• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedatangan orang-orang Aceh ke Sumatera Utara khususnya Kota Medan sangat dipengaruhi oleh dibukanya beberapa peluang bisnis terutama dengan dibukanya perkebunan besar. Medan sebagai ibu kota Keresidenan Sumatera Timur di tahun 1870 menjadikannya sebagai tempat yang menarik bagi para pendatang termasuk dari Aceh untuk mencari pekerjaan ataupun mendapatkan pendidikan yang lebih baik.1

Di Kota Medan para pendatang umumnya tinggal dalam kelompoknya masing-masing, karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini terlihat dari pola pemukiman penduduk yang ada di Kota Medan cenderung berkelompok menurut etnisnya masing-masing. Etnis Minangkabau misalnya banyak bermukim di daerah Sukaramai, etnis Karo mayoritas bermukim di daerah Padang Bulan, etnis Batak Toba banyak memilih bermukim di daerah Pasar Merah, etnis Mandailing banyak bermukim di daerah jalan Serdang.2

Adapun Etnis Aceh lebih suka tinggal bersama-sama kelompok etnis muslim lainnya misalnya dengan orang Minangkabau, Mandailing dan Jawa.3

1

Aceh Sepakat, 40 Tahun Kiprah Masyarakat Aceh Di Sumatera Utara, belum diterbitkan, Aceh Sepakat: Medan, 2008, hlm. 2.

Mayoritas masyarakat Aceh yang datang ke Sumatera Utara dan berdomisili di Kota Medan umumnya adalah orang-orang yang

2

Lucki Armanda, “Organisasi Aceh Sepakat Di Kota Medan ( 1968-1990 )”, dalam Skripsi S1, belum diterbitkan, Medan : Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Sumatera Utara, 2007, hlm. 2.

3

Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1998, hlm 107.

(2)

berasal dari Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Aceh Utara. Mereka ini kebanyakan adalah para pedagang yang mengembangkan usahanya disektor ekspor impor, pedagang kain dan transportasi darat.

Bagi orang yang datang dari Kabupaten Pidie selain Kota Medan dekat dengan Pidie, hal ini juga merupakan bagian dari tradisi yang mereka jalankan secara turun-temurun sejak dari para orang tua mereka. Hal ini karena didukung oleh semangat merantau ke daerah lain untuk mengadu nasib dalam bidang perdagangan. Masyarakat Aceh yang berprofesi sebagai pedagang memusatkan perhatiannya pada perdagangan di daerah Pusat Pasar, Sentral Pasar dan di daerah Pajak Ikan lama di Kota Medan.

Pemusatan pedagang-pedagang Aceh di Pusat Pasar dan Pasar ikan Lama sudah ada sekitar tahun 1950-an dimana mayoritas mereka adalah berjualan kain dan usaha impor tekstil yang pada akhir-akhir ini sumber bahan baku yang paling dominan adalah berasal dari daratan China.

Banyak para saudagar tekstil yang terkemuka di Kota Medan pada saat itu misalnya FirmaTawison, Firma Puspa, Firma Pulau Perca, Firma Permai, dan Firma Aceh Kongsi dengan Toko Telaga Sarinya berada di Jalan Kesawan (Jalan Jendral Ahmad Yani).4 Firma Aceh Kongsi juga bergerak dibidang impor dan ekspor serta kegiatan perkopian.5

4

Firma adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama.Pemilik firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.

Masih dengan saudagar yang datang dari Kabupaten Pidie, mereka juga ada yang membuka restoran-restoran, misalnya salah satu yang cukup terkenal pada masa itu adalah restoran Aceh dijalan Bandung

5

(3)

Medan. Dalam bidang transportasi antar provinsi yang cukup dikenal di Sumatera Utara dan Aceh misalnya Firma Nasional (yang didirikan oleh Teuku Jusuf Muda dalam), NV ATRA, Dan Firma PMTOH yang telah mereka rintis sejak tahun 1959.

Pada umumnya mereka ini berlokasi di beberapa tempat sekitar Kota Medan. Saat ini telah muncul lagi perusahaan transportasi milik pengusaha Aceh yang terkenal misalnya CV. Kurnia, CV. Anugrah, CV. Pelangi, CV. Pusaka dan Perusahaan Otobus lainnya.6Selain alasan diatas, kedatangan masyarakat Aceh ke Kota Medan juga di sebabkan oleh faktor keamanan karena pada saat itu kondisi Aceh sudah mulai tidak kondusif terlebih setelah 1950 ketika pemerintah pusat menghapus provinsi Aceh dan mengabungkannya kedalam provinsi Sumatera Utara.7

Tidak terima akan hal tersebut, terjadilah pemberontakan yang dimpin oleh Daud Beureueh. Faktor pendidikan juga merupakan salah satu alasan mengapa orang Aceh lebih memilih melanjutkan pendidikannya di Medan. Pada saat itu Aceh masih kekurangan guru sebagai pengajar serta sarana/prasarana pendidikan yang masih minim, terutama ditingkat menengah keatas. Begitu juga halnya dengan perguruan tinggi yang baru berdiri pada tahun 1961 yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh.

Melihat semakin banyaknya masyarakat Aceh yang ada di Kota Medan, maka para pemuda dan pelajar Aceh berinisiatif untuk membentuk sebuah ikatan kesukuan masyarakat

6

Ibid., hlm. 5. 7

Pada tanggal 14 Agustus 1950 dikeluarkanlah Peraturan Penganti Undang-Undang No. 5 tahun 1950 yang ditandatangani oleh acting Presiden Mr. Assaat yang memuat ketentuan sebagai berikut:

1. Mencabut peraturan Wakil Perdana Menteri penganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/Wpm/1949 tentang pembahagian Sumatera menjadi dua Provinsi.

2. Mengesahkan penghapusan Pemerintah Daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat daerah-daerah tersebut.

3. Menetapkan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.

(4)

Aceh yang ada di Kota Medan yang selanjutnya dikenal dengan nama Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR).

Pada awal berdiri Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong, untuk memudahkan pengurusan dan pengawasan terhadap anggota (pemuda) IPTR membentuk rayon.8 Sedangkan untuk memudahkan kepengurusan terhadap pelajar dan mahasiswa maka IPTR membetuk Komisariat.9

Adapun rayon yang pertama adalah Rayon Medan Baru, sedangkan Komisariat yang pertama adalah Komisariat Fakultas Kedokteran USU.

Anggota IPTR tidak berdomisili disatu tempat yang sama melainkan seputaran Kota Medan.

Pada tahun 1956 IPTR dibawah pimpinan M. Noernikmat menggagas Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh se-Indonesia (KPPMA) untuk mencari solusi dan memberi saran kepada pemerintah guna penyelesaian konflik berdarah di Aceh yang meletus pada akhir tahun 1953. Kongres berlangsung dengan sukses pada tanggal 15-19 September 1956 bertempat di Gedung Kesenian Jalan Bali, sekarang Jalan Veteran yang dihadiri sekitar seribu peserta dan menghasilkan kata kunci penyelesaian damai yaitu dengan cara musyawarah, prinsip ini berhasil diterapkan beberapa tahun kemudian. Keuntungan lainnya dari kongres ini adalah Aceh menjadi Provinsi sendiri.10

Sejak berdirinya IPTR tahun 1953, telah banyak berperan bagi masyarakat Aceh di Kota Medan, terlebih dibidang pendidikan dan bidang lainnya. Tahun 1965 para anggota IPTR juga

8

Rayon yaitu cabang IPTR tempat berkumpulnya para pemuda Aceh non pelajar/bukan mahasiswa yang berada di wilayah dalam Kota Medan.

9

Komisariat yaitu cabang IPTR yang terdapat di Universitas dan merupakan tempat berkumpulnya anggota IPTR baik pelajar maupun mahasiswa.

10

Panitia Ulang Tahun Ke XIII, Buku Kenang-Kenangan hari Lahir Yang Ke XIII, Medan : Panitia Ulang Tahun Ke XIII, 1966, hlm. 21.

(5)

ikut berperan dalam penganyangan PKI dengan membentuk Komando Aksi Penganyangan G30S/PKI.

Pada tahun 1990-an adalah masa menurunnya kegiatan IPTR karena pada saat ini sedang memuncaknya pergerakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh yang berimbas secara langsung pada masyarakat Aceh di Medan. Aktivitas IPTR senantiasa dimata-matai oleh pihak berwajib.Setiap ada kegiatan yang dilakukan IPTR selalu diamati dan dicurigai sehingga kegiatan IPTR menjadi tidak nyaman yang berujung menjadi lesunya kegiatan IPTR. Pada tahun inilah anggota-anggota IPTR sedikit demi sedikit mulai meninggalkan IPTR dan otomatis banyak jabatan-jabatan di IPTR yang kosong dan membuat program kerja tidak berjalan. Kevakuman IPTR ternyata tidak berlangsung lama, tetapi tahun 2000 IPTR bangkit kembali dan semakin banyak rayon-rayon baru yang bertambah.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini diberi judulIkatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Medan Tahun 1953-2000. Adapun alasan penulis memilih judul tersebut, karena penulis merasa tertarik, selain dari pada itu IPTR ini belum pernah diteliti atau ditulis orang lain. Penelitian dimulai dari scope temporal tahun 1953 sesuai dengan awal berdirinya Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Kota Medan dan diakhiri pada tahun 2000. Batasan waktu hingga tahun 2000 karena pada tahun itu IPTR kembali bangkit setelah sekian lama dalam kevakuman.

Scope spasial penelitian adalah IPTR di Kota Medan. Pemilihan tempat ini berdasarkan karena organisasi ini pertama kalinya berdiri di Kota Medan dan hanya terdapat di seputaran Kota Medan saja.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam melakukan sebuah penelitian, maka yang menjadi landasan dari penelitian adalah akar masalah yang ada dalam topik yang dibahas.Hal inilah yang diungkapkan dalam pembahasannya.Akar permasalahannya merupakan hal yang sangat penting karena di dalamnya diajukan konsep yang dibahas dalam penelitian dan menjadi alur dalam penulisan.

Berdasarkan argumentasi di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini memfokuskan kepada:

1. Apa latar belakang berdirinya IPTR di Kota Medan?

2. Bagaimana perkembangan IPTR di Kota Medan sejak tahun 1953 - 2000? 3. Apa peranan IPTR di Kota Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini, maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui latar belakang berdirinya IPTR di Kota Medan.

2. Mengetahui perkembangan IPTR di Kota Medan sejak tahun 1953-2000. 3. Menjelaskan peranan IPTR di Kota Medan.

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya adalah :

1. Bagi displin Ilmu Sejarah, memberikan sumbangan pemikiran dan dapat berguna bagi penelitian tentang masyarakat Aceh dimasa yang akan datang.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat merenungkan kembali makna pentingnya persatuan sehingga dapat menjadi bangsa yang bersatu.

(7)

3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam kajian ini, selainmelakukan penelitian lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa literatur kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang dilakukan selama penelitian.

Buku pertama yang berjudul 40 Tahun Kiprah Masyarakat Aceh di Sumatera Utara(2008). Buku ini merupakan kumpulan sejarah organisasi-organisasi paguyuban masyarakat Aceh di kota Medan. Secara khusus buku ini membahas tentang awal mula dibentuknya IPTR. IPTR merupakan organisasi yang dibentuk untuk membantu masyarakat Aceh yang ingin melanjutkan pendidikannya di kota Medan. Didalam buku ini juga diceritakan bagaimana peran IPTR sebagai cikal bakal terbentuknya Aceh Sepakat.11

Buku kedua karangan Misri A.Muchsin yang berjudul Potret Aceh Dalam Bingkai Sejarah (2007) menceritakan bagaimana Sejarah Aceh dalam dua zaman yaitu pada masa era Kesultanan dan pada masa setelah Kemerdekaan.Buku ini menceritakan bagaimana awal mula terjadinya konflik Aceh baik dalam era kolonial maupun setelah proklamasi.Konflik yang terjadi di Aceh banyak disebabkan oleh kekecewaan para pemimpin-pemimpin Aceh yang Buku ini menjadi sumber utama bagi penulis dalam penelitian Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencongdi Kota Medan.Walaupun buku ini kurang menjelaskan secara mendetail bagaimana terbentuknya IPTR, tetapi cukup berguna sebagai landasan pemikiran untuk meneliti peran IPTR di Kota Medan.

11

(8)

merasa dikhianati oleh pemimpin republik yang berada dipusat.Kekecewaan para pemimpin Aceh ini mengakibatkan meletusnya peristiwa DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) pada tahun 1952. Masyarakat Aceh yang berada di perantauan mengambil peran dalam konflik ini sebagai mediator antara pemerintah pusat dengan para pemimpin DI/TII melalui organisasi IPTR yang berada di kota Medan. IPTR mengadakan Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh se Indonesia (KPPMA) di Medan dan berlangsung sukses pada tahun 1956.Kongres ini yang nantinya menghasilkan Ikrar Lam Teh antara pihak pemerintah dan pihak NII.12

Buku ketiga Skripsi Sarjana (S1) karya Lucki Armanda berjudul “Organisasi Aceh

Sepakat di Kota Medan Tahun 1968-1990 (2007), membantu penulis untuk menjelaskan

lahirnya organisasi Aceh sepakat yang erat kaitannya dengan Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR). Banyak tokoh IPTR yang bergabung kedalam Aceh Sepakat. Di dalam tulisannya Lucki Armanda juga menjelaskan tentang bagaimana awal mula terbentuknya Organisasi Aceh Sepakat serta kegiatannya di Kota Medan. Berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu penulis lebih melihat tentang awal mula, perkembangan, peranan, hingga kondisi IPTR sampai dengan tahun 2000. Dari berbagai bentuk organisasi kesukuan yang ada di kota Medan, maka dua diantaranya adalah organisasi kesukuan dari Etnis Aceh yang bernama IPTR dan Aceh Sepakat. Kedua Organisasi ini hanya ada di Sumatera Utara dan berpusat di Kota Medan.13

Buku keempat karangan Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi : Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing (1998), buku ini secara khusus membahas interaksi dan adaptasi

12

Misri A. Muchsin, Potret Aceh Dalam Sejarah, Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007, hlm. 90. 13

(9)

kelompok-kelompok suku di Medan terutama etnis Minangkabau dan Mandailing. Walaupun kajiannya khusus membahas dua kelompok suku tersebut, Usman Pelly juga mengambarkan bagaimana interaksi etnis-etnis lain di kota Medan, salah satunya etnis Aceh. Usman Pelly memaparkan bahwa Medan adalah tempat berbagai macam etnis yang tidak mengalami integrasi budaya, hal ini mengakibatkan kelompok-kelompok etnis saling menguatkan diri dengan asosiasi-asosiasi sukarela etnis yang sesuai dengan kelompok daerah asalnya.Akibatnya banyak berdiri asosiasi-asosiasi berlatarkan etnis maupun kedaerahan seperti IPTR.Dalam buku ini Usman Pelly juga mengungkapkan tentang peranan asosiasi orang Aceh yang memainkan peran cukup strategis dan produktif.Asosiasi-asosiasi panguyuban masyarakat Aceh banyak melakukan aksi sosial seperti mendirikan bangunan Masjid, Sekolah dan Rumah Sakit.14Buku ini sangat membantu penulis untuk memahami bagaimana posisi dan interaksi masyarakat Aceh yang bermukim di Kota Medan.

Keempat tulisan ini menjadi dasar bagi penulis yang digunakan sebagai pendukung untuk penulisan ilmiah ini karena dalam isinya dibahas masalah bagaimana masyarakat etnis Aceh menyesuaikan diri dengan masyarakat lain yang ada di kota Medan sehingga dapat terus melangsungkan kegiatan sosial ekonomi dilingkungan perkotaan.

1.5 Metode Penelitian

Dalam menulis kejadian masa lalu yang dituangkan dalam historiografi harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara

14

(10)

kritis rekaman dan peninggalan masa lampau15

Metode sejarah dianggap ilmiah jika yang dimaksud dengan ilmiah itu berlandaskan fakta.Fakta yang dimaksud di sini adalah hasil dari sumber-sumber yang telah diverifikasi secara khusus.Dalam penerapannya, metode sejarah ada empat tahapan yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.

. Kemudian menurut Kuntowijoyo, Metode sejarah ialah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah :

Langkah pertama adalah Heuristik yaitu proses menemukan dan mengumpulkan sumber sesuai dengan permasalahan penelitian.16

Penulis dalam penelitian ini mengunakan metode wawancara dengan mempersiapan suatu pedoman wawancara (intervieu guide) dalam bentuk pertanyaan terbuka dan mendalam, dimana pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga informan tidak merasa terbatas dalam memberikan jawaban. Informan dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori pertama informan kunci yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang IPTRdi Medan. Dalam hal ini Informan kunci yaitu, Bustami Usman, Usman Pelly, Muhammad TWH dan ketua IPTR baik yang masih menjabat maupun tidak pada susunan pengurus IPTR Medan saat ini. Informan yang kedua adalah informan biasa yaitu orang-orang yang dapat memberikan Metode yang digunakan untuk pengumpulan data atau sumber adalah studi pustaka dan wawancara.Sumber-sumber ini nantinyadikumpulkan guna mendapatkan data yang relevan sesuai dengan topik yang diteliti yaitu IPTRdi Kota Medan.Pengumpulan sumber-sumber sejarah dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan.

15

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985,hal. 32.

16

(11)

informasi untuk melengkapi data yang sudah ada. Informan biasa yang dimaksud adalah orang-orang yang mengetahui dan terlibat dalam kegiatan IPTR.

Untuk melengkapi sumber-sumber selanjutnya yaitu studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan sejumlah sumber tertulis, baik primer maupun sekunder, yakni berupa buletin IPTR, laporan, skripsi. Selain itu, laporan berupa laporan perjalanan, penelitian dan laporan instansi pemerintah Republik Indonesia serta buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi kepustakaan yang dimaksudkan adalah untuk memperoleh sumber-sumber tertulis yang relevan dengan penulisan yang terdapat di Perpustakaan Aceh Sepakat, Perpustakaan IPTR, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan lain yang memiliki refrensi tentang IPTR. Sumber-sumber yang didapat dari perpustakaan digabungkan dan kemudian dijabarkan secara sistematis hingga didapat wujud dalam bentuk penulisan.

Setelah data terkumpul maka tahapan selanjutnya dilakukan kritik sumber baik kritik intern maupun kritik ekstern. Kritik ekstern menyangkut dokumennya yaitu meneliti apakah dokumen itu memang dibutuhkan, apakah asli atau palsu, utuh atau sudah diubah sebagian.

Pada tahap kritik sumber, setelah sumber-sumber yang terkumpul pada kegiatan heuristik kemudian disaring dan diseleksi. Data yang terkumpul tersebut baik merupakan data hasil wawancara maupun data tulisan/pustaka akan disaring dan diseleksi guna mengetahui asli atau tidaknya sumber tersebut. Kritik sumber ini terbagi dua, yakni kritik ekstern yakni meliputi berbagai sumber yang penulis kumpulkan baik berupa dokumenatau sumber pustaka dimana aspek fisiknya tersebut diuji dengan memperhatikan aspek dominan yang mempengaruhi kondisi dokumen itu sehingga mendapat sumber yang otentik. Selanjutnya

(12)

kritik intern adalah berupa pengujian atas keaslian isi data yang kita peroleh, apakah data tersebut dapat dipercaya berdasarkan komposisi dan legalitas data yang dipercaya (credible).17

Tahapan selanjutnya interpretasi yaitu membuat analisis dan sintesis terhadap data yang telah diverifikasi. Hal ini diperlukan untuk membuat sumber-sumber yang tampaknya terlepas satu dengan yang lainnya menjadi satu hubungan yang saling berkaitandari fakta-fakta yang diperoleh. Pada tahap ini sangat diperlukan kecermatan dan sikap menghindari subyektifitas terhadap fakta pada perkembangan IPTR Kota Medan.

Tahapan yang terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan konstruksi fakta yang terlepas satu sama lain untuk digabungkan menjadi satu perpaduan yang harmonis dan logis. Pada tahap ini, studi ini berusaha untuk memahami historic realite (sejarah sebagaimana yang dikisahkan), sehingga mampu dikisahkan dan disajikan masalah ”Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR) di Medan Tahun 1953-2000” secara kronologis pada masyarakat Kota Medan.

17

Referensi

Dokumen terkait

Program yang direncanakan selama 5 (lima) tahun kedepan meliputi : (1) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur; (2) Peningkatan dan Pengembangan Sistem

Maka penulis pun dapat mengambil sebuah kesimpulan berdasarkan penelitian dan hasil wawancara yang penulis lakukan yakninya dalam penghimpunan, pengelolaan,

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh individu yang berbentuk kemampuan untuk

and an area with high rainfall that need special attention in the dengue control program, because Karawang District is still an endemic area of dengue in Indonesia.. Aspects

Dalam studi kasus yang lain yang telah dilakukan oleh Gentile, Lynch, Linder & Walsh (2004, hal.6) diketahui bahwa gadis remaja bisa bermain video game terbaru selama rata-rata

No Lokasi Wilayah Budaya Unggulan dan Kawasan Industri Pengembangan Komoditas Infrastruktur dan Konektivitas Pembangunan Pembangkit Listrik/ Telkom/Air Bersih Pendidikan

perempuan,karena bahaya yang mengintai kaum perempuan yang menggunakan toilet umum bukan hanya dari segi kesehatan tetapi juga dari segi keamanan dari para lelaki yang

Tahapan kegiatan yang selanjutnya adalah pembelajaran mandiri. Pada pembelajaran mandiri mahasiswa melakukan praktik mengajar dengan ketentuan mengajar satu hari