• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Definisi Return on Assets

Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu tahun. Menurut Indrawati dan Suhendro (2006), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Menurut Gitman (2009), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan asset perusahaan, baik lancar maupun tetap dalam aktifitas produksi. Menurut Gitman (2009), terdapat berbagai cara mengukur profitabilitas. Berbagai pengukuran ini memungkinkan analisis untuk mengevaluasi keuntungan perusahaan dilihat baik dari sisi penjualan, asset ataupun investasi pemilik. Tanpa profit, perusahaan tidak dapat menarik sumber modal eksternal untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan unutk menghasilkan laba selama satu tahun dan dikalkulasi dengan return on equity.

Menurut Toto (2008:68) :

Return on Asset (ROA, laba atas aset) mengukur tingkat laba terhadap asetyang digunakan dalam menghasilkan laba tersebut. ROA dapat di artikan dengan dua cara, yaitu :

(2)

• Mengukur kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aset untuk memperoleh laba

• Mengukur hasil total untuk seluruh penyedia sumber dana, yaitu kreditor dan investor

Rasio profitabilitas menurut Gitman (2009), adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian dari penjualan investasi serta kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah return on asset, return on equity, dan return on investment. Analisis ROA dalam analisa keuangan memiliki arti yang sangat penting sebagai salah satu alat analisis guna mengukur seberapa efisien manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh laba. ROA dihitung dengan pembagian dari penghasilan setelah potongan pajak dibagi aktiva. ROA memberitahukan kepada investor tentang seberapa besar laba yang dihasilkan dari modal yang ditanamkan. Hasil dari penghitungan ROA digunakan untuk menghitung seberapa efektif perusahaan mengkonversi uang yang di investasikan ke dalam laba bersih (Investopedia). Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi 2002:79).

(3)

2. Current Ratio

Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban financial jangka pendek tepat pada waktunya. Dalam variable ini diperlukan rasio lancar (current ratio). Rasio ini digunakan terutama digunakan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan untuk membayar jangka pendeknya (hutang) dengan dengan asset jangka pendek (kas, persediaan, dan piutang). Semakin tinggi perusahaan, maka perusahaan itu mampu membayar kewajibannya. Apabila nilai rasio ini dibawah angka 1, maka akan dapat memberi kesimpulan bahwa perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak dalam kondisi yang baik. Kondisi yang tidak baik ini bukan berarti perusahaan akan mengalami kebangkrutan, karena ada banyak cara perusahaan dalam mengakses pembiayaan, tetapi tetaplah ini bukan menjadi kondisi yang baik bagi perusahaan (investopedia).

Menurut Toto (2008:21) :

Rasio lancar (current ratio) adalah rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aset lancar (aktiva lancar) perusahaan mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Aset lancar mempunyai potensi penggunaan setahun kedepan dari tanggal neraca. Semakin tinggi rasio ini akan semakin aman bagi kreditor.

Helfert (1997), terdapat anggapan bahwa semakin tinggi rasio lancar, maka akan semakin baik posisi pemberi pinjaman. Dari sudut panjang pemberi pinjaman, suatu rasio yang lebih tinggi tampaknya memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastis bila terjadi kegagalan perusahaan. Namun bila dilihat dari sudut lain, suatu rasio lancar yang tinggi

(4)

menunjukkan praktek manajemen yang kurang baik. Hal ini menunjukkan saldo kas yang menganggur, tingkat persediaan yang berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Likuiditas perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang akan dibayarkan (Riyanto, 2001:267). Karena deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Perusahaan untuk membayar deviden memerlukan memerlukan aliran kas keluar, sehingga harus tersedia likuiditas yang cukup (Yuningsih, 2002). Salah satu ukuranrasio likuiditas adalah dengan menggunakan current ratio.

3. Debt to Equity Ratio

Merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Hutang merupakan salah satu sumber eksternal untuk membiayai ekspansi perusahaan. Hutang digunakan untuk alternative pemenuhan kebutuhan pembayaran deviden, apabila perusahaan tidak mempunyai dana internal untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Menurut Toto (2008:93) :

Cara lain menghitung solvency adalah membandingkan utang dengan equity saja. Rasio Total debt to equity (total hutang terhadap modal) dibaca dengan cara kelipatan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin buruk keadaan solvency-nya.

(5)

Dwi Prastowo (2005), analisis rasio ini dapat menjadi perhatian kreditor jangka panjang terutama ditujukan pada prospek laba dan perkiraan arus kas. Kreditor jangka panjang pada umumnya lebih menyukai angka debttoequity ratio yang lebih kecil. Makin kecil angka rasio ini, maka semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan, dan semakin besar penyangga resiko kreditor. Rasio ini memiliki peranan khusus dalam menghitung besarnya proporsi hutang yang digunakan untuk pembiayaan perusahaan. Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat laverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997 18-35). Factor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditujukan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan hutangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dibayarkan sebagai deviden (Riyanto, 2001:267). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia untuk pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayarkan deviden (Sudarsi, 2002:80). Prihantoro (2003), menyatakan bahwa debt to equity ratio mencerminkan kemampuan

(6)

perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditujukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar jumlah kewajiban (Prihantoro, 2003:10). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih bagi pemegang saham termasuk deviden yang akan diterima, karena kewajiban tesebut lebih diprioritaskan daripada pembagian deviden (Prihantoro, 2003:10). Jika beban hutang tinggi maka kemampuan perusahaan dalam pembagian deviden semakin rendah, sehingga DER mempunyao hubungan negative dengan dividenpayoutratio ((Prihantoro, 2003:10).

Pendapat bahwa kontrak hutang biasanya membatasi pembagian deviden dari laba yang dihasilkan setelah pinjaman diberikan. Hal ini menurut Bambang Riyanto (2001), terjadi karena perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutang akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut dan mengurangi bagian pendapatan yang dibayarkan sebagai deviden (menetapkan DPR yang rendah).

Brigham dan Ehrhardht (2002), berpendapat bahwa semakin besar leverage perusahaan maka cenderung untuk membayar devidennya rendah dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada pendanaan secara eksternal

(7)

dengan menjanjikan deviden yang tinggi seandainya pemegang saham membiayai pendanaan melalui peningkatan modal disetor.

4. Sales Growth

Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang (Barton et al, 1989). Pertumbuhan penjualan tinggi, maka akan mencerminkan pendapatan meningkat sehingga pembayaran deviden cenderung meningkat.

Menurut Indrawati dan Suhendro (2006), pertumbuhan perusahaan adalah perubahan total penjualan perusahaan. Menurut Devie (2003), pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat diukur berapa pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Pertumbuhan perusahaan akan menimbulkan konsekuensi pada peningkatan investasi atas perusahaan dan akhirnya membutuhkan penyediaan dana untuk membeli aktiva. Dengan

(8)

kata lain pertumbuhan penjualan menimbulkan konsekuensi pada keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Untuk meningkatkan angka pertumbuhan, dilakukan penetapan akan angka jumlah produk atau jasa yang akan dijual kepada pelanggan. Secara keuangan tingkat pertumbuhan dapat ditentukan dengan mendasarkan pada kemampuan keuangan suatu perusahaan. Tingkat pertumbuhan yang ditentukan dengan hanya melihat kemampuan keuangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat pertumbuhan akan kekuatan sendiri (internal growth rate ) dan tingkat pertumbuhan berkesinambungan (sustainable growth rate). Internal growth rate merupakan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai perusahaan tanpa membutuhkan dana eksternal atau tingkat pertumbuhan yang hanya dipicu oleh tambahan atas laba ditahan. sustainable growth rate adalah tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai perusahaan tanpa melakukan pembiayaan modal tetapi dengan memelihara perbandingan antara hutang dengan modal (debt to equity ratio).

Menurut Ratnawati (2007), pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan adalah tingkat dimana penjualan perusahaan dapat tumbuh tergantung pada bagaimana dukungan asset terhadap peningkatan penjualan. Selain melalui tingkat penjualan, pertumbuhan perusahaan dapat juga diukur dari pertumbuhan asset atau dengan kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi (Investment OpportunitySet)

(9)

Murni dan Andriana (2007) menyatakan, pendekatan pertumbuhan perusahaan merupakan suatu komponen untuk menilai prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Dapat disimpulakan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan komponen untuk menilai prospek perusahaan pada masa yang akan datang dan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan perubahan total penjualan perusahaan.

5. Deviden

Beberapa definisi deviden dibahas berikut ini, Weygand et al (2005), a devidend is distibution by a corporation to its stockholders on a prorate (proportional) basis. Kieso (2007) Deviden dapat dibagikan dalam empat jenis yaitu cash, property, scrip (a promissory note to pay cash) atau stock. Sedangkan menurut Downes dan Goodman (2001), deviden adalah pendistribusian laba kepada pemegang saham, secara prorata menurut kelas surat berharga dan dibayarkan dalam bentuk uang, saham, scrip atau produk atau properti perusahaan walaupun ini jarang terjadi.

a. Deviden Tunai

Deviden tunai merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk uang tunai. Tujuan dari pemberian deviden dalam bentuk tunai adalah untuk memacu kinerja saham di bursa efek, yang juga merupakan return kepada para pemegang saham. Deviden tunai merupakan bentuk pembayaran yang paling banyak diharapkan oleh

(10)

para investor. Untuk membayar deviden secara tunai diperlukan likuiditas.

b. Deviden Saham

Deviden saham merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk saham, dengan dibagikannya deviden dalam bentuk saham maka akan meningkatkan likuiditas perdagangan di bursa efek. Kemugkinan perusahaan ingin menurunkan nilai sahamnya dengan cara memperluas pemilikan dan posisi likuiditas perusahaan yang tidak memungkinkan membagikan deviden dalam bentuk tunai.

c. Deviden Script

Sertifikat deviden merupakan deviden yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menyatakan bahwa suatu waktu sertifikat tersebut dapat ditukarkan dalam bentuk uang.

Menurut Hin (2001), pengertian deviden adalah pembagian keuntungan kepada pemegang saham. Besarnya deviden yang dibagikan perusahaan ditentukan oleh para pemegang saham pada saat berlangsungnya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No.23 paragraf 3 menyatakan bahwa deviden adalah distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Menurut Bandwan (2000), deviden adalah pembagian laba kepada pemegang

(11)

saham perseroan terbatas yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.

Terdapat tiga teori deviden menurut referensi investor (Brigham dan Houston,2001, dalam Galuh, 2009), yaitu :

1. Dividend Irrelevance Theory

Suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar-kecilnya DPR, tetapi oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya. Dengan demikian kebijakan deviden sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan.

2. Bird in the Hand Theory

Dikemukakan oleh Myron Gordon dan J. Litnerini mengemukakan bahwa para pemegang saham lebih suka apabila earning dibagikan dalam bentuk deviden daripada ditahan (retained earning). Mereka berpendapat bahwa deviden yang sudah di tangan (in the hand) lebih kecil resikonya dibanding dengan kemungkinan kenaikan nilai modal yang lebih jelas (in the bush), sehingga investor memerlukan total tingkat pengembalian (laba) yang lebih besar apabila laba tersebut

(12)

sebagian besar terdiri dari kenaikan nilai modal dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari deviden.

3. Tax Differential Theory

Teori yang dikemukakan oleh Lintzberg dan Ramaswarny ini menyatakan bahwa apabila deviden dikenai pajak dengan jumlah yang lebih tinggi daripada

Kebijakan deviden (dividend policy) adalah suatu keputusan untuk

menentukan berapa besar bagian dari pendapatan perusahaan yang akan diinvestasikan kembali (reinvestment) atau ditahan (retained) di dalam perusahaan (Riyanto, 2001). Semakin besar laba ditahan semakin sedikit laba yang dialokasikan untuk pembayaran deviden. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan

deviden (Waschowicz, 1997). Menurut Brigham dan Weston (1997) kebijakan

deviden yang optimal dalam suatu perusahaan ialah kebijakan deviden yang

menciptakan keseimbangan di antara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa

mendatang. Sehingga memaksimalkan harga saham perusahaan. Ada sejumlah

faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden , antara lain adalah peluang

investasi yang tersedia bagi perusahaan, sumber-sumber modal yang ada, dan

preferensi pemegang saham untuk pendapatan saat ini dibanding dengan

pendapatan di masa mendatang.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa deviden adalah pembagian laba perusahaan yang besarnya telah ditentukan dalam

(13)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada pemegang saham secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham tersebut. Umumnya deviden dibagikan secara teratur dalam interval waktu yang tetap, misalnya tiap-tiap tahun, enam bulan dan sebagainya, tetapi kadang-kadang dilakukan pembagian deviden ekstra pada waktu-waktu tersebut.

6. Deviden Payout Ratio

Menurut Toto (2008:109) Dividend Payout Ratio di sini di artikan dalam konteks arus kas. Besarnya rasio ini menunjukkan sampai seberapa besar pengaruh pembayaran dividen terhadap arus kas operasi. Menurut Hin (2001), dividend payout ratio merupakan perbandingan deviden yang diberikan pemegang saham dan laba bersih per saham. Menurut Arifin dan Fachrudin (2001), yang dimaksud dividend payout ratio adalah persentase laba yang dibayarkan secara tunai kepada para pemegang saham. Rasio yang berkaitan dengan jumlah deviden yang dibagikan terhadap laba setelah pajak perusahaan yang menghasilkan persentase pembayaran laba kepada pemegang saham.

Menurut Downes dan Goodman (2001), dividend payout ratio adalah persentase laba yang dibayarkan secara tunai. Pada umumnya berlaku semakin tinggi rasio pembayaran semakin dewasa perusahaan itu. Menurut Riyanto (2001), dividend payout ratio adalah persentase pendapatan yang

(14)

akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai deviden kas. Hal ini berarti semakin tinggi dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan, maka semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan dalam perusahaan. Dari pengertian tersebut, DPR didasarkan pada rentang pertimbangan antara kepentingan pemegang saham di satu sisi, dan kepentingan perusahaan di sisi lain. DPR penting karena :

a. Pembagian dividen mungkin akan mempengaruhi harga saham.

b. Pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan.

Menurut Keown (2005), rasio pembayaran deviden adalah jumlah deviden yang dibayarkan relative terhadap pendapatan bersih perusahaan atau pendapatan tiap lembar. Dari definisi mengenai dividend payout ratio, maka dapat disimpulkan bahwa (1). Rasio pembayaran deviden ini menunjukkan pesentase laba yang dibagikan kepada pemilik atau pemegang saham, (2) laba bersih perusahaan, (3) perbandingan antara deviden per lembar saham (dividend per share) dengan laba per lembar saham, (4) biasanya besaran ankgka deviden diumumkan dan ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Di dalam komponen dividend per share terkandung unsur dividen, sehingga jika semakin besar dividend yang dibagikan maka semakin besar pula dividend payout rationya. Pembagian dividen yang besar bukanya tidak

(15)

diinginkan oleh investor, tetapi jika dividend payout ratio lebih besar dari 25% dikuatirkan akan terjadi kesulitan likuiditas keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Hasilnya, dividen biasanya dipertahankan pada jumlah konstan dan dinaikkan hanya jika manajer yakin bahwa relatif mudah untuk mempertahankan kenaikan pembayaran tersebut di masa depan. Menurut Sartono(2001), besar kecilnya Dividend Payout Ratio dipengaruhi beberapa factor, yaitu:

a. Faktor likuiditas

Semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio.

b. Kebutuhan dana untuk melunasi utang

Semakin besar dana untuk melunasi utang baik untuk obligasi hipotik dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan dividend payout ratio dan sebaliknya.

c. Tingkat ekspansi yang direncanakan

Semakin tinggi tingkat ekspansi yang direncanakan oleh perusahaan berakibat mengurangi dividend payout ratio karena laba yang diperoleh diprioritaskan untuk penambahan aktiva.

(16)

d. Faktor pengawasan

cenderung akan memperkuat modal sendiri sehingga mengakibatkan kenaikan dividend payout ratio, dan sebaliknya semakin tertutupnya perusahaan akan menurunkan dividend payout ratio.

e. Ketentuan-ketentuan dari Pemerintah

Ketentuan-ketentuan tersebut dimaksud adalah yang berkaitan dengan laba perusahaan maupun pembayaran dividen.

7. Perusahaan LQ 45

LQ45 merupakan suatu forum yang didalamnya berisi perusahaan – perusahaan yang saham – sahamnya memiliki tingkat likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Tidak sembarang perusahaan yang dapat masuk dalam kriteria LQ45. Perusahaan – perusahaan yang ingin masuk dalam daftar LQ45 harus memiliki berbagai kriteria yang harus dipenuhi, antara lain :

a. Saham tersebut harus masuk dalam rangking 60 besar dari total transaksi saham di pasar regular (yang dilihat adalah rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).

b. Saham tersebut juga harus masuk ke dalam jajaran teratas dalam peringkat berdasarkan kapitalisasi pasar (yang dilihat adalah rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir).

(17)

c. Saham tersebut harus tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama miniman 3 bulan.

d. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhan dari perusahaan pemilik saham harus baik begitu juga frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi di pasar regulernya juga harus baik.

Duduk di jajaran LQ45 merupakan suatu kehormatan bagi sebuah perusahaan karena itu berarti pelaku pasar modal sudah mengakui dan percaya bahwa tingkat likuiditas dan kapitalisasi pasar dari perusahaan ini baik. Namun bagi yang sudah berada di dalamnya harus tetap bekerja keras untuk mempertahankannya, karena saham-saham ini akan dipantau setiap 6 bulan sekali dan akan diadakan review yang biasanya berlangsung pada awal Februari dan awal Juli. Saham yang masih berada dalam kriteria akan tetap bertahan dalam jajaran LQ 45 sedangkan yang sudah tidak memenuhi kriteria akan diganti dengan yang lebih memenuhi syarat. Pemilihan saham – saham LQ45 harus wajar, oleh karena itu BEI mempunyai komite penasihat yang terdiri dari para ahli di BAPEPAM, Universitas dan Profesional di bidang pasar modal.

Berikut ini terdapat pula faktor – faktor yang berperan dalam pergerakan indeks LQ45, yaitu :

a. Tingkat suku bunga SBI sebagai dasar portofolio investasi di pasar keuangan Indonesia.

(18)

b. Tingkat toleransi investor terhadap resiko.

c. Saham – saham penggerak indeks yang merupakan saham berkapitalisasi pasa besar di BEI.

Selain factor di atas adapula faktor – faktor yang berpengaruh terhadap naiknya indeks LQ45, yaitu :

a. Penguatan bursa global dan regional menyusul penurunan harga minyak mentah dunia.

b. Penguatan nilai tukar rupiah yang mampu mengangkat indeks LQ45 ke zona positif.

Tujuan dari indeks LQ45 adalah sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitori pergerakan harga dari saham – saham yang aktif diperdagangkan.

(19)

B. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No Peneliti Variabel/ Indikator Model Analisis Hasil

1. Sri Sudarsi (2002) cash position, profitability, growth potential, size, dan debt to equity ratio Regresi berganda

Hasil menunjukkan bahwa baik secara simultan ataupun secara parsial variabel cash position, profitability, growth potential, size dan debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payoutratio. 2. Yuniningasih (2002) deviden payout ratio, financial leverage, investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, risiko perusahaan, struktur asset, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan Regresi bergnda

Hasil menunjukkan bahwa variabel Struktur Asset dan Size (Sales) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap DPR.

Sedangkan pada variabel Financial Leverage, Likuiditas(CR),Profitabilitas (ROA) memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan.variabel Investasi dan Resiko Perusahaan pengaruh negatif dan signifikan.

3. Sunarto dan Andi Kartika (2003) R O I, Cash Ratio, Current ratio, DTA, dan EPS Regresi berganda

Hasil penelitian ini Current Ratio memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan,variabelROI, EPS dan Cash Ratio memiliki Pengaruh positif dan signifikan Terhadap DPR. variabel DTA memiliki Pengaruh negatif signifikan negatif terhadap DPR.

(20)

4. Mitchell Suherli dan Sofyan S Harahap (2004) “Studi Empiris T e r h a d a p Faktor Penentu K e b i j a k a n Jumlah Deviden” cash, total assets, leverage, sales, stocks, share, dan family Regresi berganda Menunjukkan bahwa variabel Leverage (DER)

dan Sales memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan.

Variabel Stock, Shares dan Family Memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan.

Namun pada variabel Cash dan Total Asset memiliki pengaruh

positif dan signifikan. 5. Kartika Nuriningsih (2005) Kepemilikan, Debt (DER), ROA (Profitabilitas) , Ukuran Perusahaan (Asset) Regresi berganda

Hasil dari penelitian menunjukkan Bahwa ROA dan DER memiliki pengaruh negatif signifikan Terhadap DPR.

Sedangkan pada variabel Kepemilikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap DPR.

Dan pada variabel Asset memiliki Pengaruh negatif tetapi tidak signifikan.

7. Susana Damayanti dan Fatchan Achyani (2006) Investasi, Likuiditas, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan (Sales) Regresi berganda

Dari hasil penelitian terdapat hasil bahwa ROA

memiliki pengaruh signifikanpositif terhadap DividendPayout Ratio.

Sedangkan variabel Investasi, Likuiditas, dan

Pertumbuhan memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan.

Dan pada rasio Ukuran Perusahaan

Memiliki pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan.

(21)

8. Bagus Laksono (2006) ROA Sales Growth Asset Growth Cashflow Regresi berganda

Dimana ROA dan Sales Growth memiliki pengaruh positif signifikan.

Sedangkan pada variabel Asset Growth dan Cashflow memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan.

Dan DTA memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.

9. Indarta (2007) Cash Ratio, Debt to Equity Ratio (DER), Insider Ownership, Asset Growth,Size, dan Return On Asset tahun sebelumnya (ROA t-1), dan Bussiness Risk Regresi berganda

Hasil pengujian secara parsial variabel Cash Ratio, DER, dan ROA t-1 berpengaruh terhadap Dividend Payout Ratio.

Sedangkan variabel independen yang lain, yaitu

Insider Ownership, Growth, Size dan Bussiness Risk

tidak berpengaruh signifikan Terhadap Dividend PayoutRatio.

10. Andi Syahbana (2007) R O A, Current Ratio, Debt to Total Asset, Growth (Asset), Ukuran (Asset) Regresi berganda

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ROA

memiliki pengaruh positifdan signifikan terhadap DPR, pada variabel Growth dan Size (Asset) memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan.

Current Ratio memiliki pengaruh Positif namun tidak signifikan. Dan pada variabel Debt to Total Asset memiliki pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap DPR.

(22)

11. Sugiharto (2007) Cash Ratio, Debt to Total Asset, Growth (Asset), Size (Sales), dan Return on Asset Regresi berganda

Hasil penelitian menyatakan bahwa Cash Ratio, Size (Sales), dan Return on Asset dan Debt to Total Asset mempunyai Pengaruh positif dan signifikan Terhadap Dividend Payout Ratio.

Sedangkan pada variabelGrowth (Asset)

memiliki pengaruh negatif dan signifikan. 12. Beni Pulunggono (2007) DER Cashflow IOS Regresi berganda

Dimana Kepemilikan dan ROA memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap DPR.

Sedangkan pada variabel DER dan Cashflow memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan.

Sedangkan pada variabel IOS memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan. 13. Rais Habibie (2009) Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan Regresi berganda

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada variabel profitabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap DPR. Namun pada variabel likuiditas, leverage, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan positif. Sedangkan pada pertumbuhan Perusahaan tidak memilikipengaruh signifikan negatif.

(23)

14. Intan Permatasari (2009) ROA Firm Size CR, DER Growth Potential Regresi berganda

Variabel ROA, dan Firm Size memiliki hubungan yang positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.

Sedangkan pada variabel CR memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap DPR

Namun pada variabel DER memiliki pengaruh negatif dan berpengaruh signifikan terhadap DPR, dan pada dari variabel Growth

Potential memiliki

pengaruh negatif tetapi tidak

terdapat hubungan signifikan terhadap DPR.

(24)

C. Kerangka Berfikir

Pengaruh ROA, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Sales Growth terhadap Dividend Payout Ratio :

 

Variabel Dependen

Variabel Independen

Current Ratio  Dividend   Payout Ratio  Debt to Equity  Ratio  ROA  Sales Growth 

Referensi

Dokumen terkait

This study aims to modify the bioplastics production by using various ratios of sorghum starch and cellulose from red seaweed eucheuma spinossum, and the usage of glycerol

rahmat yang dilimpahkanNya sehingga disertasi dengan judul “ Aborsi Akibat Perkosaan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan ini ” dapat diselesaikan.. Dalam kesempatan ini,

Sebuah compiler yang baik harus memiliki tingkat kompleksitas rendah sehingga penggunaan sebuah karakter dalam pemrograman tidak digunakan berulang kali untuk hal yang

Memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk menunjuk Kantor Akuntan Publik yang akan mengaudit Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Entitas Anak untuk Tahun Buku

(3) Pemanfaatan Monumen Pejuang Pahlawan Kemerdekaan Republik Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran sejarah di SMA yaitu dengan cara membuat media power

Penerapan yang disajikan belum cukup kompleks dalam mengambangan institusi khusus dalam nol sampah sehingga perlu evaluasi secara berkelanjutan agar terciptanya

Bentuk daun menjari dengan ukuran daun lebih besar dan lebih tebal daripada markisa ungu, panjang daun 10-13 cm, dan lebar 9-12 cm, daun muda berwarna hijau, sedangkan

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Dengan menggunakan jaringan komputer atau local-area network (LAN) yang berada pada SDN Ciptomulyo 3 dapat secara maximal