A-270
PENGURANGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN KROM DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
MENGGUNAKAN ABU TERBANG BAGAS Hadi Prasetyo Suseno
Teknik Lingkungan, Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Email : hadiprasetyosuseno@yahoo.co.id
Keywords: Keywords: Keywords:
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model kesetimbangan isoterm adsorpsi yang sesuai pada proses pengurangan COD dan krom dalam air limbah industri penyamakan kulit menggunakan abu terbang bagas secara batch. Penelitian dilakukan dengan variasi pH, ukuran abu terbang bagas, waktu adsorpsi, dan massa adsorben. Data kesetimbangan yang diperoleh digunakan untuk mengevaluasi parameter-parameter dalam persamaan Langmuir dan Freundlich. Persamaan yang cocok ditentukan dari koefisien korelasi yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi adsorpsi optimum tercapai pada pH 7, ukuran abu terbang bagas 80 mesh, waktu penjerapan 90 menit dan massa abu terbang bagas 20 g untuk volume limbah 50 mL. Konstanta b dan Qo pada Persamaan Langmuir untuk parameter COD berturut-turut 0,07531 dan 0,50564 sedangkan untuk parameter krom berturut-turut 3,02272 dan 0,03609.
Kata kunci : isotherm, adsorpsi, Langmuir, Freundlich, COD
ABSTRACT
The aim of this study was to obtain equilibrium model of proper adsorben isoterm on the process of decreasing COD and Crome in industrial waste wáter of leather tanning by using abu terbang bagas in batch. This study was done by using pH variation, abu terbang bagas measurement, adsorb time and mass. The obtained equilibrium data was used to evaluate parameters on the Langmuir and Freundlich equations. The proper equation was determined from the obtained correlation coeffisient. The result of this study showed that optimum adsorben was achieved on pH = 7, measurementof abu terbang bagas = 80 mesh, time of adsorben = 90 minutes, mass of abu terbang bagas = 20 gr, and volumen of waste = 50 mL.The constant of b and Q0 on Langmuir equation of COD parameters was 0.07531 and 0.50564 and crome parameter was 3.02272 and 0.3609 respectively.
Keywords : isoterm, adsorb, Langmuir, Freundlich, COD K
PENDAHULUAN
Berkembangnya industri kimia di satu sisi bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, namun di sisi lain membawa dampak negatif yaitu menurunnya kualitas lingkungan akibat pembuangan limbah yang dihasilkannya. Salah satu industri kimia yang banyak menghasilkan limbah cair maupun padat yaitu industri penyamakan kulit.
Pengolahan air limbah industri penyamakan kulit meliputi pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. Sesuai Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 281/KPTS/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan krom maksimum yang
diperbolehkan dalam buangan air limbah penyamakan kulit berturut-turut sebesar 100 mg/L dan 0,4 mg/L.
Pengolahan tersier perlu dilakukan untuk menjamin buangan air limbah dapat memenuhi baku mutu di atas karena polutan berupa pewarna pada umumnya cukup stabil terhadap cahaya, panas, oksidator dan sulit didegradasi secara biologis (Mall, dkk, 2006).
Teknologi pengolahan tersier untuk menghilangkan COD dan krom antara lain filtrasi membran, proses oksidasi, dan adsorpsi. Filtrasi membran dan proses oksidasi merupakan cara pengolahan yang mahal, rumit, memakan banyak waktu, dan membutuhkan tenaga terampil dalam pengoperasiannya. (Amuda dan Ibrahim, 2006). Adsorpsi diketahui merupakan metode yang paling efisien untuk menghilangkan warna, bau, minyak, dan organik dari air limbah. Karbon aktif menjadi adsorben yang paling banyak dipakai karena kemampuan adsorpsinya yang sangat bagus, namun kelemahannya
A-271
adalah harganya yang mahal sehingga tidak cocok untuk negara berkembang (Rachakornkic, dkk, 2004). Hal ini mendorong banyak peneliti untuk mencari alternatif adsorben dengan harga yang lebih murah, diantaranya dengan memanfaatkan abu terbang bagas.
Abu terbang bagas adalah limbah industri gula yang didapat dari hasil pembakaran bagas di dalam boiler. Bahan ini tidak berharga bagi pabrik gula dan hanya perlu ongkos pengangkutan apabila ingin memanfaatkannya. Banyak peneliti telah menggunakan abu terbang bagas sebagai adsorben berbagai polutan dari limbah cair, diantaranya logam (Gupta dan Ali, 2004), pewarna (Mall, dkk, 2006), dan pestisida (Akhtar, dkk, 2007).
Manfaat Penelitian adalah untuk membantu dunia industri dalam menyelesaikan permasalahan limbah cairnya yang seringkali menjadi sumber konflik dengan masyarakat.Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi kemampuan abu terbang bagas dalam mengurangi COD dan krom dalam limbah cair industri penyamakan kulit.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model kesetimbangan isoterm adsorpsi yang sesuai pada proses pengurangan COD dan krom dalam air limbah industri penyamakan kulit menggunakan abu terbang bagas secara batch.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand) didefinisikan sebagai jumlah oksidator spesifik yang bereaksi dengan sampel pada kondisi terkontrol. Kuantitas oksidator yang dikonsumsi dinyatakan dalam oksigen ekivalennya. Sebagai spesifik oksidator digunakan Lost on ignition pada abu terbang bagas yang mencapai 36,50% menunjukkan kadar karbon di dalamnya masih cukup tinggi. Hal ini menarik perhatian banyak peneliti yang mencoba menggunakan abu terbang bagas sebagai adsorben berbagai polutan dari limbah cair, di antaranya logam (Gupta dan Ali, 2004), pewarna (Mall, dkk, 2006), dan pestisida (Akhtar, dkk, 2007).
Ukuran partikel abu terbang bagas keluar dari boiler bervariasi. Ukuran yang lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih kecil (Prasetya dkk, 2006). Hal ini terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas permukaan BET pada berbagai ukuran abu terbang bagas
Ukuran partikel BET area (m2/g) -20 + 30 309,9 -30 + 50 202,1 -60 + 100 141,0
Adsorpsi adalah istilah untuk mendeskripsikan kecenderungan molekul melekat ke permukaan padatan dari fase fluida (Ruthven, 1998). Proses adsorpsi terjadi ketika adsorben mengalami kontak dengan fluida di sekelilingnya dengan komposisi tertentu, dan setelah waktu yang cukup lama adsorben dan sekelilingnya mencapai kesetimbangan (Suzuki, 1990). Kesetimbangan adsorpsi tergantung dari interaksi antara adsorbat-adsorben (sifat polar, non polar, hidrofobik, hidrofilik, dll.) dan kondisi operasi seperti temperatur, tekanan, dan konsentrasi (Thomas dan Crittenden, 1998).
Kapasitas adsorpsi suatu adsorben untuk adsorbat tertentu melibatkan interaksi tiga parameter, yaitu konsentrasi adsorbat di fase fluida, konsentrasi adsorbat di fase padatan, dan temperatur sistem. Bila salah satu parameter dijaga konstan maka dua parameter lain dapat digrafikkan untuk merepresentasikan kesetimbangan. Cara paling umum yang dipakai menjaga temperatur konstan dan memplotkan konsentrasi adsorbat di fase fluida dengan konsentrasi adsorbat di fase padatan untuk mendapatkan isoterm adsorpsi (Richardson, dkk, 2002).
Teori awal mengenai adsorpsi dikembangkan dari fase gas karena perilaku gas ideal lebih banyak diketahui dan mekanismenya lebih sederhana untuk dipostulatkan. Adsorpsi dari fase cair lebih sedikit difahami, namun secara prinsip persamaan yang diturunkan dari fase gas dapat dipakai untuk sistem cair, kecuali bila kondensasi kapiler terjadi (Richardson, dkk, 2002).
Model kesetimbangan isoterm adsorpsi, persamaan isoterm yang paling banyak dipakai untuk memodelkan kesetimbangan adsorpsi yaitu persamaan Langmuir dan Freundlich.
Model Langmuir dituliskan dengan persamaan (2) berikut:
A-272 eq eq o eq bC 1 bC Q q (2) Model ini berasumsi permukaan adsorben seragam, semua molekul teradsorpsi tidak saling berinteraksi, semua molekul teradsorpsi melalui mekanisme yang sama, dan terbentuk monolayer saat adsorpsi maksimal.
Persamaan (2) dapat dilinierisasi menjadi: o eq o eq eq Q C b Q 1 q C (3)
Nilai b dan Qo diperoleh dengan membuat grafik hubungan antara Ceq/qeq vs Ceq.
Model Freundlich dituliskan dengan persamaan (4) berikut (Aksu dan Gonen, 2004):
qeq = KFCeq1/n (4)
Model ini termasuk persamaan empiris yang paling awal dan digunakan untuk mendiskripsikan data kesetimbangan adsorpsi. Parameter n biasanya lebih besar dari satu. Semakin besar nilai ini maka isoterm adsorpsi semakin nonlinier
Persamaan (4) dapat dilinierisasi menjadi:
eq F logCeq n 1 K log q log (5)
Nilai KF dan n diperoleh dengan membuat grafik hubungan antara
log qeq vs log Ceq.
Pemilihan model kesetimbangan yang cocok dilakukan dengan menghitung penyimpangan antara eksperimen dengan model. Perhitungan dilakukan dengan software Microsoft Excell. Model yang dipilih adalah yang nilai koefisien korelasinya lebih mendekati satu.
Proses penghilangan COD dan krom dalam air limbah industri penyamakan kulit menggunakan abu terbang bagas secara batch dapat didekati dengan model Langmuir dan Freundlich
METODE Jalanya Penelitian
Uji limbah awal berasal dariLimbah dari industri penyamakan kulit diuji kandungan COD dan
kromnya. Abu terbang bagas diayak dengan ukuran mesh tertentu. Abu terbang bagas dicuci dengan
akuades, dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 24 jam lalu disimpan dalam desikator.
Percobaan isoterm adsorpsi Variasi pH
Air limbah penyamakan kulit sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam elenmeyer. pH divariasikan 5, 6, 7, 8, dan 9. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan NaOH atau H2SO4.
Limbah ditambah abu terbang bagas 15 g. Campuran diaduk dalam shaker selama 1 jam. Selanjutnya adsorben disaring dan dari air limbah diukur sisa COD dan kromnya.
Air limbah penyamakan kulit sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam elenmeyer. pH diambil yang optimum dari hasil pada point 1. Limbah ditambah abu terbang bagas 15 g. Variasi ukuran abu terbang bagas 20, 40, 60, 80, dan 100 mesh. Campuran diaduk dalam shaker selama 1 jam. Selanjutnya adsorben disaring dan dari air limbah diukur sisa COD dan kromnya.
Analisis hasil
Kadar COD diuji sebagai berikut:
A-273
2. Bahan : Reagen COD
3. Cara uji: Sampel 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reagen COD. Blangko dipakai aquadest.
Tabung dipanaskan selama 2 j dalam COD reaktor pada suhu 150 oC. Tabung didinginkan 1 j lalu
diperiksa dengan spektrofotometer.
Cara pemeriksaan: Tekan program 435 (panjang gelombang 620 nm) lalu enter. Masukkan tabung berisi aquadest lalu tekan zero. Ambil tabung berisi aquadest lalu masukkan tabung berisi sampel. Pada layar akan muncul kadar COD dalam mg/L.
Kadar krom diuji sebagai berikut:
1. Alat: Spectrofotometer DR-2000 “HACH”, kuvet.
2. Bahan : Cromaver 3 Reagent
Cara kerja pemeriksaan : Tekan program 90 lalu enter (panjang 540 nm). Isi kuvet dengan 25 mL sampel. Masukkan 1 ampul Cromaver 3 Reagent lalu homogenkan. Pakai sampel yang tidak diberi reagen sebagai blangko. Tekan zero. Setelah muncul angka 0 mg/L ganti dengan sampel yang diberi reagen. Pada display akan muncul kadar krom dalam mg/L.
Data penelitian yang diambil selama penelitian yaitu: 1. Kadar COD dan krom air limbah sebelum adsorpsi.
2. Kadar COD dan krom setelah tercapai kesetimbangan pada percobaan secara batch
Evaluasi hasil penelitian
Nilai qeq dihitung berdasarkan neraca massa, yaitu:
V W ) C -(Co qeq eq
( ... (((
Konstanta pada persamaan Langmuir yaitu b dan Qo diperoleh dengan membuat grafik
hubungan antara Ceq/qeq vs Ceq sesuai persamaan (3).
Konstanta pada persamaan Freundlich yaitu KF dan n diperoleh dengan membuat grafik
hubungan antara log qeq vs log Ceq sesuai persamaan (5).
PEMBAHASAN Variasi pH
Hasil percobaan penjerapan krom dan COD dengan variasi pH terlihat pada Tabel 4. Variasi pH dilakukan pada rentang 5 sampai dengan 9.
Tabel 4. Hubungan pH larutan dengan COD dan krom sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, Ukuran abu 20 mesh, t = 1 j, W = 15 g)
Kode
sampel COD (mg/L) Krom (mg/L)
Kontrol 230 12,75 pH 5 173 6,05 pH 6 160 5,9 pH 7 128 4,1 pH 8 143 4,85 pH 9 140 5,15
Hasil tersebut bila ditampilkan dalam bentuk Grafik terlihat pada Gambar 6 dan 7 .
Pengurangan COD dan krom maksimum diperoleh pada pH 7. Pada pH ini diperoleh pengurangan kadar COD dan krom berturut-turut sebesar 44,35 % dan 67,84 %. Sedikitnya krom yang bisa diambil pada pH tinggi dimungkinkan karena terbentuknya krom hidroksida (Gupta, 2004).
A-274
Gambar 6. Grafik hubungan pH larutan dengan COD sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, Ukuran abu 20 mesh, t = 1 j, W = 15 g)
Gambar 7. Grafik hubungan pH larutan dengan krom sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, Ukuran abu 20 mesh, t = 1 j, W = 15 g)
Hasil percobaan penjerapan krom dan COD dengan variasi ukuran abu terbang bagas terlihat pada Tabel 5. Hasil di atas bila ditampilkan dalam bentuk grafik terlihat pada Gambar 8 dan 9. Variasi mesh dilakukan pada rentang 20 sampai dengan 100 mesh. pH ditetapkan sebesar 7 sesuai hasil penjerapan maksium yang diperoleh pada percobaan variasi pH di atas.
Tabel 5. Hubungan mesh abu terbang dengan COD dan krom sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, pH = 7, t = 1 j, W = 15 g)
Kode sampel COD (mg/L) Krom (mg/L) Kontrol 216 12,24 20 Mesh 162 7,4 40 mesh 139 5,8 60 Mesh 113 4 80 Mesh 98 2,6 100 Mesh 91 2,3
Gambar 8. Grafik hubungan mesh abu terbang dengan COD sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, pH = 7, t = 1 j, W = 15 g)
Dari Gambar 8 dan 9 terlihat bahwa semakin kecil ukuran abu terbang bagas maka konsentrasi COD dan krom pada akhir proses penjerapan semakin kecil pula. Hal ini menunjukkan COD dan krom yang terjerap semakin banyak. Hasil ini disebabkan karena semakin kecil ukuran butir abu terbang
A-275
bagas maka luas permukaan yang dimiliki untuk proses penjerapan semakin besar pula. Antara ukuran 80 dengan 100 mesh tidak diperoleh selisih pengurangan COD dan krom yang terlalu besar sehingga ditetapkan 80 mesh sebagai ukuran abu terbang bagas yang optimum.
Gambar 9. Grafik hubungan mesh abu terbang dengan krom sisa pada akhir proses penjerapan (V=50 mL, pH = 7, t = 1 j, W = 15 g)
Perhitungan konstanta pada persamaan Langmuir dan Freundlich
Hasil percobaan dengan variasi berat digunakan untuk menghitung konstanta pada persamaan Langmuir dan Freundlich. Pertama-tama kandungan COD atau krom dalam abu terbang bagas yang berada pada kesetimbangan, qeq, dihitung dengan persamaan 6. Hasil yang diperoleh terlihat pada
Tabel 4.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara Ceq/qeq vs Ceq dan grafik hubungan antara log qeq vs log Ceq.
Hasil yang diperoleh terlihat pada Gambar 10, 11, 12, dan 13. Dengan software Microsoft Excell diperoleh persamaan garis dari trendline tiap grafik beserta koefisien korelasinya.
Tabel 4. Perhitungan kandungan COD dan krom dalam abu terbang bagas yang berada pada kesetimbangan
Parameter V, mL Co, mg/L Ceq, mg/L W, g qeq (pers. 6) COD 50 207 79 15 0,43 50 207 42 20 0,41 50 207 30 25 0,35 50 207 24 30 0,31 50 207 16 35 0,27 Krom 50 11,9 2,4 15 0,032 50 11,9 0,92 20 0,027 50 11,9 0,63 25 0,023 50 11,9 0,38 30 0,019 50 11,9 0,27 35 0,017
A-276
Gambar 11. Grafik hubungan Ceq/qeq vs Ceq pada parameter krom
Gambar 12. Grafik hubungan log qeq vs log Ceq pada parameter COD
Gambar 13. Grafik hubungan log qeq vs log Ceq pada parameter krom
Persamaan Langmuir yaitu:
o eq o eq eq
Q
C
b
Q
1
q
C
Konstanta b dan Qo untuk parameter COD dihitung dari Gambar 10 sedangkan untuk krom dari Gambar 11. a. Parameter COD 1/Qo = 1,9777 Qo = 0,50564 1/(Qo b) = 26,2607 b= 0,07531 b. Parameter krom 1/Qo = 27,7093 Qo = 0,03609 1/(Qo b) = 9,167 b = 3,02272
Persamaan Freundlich yaitu:
eq F eq logC n 1 K log q log
A-277
Konstanta KF dan n untuk parameter COD dihitung dari Gambar 14 sedangkan untuk krom dari
Gambar 15. a. Parameter COD log KF = -0,911 KF = 0,12274 1/n = 0,2994 n = 3,34001 b. Parameter krom log KF = -1,5901 KF = 0,0257 1/n = 0,2999 n = 3,3344
Bila dibuat grafik hubungan Ceq dengan qeq baik untuk data mentah maupun persamaan Langmuir dan
Freundlich yang didapatkan, maka untuk parameter COD terlihat pada Gambar 14 dan untuk parameter krom terlihat pada Gambar 15.
Gambar 14. Grafik hubungan Ceq dengan qeq untuk parameter COD
Gambar 15. Grafik hubungan Ceq dengan qeq untuk parameter krom.
Koefisien korelasi, R2, yang didapatkan untuk persamaan Langmuir lebih mendekati 1
dibandingkan persamaan Freundlich, baik untuk parameter COD maupun krom. Oleh karena itu persamaan Langmuir lebih cocok dipakai pada sistem limbah industri penyamakan kulit dengan adsorben abu terbang bagas.
KESIMPULAN
Persamaan Langmuir lebih cocok dibandingkan dengan persaman Freundlich untuk
memodelkan kesetimbangan adsorption isotherm pengurangan COD dan krom dengan abu terbang
bagas secara batch. Konstanta b dan Qo pada Persamaan Langmuir untuk parameter COD berturut-turut 0,07531 dan 0,50564 sedangkan untuk parameter krom berberturut-turut-berturut-turut 3,02272 dan 0,03609.
A-278 DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, M., Hasany, S.M., Bhanger, M.I., and Iqbal, S., 2007, Low Cost Sorbents for The Removal of
Methyl Parathion Pesticide from Aqueous Solutions, Chemosphere, 66, 1829-1838.
Amuda, O.S. and Ibrahim A.O., 2006, Industrial Wastewater Treatment Using Natural Material as Adsorbent, African J. Biotechnol., 5,1483-1487.
Gupta, V.K. and Ali, I., 2004, Removal of Lead and Chromium from Wastewater Using Bagasse Fly Ash- A Sugar Industry Waste, J. Colloid Interface Sci., 271, 321-328.
Mall, I.D., Srivastava, V.C., and Agarwal, N.K., 2006, Adsorptive Removal of Auramine-O: kinetic
and Equilibrium Study, J.Hazard.Mater.,doi:10.1016/jhazmat.2006.09.059.
Prasetya, A., Purnomo, C.W., Wildan, M.W., and Rifa’i, A., 2006, In Situ Heavy Metal Contained Wastewater Remediation of Small and Medium Scale Industries (SMIs) Using Natural Zeolite
and Modified Fly Ash Compound, Proceeding Final Report Hi Link Project Research 2006.
Rachakornkij, M., Ruangchuay, S., and Teachakulwiroj, S., 2004, Removal of Reaktif Dyes from
Aqueous Solution Using Bagasse Fly Ash, Songklanakarin J. Sci. Technol., 26, 13-24
Richardson, J.F., Harker, J.H., and Backhurst, J.R., Particle Technology and Separation Processes in
Coulson and Richardson’s Chemical Engineering, Vol.2, 5th ed., Butterworth-Heinemann, pp. 979-980.
Ruthven, D.M., 1984, Principle of Adsorption and Adsorption Processes, John Wiley & Sons, Inc., pp. 220-271.
Suzuki, M., 1990, Adsorption Engineering, Kodansha Ltd., pp.35
Thomas, W.J. and Crittenden, B., 1998, Adsorption Technology and Design, Elsevier Science and Technology Book, pp. 1-7.