• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Aborsi atau lebih sering disebut dengan istilah pengguguran janin. sebaliknya sebagai sesuatu hak yang harus dilindungi oleh hukum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Aborsi atau lebih sering disebut dengan istilah pengguguran janin. sebaliknya sebagai sesuatu hak yang harus dilindungi oleh hukum."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aborsi atau lebih sering disebut dengan istilah “pengguguran janin” merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku aborsi banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku juga terhadap masyarakat luas. Aborsi di beberapa negara masih merupakan wacana yang dilematis dan mengandung banyak perdebatan, apakah aborsi merupakan kejahatan atau sebaliknya sebagai sesuatu hak yang harus dilindungi oleh hukum.

Di negara berkembang, tempat rata-rata ukuran keluarga yang diinginkan relatif besar, dari 210 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun, diperkirakan 75 juta kehamilan tidak direncanakan dan 40–50 juta kehamilan, diperkirakan diakhiri dengan aborsi.

Abdul Bari Saifuddin pada saat itu menjabat Ketua Umum PB POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), mengungkapkan “bahwa setiap jam terjadi rata-rata 114 kasus aborsi, sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan.2

Data yang komprehensif tentang kejadian aborsi di Indonesia tidak tersedia. Berbagai data yang diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas. Penelitian yang dilakukan Population Council mengemukakan jumlah kasus aborsi di Indonesia pada tahun 1989 diperkirakan berkisar antara

2

Rukmini, M, Penelitian tentang aspek hukum pelaksanaan aborsi akibat perkosaan. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Ham RI, 2004, Hal. 1-3.

(2)

750.000 sampai 1.000.000. Hal ini berarti terjadi sekitar 18 aborsi per 100 kehamilan. Paulinus Soge juga menulis berdasarkan hasil diskusi terbatas mengenai abortus provocatus tidak aman yang diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tanggal 24 April 1998 di Jakarta, di Indonesia diperkirakan tiap tahun dilakukan sejuta abortus provocatus tidak aman. Data yang ditulis oleh Muhamad Faisal dan Sabir Ahmad, diperkirakan dalam setahun di Indonesia terjadi 16,7-22,2 abortus provocatus per 100 kelahiran hidup.

Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang mencakup perempuan kawin usia 15-49 tahun menemukan bahwa tingkat aborsi pada tahun 1997 diperkirakan 12 persen dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, yang menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan 3

Istilah popular lainnya adalah pengguguran kandungan, jika ditinjau sudut hukum menggugurkan kandungan tidak sama persis artinya dengan praktik aborsi karena sudut hukum pidana pada praktek aborsi terdapat dua bentuk perbuatan. Pertama adalah perbuatan pengguguran (afdrijven) kandungan, dan kedua adalah perbuatan mematikan (dood’doen) kandungan.4

Undang-Undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 adalah merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Undang-Undang Kesehatan

3 SKDKI, diakses dari http://chnrl.org/pelatihan-demografi/SDKI-2012.pdf, pada tanggal

29 November 2015 pada pukul 00.10 WIB

4 Yunanto. Hukum Pidana Malpraktek Medik. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

(3)

yang baru ini (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009) lebih komprehensif dalam mengantisipasi tantangan-tantangan bidang kesehatan dewasa ini dan kedepan. Hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti sebelum lahirnya peradaban yang modern, maka oleh kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat atau negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang disebut hukum. Sebahagian perilaku masyarakat atau hubungan antara satu dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum yang tidak tertulis yang disebut : etika, adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.

Dasar hukum aborsi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15 “dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu”.5

Pekerjaan profesi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional. 2. Pekerjaan berlandaskan etik profesi.

3. Mengutamakan panggilan kemanusian daripada keuntungan. 4. Pekerjaan legal melalui perizinan.

5. Anggota-anggota belajar sepanjang hayat.

6. Anggota-anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi. Landasan etik kedokteran adalah :

1. Sumpah Hippokrates (460-377 SM) 2. Deklarasi Geneva (1948)

3. International Code of Medical Ethics (1949). 4. Kode Etik Kedokteran Indonesia (1960). 5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (1983).6

5 Veronika, Hukum Dan Etika Dalam Praktek Kedokteran, Penerbit Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1989, hal. 12.

6 Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Penerbit buku Kedokteran. Jakarta.

(4)

Tindakan medis tertentu dalam melakukan aborsi yang dapat dilakukan apabila :

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan dilakukan tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan.

c. Disetujui oleh ibu hamil yang bersangkutan suami atau keluarganya.

Ketentuan tentang larangan aborsi ini dikecualikan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 75 ayat 2, berdasarkan :

a. Indikasi kegawatdaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan janin yang menderita penyakit genetik berat dan cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis

bagi korban perkosaan.

Apabila tindakan aborsi dilakukan, maka beberapa persyaratan lain harus dipenuhi, sesuai pasal 76 Undang-Undang No.36 tahun 2009 adalah :

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan.

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yakni sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.

e. Penyedian layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan.7 Pasien yang menjadi cacat dan bahkan meninggal dunia setelah ditangani oleh dokter atau petugas kesehatan yang lain. Polemik yang muncul adalah bahwa

7 Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta, 2010,

(5)

petugas kesehatan melakukan malpraktek, melakukan pengguguran, menyebabkan pasien cacat seumur hidup dan bahkan sampai meninggal. Masyarakat, terutama yang terkena kasus tersebut mengajukan atau yang keluarganya terkena kasus tersebut mengajukan tuntutan hukum. Fenomena semacam ini adalah bagus kalau dilakukan secara proporsional, sebab fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat terhadap hukum kesehatan, disamping itu fenomena ini juga menunjukan adanya kesadaran masyarakat, terutama pasien tentang hak-hak pasien.8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan oleh Penulis maka permasalahan yang akan dibahas adalah

1. Bagaimana Pengaturan tindak pidana aborsi di Indonesia ?

2. Bagaimana Pertanggung jawaban pidana bagi seorang Dukun Beranak yang melakukan aborsi dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2189 K/Pid/2010 ?

3. Bagaimana Pertimbangan Hakim bagi seorang dukun beranak yang melakukan aborsi sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 2189 K/Pid/2010 ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan rumusan masalah diatas yang dilakukan dalam penelitian skripsi ini adalah pada dasarnya :

8

(6)

1. Untuk mengetahui tindak pidana yang terkait dengan aborsi.

2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana bagi seorang Dukun Beranak yang melakukan Aborsi dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2189 K/Pid/2010.

3. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim bagi seorang Dukun Beranak yang melakukan aborsi sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 2189 K/Pid/2010.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang Penulisharapkan dan akan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat teroritis

a. Menambah wawasan, memberikan informasi dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan tinjauan pidana dalam putusan pengadilan terhadap malpraktek. b. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat tentang informasi

terhadap malpraktik didalam bidang Hukum Kesehatan. 2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan masukan bagi Pemerintah, aparat penegak hukum, Tenaga Kesehatan dan masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya menangulangi tindak pidana dalam putusan pengadilan terhadap malpraktek.

(7)

E. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini berjudul “Tindak Pidana Aborsi yang dilakukan Dukun Beranak Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2189/K/PID/2010”, merupakan hasil pemikiran Penulis. Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan Penulis, tidak menemukan judul dan permasalahan yang sama. Dengan demikian Penulis dapat mempertanggung jawabkan keasliannya.

F. Tinjauan Pustaka

1. Tindak pidana

a. Definisi Tindak Pidana

Peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak ditemukan definisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum. Para ahli hukum pidana pada umumnya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari pengertian tindak pidana.9

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah diperkenalkan oleh pihak pemerintah cq departemen kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam undang-undang tindak pidana khusus, misalnya: Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang

9 C.S.T. Kansiln dan Christine, S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradny

(8)

Tindak Pidana Narkotika, dan Undang-Undang mengenai Pornografi yang mengatur secara khusus Tindak Pidana Pornografi.

Istilah Tindak Pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut juga untuk seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi dia telah melakukan tindak pidana.10

KUH Pidana diatur dua jenis tindak pidana, dan satu jenis peraturan dan ketentuan umum. Kedua jenis tindak pidana kejahatan yang demikian adalah tindak pidana kejahatan yang diatur dalam buku II dari pasal 104-488 KUH Pidana, dan tindak pidana pelanggaran yang diatur dalam buku III dari pasal 489-569 KUH Pidana. Pembunuhan adalah salah satu bentuk kejahatan yang didalam KUH Pidana diatur dalam buku II.

Peristiwa pidana yang dapat dikenal hukuman menurut hukum negeri Belanda, hanyalah tindakan-tindakan (handelingen) yang oleh undang-undang dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman Sesuatu tindakan hanya dapat dikenai hukuman, jika tindakan itu didahului oleh ancaman hukuman dalam undang-undang. Azas ini baru pada akhir abad ke 18 masuk perundang-undangan. Sebelumnya, hakim dapat menjatuhkan hukuman atas peristiwa yang oleh undang-undang tidak dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman (delik-delik arbitrair, yaitu

(9)

peristiwa yang dijatuhi hukuman pidana oleh hakim menurut pandangannya sendiri).11

Pengertian hukum pidana menurut beberapa sarjana antara lain : 1. Moeljatno

Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata “Perbuatan pidana” dari kata pada “Tindak pidana” dikenal karena banyak menggunakan dalam perundang – undangan untuk menyebutkan suatu “Perbuatan pidana”.12

Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum, larangan disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.13

Larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancamaan pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan keadaan atau kejadian tersebut. Pendapat Van Hamel dan simons, Moeljatno menunjukan perbedaan antara pengertian perbuatan pidana dan tindak pidana terletah pada ada tidaknya kelakuan, akibat dan kesalahan didalamnya. Van hamel memberikan pengertian perbuatan pidana dan tindak pidana sebagai kelakuan orang yang merumuskan dalam hukum, yang bersifat melawan hukum dan patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan pendapat tentang tindak pidana terdiri dari kelakuan tanpa akibat. Moeljotno menekankan bahwa perbuatan pidana terdiri dari kelakuan dan

11 Van apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal.324. 12 Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, CV. Mandar Maju 2012, hal. 5. 13

(10)

akibat. Simons memberikan pengertian tindak pidana paling lengkap dengan menyebutkan sebagai suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan orang yang bersalah dan orang itu dapat bertanggung jawab atas perbuatannya. Moeljatno tidak sependapat dengan simons dengan yang memasukan kesalahan dalam pengertian perbuatan pidana. Kesalahan seharusnya berada diluar hukum pidana, yaitu keadaan batin pelaku perbuatannya untuk dapat tidaknya mempertanggungjawabkan perbuatanya.14

2. R. Soesilo

R. Soesilo menyebutkan bahwa tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.15

Setelah memperhatikan beberapa pendapat diatas, maka penulis mendefinisikan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, baik perbuatan yang bersifat aktif ( melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum), sedangkan peristiwa pidana adalah suatu peristiwa dimana seseorang telah melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain, sehingga seorang tersebut dikenakan sanksi pidana

14 Moeljatno, Op.Cit., halaman 58. 15

(11)

akibat atas perbuatan yang dilakukannya setiap orang yang telah bersalah.

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka didalam tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur tindak pidana, yaitu:

1. Unsur Objektif

Unsur Objektif adalah unsur yang terdapat diluar si pelaku, yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan, seperti: Sifat melawan hukum, kualitas dari si pelaku, kausalitas

2. Unsur Subjektif

Unsur Subjektif adalah unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya, seperti: kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa), Maksud pada suatu percobaan, macam-macam maksud , merencanakan terlebih dahulu, dan perasaan takut.16

2. Aborsi

Aborsi adalah Keluarnya atau dikeluarkan hasil konsepsi dari kandungan seorang ibu sebelum waktunya. Aborsi atau Abortus dapat

(12)

terjadi secara spontan dan aborsi buatan, aborsi secara spontan merupakan mekanisme alamiah keluarnya hasil konsepsi yang abnormal (keguguran).17

Istilah Aborsi adalah pengguguran kandungan. Walaupun dari sudut menggugurkan tidak sama persis artinya dengan praktik aborsi karena dari sudut hukum (pidana) pada praktik aborsi terdapat dua bentuk perbuatan, yaitu :

a. Perbuatan menggugurkan (afdrijven) kandungan. b. Perbuatan mematikan (doon‟doen) kandungan.18

Aborsi buatan legal dilakukan hanya berdasarkan indikasi medik, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan/suami, dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten di suatu sarana kesehatan tertentu. Cara yang digunakan untuk aborsi buatan legal ini dapat berupa tindakan operatif (paling sering dengan cara kuretase atau aspirasi vakum) atau dengan cara medical, dan dilaksanakan di rumah-rumah sakit atau klinik. Cara operatif itu dilakukan juga oleh dokter-dokter atau tenaga paramedik tertentu pada kasus-kasus aborsi buatan illegal.19

3. Tujuan Pemidanaan

Muladi membagi teori-teori tentang tujuan pemidanaan menjadi 3 kelompok yaitu sistem peminadanaan :

17 Notoatmodjo. Loc.cit. Halaman 135.

18 Yunanto. Hukum Pidana Malpraktik medik. Penerbit Andi Yogyakarta. Halaman 59. 19

(13)

a. Teori Absolut atau pembalasan

Memandang bahwa pemindanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri.Teori ini mengedapankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi yang bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.

b. Teori Relatif atau teori tujuan

Memandang bahwa pemindanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat.Sanksi dikenakan pada tujuannya, yaitu untuk mencegah agar orang yang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut untuk keadilan. Teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditunjukan kepada pelaku maupun pencegahan umum yang ditunjukan kepada masyarakat. c. Teori gabungan

Memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena mengabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan retribusi sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemindanaan mengandung karakter retributif sejauh pemindanaan dilihat sebagai

(14)

suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah, sedangkan karakter utilitariannya terletah pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana dikemudian hari. Teori ini digunakan untuk mengetahui tindak pidana putusan pengadilan untuk mencegah terjadinya malpraktek kepada pasien.

4. Dukun Beranak

Pengertian dukun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi (mantra, guna-guna, dan sebagainya), sedangkan dukun beranak adalah dukun yang pekerjaannya menolong perempuan melahirkan.20

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah merumur  40 tahun ke atas.

Tenaga non kesehatan menurut Retna (2009) antara lain :

20 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses dari (http://kbbi.web.id/dukun) pada tanggal 29 november 2015 pulu 02.00 WIB

(15)

a. Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.

b. Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan .

Yang tergolong dalam tenaga non kesehatan adalah dukun bayi yang sejak dahulu kala hingga sekarang keberadaanya masih sangat penting dalam pelayanan kebidanan sebagai dukun bayi. Dukun Bayi adalah seorang anggota masyarakat,pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisonal dan memperoleh keterampilan tersebut dengan cara turun temurun, belajar praktis atau cara lain yang menjurus ke arah peningkatan keterampilan tersebut dan melalui petugas kesehatan.

Dalam lingkungan dukun bayi atau dukun beranak merupakan tenaga terpercaya dalam hal yang bersangkutan dengan reproduksi. Ia diminta pertimbangannya pada masa kehamilan, mendampingi wanita yang bersalin sampai persalinan selesai dan mengurus ibu serta bayinya dalam masa nifas.

(16)

Masyarakat lebih memilih untuk menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi mereka tentang mutu pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam masyarakat menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beeranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenal.

Dukun bayi beraktivitas di masyarakat dalam bentuk pemeriksaan kehamilan melalui indri raba (palpasi). Biasanya perempuan yang mengandung, sejak mengidam sampai melahirkan selalu berkonsultasi kepada dukun dan dukun sering sendiri yang berkeliling dari pintu ke pintu memeriksa ibu yang hamil. Sejak usia kandungan 7 bulan control dilakukan lebih sering. Dukun menjaga jika ada gangguan, baik fisik maupun non fisik terhadap ibu dan janinnya. Agar janin lahir normal, dukun biasa melakukan perubahan posisi janin dalam kandungan dengan cara pemutaran perut (diurut-urut) disertai doa.

Pentingnya dukun bayi di pedesaan tidak saja karena menyangkut aspek sosial, tetapi juga aspek budaya, karena disamping mereka juga merupakan peranan sosial tertentu, juga mempunyai bagian dari sistem

(17)

budaya masyarakat yang keberadaanya sesuai dengan kebutuhan dan lama pikiran masyarakat.

Dukun bayi berperan penting sebagai penghubung antar masyarakat dengan pelayanan dengan pelayanan masyarakat formal maupun dukun bayi tidak dapat mencegah kematian ibu. Jika terjadi komplikasi, mereka dapat berperan dalam menyelamatkan ibu. Pelatihan dukun bayi dalam persalinan aman dan bersih, pengenalan komplikasi dini, dan upaya rujukan dalam menyelamatkan jiwa bila pelayanan obstetri esensial tersedia.

Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan. Selain itu, pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan kasus persalinan, diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih belum bisa keluar atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat dukun bayi tersebut kurang profesional dan hanya berdasarkan kepada pengalaman (Kartika, 2004).

Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan menurut Depkes (2000) adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alat-alat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas siku dengan sempurna (10 menit).

(18)

2. Memimpin persalinan normal dengan teknik-teknik sederhana yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum, merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta.

3. Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan tangan ke dalam liang senggama.

4. Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali pusat dan memandikan bayi.21

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian normatif dan sosiologis yang bersifat deskriptif dan analisa adalah memaparkan fakta dengan menjelaskan fakta-fakta tersebut dari hasil penelitian lapangan terhadap objek atau suatu peristiwa yang telah terjadi mengenai penelitian yang berkaitan dengan tinjauan pidana dalam putusan mahkamah agung terhadap malpraktek yang merupakan masalah yang akan dibahas serta menganalisis data tersebut.

2. Sumber Bahan Hukum

a. Data Primer

21

Dewi agustini, Tinjauan Pustaka. Diakses dari http://www.Academia.edu, pada tanggal 29 November 2015 pukul 01.00 WIB

(19)

Penelitian ini menggunakan data primer untuk mengetahui tindak pidana dalam putusan pengadilan terhadap malpraktik melalui penelitian lapangan dengan cara wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan penulis terdiri dari bahan hukum kesehatan sebagai berikut :

c. Bahan Hukum Kesehatan Primer

Bahan Hukum Kesehatan adalah bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri dari perundang-undangan, sesuai dengan ketentuan antara lain :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Republik Indonesia.

d. Bahan Hukum Kesehatan sekunder

Bahan Hukum Kesehatan sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan hukum kesehatan primer, diantaranya berasal dari literatur-literatur,makalah, karya para sarjana, jurnal, serta buku-buku kepustakaan yang dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan metode penelitian dengan cara :

(20)

a. Penelitian Kepustakaan

Pada metode penelitian ini penulis mendapatkan data masukan dari berbagai bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah.

b. Penelitian Lapangan

Pada penelitian lapangan ini Penulis turun langsung pada objek penelitian yang merupakan studi kasus dalam skripsi ini yaitu putusan pengadilan terhadap malpraktik.

4. Analisa Data

Analisa data merupakan faktor yang penting dalam suatu penelitian karena akan menjawab semua persoalan yang timbul dari pokok permasalahan yang ada. Analisis data dapat dilakukan setelah semua data terkumpul. Penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dihasilkan data deskriptif analisis yang teliti dan dipelajari secara utuh.22

H. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Skripsi ini secara keseluruhan dibagi dalam 5 (lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab yang menguraikan permasalahan dan

22 Selvy, Keterbukaan Informasi, diakses dari http://www.lontar.ui.ac.id/file

?file=digital/123761-PK%20IV%202137.8280-Keterbukaan%20informasi- Metodologi. pdf, pada tanggal 28 november 2015 pukul 24.00 WIB

(21)

pembahasan secara tersendiri dalam konteks yang saling berkaitan satu sama lain.

Sistematika penulisan Skripsi ini secara terperinci adalah sebagai berikut : BAB I : Berisikan pendahuluan yang terdapat didalamnya paparan

mengenai latar belakang dari penulisan skripsi ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, yang mengemukakan berbagai definisi, rumusan dan pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberi batasan dan pembahasan mengenai istilah –istilah tersebut sebagai gambaran umum Dari skripsi ini, metode penulisan dan terakhir dari bab ini diuraikan sisttematika penulisan skripsi.

BAB II : Menguraikan tentang pengaturan mengenai tindak pidana aborsi dalam dalam KUHP dan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang merupakan perubahan atas UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Bab ini secara khusus menjelaskan mengenai aborsi dari sudut pandang hukum dan teori hukum.

BAB III : Menguraikan pertanggung jawaban tindak pidana aborsi oleh seorang dukun beranak dalam putusan MA no. 2189/k/Pid/2010. Bab ini menjelaskan secara detail

(22)

pertanggungjawaban tindak pidana dan pembuktian tindak pidana

BAB IV : Merupakan pembahasan mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana aborsi dalam putusan MA No. 2189/k/Pid/2010. Pada bab ini akan diuraikan bagaimana posisi kasus dari perkara ini, dakwaan, tuntutan pidana, pertimbangan hakim, dan selanjutnya akan dianalisa dan dikaji secara mendalam terhadap putusan yang diberikan majelis hakim terhadap dalam perkara ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto akan Pada penelitian ini Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto akan diterapkan untuk menetukan waktu

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan sebanyak dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP N 2 Ngawen dan guru mata

Jika sebuah produk sepatu aktif dalam event atau kegiatan olah raga tertentu, maka merek sepatu saingannya akan melakukan aktifitas yang serupa atau sejenis sesuai

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010 tentang

Cara kerja dari arduino memberi output pada relay ini adalah arduino akan bekerja ketika sensor mendeteksi air terkontaminasi oleh cairan kimia (pH air kurang dari 6).. Pada

Pertama Peran humas DPRD Kabupaten Nganjuk yakni penasehat ahli Humas sebagai penasehat ahli yaitu berperan untuk menampung ide-ide atau aspirasi yang ditemukan

diadakan seleksi berdasarkan emampuan akademik dan atau hasil verifikasi biodata ( Home Visit ) yang dilakukan oleh panitia. Jalur Bina Lingkungan ini merupakan salah

Dengan sasaran seramai 3000 orang penerima sumbangan untuk BKR tahun 2018, Yayasan Ikhlas bersedia untuk menggerakkan para sukarelawan di lokasi-lokasi terpilih ini dalam