• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYEMPURNAAN TAHAN API DENGAN VARIASI RESIN ANTI API DAP DAN NICCA Fi NONE P205 PADA KAIN KAPAS, T/C, T/R dan POLIESTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYEMPURNAAN TAHAN API DENGAN VARIASI RESIN ANTI API DAP DAN NICCA Fi NONE P205 PADA KAIN KAPAS, T/C, T/R dan POLIESTER"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PRAKTIKUM PENYEMPURNAAN TEKSTIL

PENYEMPURNAAN TAHAN API DENGAN VARIASI RESIN ANTI API DAP DAN NICCA Fi NONE P205 PADA KAIN KAPAS, T/C, T/R dan POLIESTER

Disusun Oleh :

Nama : Jakariya Nugraha 10020067

Noerma Rachamwati 10020050 Fani Miftah Rizkiyah 10020054 Boby Fansha Graha 07020015

Dosen : Sukirman S.ST

Asisten : Desiriani Witri S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG

(2)

PENYEMPURNAAN TAHAN API DENGAN VARIASI RESIN ANTI API DAP DAN NICCA Fi NONE P205 PADA KAIN KAPAS, T/C, T/R dan POLIESTER

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1 Maksud

Untuk membuat kain mempunyai sifat anti apipada kain kapas, T/C, T/R dan poliester.

1.2 Tujuan

Mengetahui dan membandingkan hasil penyempurnaan tahan api dengan variasi jenis resin dan konsentrasi resin yang dilakukan pada kain kapas, T/C, T/R dan poliester.

II. TEORI DASAR

2.1 Serat Kapas

Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi selulosa, pektin, zat-zat yang mengandung protein, lilin dan abu. Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari

kondensasi molekul-molekul glukosa.

Derajat polimerisasinya sekitar 10.000 dengan berat molekul 1.580.000. Selulosa mengandung gugus hidroksil yaitu 1 gugus promer dan 2 gugus sekunder. Dalam hal morfologi serat penampang membujur serat kapas berbentuk pipih seperti pita terpilin. Penampang melintangnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri dari : kutikula, dinding primer, lapisan antara, dinding sekunder dan lumen.

(3)

Sifat Fisika Serat Kapas

 Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem.

 Kekuatan serat / bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon / inci persegi. Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.

 Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.

 Keliatan (toughness) adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.

 Kekakuan (stiffness) adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.

 Moisture Regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.

 Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.

 Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak lurus adalah 1,53.

Sifat Kimia Serat Kapas

 Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.

 Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.

 Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.

 Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan penggelembungan serat.

 Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin.

 Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.

2.2 Serat Rayon

Serat rayon merupakan serat selulosa yang diregenerasi sehingga strukturnya sama dengan serat selulosa lain, kecuali derajat polimerisasinya rendah karena terjadinya degradasi rantai polimer selama pembuatannya.

(4)

Sifat Fisika Serat Rayon

 Kekuatan serat rayon ± 2,6 g/denier dalam keadaan kering dan kekuatan basahnya ± 1,4 g/denier. Mulurnya ± 15 % dalam keadaan kering dan ± 25 % dalam keadaan basah.

 Moisture regain dalam kondisi standar 12-13 %

 Elastisitasnya jelek, apabila dalam pertenunan benangnya mendapat suatu tarikan kemungkinan benangnya tetap mulur dan tidak mudah kembali lagi.

 Berat jenis serat rayon adalah 1,52

Sifat Kimia Serat Rayon

 Asam-asam mineral encer panas atau asam pekat dingin akan merusak.

 Rayon tahan pelarut-pelarut untuk pencucian kering.

 Alkali kuat dapat menggelembungkan rayon dan menyebabkan kekuatan turun.

 Oksidator mempengaruhi serat rayon

2.3 Serat Poliester

Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan, sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur. Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

Reaksi pembentukan polyester

n HOOC COOH + n HOCH CH OH OH OC COO(CH ) O

n

H + (2n-1) H O

(5)

Sifat fisika Serat Poliester

 Berat jenis polyester adalah 1,38 g/cm3.

 Kekuatan tarik serat polyester sekitar 4.5 – 7.5 g/denier, sedangkan mulurnya berkisar antara 25 % sampai 75 %.

 Serat poliester berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat.

 Pada kondisi standar, yaitu RH 65  2 % dan suhu 20 oC  1 % moisture regain serat polyester hanya 0.4 % sedangkan RH 100 % moisture regainnya mencapai 0.6 % - 0.8 %

 Derajat kristalinitas adalah faktor penting untuk serat poliester, karena derajat kristalinitas serat sangat berpengaruh pada serap zat warna ,mulur, kekuatan tarik, stabilitas dimensi serta sifat-sifat lainya.

 Serat poliester tahan terhadap panas sampai pada suhu 220 oC, diatas suhu ini akan mempengaruhi kekuatan, mulur, dan warnanya menjadi kekuningan. Suhu 230-240 oC menyebabkan poliester melunak, suhu 260 oC menyebabkan poliester meleleh.

 Poliester memiliki sifat elastisitas yang baik dan ketahanan kusut yang baik.

Sifat Kimia Serat Poliester

Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin. Polieater tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering. Polieater larut dalam meta-kresol panas, asam trifouroasetat-orto-clorofenol.

2.4 Penyempurnaan Tahan Api

Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meskipun tanpa dibantu bila terkena api. Sdangkan kain tahan api atau non flammable(flame proof fire resistant) merupakan kain yang tidak terbakar bila dikenai api. Flame retardant

(6)

adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber nyala api ditiadakan.

Pada peristiwa pembakaran kain terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api dipadamkan maka akan meninggalkan residu seperti karbon. Sifat kain pada pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yang menguap dan perlu diketahui bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan meneruskan pembakaran. Pembakaran akan berlangsung cepat jika struktur kain mendukung penyimpanan udara atau oksigen sehingga meneruskan pembakaran setelah terjadi proses penyalaan pada kain, misalnya pada kain yang permukaannya berbulu (napped pile) atau kain yang strukturnya terbuka.

Proses Terbakarnya Bahan Tekstil

Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemanasan, dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya sumber dari luar akan menyebabkan proses pembakaran. Panas akan menaikkan suhu bahan tekstil sampai degradasi dan dekomposisi pada struktur polimer, dimana dari polimer selulosa biasanya akan terbentuk sisa karbon. Selanjutnya padatan akan terurai menghasilkan gas, baik gas yang mudah terbakar maupun tidak. Jumlah relative dari gas yang mudah terbakar maupun tidak mudah terbakar yang dihasilkan tergantung pada sifat serat, kondisi lingkungan dan zat kimia yang digunakan.

Proses pembakaran biasanya dibagi menjadi proses menyala (flaming), membara (glowing) dan memijar (smoldering).

 Nyala (flame)

Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu proses terbakarnya gas yang terurai dipermukaan. Proses dekomposisi thermal yang terjadi pada selulosa selalu didahului oleh proses nyala. Proses nyala ini menghasilkan gas, cairan, arang dan padatan. Penyalaan merupakan proses pembakaran yang terjadi

(7)

secara eksotermis yang terdiri dari uap yang mudah terbakar dan terurai dipermukaan bahan tekstil.

 Bara (glow)

Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi dipermukaan dan berada pada fase gas yang hanya berad diatas permukaan. Keadaan ini berlangsung dalam kondisi jumlah oksigen yang melimpah. Bahan tekstil dengan penyempurnaan tahan bara sering diperoleh bersama-sama dengan sifat tahan nyala api. Zat penghambat nyala yang berfungsi sebagai penghambat bara misalnya fosfat, tetapi beberapa dari jenis lainnya seperti sufamat, mempunyai daya penahan bara yang kecil. Panas pembakaran pada selulosa sekitar 400 – 500 oC, sedangkan suhu nyala bara api sekitar 600 oC.

 Pijar (smolder)

Proses pemijaran secara umum terjadi dibawah permukaan dan biasanya dalam kondisi persediaan oksigen yang sangat sedikit. Proses pemijaran ini terjadi secar lambat, dan biasanya disertai dengan keluarnya asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau bara.kemampuan meneruskan pemijaran sangat dipengaruhi oleh adanya panas dari reaksi eksotermis yang ditahan didekat area yang sdang berpijar.

Suhu minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan pemijaran dipengaruhi oleh karakteristik bahan ketika mengalami prosesoksidasi dan jumlah oksigen yang ada. Pada kondisi kandungan okasigen yang lebih besar, dengan suhu yang lebih rendah proses pembaraan dapat bertahan lebih lama. Metoda yang baik yang dapat digunakan untuk mencegah proses penijaran adalah dengan menghilangkan panas dengan segera dari daerah yang mengalami proses oksidasi.

(8)

III. PERCOBAAN

3.1 Prinsip Pengerjaan

Pemberian resin tahan api terhadap kain

3.2 Alat dan Bahan

a. Alat-alat yang digunakan:

 Gelas Kimia 500 ml  Neraca  Pengaduk  Nampan  Mesin paader  Mesin Stenter

b. Bahan yang digunakan:

 Kain kapas  Kain T/C  Kain T/R  Kain Poliester  Resin NiccoFinon  Resin 3.3 Fungsi Zat

 Boraks / Nicca Fi None P205 : Garam Asam posfat yang memberikan sifat tahan

(9)

3.4 Diagram Alir

3.5 Cara kerja

1) Bahan ditimbang, kemudian dihitung keperluan zat

2) Larutan resin anti api dibuat sesuai dengan keperluan yang telah dihitung

3) Bahan dipadding dengan larutan resin anti api tersebut dengan WPU 70 %

4) Dilakukan pengeringan awal (drying) pada suhu 100 oC

5) Setelah itu dilakukan curing pada suhu 150 oC

6) Dilakukan pencucian

7) Evaluasi pengujian tahan api dilakukan pada kain

8) Melakukan pengerjaan dan pengujian pada blangko

Persiapan dan Pembuatan Larutan

Padding WPU 70%

Drying 100° C

Curring 150 ° C

(10)

3.6 Data Pengamatan

Uji tahan api cara vertikal

Blanko

Bahan

Waktu nyala Waktu bara Panjang arang

Sebelum cuci (detik) Sesudah cuci (detik) Sebelum cuci (detik) Sesudah cuci (detik) Sebelum cuci (detik) Sesudah cuci (detik) Cotton 30,1 49 4,11 70 - - T/C 31 28 11,95 70 - - T/R 35,3 40 20,69 73 - - Poliester 13,81 36 7,58 0 - - Kel. Bahan

Waktu nyala Waktu bara Panjang arang

Sebelum cuci (detik) Sesudah cuci (detik) Sebelum cuci (detik) Sesudah cuci (detik) Sebelum cuci (cm) Sesudah cuci (cm) 1 (NICCA FINON E 100 g/l) Cotton 0 22 0 56,81 - - T/C 41,63 42 0 51,29 - - T/R 68 54 73 142 - - Poliester 0 18 0 0 - - 2 (NICCA FINON E 150 g/l) Cotton 12 21 0 73 - - T/C 60 34 0 36,87 - - T/R 70 43 0 78 - - Poliester 0 20,72 0 0 - - 3 (NICCA Cotton 12 27 0 45 - - T/C 64 31 0 42 - -

(11)

FINON E 200 g/l) T/R 12 43 0 81 - - Poliester 0 0 0 0 - - 4 (Borak 100 g/l) Cotton 26 0 35 67 - - T/C 28 37 37 57 - - T/R 57 49 82 115 - - Poliester 18 22 0 0 7,5 cm - 5 (Borak 150 g/l) Cotton 0 24 115 40 9,5 cm - T/C 44 38 72 62 - - T/R 56 59 122 101 - - Poliester 22 16 24 18 - - 6 (Borak 200 g/l) Cotton 0 20 6,5 65 6,5 - T/C 42 29 72 38 - - T/R 55 62 75 94 - - Poliester 0 0 0 0 - - IV. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini adalah penyempurnaan tahan api pada berbagai kain dengan menggunakan resin Niccafinone dan boraks. Kain yang digunakan adalah katun, t/c, t/r dan polyester. Dengan melakukan berbagai variasi konsentrasi, praktikan berharap bisa mendapatkan resep optimum untuk bisa digunakan.

Secara sederhana pengerjaanya adalah dengan menambahkan resin tahan api pada kain. Resin tersebut akan bereaksi dengan serat yang kemudian menyebabkan jumlah gas

(12)

yang mudah menyala akan berkurang. Sebagaimana bahwa pembakaran itu adalah proses terbakarnya gas yang terurai dipermukaan.

Kemudian setelah dilaksanakan, kain tersebut diuji ketahanan apinya dengan pengujian tahan api vertical. Kain tersebut dimasukan kedalam alat untuk kemudian dibakar dalam keadaan tertutup. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir udara (oksigen) bisa masuk yang akan mengakibatkannya bertambahnya nyala api. Dan selanjutnya dihitung waktu nyala dan waktu bara nya.

Data yang didapat pada pengujian ketahanan api ini, sudah praktikan cantumkan data halaman sebelumnya. Dengan penambahan pengujian blangko, yaitu kain tanpa menggunakan resin. Ini dilakukan supaya bisa mengetahui perbadaan antara yang sudah ditambahkan resin dengan yang belum ditambhkan.

Pengamatan dari data-data hasil pengujian ternyta menunjukan hasil yang bervariasi. Bagus atau tidaknya ketahanan terhadap api pada kain sendiri di indikasikan dengan lamanya waktu nyala dan waktu bara. Semakin sebentar waktu nyala dan waktu baranya maka semakin bagus ketahanan kain terhadap api. Apalagi jika waktu nya nol, sama sekali tidak terbakar pada saat pengujian. Dan ternyata waktu nyala nol pun didapatkan. Yaitu pada sampel kain kapas dengan resin nicca finone 100g/L sebelum pencucian. Ini terjadi karena adanya reaksi antara senyawa oragnofosfat pada resin dengan kain. Sehingga yang seharusnya kapas (selulosa) itu bersifat meneruskan pembakaran (cepat terbakar) akibat dari adanya senyawa karbon ( C ) dan oksigen ( O ) membentuk CO dan CO2 diredam oleh resin. Tetapi ini hanya terjadi pada konstrasi resin

nicaafinone 100 g/l> konsentrasi yang lain sedikit bertambah waktunya.

Namun yang terjadi pada kapas sesudah dicuci terjadi pertambahan waktu. Dan ini terjadi disemua konsetrasi, kecuali pada borak 150 g/l.

(13)

ini bisa diindikasikan sebagai berkurangnnya kemampuan resin akibat adanya pencucian pada kain. Begitupun dengan jenis kain yang lain pada berbagai konsetrasi dan jenis resin. Tidak hanya waktu nyala, waktu barapun menunjukan tren yang sama. Maka untuk saran yang bisa diajukan adalah pada aplikasi yang akan dilakukan, hendaknya kain sesudah diberi sempurnakan tidak dilakukan pencucian.

Dari keempat jenis kain yang diujicoba. Hasil yang paling bagus adalah kain polyester. Hasil uji penunjukan bahwa waktu nyala dan waktu bara di semua variasi dan jenis resin polyester waktunya paling sebenatar.

Blangko Nicca Finone 100 g/L Nicca Finone 150 g/L Nicca Finone 200 g/L Borak 100 g /L Borak 150 g /L

Kapas Sebelum Cuci 30,1 0 12 12 26 0

Kapas sesudah cuci 49 22 21 27 0 24

0 10 20 30 40 50 60 Wa ktu N yal a da la m de tik

Waktu Nyala pada kapas sebelum dan

sesudah dicuci

(14)

Selain karena sudah diberikan resin tahan api, ini juga akibat dari jenis seratnya sendiri. Bahwasannya polyester termasuk jenis serat yang tidak meneruskan pembakaran, karena tidak mengandung unsure karbon seperti kapas (selulosa).

Mesikupn dari data hasil pengujian ada tren kenaikan waktu nyala pada kain setelah dilakukan pencucian. Akan tetapi ada juga yang mengalami penuruan, dan yang mengalami penurunan dari berbagai variasi konsentrasi dan jenis resin adalah kain campuran yaitu t/c dan t/r. ini cukup menarik untuk ditelisik lebih jauh lagi. Namun praktikan mengasumsikan bahwa ini terjadi lebih kepada subjektifitas penilaian dari para penguji yang melakukan uji tahan api vertical. Karena pada saat pengujian dilakukan oleh penguji yang berbeda-beda.

Pengamatan yang dilakukan selanjutnya berlanjut pada pembandingan hasil penyempurnaan dengan blangko. Inipun hasilnya bervariasi. Secara teori bahwa seharusnya kain dengan penmbahan resin lebih baik daripada kain yang tidak diberikan resin. Ini pun terjadi, namun hanya pada serat kapas dan polyester. Kain-kain campuran malah menjadi lebih lama waktu nyala daripada blangkonya sendiri. Ini diasumsikan

Blangko Niccafino ne 100 g/L Niccafino ne 150 g/L Niccafino ne 200 g/L Boraks 100 g/L Boraks 150 g/L

Waktu nyala sebelum cuci 13,81 0 0 0 18 22

Waktu nyala sesudah cuci 36 18 20,47 0 22 16

waktu bara sebelum cuci 7,58 0 0 0 0 24

waktu bara sesudah cuci 0 0 0 0 0 18

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Wa ktu nya la da n ba ra da la m de tik

(15)

bahwa susunan struktur kimia dari serat campuran ini lebih kompleks daripada serat tunggal. Sehingga pada saat bereaksi dengan resin maka akan bertambah kompleks.

Dan ketika membandingkan hasil uji antara jenis resin, inipun bervariasi juga. Sehingga praktikan mengasumsikan bahwa pengunaan resin yang tepat untuk resep medapatkan resep optimum adalah harus diseuaikan dengan jenis kain yang akan dilakukan proses penyempurnaan tahan api.

V. KESIMPULAN

 Hasil uji sebelum pencucian lebih tahan api daripada sesudah pencucian

 Pengunaan resin yang tepat untuk resep medapatkan resep optimum adalah harus diseuaikan dengan jenis kain yang akan dilakukan proses penyempurnaan tahan api

 Kapas dengan Niccafinone konsentrasi 100 g/L

 T/C dengan borak 100, 150 g/L

 T/R dengan niccafinone konsentrasi 200 g/L

Referensi

Dokumen terkait

Balai pengobatan akupunktur medik lainnya seperti praktek dokter bersama akupunktur Medistra Medan, berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bersangkutan, jumlah

Cara ini membentuk lapisan tipis sekeliling kulit telur bagian dalam akibat satu lapisan tipis putih telur terkoagulasi. Lapisan itu juga berfungsi menutup pori-pori

Penulisan referensi dari jurnal wajib mencantumkan nama penulis artikel, tahun publikasi, judul artikel, nama jurnal yang dituliskan dengan huruf tebal atau garis bawah atau cetak

Dalam konsep ini, bagaimana suatu rumah tinggal yang menggunakan PLTS tersambung ke grid PLN dalam rentang waktu tertentu menggunakan energi listrik sama dengan jumlah

diakuinya asset dan / atau kewajiban pajak tangguhan (Waluyo,2008). Penghasilan atau beban yang harus diakui untuk menghitung laba fiskal atau laba komersial dalam periode

Tuliskan persamaan gaya-gaya pada buku yang diam diatas bidang miring menurut hukum Newton 1 Tugas 6a.. Gambarkan gaya-gaya yang bekerja pada buku yang diam pada

Dari jawaban yang diberikan siswa, dapat dilihat bahwa siswa tertarik dalam pembelajaran yang menggunakan komik dengan beragam alasan, diantaranya karena bergambar