• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Reklamasi Pantai di Kawasan Pantura terhadap Hukum Tata Ruang dan Lingkungan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelanggaran Reklamasi Pantai di Kawasan Pantura terhadap Hukum Tata Ruang dan Lingkungan Sekitarnya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Pelanggaran Reklamasi Pantai di Kawasan Pantura

terhadap Hukum Tata Ruang dan Lingkungan

Sekitarnya

(http://gatra.com/artikel).

Oleh:

ROYHAN RIZKY

0910613061

M. IQBAL MUSLIM

0910613052

RENDI NUGRAHA

0910613058

SAMSUL ARIF H.

0910613063

TAQWA RIZALDI

0910613065

HENDRA HALIM 105060100111007

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS

BRAWIJYA MALANG

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas karunia dan rahmatnya maka kami dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu aspek penilain atas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembanguan.

Pembuatan makalah ini mengangkat topik yang dipublikasikan melalui media masa ataupun media elektronik. Berdasarkan topik tersebut, kemudian dikembangkan dan ditinjau permasalahan yang timbul. Dari permasalahan tersebut dapat dianalisa semua aspek hukum yang ada sesuai dengan undang – undang yang berlaku di indonesia. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengambil pelajaran dari topik yang dibahas dalam makalah. Mahasiswa dapat memahami aspek hukum yang berkaitan dengan dunia teknik sipil, sesuai dengan undang- undang yang berlaku di indonesia.

Bersamaan dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak ir. Widodo S., Meng & Agus Susansto SH. selaku dosen mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembangunan.

2. Semua pihak yang membantu baik moril maupun materil dalam proses penyusunan tugas ini.

Akhir kata penyusun memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah terdapat kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang , oktober 2011

(3)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Abstrak

Bentuk geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan tentunya memberikan berbagai keuntungan bagi pemerintah dan rakyat, terlebih karena wilayah perairannya yang sangat luas bahkan melebihi jumlah daratan yang dimiliki.

Namun, hal itu juga yang kemudian menimbulkan permasalahan baru di negeri ini. Jumlah penduduk yang sangat banyak dan ketidakmampuan pemerintah untuk memeratakan kepadatan penduduk tersebut pada tiap daerah mengakibatkan kebutuhan akan tanah sebagai area aktivitas penduduk menjadi suatu kebutuhan yang primer. Tanah tambahan tersebut bisa didapat melalui proses reklamasi pantai. Oleh sebab itu, muncullah keinginan pemerintah untuk melakukan reklamasi pantai di wilayah-wilayah pesisir tertentu yang padat penduduk seperti di Jakarta.

(4)

Secara harfiah, reklamasi (reclamation) adalah “the procces of reclaiming something from loss or from a less useful condition.”1(proses

memperoleh kembali sesuatu dari kehilangan atau dari suatu keadaan yang kurang bermanfaat). Kegiatan reklamasi pantai dan laut dengan melakukan penimbunan pada wilayah pantai dan laut merupakan hal yang baru dikenal di Indonesia dalam waktu dua puluh tahunan belakangan ini.

Reklamasi pantai sudah diatur juga dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada pasal 23, yang memberikan definisi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Ada beberapa jenis reklamasi lainnya yang dapat dikaitkan dengan lingkungan fisik tertentu, yaitu : land reclamation,water reclamation, river reclamation, dan mine reclamation.2

Istilah reklamasi pantai pertama kali digunakan dan mulai dikenal oleh ranah hukum positif Indonesia sejak tahun 1995, yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuknaga, Tangerang. Menurut Hery Hartawan, kedua Keputusan Presiden ini memiliki sifat pemberlakuannya sendiri, yaitu:

(5)

“Secara umum, kedua Keputusan Presiden ini menjadi awal munculnya landasan yuridis bagi reklamasi pantai. Hanya saja Keputusan Presiden ini bukanlah peraturan (regelling) yang dapat berlaku secara umum, karena sifat berlaku kedua Keputusan Presiden tersebut hanya terbatas pada wilayah yang telah di tentukan yaitu Pantai Utara Jakarta dan Pantai Kapuknaga, Tangerang. Dengan demikian sekalipun memiliki status hukum sebagai peraturan perundang-undangan, tetapi dua keputusan Presiden tersebut memiliki sifat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu hanya sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat khusus untuk kegiatan tertentu, dalam hal ini khusus dalam rangka pelaksanaan kegiatan reklamasi pantai di dua lokasi tertentu.” 3

Sejak istilah reklamasi pantai digunakan dalam dua Keputusan Presiden tersebut, maka istilah tersebut kemudian hampir selalu dipergunakan untuk kegiatan penimbunan pantai atau laut. Namun meskipun undang-undang mengenai reklamasi telah dibuat secara resmi, masih saja terjadi pengusahaan-pengusahaan reklamasi yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat bahkan memberikan dampak buruk bagi lingkungan, antara lain terjadi pada proses reklamasi pantai di kawasan Pantai Utara Jakarta yang untuk selanjutnya akan disebut Pantura.

Reklamasi pantai yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 ini cukup banyak menyalahi ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara yang seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta pada saat mengeluarkan ijin pelaksanaan reklamasi pantai tersebut.

3 Hartawan, Hery. 2010. Status Hukum Tanah Hasil Reklamasi Pantai Ancol Jakarta

Dikaitkan Dengan Pendapatan Asli Daerah. Jakarta : Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia

(6)

Proses pelanggaran dan pertentangan antara Keputusan Tata Usaha Negara berupa ijin pelaksanaan reklamasi pantai dan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta serta lingkungan di sekitarnya inilah yang membutuhkan pembahasan lebih mendalam dalam bab selanjutnya

2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah proses hukum perijinan dan pelaksanaan reklamasi pantai di kawasan Pantura?

Bagaimanakah pertentangan yang terjadi antara proses perijinan dan pelaksanan reklamasi pantai di kawasan Pantura (Keputusan Tata Usaha Negara) dengan Hukum Administrasi dan lingkungan sekitarnya?

Bagaimanakah langkah yang seharusnya diambil sehingga pertentangan tersebut dapat diselesaikan?

3. Tujuan

Untuk mengetahui proses hukum perijinan dan pelaksanaan reklamasi pantai di kawasan Pantura.

Untuk mengetahui pertentangan yang terjadi antara proses perijinan dan pelaksanan reklamasi pantai di kawasan Pantura (Keputusan Tata Usaha Negara) dengan Hukum Administrasi dan lingkungan sekitarnya.

Untuk mengetahui langkah yang seharusnya diambil sehingga pertentangan tersebut dapat diselesaikan.

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Proses Hukum Perijinan dan Pelaksanaan Reklamasi Pantura

Keinginan serta perencanaan pejabat Provinsi DKI Jakarta untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city) di Asia Pasifik seperti Sidney, Singapura, dan Hong Kong melalui reklamasi pantai sejak tahun 1995 telah membuat kepentingan para nelayan di kawasan Pantura terabaikan.

Untuk mewujudkan reklamasi tersebut, pemprov membuat rencana pengembangan reklamasi Pantura Jakarta di lahan seluas 2.700 hektare. Dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan Perda DKI Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Reklamasi Pantai Utara Jakarta juga dalam rangka pelaksanaan reklamasi tersebut. Dengan itu, kewenangan dan tanggung jawab reklamasi diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta.

Perusahaan swasta memenangkan tender proyek yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut, yaitu PT Pelabuhan Indonesia II, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Propertindo, PT Manggala Krida Yudha, Bakti Bangun Era Mulia, dan PT Taman Harapan Indah.4 Badan Pelaksana Reklamasi (BPR) kemudian melakukan kajian

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

4 Riyadi, M. Agung, dkk. 10 Juni 2010. Kembalikan Mangrove ke Pantai Jakarta. Gatra

(8)

Namun rencana tersebut tidak berjalan lancar, karena Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 14 Tahun 2003 yang menilai bahwa amdal proyek reklamasi pantai utara itu tidak layak. KLH menilai, proyek itu akan menimbulkan beberapa masalah, seperti meningkatnya intensitas genangan banjir, kerusakan ekosistem laut, gangguan terhadap PLTU Muara Karang, penyediaan air bersih yang belum jelas, serta berpotensi memunculkan konflik dengan nelayan dan mencemari wilayah Kepulauan Seribu.

“Keputusan Menteri itu digugat para pemenang tender reklamasi ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) dan para pengembang dimenangkan majelis hakim PTUN. Lalu pihak KLH mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Namun kalah lagi dan KLH diminta mencabut keputusan menteri itu. Kemudian KLH membawa perkara itu ke tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).” 5

Ternyata saat kasus tersebut masih diproses secara hukum di pengadilan, Pemprov DKI tetap mengeluarkan izin pembangunan, sehingga para pengembang pun mempergunakannya sebagai landasan untuk tetap melaksanakan reklamasi. Akibatnya, kini reklamasi pantai tersebut telah berjalan dan banyak perumahan mewah, apartemen serta pusat hiburan yang sudah berdiri di sekitar kawasan Pantura

Namun, persoalan kembali menjadi rumit karena di tingkat kasasi, majelis hakim MA ternyata mengabulkan permohonan kasasi dari KLH. Selain itu, MA juga membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang menguatkan putusan PTUN tanggal 11 Februari 2004.

(9)

2. Pertentangan antara Proses Hukum Reklamasi Pantura dengan Hukum Administrasi dan Lingkungan Sekitarnya

Pengadaan reklamasi pantai di kawasan Pantura bisa dianggap ilegal karena Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta telah habis masa berlakunya, sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta untuk tahun 2010-2030 belum disahkan hingga saat ini. Padahal seharusnya RTRW 2010-2030 sudah harus disahkan sebelum tahun 2010 berakhir. Hal ini tentunya melanggar asas Hukum Administrasi yaitu

wetmatigheid yang menghendaki setiap perbuatan hukum pemerintah harus didasarkan pada Undang-undang sehingga barulah tindakan pemerintah tersebut dapat dinilai tingkat keabsahannya.

Ketidaktepatan waktu dalam mengesahkan RTRW 2010-2030 juga menandakan bahwa pemprov DKI belum melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yaitu Asas Kepastian Hukum secara benar. Keterlambatan tindakan dari Pemprov DKI Jakarta tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pembangunan-pembangunan di Jakarta dan hal tersebut sangatlah berbahaya karena dapat menyebabkan berbagai macam pembangunan temasuk reklamasi pantai di kawasan Pantura akan berlangsung tanpa rencana tata ruang dan payung hukum yang jelas.

(10)

Selain itu, rencana reklamasi kawasan Pantura Jakarta juga dinilai kontroversial, karena saat gugatan yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) masih dalam proses peradilan, Pemprov DKI Jakarta tetap mengeluarkan ijin pembangunan, padahal seharusnya proyek itu dinyatakan status quo dan sementara tidak boleh dilanjutkan karena amdal-nya masih dipersoalkan di pengadilan.

Gugatan yang diajukan oleh KLH didasarkan pada pertimbangan bahwa proyek tersebut melanggar pasal 34 ayat 1 dan 2 UU No. 27 Tahun 2007 tentang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berisi :

“(1) Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

(2) Pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan :

a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

b.keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; serta c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.”

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan diatas seperti pada reklamasi Pantura dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan antara lain meningkatnya intensitas genangan banjir, kerusakan ekosistem laut, gangguan terhadap PLTU Muara Karang, mencemari wilayah Kepulauan Seribu serta berpotensi memunculkan konflik dengan para nelayan yang merasa dirugikan kepentingannya.

Oleh sebab itu, KLH mengajukan tuntutan agar kawasan itu dikembalikan ke fungsinya semula yaitu sebagai kawasan mangrove.

(11)

mangrove yang pada awalnya mencakup wilayah seluas 514 kilometer persegi dan membentang dari Tangerang, Jakarta, hingga Bekasi itu kini sudah rusak hingga hanya tersisa seluas 3 kilometer persegi.

3. Langkah yang Harus Diambil untuk Menyelesaikan Pertentangan

Berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam proses perijinan dan pelaksanaan reklamasi pantai di kawasan Pantura serta berbagai pertentangan dan kelalaian hukum yang ada di dalamnya, tentu tidak boleh dibiarkan terus berlarut-larut.

Jika pengadilan tidak bersikap tegas terhadap Pemprov DKI Jakarta yang berani mengeluarkan ijin pelaksanaan reklamasi pantai bagi para pengembang saat proyek tersebut masih bermasalah dengan amdal dan RTRW-nya, tentunya hal tersebut tidak akan memiliki penyelesaian yang benar secara hukum.

Hal itu juga bisa mengakibatkan semakin banyak Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang tidak lagi mempertimbangkan secara teliti dan benar kedudukan hukum administrasi sebagai dasar pembentukkannya serta tentunya kesalahan-kesalahan yang sama memiliki kemungkinan untuk dapat terulang kembali pada proyek-proyek reklamasi (pembangunan) lainnya di berbagai daerah di tanah air.

Berkaitan dengan proyek reklamasi pantai di kawasan Pantura Jakarta ini, Pemprov DKI Jakarta mengambil keputusan untuk tetap melanjutkan proses reklamasi pantai namun dengan tetap

(12)

menghargai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah memenangkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003.

Proses tersebut tetap dilanjutkan karena menurut mereka, putusan MA tersebut tidak melarang berlanjutnya reklamasi di kawasan Pantura, melainkan hanya menolak ketidaklayakan amdal dan menuntut revitalisasi Pantai Utara Jakarta.6

Selain itu, langkah-langkah lain yang harus diambil pemerintah dalam menyelesaikan perkara ini ialah dengan mengganti kerugian para nelayan, menjamin kepentingan hidup mereka selanjutnya sebagai nelayan di kawasan Pantura serta mengembalikan habitat asli kawasan pesisir dengan menanami kembali hutan bakau yang ada. Hal tersebut bukanlah merupakan pekerjaan mudah karena peluang hidup bibit mangrove saat ini hanya 30% sehingga untuk mengembalikan kawasan ekosistem pesisir seperti dulu, diperlukan waktu setidaknya 20 tahun.

6 Syamsir. 2 Maret 2011. DKI Lanjutkan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Berita Terkini,

Megapolitan.

(13)

PENUTUP

1. Kesimpulan

Reklamasi pantai yang merupakan kegiatan penimbunan dan pengeringan laut di bagian perairan laut suatu wilayah, akhir-akhir ini menjadi solusi bagi kebutuhan akan tanah di wilayah yang padat penduduk.

Reklamasi pantai di Indonesia telah diatur secara hukum, salah satunya ialah reklamasi pantai di kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Namun ternyata baik dalam proses perijinan maupun pelaksanaan reklamasi tersebut masih terdapat banyak penyimpangan dan pelanggaran dari segi hukum administrasi dan lingkungan, antara lain kekosongan RTRW di Jakarta, pelanggaran asas wetmatigheid, Amdal yang tidak layak sehingga digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), status quo dalam proses peradian di MA yang diabaikan, perusakan hutan mangrove, pengabaian kepentingan para nelayan serta sejumlah akibat-akibat lainnya yang mungkin saja dapat terjadi karena reklamasi tersebut.

(14)

Berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dan para pengembang proyek reklamasi Pantura, serta berbagai pertentangan dan kelalaian hukum yang ada di dalamnya, tentu tidak boleh dibiarkan terus berlarut-larut. Penyelesaiannya antara lain dengan cara mengulang uji kelayakan amdal, menghormati keputusan MA yang memenangkan pihak KLH, mengganti kerugian para nelayan serta tetap menjaga kelestarian lingkungan di sekitar proyek reklamasi Pantura.

Daftar Pustaka

Hartawan, Hery. 2010. Status Hukum Tanah Hasil Reklamasi Pantai Ancol Jakarta Dikaitkan Dengan Pendapatan Asli Daerah. Jakarta : Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia.

Kompas. 18 Januari 2011. Pembangunan Jakarta Tanpa Payung Hukum :

(15)

Kalalo, Flora Pricilla. 2008. Kebijakan Reklamasi Pantai dan Laut Serta Implikasinya Terhadap Status Hukum Tanah dan Hak Masyarakat Pesisir. Malang : Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Riyadi, M. Agung, dkk. 10 Juni 2010. Kembalikan Mangrove ke Pantai

Jakarta. Nasional Gatra nomor 31 (http://gatra.com/artikel).

Syamsir. 2 Maret 2011. DKI Lanjutkan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Berita Terkini, Megapolitan.

Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Referensi

Dokumen terkait

Singkat kata, kewirausahaan ekonomis, tentu saja bisa mencanangkan pen- carian profit atau untung sebagai tujuan, tetapi hal itu mesti dilakukan dengan nilai

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang proses perkembangan masyarakat Sangihe di kelurahan Pintukota, dan pola hidup Masyarakat Sangihe baik

Peningkatan prestasi ini terlihat dengan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar misalnya mereka mampu dan bisa bila disuruh untuk menjabarkan kembali hasil

Dari kelima faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pengalaman, artinya siswa yang sering diberikan soal-soal pembuktian matematis akan lebih

Oleh karena itu dipilih metode dekontaminasi secara fisik-mekanik, yaitu melepaskan kontaminan yang menempel di permukaan dengan cara pengerukan (scrubbing) dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, terdapat perbedaan tingkat kreativitas guru dalam proses

Bentuk sediaan krim dipilih karena sediaan krim mengandung emolien yang dirasa lebih cocok digunakan pada penderita luka bakar karena sediaan akan lebih lama kontak