• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI MIKROEMULSI TOPIKAL PIROKSIKAM DENGAN VARIASI KONSENTRASI SURFAKTAN DAN KOSURFAKTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULASI MIKROEMULSI TOPIKAL PIROKSIKAM DENGAN VARIASI KONSENTRASI SURFAKTAN DAN KOSURFAKTAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

101

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

FORMULASI MIKROEMULSI TOPIKAL PIROKSIKAM DENGAN VARIASI

KONSENTRASI SURFAKTAN DAN KOSURFAKTAN

Angreni Ayuhastuti1, Fazrianti M. Ramdhani1, Elvi Trinovani1, Mimin Kusmiyati1*

1. Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung, Jl. Prof. Eyckman No. 24 * Corresponding author : farmasipoltekkesbdg@gmail.com

ABSTRAK

Piroksikam merupakan salah satu obat anti-inflamasi non steroid (AINS), berkhasiat analgetik, antipiretik, dan antiradang kuat melalui penghambatan sintesis prostaglandin, dengan menghambat enzim siklooksigenase. Pemberian piroksikam secara oral dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal ini, dipilih dalam bentuk sediaan topikal. Selain itu, untuk meningkatkan penetrasi obat secara topikal dan meningkatkan kelarutan dari piroksikam yang sukar larut dalam air, dikembangkan mikroemulsi yang terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan air yang diberikan untuk rute administrasi topikal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang dapat menghasilkan mikroemulsi piroksikam yang stabil dengan ukuran diameter droplet pada rentang 5-140 nm. Mikroemulsi diformulasikan dengan variasi konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan, yaitu pada perbandingan 3:1, 4:1, dan 5:1. Tween 80 digunakan sebagai surfaktan, plantacare® sebagai kosurfaktan, serta asam oleat dipilih sebagai pembawa dan agen peningkat penetrasi bahan obat. Penentuan daerah pembentukan mikroemulsi dapat diketahui dengan pembuatan diagram fase terner. Sistem mikroemulsi yang jernih dan transparan dievaluasi stabilitasnya menggunakan uji freeze-thaw. Konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan pada perbandingan 5:1 menghasilkan mikroemulsi yang stabil dengan ukuran diameter droplet sebesar 20,6 nm, berdasarkan pengukuran menggunakan particle size analyzer.

Kata kunci: piroksikam, mikroemulsi, surfaktan, kosurfaktan

ABSTRACT

Piroxicam is a non steroidal anti-inflammatory drug (NSAID), it has anti-inflammatory, analgesic, and antipyretic activity through inhibition of prostaglandin synthesis, via inhibition of cyclooxygenase enzymes. Oral administration of piroxicam caused side effects on the gastrointestinal tract in a long term therapy. Thus for this reason, topical dosage form was chosen. In addition, to increase topical drug penetration and increasing the solubility of piroxicam that insoluble in water, microemulsion was developed that consist of oil, surfactant, cosurfactant, and water for topical administration. The purpose of this study was to determine the concentration ratio of surfactant and cosurfactant that could produce a stable piroxicam microemulsion with a droplet diameter in the range of 5-140 nm. Microemulsions were formulated with various ratios of surfactant and cosurfactant, that is in the ratio of 3:1, 4:1, and 5:1. Tween 80 was used as surfactant, plantacare® as cosurfactant, and oleic acid as drug vehicle and penetration enhancers agent. The existence of microemulsion region that form microemulsions were identified from ternary phase diagrams. The stability of a clear and transparent microemulsion was evaluated by freeze-thaw test. Concentration of surfactant and cosurfactant at ratio of 5:1 produced a stable microemulsion with a droplet diameter of 20,6 nm, based on measurements using particle size analyzer.

(2)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

102

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

Piroksikam merupakan salah satu obat anti-inflamasi non steroid yang berkhasiat analgetik, antipiretik, dan antiradang kuat (Tjay, 2007), diindikasikan untuk penyakit inflamasi sendi seperti artritis reumatoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007). Namun, karena piroksikam merupakan golongan

non-selective NSAIDs, dapat menyebabkan efek

samping iritasi saluran cerna pada penggunaan secara oral (Katzung, 1997). Untuk mengurangi efek samping, piroksikam diberikan melalui rute administrasi topikal (Abd-Allah, 2010).

Piroksikam memiliki permasalahan fisikokimia, seperti kelarutannya yang buruk dalam air (Sweetman, 2009). Untuk meningkatkan kelarutan dari obat hidrofobik, dapat dilakukan dengan cara membuat sediaan mikroemulsi yang telah dipelajari sebagai sistem penghantaran obat karena kapasitas pelarutannya untuk obat-obat yang tidak larut dalam air (Abd-Allah, 2010). Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi, memiliki globul yang terdispersi dalam dimensi koloidal dengan diameter tetesan dalam rentang 5 nm sampai 140 nm (Aulton, 2002). Tidak seperti emulsi, mikroemulsi yang homogen memiliki sistem transparan yang stabil secara termodinamika. Selain itu juga dapat lebih cepat menembus lapisan-lapisan kulit manusia karena terdapat bagian yang hidrofilik. Ukuran partikel yang sangat kecil semakin mempercepat mikroemulsi menembus lapisan-lapisan kulit manusia sehingga dapat mengurangi proses abrasi (Jufri, 2009).

Mikroemulsi dapat didispersikan dalam fase minyak dalam air atau fase air dalam minyak (Aggarwal, 2013). Pembentukan dan stabilitas mikroemulsi memerlukan pencapaian dari tegangan antarmuka yang sangat rendah. Pada umumnya tidak mungkin menurunkan tegangan antarmuka hanya dengan surfaktan tunggal,

namun perlu menambahkan amfifilik kedua, biasanya alkohol-alkohol rantai sedang. Amfifilik kedua tersebut disebut sebagai kosurfaktan (Aulton, 2002). Dalam menurunkan tegangan antarmuka, molekul kosurfaktan bergabung dengan molekul surfaktan pada antarmuka minyak/air, sehingga mempengaruhi kelengkungan droplet, menghasilkan droplet yang terdispersi halus dalam ukuran yang lebih rendah (Wei Lu, 2010).

Untuk menurunkan tegangan antarmuka pada sediaan mikroemulsi tidak digunakan surfaktan tunggal, namun dikombinasikan dengan kosurfaktan. Sediaan mikroemulsi piroksikam tersebut diformulasikan dengan variasi perbandingan konsentrasi antara surfaktan dan kosurfaktan, dengan menggunakan tween 80 sebagai surfaktan dan plantacare® sebagai kosurfaktan. Kemudian dievaluasi kestabilan mikroemulsi, sehingga menghasilkan komposisi antara minyak, air, surfaktan, dan kosurfaktan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan dalam pembentukkan mikroemulsi topikal piroksikam yang stabil dengan ukuran diameter droplet 5-140 nm.

BAHAN DAN METODE Bahan

Piroksikam, asam oleat, tween 80, plantacare®, metil paraben, propil paraben, butil hidroxi toluen, dan akuades.

Formulasi Mikroemulsi dan Pembuatan Diagram Fase Mikroemulsi

Pembuatan diagram fase mikroemulsi dilakukan untuk menentukan daerah keberadaan atau pembentukan mikroemulsi dengan menggunakan water titration method.

Surfaktan (Tween 80) dan kosurfaktan (Plantacare®) dicampur dengan perbandingan konsentrasi 3:1, 4:1, dan 5:1 pada total konsentrasi yang divariasikan yaitu 25%, 30%,

(3)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

103

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

dan 40%, diaduk menggunakan magnetic heater

stirrer pada suhu 35°C. Campuran surfaktan dan

kosurfaktan (smix) dicampur dengan minyak (asam oleat) dengan perbandingan antara smix dan minyak yaitu 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, dan 1:9, kemudian diaduk menggunakan

magnetic heater stirrer pada suhu 35°C. Titrasi

campuran tersebut dengan akuades hingga komposisi formula mencapai 100%, diaduk menggunakan magnetic heater stirrer pada suhu 35°C hingga terbentuk mikroemulsi yang jernih dengan viskositas rendah. Keadaan dari jelas ke keruh dan dari keruh ke jelas berturut-turut menunjukkan pembentukkan emulsi dan mikroemulsi. Berdasarkan hasil diagram fase, 1 formula dipilih untuk penelitian selanjutnya (Piao, 2010).

Pembuatan Sediaan Mikroemulsi Piroksikam

Dibuat larutan kontrol negatif dengan mencampurkan sejumlah bahan yang sudah ditimbang, diantaranya yaitu piroksikam, minyak (asam oleat), surfaktan (tween 80), dan akuades, kemudian diaduk menggunakan magnetic heater

stirrer pada suhu 35°C hingga terbentuk emulsi.

Pembuatan mikroemulsi piroksikam terlebih dahulu dengan pencampuran surfaktan dan kosurfaktan. Sejumlah bahan obat yang telah ditentukan, yaitu piroksikam 0,3% dilarutkan dalam campuran minyak (asam oleat). Pada fase minyak ditambahkan BHT dan propil paraben. Kemudian fase minyak dimasukkan ke dalam campuran surfaktan dan kosurfaktan. Metil paraben dilarutkan ke dalam fase air. Ditambahkan fase air sedikit demi sedikit ke dalam campuran smix dan fase minyak, diaduk menggunakan magnetic heater stirrer pada suhu 35°C (Luo, 2011).

Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Piroksikam

(1) Pengamatan Visual

Sediaan mikroemulsi piroksikam diamati secara visual meliputi warna, kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase (Soliman, 2010).

(2) Uji Freeze-Thaw

Pengujian ini ditujukan khususnya untuk sediaan likuida dengan menyimpan sediaan pada beberapa temperatur, dilakukan sebanyak 3 siklus dimana masing-masing siklus diantaranya dengan menyimpan sediaan pada suhu -10°C hingga -20°C selama 4 hari dan pada suhu 25°C selama 3 hari. Diamati perubahan yang terjadi pada sediaan (Huynh-Ba, 2009). Formula yang menghasilkan mikroemulsi yang stabil selama uji

freeze-thaw dipilih untuk pengujian selanjutnya.

(3) Penentuan Ukuran Diameter Droplet Mikroemulsi

Diameter droplet dari mikroemulsi piroksikam diukur menggunakan particle size

analyzer pada suhu ruangan (Piao, 2010).

Sebelum dilakukan pengukuran diameter droplet, terlebih dahulu dilakukan sonikasi selama 15 menit terhadap mikroemulsi piroksikam untuk membantu menurunkan ukuran droplet mikroemulsi.

(4) Pengukuran pH

Pengukuran pH sediaan diukur dengan menggunakan alat pH meter. Terlebih dahulu pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 7. Nilai pH sediaan diukur dengan pencelupan langsung elektroda pH meter ke dalam larutan mikroemulsi pada suhu ruangan dan pengukuran dilakukan dengan tiga kali pengulangan (Butani, 2014).

(5) Pengukuran Viskositas

Viskositas dari sediaan mikroemulsi diukur menggunakan viskometer (HAAKE

viscometer) menggunakan spindle nomor 3

dengan kecepatan 100 rpm pada ruhu ruangan (Piao, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Mikroemulsi dan Pembuatan Diagram Fase Mikroemulsi

Komposisi dari mikroemulsi sangat mempengaruhi produk akhir dari sediaan. Sistem mikroemulsi M/A memiliki jumlah fase minyak yang lebih sedikit dari konsentrasi surfaktan dan

(4)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

104

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

kosurfaktan. Konsentrasi smix di bawah 25% yang menghasilkan sediaan berwarna putih, keruh, dan kental seperti emulsi dan gel, serta cenderung terjadi pemisahan (breaking), dapat terjadi karena kemungkinan komposisi surfaktan belum cukup melindungi lapisan minyak sehingga terjadi pemisahan. Sedangkan konsentrasi smix di atas 27% menghasilkan mikroemulsi yang jernih dan transparan. Pada konsentrasi smix di atas 35% dihasilkan mikroemulsi jernih dan transparan dengan viskositas tinggi, namun salah satu karakteristik mikroemulsi yaitu memiliki viskositas rendah. Maka dari itu jumlah smix diturunkan hingga batas minimal yang dapat menghasilkan mikroemulsi jernih dan transparan dengan viskositas rendah, yaitu pada konsentrasi sekitar 27%.

Fase minyak yang digunakan yaitu asam oleat sekitar 2,5% yang bisa menghasilkan mikroemulsi yang jernih dan transparan. Semakin kecil jumlah fase minyak yang digunakan, mikroemulsi semakin mudah terbentuk. Hal ini terjadi karena fase minyak yang dibentuk misel semakin sedikit. Akhirnya, surfaktan yang teradsorpsi pada permukaan misel semakin banyak. Penambahan asam oleat dapat memungkinkan terbentuknya mikroemulsi pada konsentrasi surfaktan sebesar 27%. Konsentrasi

smix dan minyak pada basis mikroemulsi yang

digunakan yaitu dengan perbandingan 9,29:0,71. Daerah yang diberi warna biru menunjukkan daerah pembentukkan mikroemulsi. Sedangkan daerah yang diberi warna merah menunjukkan hasil keruh dan pembentukkan emulsi, berdasarkan pengamatan visual.

Gambar 1. Diagram fase smix 5:1 Pembuatan Mikroemulsi Piroksikam

Pada formula yang diperoleh dari hasil optimasi kemudian ditambahkan piroksikam sebagai zat aktif. Piroksikam dijadikan model zat aktif dalam formulasi mikroemulsi topikal ini karena merupakan senyawa hidrofobik yang praktis tidak larut dalam air (Sweetman, 2009). Berdasarkan percobaan sebelumnya, dipilih formula FC13 sebagai basis dalam pembuatan mikroemulsi piroksikam, karena dapat menghasilkan mikroemulsi yang jernih, transparan, dan stabil dalam uji freeze-thaw, serta memiliki viskositas yang paling rendah.

Konsentrasi piroksikam dalam sediaan topikal umumnya yaitu 0,5% (Sweetman, 2009). Berdasarkan jumlah fase minyak yang digunakan dalam sediaan, jumlah piroksikam yang dapat digunakan yaitu sebesar 0,3%. Pada konsentrasi tersebut dapat menghasilkan mikroemulsi berwarna kuning jernih dan transparan. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan konsentrasi lazim piroksikam yang ada di pasaran (0,5%). Namun, diharapkan dengan pembuatan sediaan dalam bentuk mikroemulsi dapat meningkatkan jumlah obat yang terdifusi ke dalam kulit, sehingga memiliki efikasi yang sama dengan dosis lazimnya.

Konsentrasi campuran surfaktan dan kosurfaktan (smix) divariasikan dari 20% hingga 40%. Pada konsentrasi smix di bawah 25% menghasilkan sediaan berwarna putih, keruh, dan kental seperti emulsi dan gel, serta cenderung terjadi pemisahan (breaking). Komposisi formula

Daerah keruh Daerah ME

(5)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

105

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

yang menghasilkan sediaan mikroemulsi dengan tampilan fisik jernih, transparan, viskositas rendah, dan tidak terjadi pemisahan fase, serta stabil berdasarkan uji freeze-thaw yaitu pada FC13, dengan perbandingan konsentrasi antara surfaktan dan kosurfaktan 5:1 (FC) pada konsentrasi smix 27,86%, serta perbandingan konsentrasi smix dan asam oleat pada 9,29:0,71.

Tabel 1. Formula yang Dievaluasi Bahan Baku Konsentrasi (%b/b) F0 FC13 (smix 5:1) Piroksikam 0,3 0,3 Asam Oleat 2,14 2,14 Tween 80 23,22 23,22 Plantacare® - 4,64 BHT 0,05 0,05 Metil Paraben 0,18 0,18 Propil Paraben 0,02 0,02 Akuades 74,09 69,45

Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

1) Pengamatan Visual

Formula kontrol (-) dan FC13 memiliki warna kekuningan karena adanya piroksikam yang berwarna putih kekuningan sebagai model obat dalam formula. Dibandingkan dengan kontrol (-) yang terbentuk sebagai emulsi dengan warna putih kekuningan, FC13 berbeda dengan kontrol (-), karena terbentuk sebagai mikroemulsi yang berwarna kuning jernih dan transparan. Hal tersebut terjadi karena adanya kosurfaktan dalam FC13 yang membantu pembentukkan mikroemulsi. Berdasarkan pengamatan visual, diperoleh hasil bahwa pada formula tersebut homogen dan tidak terjadi pemisahan fase.

FC13 dengan campuran surfaktan pada perbandingan 5:1 menghasilkan sediaan dengan warna, kejernihan, dan homogenitas yang berbeda dibandingkan F0. Pada FC13 dihasilkan mikroemulsi berwarna kuning jernih, transparan, dan homogen, sedangkan F0 menghasilkan sediaan berwarna putih kekuningan, keruh, dan kurang homogen. Pada kedua formula tersebut, sediaan tidak mengalami pemisahan fase.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Visual Mikroemulsi Piroksikam Pengamatan Formula F0 FC13 (smix 5:1) Warna Putih kekuningan Kuning jernih

Kejernihan Keruh Transparan

Homogenitas Kurang homogen Homogen Pemisahan fase Tidak memisah Tidak memisah 2) Uji Freeze-Thaw

Selama penyimpanan, sediaan harus stabil tanpa menimbulkan terjadinya pemisahan fasa yang diamati secara visual. Ketika sediaan disimpan pada suhu rendah (-10°C), terlihat bahwa sediaan mengalami perubahan fisik yaitu sediaan menjadi berwarna putih susu dan menjadi lebih kental, bahkan sediaan memadat. Hal ini dapat disebabkan karena fase minyak cenderung membeku pada suhu rendah. Akibatnya, partikel-partikel cenderung bergabung membentuk suatu ikatan antar partikel yang lebih rapat yang mengakibatkan sediaan menjadi berwarna putih susu karena strukturnya menjadi lebih rapat dan teratur. Selain itu, laju alir menjadi berkurang dan viskositas pun meningkat. Akan tetapi, bila sediaan disimpan kembali pada suhu kamar, penampilan sediaan kembali seperti semula yaitu jernih dan transparan, dan viskositasnya kembali normal. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi adalah reversibel (Jufri, 2004).

Pada evaluasi ini, dilakukan terhadap formula-formula yang menghasilkan mikroemulsi yang jernih dan transparan. Selama penyimpanan, mikroemulsi harus stabil tanpa menimbulkan terjadinya pemisahan fasa yang diamati secara visual. FC13 merupakan formula paling stabil.

(6)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

106

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

Tabel 3. Formula Uji Freeze-Thaw Kom posisi Basis (%b/ b) Formula FA 12 FA 13 FB 12 FB 13 FC 11 FC 12 FC13 smix 3:1 3:1 4:1 4:1 5:1 5:1 5:1 Twee n 80 20, 77 20, 89 22, 15 22, 29 22, 92 23, 08 23, 22 Planta care 6,9 2 6,9 6 5,5 4 5,5 7 4,5 8 4,6 2 4,6 4 Asam oleat 2,3 1 2,1 4 2,3 1 2,1 4 2,5 2,3 1 2,1 4 Akua des 70 70 70 70 70 70 70

Selama 3 siklus pengujian, FC13 cukup stabil dibandingkan formula lainnya karena hanya mengalami perubahan pada freeze

temperature di siklus ketiga, yaitu membeku dan

berwarna putih susu. Namun tidak mengalami pemisahan fase dan kembali ke semula setelah disimpan di suhu ruang.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Freeze-Thaw F (smix 3:1) F (smix 4:1) F (smix 5:1) FA 12 FA 13 FB1 2 FB1 3 FC 11 FC 12 FC 13 S 1 F ts ts s ts ts ts s R s s s s s s s S 2 F ts ts ts ts ts ts s R s s s s s s s S 3 F ts ts ts ts ts ts ts R s s s s ts s s Keterangan:

S1 = Siklus 1; S2 = Siklus 2; S3 = Siklus 3 F = freeze temperature (-10°C); R = room

temperature (25°C)

s = stabil/ jernih; ts = tidak stabil/ menggumpal/ keruh

3) Penentuan Ukuran Diameter Droplet Mikroemulsi

Ukuran droplet mikroemulsi diukur dengan menggunakan alat Delsa™ Nano particle

size analyzer Ver. 2.31/2.03. Prinsip alat ini

adalah mengukur diameter droplet yang terdapat

dalam sampel dengan menggunakan sebaran cahaya yang dilewatkan pada sampel (light

scattering). Dipilih satu formula yang paling

stabil dalam uji freeze-thaw, yaitu FC13 untuk dilakukan pengukuran droplet mikroemulsi. Dari pengukuran droplet yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa ukuran diameter droplet yang terdapat dalam sampel FC13 adalah 20,6 nm. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa ukuran droplet mikroemulsi tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ukuran droplet mikroemulsi berada pada rentang 10-140 nm (Aulton, 2002).

4) Pengukuran pH

Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa pH dari kontrol (-) dan FC13 masih berada pada rentang pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono, 2007). Hal ini menunjukkan sediaan masih sesuai dengan pH balance kulit. Bila pH sediaan terlalu asam dapat menyebabkan iritasi kulit dan bila pH sediaan terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik, hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan mantel asam pada stratum korneum. Nilai pH kontrol (-) yang lebih rendah dibandingkan nilai pH FC13 dapat disebabkan karena adanya penambahan plantacare® sebagai kosurfaktan pada FC13. Plantacare® tersebut cenderung bersifat lebih basa, sehingga kemungkinan menurunkan pH sediaan pada FC13.

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Terjadi penurunan nilai pH pada tiga kali pengukuran dari FC13 dan F0 (kontrol negatif). Nilai pH rata-rata dari tiga kali pengukuran pH pada FC13 yaitu 6,24 yang nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata pH pada F0, yaitu 5,36.

Tabel 5. Hasil Pengukuran pH

pH F0 FC13 Replikasi 1 5,40 6,20 Replikasi 2 5,34 6,10 Replikasi 3 5,33 6,02 Rata-rata 5,36 6,24 5) Pengukuran Viskositas

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengukuran viskositas dari FC13, kemudian

(7)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

107

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

dibandingkan dengan viskositas kontrol (-). Alat yang digunakan untuk mengukur viskositas sediaan yaitu Viskometer Stormer dengan spindle nomor 3 pada suhu ruang (25°C). Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa viskositas kontrol (-) lebih rendah dibandingkan FC13. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pada FC13 terdapat plantacare® sebagai kosurfaktan yang memiliki konsistensi yang cenderung sangat kental. Selain itu, telah dilakukan pembuatan sediaan dengan volume yang lebih besar untuk pengukuran viskositas (120 ml), sehingga menyebabkan pembentukkan mikroemulsi yang berbeda dibandingkan dengan skala percobaan (5 ml) yang memiliki viskositas rendah.

Hasil pengukuran viskositas dari FC13 yaitu sebesar 12 dPas, sedangkan untuk viskositas dari F0 yaitu sebesar 2,2 dPas. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai viskositas antara formula mikroemulsi dan kontrol (-).

Tabel 6. Hasil Pengukuran Viskositas Formula Viskositas

(dPas)

F0 2,2

FC13 12

KESIMPULAN

Adanya variasi konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan berpengaruh terhadap pembentukan sistem mikroemulsi yang stabil. Formula yang dapat menghasilkan sistem mikroemulsi topikal piroksikam yang stabil yaitu pada perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan 5:1, dengan formula yang terdiri dari piroksikam 0,3% sebagai model bahan aktif, asam oleat 2,14% sebagai minyak, tween 80 23,22% sebagai surfaktan, plantacare® 4,64% sebagai kosurfaktan, BHT 0,05% sebagai antioksidan, metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02% sebagai pengawet, serta aquadest 69,45%. Pembuatan mikroemulsi dapat dibuat pada suhu 35°C dengan kecepatan pengadukan menggunakan stirrer no. 2 (200-250 rpm) selama ±7 menit.

Dari pengukuran droplet yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa ukuran diameter droplet yang terdapat dalam formula FC13 adalah 20,6 nm. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa ukuran droplet mikroemulsi tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ukuran droplet mikroemulsi berada pada rentang 10-140 nm.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Allah, Fathy I., Hamdy M. Dawaba, Ahmed Mansour, dan Ahmed M. Samy. 2011. “Evaluation of The Anti-Inflammatory and Analgesic Effects of Piroxicam Loaded Microemulsion in Topical Formulations”. Dalam International Journal of Pharmacy

and Pharmaceutical Sciences.

(ISSN-0975-1491). Cairo.

Aisyah, Siti, Ani Suryani, dan Titi Candra Sunarti. Tanpa tahun. “Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair”. Dalam

Jurnal Teknologi Industri Pertanian Volume 20.

Anggarwal, Nidhi, Shishu Goindi, dan Ranjit Khurana. 2013. “Formulation, Characterization, and Evaluation of an Optimize Microemulsion Formulation of Griseofulvin for Topical Application”. Dalam Colloids and Surface B: Biointerfaces. India.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk

Sediaan Farmasi. Edisi empat. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Aulton, Michael E. 2002. Pharmaceutics: The

Science of Dosage Form Design. Edisi

dua. UK: Churchill Livingstone.

Butani, Dhruv, Chetan Yewale, dan Ambikanandan Misra. 2014. “Amphotericin B Topical Microemulsion: Formulation, Characterization, and

(8)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

108

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

Evaluation”. Dalam Colloids and Surface

B: Biointerfaces. India.

Date, Abhijit A. dan M. S. Nagarsenker. 2008. “Parenteral Microemulsion: An Overview”. Dalam International Journal

of Pharmaceutics.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. “Farmakologi dan Terapi”. Edisi lima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi lima. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Huynh-Ba, Kim. 2009. Handbook of Stability

Testing in Pharmaceutical Development.

Delaware.

Jufri, Mahdi, Asnimar Binu, dan Julia Rahmawati. 2004. “Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi”. Dalam

Majalah Ilmu Kefarmasian (No. 3/ Vol. I/

Desember). Jakarta

Jufri, Mahdi, Joshita Djajadisastra, dan Ledy Maya. 2009. “Pembuatan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah”. Dalam

Majalah Ilmu Kefarmasian. (No. 1/ Vol.

VI/ April). Jakarta.

Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi Dasar

dan Klinik. Jakarta: EGC.

Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, dan Joseph L. Kanigh. 1994. Teori dan Praktek

Farmasi Industri. Edisi tiga. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Luo, Maofu, Qi Shen, dan Jinjin Chen. 2011. “Transdermal Delivery of Paeonol Using Cubic Gel and Microemulsion Gel”. Dalam International Journal of Nanomedicine. Shanghai.

Martin, Alfred, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 1993. Farmasi Fisik:

Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik.

Edisi tiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Murthy, S. Narashima dan H. N. Shivakumar. 2010. “Topical and Transdermal Drug Delivery”. Dalam Kulkarni, Vitthal S. (Editor). Handbook of Non-Invasive Drug

Delivery Systems. USA.

Ozguney, I.S., Hatice Yesim Karasulu, Gulten Kantarci, Sumru Sozer, Tamer Guneri, dan Gokhan Ertan. 2006. “Transdermal Delivery of Diclofenac Sodium Through Rat Skin from Various Formulations. Dalam AAPS Pharm Sci Tech. Oktober. Piao, Hong-Mei, Prabagar Balakrishnan,

Hyun-Jong Cho, Hyunjun Kim, You-Sun Kim, Suk-Jae Chung, Chang-Koo Shim, dan Dae-Duk Kim. 2010. “Preparation and Evaluation of Fexofenadine Microemulsions for Intranasal Delivery”. Dalam International Journal of Pharmaceutics. Juni.

Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, dan Marian E. Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients. Edisi enam.

London: Pharmaceutical Press.

Soliman, Sara M., N. S. Abdel Malak, Omaima El Gazayerly, dan A. A. Abdel Rehim. 2010. “Formulation of Microemulsion Gel Systems for Transdermal Delivery of Celecoxib: In Vitro Permeation, Anti-inflammatory activity, and Skin Irritation Tests”. Dalam Drug Discoveries &

Therapeutics. September. Cairo.

Swarbrick, James dan James C. Boylan. 1994.

Encyclopedia of Pharmaceutical

Technology. New York: Marcel Dekker,

(9)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

109

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale:The

Complete Drug Reference. 36th Ed. USA:

Pharmaceutical Press.

Talegaonkar, Sushama, Adnan Azeem, Farhan J. Ahmad, Roop K. Khar, Shadab A. Pathan, dan Zeenat I. Khan. 2008. “Microemulsions: A Novel Approach to Enhanced Drug Delivery”. Dalam Recent

Patents on Drug Delivery and Formulation 2008. India.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007.

Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi enam.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah.

2007. Buku Pegangan Ilmu Kosmetik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Wei Lu, Guang dan Ping Gao. 2010. “Emulsions

and Microemulsions for Topical and Transdermal Drug Delivery”. Dalam Kulkarni, Vitthal S. (Editor). Handbook of

Non-Invasive Drug Delivery Systems.

(10)

Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI

110

Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia

Gambar

Gambar 1. Diagram fase smix 5:1  Pembuatan Mikroemulsi Piroksikam
Tabel 1. Formula yang Dievaluasi  Bahan Baku  Konsentrasi (%b/b) F0FC13  (smix  5:1)  Piroksikam  0,3  0,3  Asam Oleat  2,14  2,14  Tween 80  23,22  23,22  Plantacare®  -  4,64  BHT  0,05  0,05  Metil Paraben  0,18  0,18  Propil Paraben  0,02  0,02  Akuade
Tabel 3. Formula Uji Freeze-Thaw  Kom posisi  Basis  (%b/ b)  Formula FA12FA13FB12FB13 F C11 F C12 F C13 smix  3:1  3:1  4:1  4:1  5:1  5:1  5:1  Twee n 80  20, 77  20, 89  22, 15  22, 29  22, 92  23, 08  23, 22  Planta care  6,92  6,96  5,54  5,57  4,58

Referensi

Dokumen terkait

hydrocolloid matrix piroksikam; dan pada konsentrasi HPMC tertentu menghasilkan formula hydrocolloid matrix piroksikam yang optimal sehingga dapat mempercepat

hydrocolloid matrix piroksikam; dan pada konsentrasi HPMC tertentu menghasilkan formula hydrocolloid matrix piroksikam yang optimal sehingga dapat mempercepat

Formula mikroemulsi dengan minyak sawit sebagai fase minyak yang menunujukkan stabilitas terbaik adalah formula dengan rasio surfaktan minyak 4, proporsi fase aqueous

Pada penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu sediaan emulgel dengan mengorientasikan variasi konsentrasi surfaktan natrium lauril sulfat dan setostearil

Membuat dan mengevaluasi sediaan mikroemulsi topikal yang jernih dan stabil menggunakan fase minyak isopropil miristat dan minyak zaitun dengan natrium diklofenak

Konsentrasi optimum tween 80 yang dapat menghasilkan mikroemulsi M/A yang stabil selama penyimpanan secara fisika dan kimia sebesar 32% dan memiliki aktivitas

Konsentrasi optimum tween 80 yang dapat menghasilkan mikroemulsi M/A yang stabil selama penyimpanan secara fisika dan kimia sebesar 32% dan memiliki aktivitas

Karakteristik formula mikroemulsi dengan perbandingan surfaktan (Span 80-Tween 80) dan kosurfaktan (butanol) 6:3; 7:3 dan 8:3 baik tanpa ovalbumin maupun setelah