving the welfare of lecturers and staffs training and education, recruitment and selection system of training are transparent, accurating of training monitoring and evaluation system, accountable reporting of education and training system, and financing training adequately.

Keywords : human resource development, training, education, urgen, development strategic, Balai Diklat Keagamaan.

(2)

PENGANTAR

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000–2004 menyebutkan bahwa salah satu program nasional adalah pembangunan di bidang agama.

Sebagaimana diketahui agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional. Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat, serta menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu pembangunan agama perlu mendapat perhatian yang besar, baik yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan agama, pembinaan pendidikan agama, pelayanan kehidupan beragama serta kerukunan umat beragama. Dengan demikian Kementerian Agama memiliki peran yang dominan, disamping peranan dari tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat dan individu dalam masyarakat itu sendiri.

Memperhatikan hal tersebut, maka pembinaan aparatur Kementerian Agama perlu terus dilakukan secara sistematik, terencana dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan, beban tugas organisasi, perkembangan masyarakat yang dilayani serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar mereka memiliki keunggulan kompetitif dan profesional serta memiliki moralitas yang tinggi, sehingga mereka mampu memberikan pelayanan dan pembinaan kepada masyarakat secara intensif dan optimal. Untuk merealisasikan hal tersebut.

Untuk merealisasikan hal tersebut, maka dibentuklah lembaga diklat di lingkungan Departemen Agama (sekarang bernama Kementerian Agama) yakni Pusdiklat Pegawai Kementerian Agama (waktu itu bernama Pusdiklat Pegawai Teknis Keagamaan) dan 12 Balai Diklat Keagamaan (waktu itu bernama Balai Diklat Pegawai Teknis Keagamaan) di seluruh Indonesia sebagai unit pelaksana teknis kediklatan di lingkungan Kementerian Agama. Hal itu dikuatkan dengan turunnya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1981.

BALAI DIKLAT KEAGAMAAN SEBAGAI LEMBAGA DIKLAT

Di muka telah disebutkan bahwa Balai Diklat Keagamaan merupakan unit pelaksana teknis kediklatan Kementerian Agama yang berkedudukan di daerah, sedang instansi kediklatan yang berada di Pusat adalah Pusdiklat Tenaga Administrasi, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Keagamaan. LAN (Lembaga Administrasi Negara) RI merupakan Instansi Pembina Diklat yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan koordinasi dan penyelenggaraan diklat. Kemudian BKN (Badan Kepegawaian Negara) sebagai Instansi Pengendali Diklat secara fungsional

(3)

bertanggung jawab atas pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan serta pengendalian pemanfaatan lulusan diklat. Balai Diklat Kementerian Agama yang lain berada di Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makasar, Banjarmasin, Manado dan Ambon ditambah baru berdiri Balai Diklat Keagamaan Aceh (jadi sekarang berjumlah 13 Balai Diklat Keagamaan seluruh Indonesia).

Lembaga Diklat Kementerian Agama ke depan, khususnya Balai Diklat Keagamaan hendaknya mampu menunjukkan profesionalisme dalam penyelenggaraan diklat sehingga mampu menghasilkan output dan outcome yang benar-benar memiliki manfaat baik peningkatan kinerja, perbaikan sistem organisasi dan manajemen, maupun memiliki kemampuan dalam menentukan strategi kegiatan yang mampu membawa perubahan positif pada masyarakat dan negara pada umumnya.

Selanjutnya, dengan perkembangan zaman dan tuntutan situasi dan kondisi masyarakat, maka perlu paradigma baru dalam kediklatan yang mencakup sistem dan strategi yang mampu menjawab berbagai perubahan situasi dan kondisi, terutama beriringan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan global yang semakin ketat. Untuk merealisasikan hal itu, dilounchinglah Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 (yang sering disingkat KMA RI No.1 Th.2003) tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama.

Di dalam KMA tersebut menyebutkan bahwa “Pendidikan dan Pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kompetensi pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Agama yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) jam pelajaran (JP) dengan durasi tiap jam pelajaran 45 menit”. Dengan demikian, berdasarkan KMA tersebut dapat dipahami bahwa tugas pokok lembaga diklat keagamaan, baik itu Balai Diklat Keagamaan maupun Pusdiklat Tenaga Administrasi, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan serta Badan Litbang dan Diklat Keagamaan adalah menyelenggarakan kegiatan kediklatan dan pengembangan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Agama yang berdurasi 40 jam pelajaran atau kurang lebih 4 hari minimal. Kurang dari 40 jam pelajaran bisa dilaksanakan oleh lembaga Kementerian Agama yang lain.

Pelaksanaan diklat tersebut bisa dilakukan secara klasikal (dalam kelas) atau non klasikal dengan mengikuti petunjuk dan pedoman yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Diklat Non Klasikal dapat dilakukan di alam terbuka, Diklat di Tempat Kerja (DDTK), Diklat Jarak Jauh (DJJ) maupun Penugasan. Jumlah peserta Diklat Klasikal ditentukan antara 30 s.d 40 orang, sedang jumlah peserta Diklat Non Klasikal disesuaikan dengan kebutuhan. Tujuan diklat secara umum adalah untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap mental dan kepribadian pegawai agar dapat

(4)

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya. Secara khusus setiap jenis diklat mempunyai tujuan masing-masing, misalnya tujuan Diklat Pimpinan Tingkat IV disamping mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental juga mengembangkan wawasan dan jiwa kepemimpinan. Demikian pula halnya dengan Diklat Guru, Diklat Pengawas, Diklat Penyuluh, dan lain-lain.

KONDISI LINGKUNGAN STRATEJIK DAN BEBERAPA PERMASALAHAN Beberapa permasalahan yang menjadi isu stratejik pengembangan SDM Aparatur Kementerian Agama melalui pendidikan dan pelatihan pegawai adalah bahwa:

1. Pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan menjadi suatu keniscayaan/keharusan bagi lembaga diklat agama, baik Pusdiklat maupun Balai Diklat Keagamaan.

2. Program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dalam rangka peningkatan mutu unjuk kerja SDM Kementerian Agama dan ketersediaan tenaga yang handal dan memadai, baik pegawai, karyawan, pejabat, dan lain sebagainya karena hal itu sangat menentukan kemajuan dan kinerja Kementerian Agama.

3. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya selalu berkembang sesuai kebutuhan organisasi kerja dan masyarakat yang selalu berubah.

4. Program pendidikan dan pelatihan tersebut diselenggarakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap mental dan kepribadian pegawai agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan baik.

Selanjutnya berdasarkan isu stratejik tersebut, dalam rangka pembinaan SDM Aparatur Kementerian Agama yang diarahkan dalam pembangunan agama, tenaga pendidik dan kependidikan, maka beberapa permasalahan yang dihadapi Balai Diklat Keagamaan adalah perlunya:

1. Peningkatan profesionalime dalam penyelenggaraan diklat. 2. Pengembangan manajemen dan administrasi diklat.

3. Pengembangan organisasi dan lembaga diklat.

4. Peningkatan kualitas program orientasi dan pelatihan bagi Calon PNS. 5. Peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan.

6. Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama melalui Diklat Penyuluh Agama.

7. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan melalui Diklat Guru dan Diklat Pengawas.

8. Peningkatan profesionalisme tenaga pengelola zakat, wakaf, infak, shodaqoh dan haji melalui Diklat Teknis Keagamaan.

(5)

9. Pembinaan keluarga sakinah untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika melalui Diklat KUA dan Diklat Kepenghuluan.

10. Pengembangan wawasan melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium, lokakarya, dan lain-lain.

11. Pemberdayaan alumni diklat dalam rangka peningkatan kinerja instansi dan karier pegawai serta pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan.

1. Kondisi Internal

Kondisi lingkungan internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi, dalam hal ini Balai Diklat Keagamaan diantaranya meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan struktur organisasi, efektifitas komunikasi unit kerja, sumber daya dan pemberdayaan, biaya operasional serta faktor lain yang mendukung kelangsungan hidup organisasi. Berdasarkan hasil survey terhadap 13 Balai Diklat Keagamaan seluruh Indonesia, secara deskriptif terdapat beberapa kekuatan yang dimiliki Balai Diklat Keagamaan yang perlu dipertahankan dan dikembangkan disamping kelemahan yang perlu dicarikan upaya perbaikan.

a. Kekuatan (Strengths)

Beberapa kekuatan yang dimiliki Balai Diklat Keagamaan yang merupakan modal dasar untuk pengembangan organisasi dalam rangka pencapaian visi, misi dan program diklat sekaligus urgensi keberadaan Balai Diklat Keagamaan di lingkungan Kementerian Agama diantaranya:

1) Landasan konstitusional (undang-undang) yang berkaitan dengan kediklatan di Kementerian Agama, yakni:

a) UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2, serta pasal 31.

b) UU Nomor 8 Tahun 1974 jo UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

c) PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

d) Keppres RI Nomor 34 Tahun 1972 tentang Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan jo Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1974 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972.

e) KMA RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama dan KMA Nomor 345 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan.

(6)

f) Instruksi Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pengalihan Perencanaan Program dan Anggaran serta Penyelenggaraan Diklat di Lingkungan Departemen Agama. 2) Landasan Operasional (manajemen dan administrasi) Balai Diklat

Keagamaan:

a) Motivasi kerja widyaiswara dan tenaga kediklatan yang tinggi dan potensial untuk dikembangkan.

b) Kepemilikan aset sarana dan prasarana baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras yang relatif memadai, walaupun masih perlu terus dikembangkan serta manajemen diklat yang akuntabel.

b. Kelemahan (Weaknesses)

Selain kekuatan, Balai Diklat Keagamaan masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu dikurangi bahkan dihilangkan, agar tidak menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan organisasi. Berbagai kelemahan tersebut meliputi aspek sebagai berikut:

1) Pendataan (database) alumni diklat yang masih kurang valid. 2) Belum optimalnya pemberdayaan alumni diklat.

3) Belum adanya evaluasi dan penelitian pasca diklat, sehingga belum diketahui seberapa jauh peningkatan kinerja dan prestasi alumni diklat pada tataran outcome dan benefitnya.

4) Masih minimnya alokasi anggaran untuk kegiatan diklat.

5) Pengembangan organisasi belum mantap dan struktur yang ada belum mencerminkan formasi yang diperlukan.

6) Peserta diklat yang dikirim terkadang kurang memiliki potensial awal yang bisa dikembangkan.

2. Kondisi Eksternal

Lingkungan eksternal Balai Diklat Keagamaan meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, politik serta berbagai fenomena lainnya di luar organisasi. Kondisi lingkungan eksternal dapat menjadi tantangan sekaligus juga bisa menjadi peluang. Bentuk tantangan dan peluang yang dihadapi Balai Diklat Keagamaan diantaranya sebagai berikut:

a. Tantangan (Treaths)

Perubahan pola pikir akibat globalisasi, disamping berakibat positif juga mengakibatkan dampak negatif terhadap tatanan kehidupan. Diantara dampak negatif yang dirasakan adalah rusaknya sistem nilai dan norma yang sudah lama dianut dan dipedomani, seperti orientasi hidup berdasarkan nilai-nilai tradisional, lemahnya

(7)

hubungan sosial berdasarkan cinta kasih, serta menurunnya kontrol sosial berdasarkan nilai agama dan adat istiadat.

Lebih jauh, era globalisasi juga merupakan era informasi. Dalam hal ini tantangan yang dihadapi oleh Balai Diklat Keagamaan sebagai lembaga akademik adalah tuntutan untuk melakukan pengkajian, pembentukan dan pengembangan SDM yang mampu mengatasi dampak negatif globalisasi informasi yang terjadi dewasa ini dan mendatang.

b. Peluang (Opportunities)

Untuk mewujudkan peran stratejik Balai Diklat Keagamaan, terdapat beberapa faktor baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan baru dan merupakan peluang untuk meningkatkan upaya pembangunan agama. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah perubahan struktur Kementerian Agama dengan digabungnya Badan Litbang dan Diklat Keagamaan, sehingga dapat memanfaatkan hasil penelitian litbang.

Modernisasi yang mengakibatkan meningkatnya kesadaran pendidikan, penghargaan yang tinggi terhadap iptek sebagai sarana pemecahan masalah dan orientasi hidup ke masa depan. Proses reformasi telah mendorong terjadinya demokratisasi dan transparansi serta terjadinya berbagai perubahan struktur kehidupan masyarakat.

Semangat kebersamaan dan kerjasama, fakta di lapangan bahwa semangat kebersamaan dan kerjasama semakin meningkat, walaupun persaingan tetap ada. Semangat ini adalah merupakan peluang yang perlu direspon dengan baik, efesien dan efektif. Kemampuan aparatur pemerintah yang memiliki kompetensi dalam mengelola potensi semangat kebersamaan dan kerjasama perlu terus diwujudkan sehingga potensi yang baik ini tidak mengalami penurunan.

Semangat pengembangan SDM, komitmen users/unit pengguna tentang pengembangan SDM sangat tinggi. Hal ini nampak pada acara workshop/rakon yang diadakan oleh Pusdiklat maupun Balai Diklat, mereka begitu antusias untuk membangun SDM dan mengembangkannya karena menyadari bahwa aparatur pemerintah adalah tulang punggung bangsa yang secara strategis memiliki peran yang sangat penting baik sebagai motivator, katalisator, dan inovator serta motor bagi pembangunan bangsa.

Dukungan users/unit pengguna/stakeholders yang relatif tinggi juga terutama dalam proses rekruitmen peserta, masukan-masukan, saran-saran untuk kemajuan kediklatan baik dari sisi organisasi, administrasi, maupun akademik bahkan masukan, saran teknis menyangkut pemilihan prioritas program kegiatan. Dukungan unit pengguna/ instansi terkait juga diberikan dalam proses kegiatan diklat

(8)

antara lain fasilitator, nara sumber juga kegiatan observasi lapangan, bahkan bantuan sarana prasarana lainnya.

BEBERAPA ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN

Ada beberapa alternatif strategi pengembangan Balai Diklat Keagamaan sebagai lembaga diklat, yakni:

1. Pengembangan Budaya Akademik

Balai Diklat Keagamaan perlu secara terus menerus menumbuh kembangkan “nilai-nilai dasar” untuk dijadikan pijakan, orientasi, persepsi, bersikap dan bertindak. Nilai-nilai dasar tersebut diantaranya meliputi kebersamaan, keterbukaan, profesionalisme, kedisiplinan, objektivitas, keahlian, kepiawaian kerja dan kemandirian.

Nilai dasar tersebut perlu terus dibudayakan sebagai referensi atau acuan tindakan bagi pegawai Balai Diklat Keagamaan sehingga budaya organisasi yang tumbuh dan berkembang akan bersifat terbuka, demokratis, kesejajaran, kemitraan, kebersamaan, keterikatan pada sistem, etika keilmuan atau objektivitas, kejujuran dan menjunjung tinggi profesionalisme.

Secara metodologis, landasan ”tradisi akademis” terdiri atas tiga hal, yaitu:

a. Keterikatan pada etika keilmuan dan integritas intelektual.

b. Keikutsertaan dalam konvensi akademis yang sistematis, rasional kritis, serta pengakuan terhadap keabsahan sebagai corak landasan teoritis dan metodologis dalam tradisi keilmuan.

c. Kepekaan terhadap masalah multidimensional kemasyarakatan yang aktual dan emergensif terutama untuk kepentingan kediklatan.

Untuk mengembangkan budaya akademik diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menghadirkan infrastruktur yang kondusif seperti perpustakaan, komputer dan dokumentasi.

b. Melaksanakan diskusi internal, diantaranya dalam perumusan TOR, strategi pembelajaran diklat, kurikulum, dan lain-lain.

c. Melakukan academic exercise untuk menerjemahkan gagasan teoritik ke dalam program diklat yang visible.

d. Menjalin kerjasama dengan ilmuwan, lembaga diklat lain dan perguruan tinggi.

e. Meningkatkan kesempatan pegawai untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah.

(9)

f. Membangun etos ilmiah dan semangat profesionalisme yang berorientasi kepada kualitas hasil dan pemanfaatan produk.

g. Membangun pola interaksi yang demokratis, terbuka, egaliterian dan profesional.

2. Akreditasi Dan Sertifikasi

Untuk menjamin standar mutu dan kelayakan bagi penyelenggaraan diklat, perlu dilakukan akreditasi terhadap lembaga diklat yang bersangkutan. Akreditasi Diklat tersebut merupakan penilaian dan pengakuan formal mengenai kelayakan suatu lembaga diklat. Akreditasi Diklat meliputi unsur kelembagaan, program, widyaiswara dan SDM penyelenggara.

Sertifikasi adalah pernyataan tertulis tentang kewenangan lembaga diklat untuk menyelenggaraan jenis dan jenjang diklat tertentu. Pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi diklat diatur dan dilaksanakan oleh Badan Litbang dan Diklat Keagamaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain Akreditasi, Balai Diklat Keagamaan juga perlu menerbitkan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) dan Piagam bagi para peserta diklat. Setiap peserta diklat yang telah selesai dan dinyatakan lulus dari suatu program diklat diberikan Surat Keterangan Diklat berupa STTPP, Sertifikat atau Piagam. Ketentuan tentang Surat Keterangan Diklat dan Kewenangan memberikan Surat Keterangan Diklat di lingkungan Kementerian Agama berada pada Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Perbaikan dan Pengembangan Kurikulum dan Silabus Diklat

Secara umum, kurikulum diklat di lingkungan Kementerian Agama disusun oleh Badan Litbang dan Diklat Keagamaan berdasarkan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, kompetensi jabatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, norma-norma kehidupan beragama, dan output diklat yang dikehendaki serta kebutuhan perkembangan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi,

Penyusunan dan pengembangan kurikulum diklat dilakukan dengan melibatkan pengguna lulusan, penyelenggara diklat, widyaiswara, peserta dan alumni diklat, tenaga ahli, dan unsur lain yang terkait. Penyusunan dan pengembangan kurikulum diklat tersebut dilakukan oleh Tim Kurikulum Diklat Kementerian Agama yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan.

Kurikulum Diklat Prajabatan dan Diklatpim ditetapkan oleh LAN (Lembaga Administrasi Negara) sebagai Instansi Pembina. Kurikulum Diklat Fungsional dan Diklat Teknis di lingkungan Kementerian Agama disusun oleh Tim Kurikulum Diklat Kementerian Agama. Tim Kurikulum

(10)

Kementerian Agama terdiri dari Badan Litbang dan Diklat Keagamaan dan Unit Teknis Terkait bersama dengan berbagai stakeholders diklat terkait (alumni, pengguna, tenaga perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga diklat), mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan BKN (Badan Kepegawaian Negara).

4. Peningkatan Koordinasi dan Konsolidasi Internal dan Lintas Sektoral Dalam rangka optimalisasi tugas dan fungsi Balai Diklat Keagamaan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan Badan Litbang dan Diklat Keagamaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upaya koordinasi dan kerjasama antar sub unit kerja di lingkungan Balai Diklat Keagamaan merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut sebagai langkah untuk menciptakan sinergi, integrasi dan harmonisasi, serta menghindari duplikasi dalam pelaksanaan program. Koordinasi dan kerjasama dilakukan berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing sub unit kerja di bawah pimpinan Kepala Balai Diklat Keagamaan.

Koordinasi yang dilakukan bersifat internal dan eksternal. Koordinasi internal dilakukan dengan sub-sub unit kerja di lingkungan Balai Diklat Keagamaan. Sedangkan koordinasi eksternal dilakukan dengan Kanwil Kementerian Agama dan unit kerja Kementerian Agama yang lain serta lembaga diklat di luar Kementerian Agama, seperti Diknas, Pemda, dan lain-lain. Kerjasama ini ditekankan pada antara lain:

a. Kesepakatan program kegiatan diklat yang menjadi kebutuhan unit pengguna/users.

b. Bantuan fasilitator/widyaiswara luar biasa dan aspek komponen diklat yang diperlukan.

c. Bantuan tenaga kediklatan bagi instansi yang memerlukan. d. Ide-ide inovasi penunjang program diklat.

5. Pembiayaan Diklat yang Memadai

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama (istilah Kementerian baru dimulai tahun 2009) pasal 24 menyebutkan bahwa pembiayaan diklat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber anggaran lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Komponen pembiayaan diklat tersebut secara umum meliputi penyusunan kebutuhan diklat, penyusunan disain dan program diklat, penyusunan kurikulum dan silabi, penyusunan bahan standar, penyusunan standar sarana dan prasarana, pengadaan sarana dan

(11)

prasarana, pembinaan, penyelenggaraan, pengendalian dan pemantauan serta evaluasi dan penilaian.

Perincian biaya untuk setiap komponen pembiayaan diklat disesuaikan dengan pedoman pembiayaan yang dikeluarkan oleh pemerintah (Kementerian Keuangan).

6. Peningkatan Profesionalisme Widyaiswara

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama menyebutkan bahwa Tenaga Kediklatan terdiri dari tenaga pengajar/widyaiswara dan penyelenggara diklat. Tenaga Pengajar dapat diambil dari tenaga fungsional widyaiswara, pejabat struktural ataupun tenaga profesional yang memiliki kompetensi terhadap bidang materi yang akan disampaikan.

Tenaga Kediklatan terdiri dari Widyaiswara, Widyaiswara Luar Biasa, Pengelola Lembaga Diklat, dan Tenaga Profesional Kediklatan. Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan atau melatih pegawai pada lembaga diklat pemerintah. Widyaiswara Luar Biasa adalah pejabat atau seseorang yang bukan widyaiswara dan bukan pengelola lembaga diklat pemerintah, tetapi karena keahliannya, kemampuan, atau kedudukannya, diikutsertakan dalam kegiatan diklat dan ditetapkan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan. Pengelola Lembaga Diklat adalah PNS yang bertugas mengelola program diklat pada Pusdiklat maupun Balai Diklat Keagamaan. Tenaga Profesional Kediklatan adalah para pakar atau praktisi di bidang tertentu baik dari lembaga pendidikan maupun lembaga swadaya masyarakat yang ditunjuk secara resmi oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan.

Penugasan tenaga kediklatan pada berbagai jenis dan jenjang diklat di lingkungan Kementerian Agama di tingkat pusat ditetapkan oleh Kepala Pusdiklat dan di daerah oleh Kepala Balai Diklat Keagamaan berdasarkan kebijakan teknis Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan diklat, maka pengembangan profesionalisme widyaiswara untuk meningkatkan produktifitas, penguasaan teori, metodologi dan substansi, keterampilan dan wawasan yang lebih luas perlu memperoleh perhatian yang lebih besar dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan, bidang kerja dan fungsi tugas masing-masing, serta tantangan dan kualifikasi yang harus dimiliki di masa depan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan profesionalisme widyaiswara diantaranya:

(12)

Pengadaan seleksi terhadap calon widyaiswara merupakan langkah awal rekruitmen tenaga terampil, berdedikasi tinggi, dan memiliki motivasi kerja sesuai dengan kapasitas dan tuntutan kebutuhan organisasi. Proses pengadaan dan seleksi dilakukan melalui deskripsi dan analisis jabatan, spesialisasi tenaga yang diperlukan, profil seseorang, strategi pengadaan, testing dan analisis kebutuhan organisasi.

b. Pendidikan dan Pelatihan bagi Widyaiswara (TOF)

Pendidikan dan pelatihan bagi Widyaiswara (TOF/Training Of Facilitator) dapat dilakukan melalui pendidikan degree jangka panjang dan non degree berupa pelatihan-pelatihan jangka pendek dalam bidang-bidang tertentu untuk meningkatkan keterampilan dan penguasaan teknik-teknik mutakhir sesuai dengan bidang yang menjadi prioritas dan spesialisasinya. Untuk itu Balai Diklat Keagamaan perlu menyusun program strategis yang secara spesifik ditujukan untuk mengikutsertakan widyaiswara pada program diklat serta pembinaan karier.

c. Pembinaan Karir Widyaiswara

Para widyaiswara dan pejabat serta pegawai calon widyaiswara yang dinilai memiliki kapasitas dan kualitas memadai berkewajiban melakukan pembinaan karier dalam rangka meningkatkan profesionalisme yang diproyeksikan dapat meningkatkan pencapaian karir pegawai. Pembinaan karir tersebut dilakukan secara intensif dan bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi, serta fasilitasi terhadap penyusunan Dupak dalam rangka kenaikan pangkat dan jabatan widyaiswara.

d. Pelibatan dalam kegiatan ilmiah

Widyaiswara juga perlu dilibatkan secara aktif dalam kegiatan ilmiah, seperti diskusi ilmiah, kajian ilmiah, bedah buku, studi banding, sharing pengalaman, seminar, workshop, lokakarya dan kajian bidang keahlian lainnya. Pelibatan dalam kegiatan ilmiah tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan profesionalisme yang berorientasi kepada spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh widyaiswara dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

7. Peningkatan Kesejahteraan Widyaiswara dan Tenaga Kediklatan Peningkatan kesejahteraan widyaiswara dan tenaga kediklatan, baik materi maupun non materi perlu mendapat perhatian dari seluruh aparat lembaga diklat yang diproyeksikan dapat menumbuhkan motivasi kerja, tanggung jawab, disiplin dan kebersamaan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Pemerataan kesejahteraan widyaiswara dan tenaga kediklatan dapat dicapai apabila ada perhatian dan inisiatif untuk

(13)

mengembangkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan dalam menyelesaikan tugas.

Kesejahteraan widyaiswara dan tenaga kediklatan juga dapat dikembangkan melalui penghargaan kepada widyaiswara dan tenaga kediklatan yang berprestasi dan berdedikasi tinggi, saling menghargai antar pegawai dan memiliki sikap menghargai pekerjaan. Untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan prinsip memanusiakan manusia yang diimplementasikan melalui pelibatan widyaiswara dan tenaga kediklatan secara merata dalam setiap kegiatan untuk memperoleh penghargaan sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang dipikulnya. 8. Sistem Perekrutan dan Seleksi Peserta Diklat

Peserta diklat adalah Pegawai Negeri Sipil/PNS (sekarang ASN/Aparatur Sipil Negara) Kementerian Agama, kecuali peserta Diklat Prajabatan, karena pada saat mengikuti diklat mereka masih berkedudukan sebagai Calon PNS. Peserta diklat tersebut ditentukan oleh pejabat yang berwenang yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan kebutuhan organisasi dan pengembangan karier pegawai, baik jabatan struktural, jabatan fungsional maupun dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai.

Menurut Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 pasal 17, secara umum beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebagai calon peserta diklat adalah:

a. Memilik akhlak dan moral yang baik b. Memiliki potensi untuk dikembangkan

c. Memiliki komitmen, dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi.

d. Memiliki kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya

e. Memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja

f. Memiliki prestasi baik dalam melaksanakan tugas g. Memiliki jasmani dan rohani yang sehat

Adapun persyaratan khusus bagi calon peserta diklat akan diatur dalam petunjuk pelaksanaan masing-masing jenis diklat. Untuk melaksanakan seleksi calon peserta diklat dibentuk Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi (TSPDI). TSPDI terdiri atas TSPDI Pusat yang unsur-unsurnya terdiri dari Sekjen, Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan, Kepala Pusdiklat dan Kepala Biro Kepegawaian, serta pejabat dari unit terkait dan diangkat oleh Menteri Agama.

(14)

9. Metode Diklat yang Bisa Diterapkan

Metode diklat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam menyelenggarakan pembelajaran diklat. Metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan diklat biasanya menerapkan cara pembelajaran orang dewasa (andragogy). Salah satu ciri khas metode pembelajaran andragogy adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, menyenangkan, dinamis dan fleksibel antara peserta diklat dengan widyaiswara, dimana widyaiswara bukan berlaku sebagai pengajar, tetapi berlaku sebagai fasilitator yakni orang yang memfasilitasi kegiatan pembelajaran diklat. Hal ini dilakukan karena para peserta diklat sesungguhnya telah memiliki bekal pengetahuan dan wawasan, hanya perlu dikembangkan. Disamping itu mereka telah memiliki jiwa yang matang, sehingga kepada mereka tidak perlu ’menggurui’, tetapi lebih tepat memandu.

Sebelum penentuan metode, ada beberapa langkah yang harus ditempuh yakni: penentuan kebutuhan, penentuan sasaran, penetapan isi program, identifikasi prinsip-prinsip belajar, pelaksanaan program, identifikasi manfaat, serta penilaian pelaksanaan program. Metode diklat tersebut dipilih dan diterapkan secara seimbang pada setiap proses diklat dan sesuai kebutuhan dan materi yang disampaikan.

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran diklat adalah:

a. Lecture (ceramah), metode ini banyak diberikan dalam kelas. Pelatih memberikan teori-teori yang diperlukan sementara yang dilatih mencatat dan mempersiapkannya.

b. On The Job Training, pada metode ini peserta pelatihan langsung bekerja di tempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas. Kelebihan metode ini terletak pada pemberian inovasi yang besar kepada peserta untuk belajar. Keberhasilan metode ini sepenuhnya tergantung pada keterampilan pelatih. Metode On The Job Training ini sering dipakai istilah DDTK yakni Diklat Di Tempat Kerja.

c. Vestibule, metode pelatihan dilakukan di dalam kelas yang biasanya dilakukan oleh lembaga diklat untuk memperkenalkan pekerjaan kepada pegawai baru dan melatih mereka memperkenalkan pekerjaan tersebut. Disini biasanya diberikan latihan jenis pekerjaan. Metode Vestibule ini sering diterapkan pada CPNS dalam Diklat Prajabatan. d. Demonstration and Example, yakni metode pelatihan dengan cara

peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara melakukan suatu pekerjaan melalui contoh atau percobaan yang didemontarsikan. Biasanya dilengkapi dengan kuliah, gambar-gambar, video dsb.

e. Simulation, suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpai. Melalui

(15)

simulasi dilakukan penampilan situasi atau kejadian semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya, walaupun itu hanya merupakan tiruan saja.

f. Appreniceship, yaitu magang adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian sehingga para pegawai dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaan.

g. Program instruksi, di mana peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pengerjaannya sudah diprogram melalui komputer, buku-buku petunjuk. Program instruksi melalui pemecahan informasi kedalam beberapa bagian kecil sehingga dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan saling berhubungan.

h. Understudy, teknik pengembangan metode understudy ini mirip dengan metode on the job training yakni belajar dengan berbuat ditekankan melalui kebiasaan. Pada tehnik understudy tidak melakukan tugas secara penuh, tetapi diberikan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam understudy, peserta diberikan latar belakang masalah dan pengalaman-pengalaman tentang suatu kejadian, kemudian mereka harus menelitinya dan membuat rekomendasi secara tertulis tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan tugas-tugas unit kerja. Motivasi dan minat kerja pada umumnya tinggi apabila digunakan tehnik understudy. Konsep understudy memungkinkan perencanaan pegawai secara sistematis dan terkoordinasi serta dapat digunakan dengan jarak waktu yang lama.

i. Job Rotation dan kemajuan berencana, Job Rotation adalah memidahkan seorang pegawai ke job yang lain untuk menambah wawasan dan keterampilan terhadap pekerjaan-pekerjaan kantor. Jadi Job Rotation ini melibatkan perpindahan peserta dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Kadang-kadang dari suatu penempatan ke penempatan lainnya yang direncanakan atas dasar tujuan belajar. Keuntungan Job Rotation antara lain peserta mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai berbagai macam jenis pekerjaan, mengembangkan kerjasama antara pegawai, menentukan jenis pekerjaan yang sangat diminati oleh pegawai, mempermudah penyesuaiaan diri dengan lingkungan tempat bekerja, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan penempatan kerja yang sesuai dengan potensi pegawai.

j. Coaching-Counseling, Coaching adalah suatu prosedur mengajarkan pengetahuan dan keterampilan. Counseling merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar dapat menerima diri, memahami diri dan merealisasikan diri, sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal dan tujuan lembaga diklat dapat tercapai.

k. Case Study, dalam metode ini pelatih memberikan suatu kasus kepada peserta. Kasus tidak dilengkapi dengan data yang lengkap karena sengaja disembunyikan. Tujuanya agar peserta terbiasa

(16)

mencari data dari pihak eksternal dalam memutuskan suatu kasus yang dihadapinya, kemudian peserta diminta untuk mencari solusi dari kasus tersebut.

l. Role Playing, metode ini dilakukan dengan menunjuk beberapa orang untuk memainkan suatu peran di dalam sebuah organisasi tiruan, misalnya hubungan antara atasan dengan bawahan dalam situasi tertentu, dsb.

m. Conference (rapat), pelatih memberikan suatu makalah tertentu dan peserta ikut berpartisipasi memecahkan masalah tersebut. Peserta juga harus menggunakan gagasan-gagasannya, saran-sarannya, berdiskusi dan memberikan kesimpulannya.

n. Diskusi, melalui metode ini peserta dilatih untuk berani memberikan pendapat dan rumusannya serta cara-cara meyakinkan orang lain agar menyetujui terhadap pendapat itu, selain itu peserta juga dilatih untuk menyadari bahwa tidak ada rumusan mutlak benar, sehinga dengan demikian ada kesediaan untuk menerima penyempurnaan dari orang lain, menerima informasi dan memberi informasi.

o. Seminar, cara ini bertujuan untuk mengembangkan kecakapan dan keahlian peserta dalam menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat oang lain. Peserta dilatih mempersepsi dan mengevaluasi, menerima atau menolak pendapat orang lain. 10. Sistem Monitoring dan Evaluasi Diklat

Untuk meningkatkan efektifitas dan keberhasilan diklat, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi diklat. Monitoring (pengendalian dan pemantauan) adalah kegiatan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pemeriksaan dan pengecekan terhadap berbagai tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan agar pelaksanaan kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Monitoring juga dilakukan untuk melihat tingkat pelaksanaan, daya dukung, kendala dan tantangan dalam pelaksanaan program sehingga memperoleh masukan untuk penyempurnaan pencapaian hasil dan tujuan yang maksimal.

Sasaran monitoring meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Monitoring terhadap kegiatan diklat di lingkungan Kementerian Agama dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Keagamaan. Monitoring diklat dapat dilakukan secara langsung di tempat penyelenggaraan diklat dengan memberikan bimbingan dan pengarahan serta pengumpulan data atau secara tidak langsung dengan melakukan pengkajian dan pengolahan laporan. Pelaksanaan monitoring dijalankan secara berkala sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaporan hasil-hasil kegiatan.

Kemudian pada setiap akhir pelaksanaan diklat diadakan evaluasi /penilaian, baik penilaian pengajar/pelatih/widyaiswara kepada peserta, peserta kepada pengajar/pelatih/widyaiswara ataupun peserta kepada

(17)

panitia, dan kepada para peserta diklat yang telah selesai dan dinyatakan lulus dari suatu program diklat. Kepada mereka diberikan Surat Keterangan Diklat berupa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP), Sertifikat atau Piagam.

Evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan kegiatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sasaran evaluasi diklat adalah mengukur tingkat keberhasilan proses pelaksanaan diklat dan pencapaian hasil diklat. Hasil evaluasi yang berkaitan dengan prestasi akademik, keterampilan dan sikap peserta diklat dijadikan sebagai salah satu bahan pembinaan dan pengembangan karier pegawai di masa yang akan datang.

11. Sistem Pelaporan Diklat yang Akuntabel

Pelaporan Diklat merupakan media pertanggungjawaban yang mengemukakan informasi tentang perkembangan pelaksanaan serta pencapaian kinerja disertai analisis keberhasilan yang dicapai/kendala yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan diklat. Secara umum, aspek pelaporan diklat meliputi: kurikulum, peserta, widyaiswara, pembiayaan, sarana dan prasarana, pelaksanaan, bahan, metode, dan jangka waktu pelaksanaan.

Ada dua macam kegiatan pelaporan diklat, yakni Laporan Persiapan Diklat dan Laporan Pelaksanaan Diklat. Laporan Persiapan disampaikan selambat-lambatnya 10 hari sebelum waktu pelaksanaan diklat kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan c.q. Pusdiklat Tenaga Administrasi oleh Balai Diklat Keagamaan untuk kegiatan Diklat Prajabatan, Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional Administrasi dan Diklat Teknis Administrasi. Sementara untuk kegiatan Diklat Fungsional Keagamaan dan Diklat Teknis Keagamaan disampaikan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan c.q. Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan. Demikian pula halnya dengan Laporan Pelaksanaan, disampaikan selambat-lambatnya 10 hari setelah selesai pelaksanan diklat kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Keagamaan c.q. Pusdiklat Administrasi dan atau Pusdiklat tenaga Teknis Keagamaan.

Selain Laporan Persiapan dan Laporan Pelaksanaan, ada Laporan Prestasi Akademik dan Hasil Penilaian Sikap Peserta Diklat. Laporan ini disampaikan oleh Badan Litbang dan Diklat Keagamaan c.q. Pusdiklat Tenaga Administrasi dan atau Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan kepada Sekretaris Jendral c.q. Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama.

(18)

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengembangan SDM Aparatur mempunyai posisi yang sangat strategis dalam upaya menjembatani perkembangan dunia yang semakin transparan dan global. Untuk itu perlu ada strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang mengarah pada pembangunan sumber daya manusia yang seutuhnya baik pembangunan dalam bidang jasmani maupun rohani. Hal itu dilakukan melalui proses pendidikan dan pelatihan.

2. Dengan demikian, keberadaan Balai Diklat Keagamaan menjadi sangat urgen dan perlu terus dikembangkan dalam rangka meningkatkan kualitas Aparatur Kementerian Agama.

3. Untuk mengoptimalkan hasil kerja Balai Diklat Keagamaan diperlukan langkah-langkah strategis, antara lain:

1. Pengembangan budaya akademik dan profesionalisme di lingkungan Balai Diklat Keagamaan.

2. Pengembangan, pendekatan, model, strategi dan metode pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan kompetensi peserta secara mantap;

3. Peningkatan kualitas SDM penyelenggara dan widyaiswara diklat. 4. Peningkatan kuantitas dan kualitas program diklat untuk penetapan

skala prioritas program dengan mempertimbangkan kondisi anggaran dan masukan/usulan sesuai kebutuhan users/unit pengguna terutama yang terkait dengan jabatan/fungsi yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.

5. Mengupayakan peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Merumuskan pola penyelenggaraan diklat yang berorientasi pada sasaran peningkatan kompetensi secara efektif.

b. Rekruitmen widyaiswara berdasarkan kualifikasi jabatan dan spesifikasi keahlian sesuai kebutuhan diklat.

c. Rekruitmen calon peserta berorientasi pada integritas, potensi yang dapat dikembangkan dan pemerataan kesempatan mengikuti diklat.

d. Meningkatkan kualitas SDM penyelenggara diklat.

e. Merumuskan strategi/metode pembelajaran berbasis kompetensi bagi penyelenggaraan diklat dengan tetap menggunakan pendekatan andragogi dan keseimbangan sasaran kepribadian baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

f. Meningkatkan kapasitas dan kualitas sarana prasarana penyelenggaraan diklat terutama sarana prasarana pembelajaran

(19)

seperti labotarorium, perpustakaan dan olahraga, serta mendesain sarana prasarana yang menopang terciptanya suasana Dinamis yang kondusif.

g. Meningkatkan pengadaan literatur untuk referensi pembelajaran diklat

h. Mengupayakan masukan dari para nara sumber/pakar untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat.

6. Untuk jenis diklat yang memungkinkan untuk digabung dari seluruh unsur agama, akan digabungkan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan diklat yakni perekat persatuan.

7. Memasukkan aspek materi pendidikan multikultural pada diklat guru, pengawas dan penyuluh.

8. Pengembangan diklat dengan model distance learning (DJJ) melalui pendekatan Technology Information System.

9. Meningkatkan upaya Pendayagunaan Alumni Diklat dengan pola pemberdayaan dan pengembangan potensi dalam rangka untuk lebih memantapkan kompetensi alumni dan pemanfaatan untuk kepentingan organisasi/unit kerja khususnya pada tempat dimana alumni bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. (http://www.depdagri.go.id, diakses 3 April 2009).

———–, 2000. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000– 2004.

———–, 2000. PP RI Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

———–, 2001. KMA RI Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Tanggung Jawab, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

———–, 2002. INMA RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pengalihan Perencanaan Program dan Anggaran Serta Penyelenggaraan Diklat di Lingkungan Departemen Agama.

———–, 2002. INMA RI Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

(20)

———–, 2003. KMA RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama.

———–, 2004. KMA Nomor 345 Tahun 2004 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan.

Referensi

Dokumen terkait

Menjawab pertanyaan dengan tepat Kuis Kuliah (power point) Farmakologi obat-obat yang bekerja mempengaruhi sistem saraf parasimpatis dan simpatis (indikasi, mekanisme

%erdasarkan analisis data diatas diketahui bah#a ada pengaruh pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi pada biji saga ( Abrus precatorius .)

yang berkaitan dengan Pasar modal khususnya Peraturan pelaksana yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan

Sedangkan nikel oksida sebagai bahan pendoping, dapat dijelaskan bahwa Nikel dalam deret kimia merupakan logam transisi yang mempunyai lambang Ni dan bernomor

Konsentrasi minimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan tiga bakteri patogen adalah pada konsentrasi 50-75% dan semakin tinggi konsentrasinya menunjukkan

Di dalam sebuah keluarga, proses komunikasi antar pribadi berlangsung dalam pengasuhan dan pengawasan orangtua terhadap perilaku anak-anak mereka. Saat ini banyak

Dengan maksud ini dan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu ditetapkan tarif atas jenis

Satu-satunya solusi adalah dengan meningkatkan penggunaan energi nuklir yang biayanya lebih murah dari batu bara... Batu Bara : Andalan Energi Nasional