• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS WADAH KUBUR. Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan tahapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS WADAH KUBUR. Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan tahapan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

60

BAB IV

ANALISIS WADAH KUBUR

Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan tahapan analisis yang bersifat analisis tipologi terhadap wadah kubur. Analisis tipologi ialah suatu bentuk menganalisis temuan artefak berdasarkan bentuknya, guna mempermudah menjawab permasalah di atas maka, analisis tipologi dibagi dalam dua bagian yaitu analisis tempat dan analisis bentuk, sedangkan data lingkungan dan beberapa sumber bacaan terkait dengan situs serta data budayanya akan dijadikan bridging argument.

Adapun cakupan bahasan dari bentuk analisis tempat dan analisis bentuk meliputi: bentuk/jenis wadah kubur, ragam hias, ukuran (cm), bekal kubur/temuan lain, teknik pembuatan, letak wadah kubur, bahan pembuatan, arah hadap, fungsi wadah kubur, penggunaan warna. Kesepuluh kategori tadi akan diterapkan pada masing-masing situs, tetapi ada beberapa item yang berbeda dalam analisisnya hal ini disesuaikan dengan temuan yang ada, serta dalam penyajian data dibuat dalam bentuk diagram frekuensi kategori berupa diagram batang guna memudahkan dalam menganalisis, sehingga dapat memberi jawaban terhadap permasalahan yang ada. Adapun bentuk penalaran yang diterapkan yaitu penalaran induktif. Berikut hasil penjabaran dari tahapan analisis pada masing-masing situs.

(2)

61

4.1 Situs Liang Datu

Duni di situs ini semula berjumlah 40-50 buah. Tetapi sebagian besar telah mengalami kerusakan baik karena faktor alam maupun karena faktor manusia, sehingga jumlahnya berkurang drastis. Hasil identifikasi yang penulis lakukan saat pengumpulan data di lapangan menunjukkan duni yang tersisa tinggal 27 buah, oleh karena itu analisis yang dilakukan hanya difokuskan pada ke 27 duni tersebut. Berikut ini hasil analisis pada duni di Situs Landatu.

4.1.1 Bentuk/Jenis W.K

Bentuk atau jenis duni yang ditemukan disini, menunjukkan bentuk perahu dengan berbagai macam varian penutup (lihat gambar) hal ini di dasarkan pada penelitian

Tipe 1 Tipe 2

Tipe 3 Tipe 4

(3)

62 0 5 10 15 TUTUP BENTUK PERAHU WADAH KUBUR (blank) Total 1 13 13 BENTUK/JENIS TEMUAN

sebelumnya yang mengelompokkan dalam 7 bentuk. Berdasarkan hasil pengambilan data dilapangan, penulis mengelompokkan dalam tiga bentuk/jenis temuan yaitu tinggalan duni yang lengkap, duni berupa wadah, dan duni yang berupa penutup saja. Dan untuk memudahkan dalam penjabarannya, maka dibuat dalam bentuk diagram seperti berikut ini:

Berdasarkan diagram di atas diketahui Duni yang masih utuh dan yang hanya berupa wadah saja jumlahnya sama banyak, sedangkan penutup duni hanya sedikit. Bentuk perahu dipilih karena menurut kepercayaan mereka, perahu dianggap sebagai kendaraan bagi orang yang meninggal untuk menuju ke daerah tempat asalnya, dan juga perahu dianggap sakral hal ini dikaitkan dengan peristiwa perpindahan kelompok-kelompok masyarakat ke tempat baru dengan menggunakan perahu, sehingga sewaktu ia meninggal maka mayatnya dikuburkan dalam duni yang berbentuk perahu untuk menuju ke dunia arwah yang berada di seberang pulau yang dianggap tanah asal mereka. Selain itu pengamatan juga dilakukan pada duni berupa wadah, dan secara keseluruhan terlihat bahwa wadahnya berbetuk persegi empat panjang dengan berbagai variasi tutup.

Diagram 4.1.1.(a): Persentase jumlah bentuk/jenis temuan di Situs Landatu

(4)

63 12.5 13 13.5 14 GARIS VERTIKAL POLOS (blank) Total 14 13 RAGAM HIAS

Selain di Situs Liang Datu, situs-situs yang lain yang ada di Enrekang juga memiliki tipe yang sama yaitu duni bentuk perahu dengan bentuk wadah persegi empat panjang seperti yang ada di Situs Tonton 1 dan 2, Situs Tumpang, yang terletak di Kecamatan Anggreaja, Situs To Mila’ di Kecamatan Alla, Situs Liang Galotok dan Situs Liang To Jolo.

4.1.2 Ragam Hias Wadah Kubur

Ragam hias yang ditemukan di Situs Liang Datu tidak terlalu banyak, hanya satu yaitu pa’sususk atau ragam hias dengan bentuk garis vertikal yang terdapat pada wadah maupun pada penutup duni, dan selebihnya tidak memiliki ragam hias atau polos. Berikut penjabarannya:

Foto 4.1.1.(b): Bentuk/Jenis duni di Situs Liang Datu (Doc. Etha Sriputri 2012)

Diagram 4.1.2.(a): Persentase jumlah ragam hias di Situs Liang Datu

(5)

64 Hasil analisis pada ragam hias duni yang ditunjukkan pada diagram di atas, dapat diketahui bahwa, duni yang memiliki ragam hias lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki ragam hias, walaupun perbedaannya tidaklah terlalu besar, bahkan bisa dikatakan hampir sama banyak. Ragam hias pa’susuk merupakan bentuk ragam hias (garanto pa’sura) dasar dari budaya Toraja seperti yang ditemukan pada rumah Tongkonan.

Ragam hias pa’susuk memiliki arti ornamen keselarasan, Horizontal dan Vertikal adalah simbol antara manusia dan Tuha yang mempunyai makna bahwa semua manusia memiliki status yang sama dimata Tuhan.

4.1.3 Ukuran Wadah Kubur (Cm)

Ukuran wadah duni dilakukan dengan menggunakan satuan hitung cm. Hasil penelitian yang penulis lakukan, didapatkan data ukuran Duni yang paling panjang 445 cm dan yang paling kecil 150 cm, sehingga penulis mengelompokkan ukuran duni itu dengan membagi tiga sehingga untuk ukuran besar dimulai dari ukuran 445 –270 cm, ukuran sedang

270-Foto 4.1.2.(b): Ragam hias pa’susuk yang terdapat rumah adat tongkonan dikawasan adat Situs Buntu Pune. bentuk seperti ini juga ditemukan pada

(6)

65 0 5 10 15 20

BESAR KECIL SEDANG (blank)

Total 6 4 17

UKURAN W.K

170 cm, dan ukuran kecil 170-100 cm. Berikut penjabarannya yang dibuat dalam bentuk diagram.

Ukuran duni di situs ini, lebih dominan ukuran sedang, kemudian ukuran besar lalu ukuran kecil. Ukuran suatu duni dapat dipersonifikasikan sebagai lambang status sosial seseorang dalam masyakat. Seperti yang diketahui, untuk ukuran yang besar biasanya diperuntukkan bagi golongan to puang atau arung (bangsawan tingkat atas) seperti para pemimpin/raja yang dihormati atau para pemuka agama. Ukuran sedang biasa diperuntukan golongan to mardeka (rakyat biasa) dan ukuran kecil untuk golongan kaunan.

Duni dengan ukuran besar Duni dengan ukuran sedang

Duni dengan ukuran kecil

Diagram 4.1.4.(a): Persentase jumlah ukuran wadah kubur di Situs Liang Datu

Foto 4.1.4.(b): Ukuran duni di Situs Landatu (Doc. Etha Sriputri,2012)

(7)

66 0 5 10 15 20 25

TIDAK ADA TULANG (blank)

Total 24 3

BEKAL KUBUR/TEMUAN LAIN 4.1.4 Bekal Kubur/Temuan Lain

Berbicara soal bekal kubur, hampir semua Duni yang ada di Situs Liang Datu tidak di temukan adanya bekal kubur, yang ada hanya berisi tulang belulang manusia itu pun hanya beberapa duni saja, selain bekal kubur penulis juga melakukan pendataan terhadap temuan lain yang berada di sekitar duni tersebut, berikut penjabarannya.

Diagram diatas menunjukkan, sebanyak 24 duni tidak ditemukan tulang-tulang manusia lagi, dan hanya tiga duni yang masih ada. Hal ini dimungkinkan oleh dua faktor, yang pertama kelembapan udara yang cukup tinggi yang menunjukkan pula tingginya kadar air sehingga terjadinya pelapukan pada tulang-tulang manusia. Faktor yang kedua diakibatkan adanya penjarahan yang pernah dilakukan pada situs ini, sehingga temuannya sudah tidak ada lagi. Tidak terdapat temuan lain disini.

4.1.5 Teknik Pembuatan Wadah Kubur

Teknik pembuatan yang terlihat pada duni di situs ini, yang didasarkan pada hasil pengamatan penulis dapat digolongkan dalam dua teknik yaitu teknik cungkil pahat, teknik cungkil pahat bermotif dan ada juga duni yang tidak diketahui teknik pembuatannya karena

Diagram 4.1.5.(a): Persentase jumlah bekal kubur/temuan lain di Situs Landatu

(8)

67 0 5 10 15 CUNGKIL PAHAT CUNGKIL PAHAT BERMOTI F UID (blank) Total 9 13 5 TEKNIK PEMBUATAN

kondisi temuan yang sudah hancur dan memasukkannya dalam kategori uid. Berikut ini akan dijabarkan.

Berdasarkan klasifikasi di atas, diketahui teknik pembuatan cungkil pahat bermotif lebih banyak diterapkan pada duni di situs ini, kemudian teknik cungkil pahat, dan uid. Teknik pembuatan seperti ini menunjukkan bahwa duni yang ada di Situs Liang Datu dibuat dengan teknik yang masih sederhana dan dibuat dari sebatang kayu besar, hal ini terlihat dari adanya pola melingkar yang merupakan serat-serat kayu pada bagian depan dan belakang duni.

Diagram 4.1.6.(a): Persentase teknik pembuatan wadah kubur di Situs Landatu

Teknik cungkil pada duni Teknik cungkil pahat bermotif pada duni Teknik yang tidak diketahui atau UID

Foto 4.1.6.(b): Teknik yang digunakan dalam pembuatan duni (Doc. Etha Sriputri,2012)

(9)

68 0 10 20 30 CHAMBER 1 CHAMBER 2 (blank) Total 26 1 LETAK W.K 4.1.6 Letak Wadah Kubur

Situs Liang Datu merupakan sebuah ceruk, yang memiliki 2 chamber yaitu pada bagian depan yang selanjutnya disebut chamber 1 dan bagian belakang sebelah kiri yang disebut chamber 2. Pada chamber inilah diletakkan duni di atas tanah/lantai gua. Berikut letak duni

Kebanyakan temuan duni berada di bagian depan atau chamber 1, hal ini disebabkan karena luas ruangan yang memungkinkan tempat penyimpanan duni, disamping itu ruang ini tidak terlalu gelap jika dibandingkan dengan ruangan yang lainnya, serta letaknya yang berada di dekat mulut ceruk. Ada satu duni yang disimpan pada chamber 2 yang masih dalam keadaan baik.

4.1.7 Bahan Wadah Kubur

Biasanya dalam pembuatan duni menggunakan kayu bitti atau dalam bahasa latinya disebut Vitex Cofassus. Pohon ini dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 2000 mdpl, kayu ini dapat tumbuh hingga 40 meter dan berdiameter 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat, berwarna kepucatan, kayu ini tergolong kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika. Disamping keunggualan tadi, faktor ketersediaan bahan di alam

Diagram 4.1.7.(a): Persentase letak wadah kubur di Situs Liang Datu

(10)

69 0 5 10 15 315˚/45˚ - 135/225˚ 45˚/135˚ - 225˚/315˚ (blank) Total 15 12 ARAH HADAP

juga menjadi alasan dipilihnya kayu ini dalam pembuatan duni. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian yang sebelumnya, walaupun dalam pengambilan data penulis tidak melakukan pengambilan sampel untuk diuji.

4.1.8 Arah Hadap Wadah Kubur (Derajat)

Arah hadap masing-masing duni berbeda-beda. Pengambilan data arah hadap duni ini bertujuan untuk mengetahui apakah peletakan wadah ini mendapat pengaruh dari ajaran aluk tomatua yang menekankan tentang konsep kosmologi atau sudah mendapat pengaruh agama tertentu, berikut persentase arah hadap masing-masing duni:

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa, arah hadap duni berada pada kisaran derajat 315˚/45 ˚ -135 ˚ /225 ˚ lebih banyak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa orietasi duni di situs ini menghadap ke utara selatan dan jika dikaitkan dengan kepercayaan aluk tojolo, maka orientasi seperti ini dimaksudkan agar arwah orang yang meninggal tidak tersesat dalam perjalanan menuju alam baka.

Diagram 4.1.8.(a): Persentase arah hadap wadah kubur di Situs Liang Datu

(11)

70

4.1.9 Fungsi W.K

Jika dilihat dari pendeskripsian ukuran pada wadah kubur yang panjangnya sekitar 400 cm, lebih panjang dari tinggi badan manusia pada umumnya dan jika dikaitan dengan temuan tulang yang hanya ditemukan pada beberapa duni, maka duni yang ada kemungkinan digunakan sebagai kuburan primer1 yang kemudian dijadikan kuburan komunal dari satu keluarga.

4.1.10 Penggunaan Warna

Hasil penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan satupun wadah yang menggunakan pewarna baik pada duni maupun pada ragam hiasnya.

1

Kuburan primer (pertama) ialah kuburan yang mengandung mayat yang dikuburkan secara langsung dalam sikap membujur atau terlipat.

(12)

71 0 5 10 15 E. BABI E. KERBA U E. PERAHU E. R. TORAJA WADAH KUBUR (blank) Total 1 3 13 9 11 BENTUK/JENIS TEMUAN 4.2 Situs Kete’kesu

Situs Kete’kesu memiliki erong sebanyak 37 yang masih dapat diidentifikasi sedangkan beberapa erong lainnya sudah dalam keadaan rusak, sehingga tahapan analisis hanya di fokuskan pada ke 37 erong tersebut. Dalam tahap analisis yang digunakan disini agak berbeda dengan penerapan analisis yang digunakan di Situs Liang Datu, namun hanya beberapa kategori saja, hal ini disesuaikan dengan temuan yang ada. Berikut penjabarannya.

4.2.1 Bentuk/Jenis W.K

Pengklasifikasi jenis erong yang ada disini merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya2 yang sudah mengklasifikasinya ke dalam empat tipe erong, yaitu erong kerbau, erong rumah adat, erong babi, erong perahu dan bentuk yang hanya berupa wadah saja. Berikut pengklasifikasian jumlah erong yang ada di Situs Kete’kesu.

2 jurnal walannae volume 13, skripsi Deviyanti Astuti,

Diagram 4.2.1.(a): Persentase jumlah bentuk/jenis temuan di Situs Kete’kesu

(13)

72 Erong yang lebih dominan disini ialah erong perahu, wadah kubur, erong rumah adat erong kerbau, dan erong babi. Pemilihan bentuk erong biasanya didasarkan pada status sosial ketika mereka masih hidup, ini juga menentukan tingkatan dalam upacara rambu solo’. Adanya penyimbolan Kerbau dan Babi, dikarenakan Kerbau dan Babi merupakan hewan kurban dalam upacara-upacara keagamaan termasuk dalam upacara kematian, dan bentuk erong kerbau juga didasarkan pada kepercayaan bahwa Kerbau merupakan hewan penjaga atau pelindung dari arwah selama dalam perjalanan menuju alam baka, selain itu bentuk kerbau merupakan implementasi dari kehidupan sehari-hari, dalam hal ini kerbau dianggap lambang kekayaan bagi si pemiliknya, yang kemudian berkaitan dengan status sosialnya.

Erong Babi melambangkan bahwa pemilikinya memiliki kekayaan yang sedang-sedang saja artinya tidak melebihi kekayaan yang menggunakan erong kerbau. Erong tipe rumah adat berukir dipersonifikasikan sebagai erong bangsawan dan berjasa semasa hidupnya, sedangkan yang tidak berukir adalah milik kaum dari golongan masyarakat biasa (to buda). Erong perahu dianggap erat kaitannya dengan sejarah kedatangan orang Toraja yang menempati daerah sekarang dengan menggunakan perahu, bentuk ini juga dianggap sebagai kendaraan menuju alam puya.

Jika diamati dari wadah kuburnya, bentuk erong perahu dan rumah Toraja terlihat berbentuk persegi empat panjang tetapi agak tinggi dan agak melengkung bagian atasnya, sedangkan untuk wadah kubur erong Kerbau dan Babi bentuknya agak bulat.

(14)

73 c

a b

d

4.2.2 Ragam Hias Wadah Kubur

Ragam hias yang ada di situs ini lebih banyak dan lebih beragam jika dibandingkan dengan temuan yang ada di Situs Liang Datu, walaupun begitu 4 dasar ragam hias Toraja atau garonto pa’sura masih dapat ditemukan disini. Mengingat banyaknya jenis ragam hias yang ditemukan, maka penulis tidak memasukkannya dalam bentuk diagram seperti yang lain, sehingga penulis memilih bentuk tabel guna mempermudah dalam tahapan analisisnya. Berikut penjabarannya:

Foto 4.2.1.(b): Bentuk/jenis erong a). erong R. Toraja b). erong Kerbau c). erong Babi, dan d) erong Perahu (Dok. Etha Sriputri, 2012)

(15)

74

1 PAQTEDONG TUMURU 11 PAQDOTI SILUANG II 21 PAQPOLLOA GAYANG 2 NEQ LIMBONGAN 12 SEGITIGA 22 PAQBARRAQ-BARRAQ 3 PAQ KARUA 13 PAQDON BOLU SANGBUA 23 PAQPOLLOQ SONGKANG 4 PAQBULU LONDONG 14 PAQKADANG PAO 24 GARIS VERTIKAL

5 MOTIF ULAR 15 PAQPOLLOQ SONGKANG 25 PAQBATANG LAU

6 CATUR 16 PAQTANGKE LUMUQ 26 PAQSEKONG KANDAURE. 7 PAQULU GAYANG 17 SULUR-SULUR 27 TIDAK ADA

8 PAQBARANAQ I 18 PAQSIBORONGAN 28 TIDAK JELAS

9 PAQERONG 19 PAQKAPUQ BAKA 29 PAQBARRAQ-BARRAQ. 10 PAQBARANAQ II 20 PAQKANGKUNG 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 4 1 5 1 1 6 1 7 1 8 1 9 1 10 1 11 1 12 1 1 13 1 14 1 15 1 1 16 1 17 1 1 1 1 1 18 1 1 19 1 1 1 1 1 20 1 21 1 22 1 23 1 1 1 1 1 1 24 1 1 1 25 1 26 1 27 1 28 1 29 1 30 1 31 1 1 1 1 32 1 33 1 34 1 1 35 1 36 1 37 1 JMLH 7 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 5 1 2 1 1 1 1 2 1 2 4 1 1 18 2 1 RAGAM HIAS No

(16)

75 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jenis ragam hias yang banyak digunakan yaitu ragam hias 1, ragam hias 14, ragam hias 10 dan 24, ragam hias 28, 21, 23, 16. Dan selebihnya ragam hias lainnya. Selain itu ada ragam hias yang unik yaitu berbentuk ular yang terdapat pada erong Kerbau dan Babi. Ragam hias ini disimbolkan sebagai penjaga keselamatan bagi si mati, lambang keberanian dan kebijaksanaan serta sebagai simbol bahwa pemiliknya adalah orang yang memiliki kedudukan dimasa hidupnya. serta ragam hias pa’susuk masih dapat ditemukan pada beberapa erong. Ada juga ragam hias Pa’doti, ragam hias ini biasanya diperuntukan/melambangkan bahwa orang yang dikuburkan adalah seorang perempuan.

Penggunaan ragam hias sendiri selain sebagai simbol orang yang dikuburkan, juga sebagai simbol penolak bala, agar dalam perjalan si mati bisa berjalan dengan baik tanpa ada gangguan apapun. Erong yang memiliki banyak ragam hias biasanya diperuntukan bagi golongan bangsawan atas sedangkan erong yang tidak memiliki ragam hias biasanya untuk golongan bawah. Banyaknya ragam hias yang ditemukan menunjukkan perkembangan budaya kearah yang lebih kompleks.

Foto 4.2.2.(b): Beberapa ragam hias yang ditemukan pada erong (Dok. Etha Sriputri, 2012)

(17)

76 0 5 10 15 20

BESAR KECIL SEDANG (blank)

Total 16 3 18

UKURAN WADAH

4.2.3 Ukuran Wadah Kubur (cm)

Ukuran erong dibagi dalam tiga kategori yaitu besar, sedang dan kecil. Dalam menentukan ukuran tersebut digunakan metode yang sama, sehingga didapatkan ukuran besar berkisar antara 315 - 212 cm, ukuran sedang 212 – 106 cm dan ukuran kecil 106 - 0 Cm. Berikut penjabarannya:

Jika dilihat dari persentase ukuran yang ada, maka dapat digolongkan erong yang ada disini termasuk dalam ukuran besar. Ukuran suatu erong juga melambangkan status sosial seseorang dan kemungkinan digunakan sebagai kuburan sekunder. Hal ini didukung dari kepercayaan yang mereka anut yaitu aluk todolo, dimana ketika ada orang yang meninggal, maka mayatnya tidak langsung dikuburkan tetapi menunggu sampai upacara rambu solo dilaksanakan.

4.2.4 Bekal Kubur/Temuan Lain

Hasil pengambilan data di lapangan, menunjukkan bahwa tidak ditemukan bekal kubur, yang ada hanya tulang-tulang manusia yang cukup banyak, selain itu pendataan juga dilakukan pada temuan lain yang berada disekitar erong, adapun temuan lainnya berupa

(18)

77 0 5 10 15 20 25 30 TIDAK ADA TIDAK TAHU TULANG (blank) Total 1 6 30 BEKAL KUBUR

kandea dulang tipe bundar3 berkaki lengkung tinggi. yang terletak diatas sebuah erong kerbau dan tau-tau. Berikut penjabaran pada masing-masing erong.

Hampir 30 erong berisi tulang-tulang manusia dan kemungkinan lebih dari satu rangka manusia, hal ini terlihat dari ditemukanya dua atau lebih tengkorak dalam satu erong, serta 6 erong lainnya tidak diketahui isinya karena letak erong yang digantung, sehingga menyulitkan dalam pengambilan data.

3Kandeadulang tipe bundar memiliki badan berbentuk bundar dan tidak memperlihatkan bentuk pinggiran menyudut. Kandea dulang sama fungsinya sebagai piring tetapi, dalam kepemilikannya hanya digunakan satu dan tidak bisa digunakan oleh orang lain. Ada tiga macam kandeadulang yang pertama kandeadulang

bundar, ini juga terbagi lagi antara lain, kandeadulang tipe bundar berkaki lengkung tinggi, kandeadulang

bundar berkaki lengkung rendah, kandea dulang bundar berkaki tegak, kandea dulang berdasar rata dan

kandeadulang bundar dasar lengkung. Kedua, kandeadulang tipe lonjong yang terbagi dalam tipe lonjong bertangkai, dan lonjong dasar lengkung. Dan yang ketiga kandeadulang tipe persegi, terbagi lagi yaitu segi empat bertangkai dan segi delapan bertangkai. (Nur,171-173:2011).

Diagram 4.2.5.(a): Persentase bekal kubur/temuan lain pada Situs Kete’kesu

(19)

78

a.

b. c

Temuan lain di sekitar situs, yaitu ditemukan tiga buah kandea dulang dimana dalam kepercayaan masyarakat toraja, orang meninggal hanya mengalami perubahan tempat dari dunia nyata ke alam puya sehingga barang-barang yang menjadi milik orang yang meninggal harus turut disertakan termasuk kandea dulang. Selain itu beragamnya jenis-jenis kandea dulang menggambarkan pula strata sosial. Ada juga temuan lainnya yaitu tau-tau4 yang disimpan dalam satu tempat yang dipahat di dinding gua berbetuk persegi empat dan diberi pintu teralis besi. Disini juga banyak ditemukan rokok yang diletakkan di erong dan adanya pemberian uang yang diberikan pengunjung

4

Tau-tau berati orang kecil atau orang saja, tau-tau merefleksikan kepada orang yang telah meninggal, dengan memakai pakaian dan perhiasan orang yang telah meninggal tersebut. Tau-tau dibuat untuk jiwa orang yang meninggal. Ukuran tau-tau biasanya setengah meter yang diletakan disamping kuburan dan biasanya bahan tau-tau terbuat dari pohon nangka.

Foto 4.2.5.(b): a). erong yang tidak ditemukan bekal kubur atau temuan lain, b). erong yang tidak diketahui isinya dan c). erong yang berisi

(20)

79 0 5 10 15 20 CUNGKIL PAHAT CUNGKIL SAMBUNG CUNGKIL SAMBUNG BERMOTIF (blank) Total 12 6 19 TEKNIK PEMBUATAN

Foto 4.2.5.(c): Temuan lain berupa kandeadulang dan tau -tau (Dok. Etha Sriputri, 2012)

4.2.5 Teknik Pembuatan Wadah Kubur

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat disimpulkan ada tiga teknik pembuatan dalam membuat erong yaitu teknik cungkil pahat, teknik cungkil sambung dan teknik cungkil sambung bermotif yang diterapkan pada 37 buah erong, berikut penjabaran dalam bentuk tabel:

Diagram 4.2.6.(a): Persentase teknik pembuatan erong pada Situs Kete’kesu

(21)

80 Berdasarkan diagram di atas, teknik pembuatan yang banyak digunakan yaitu teknik cungkil sambung bermotif, kemudian teknik cungkil pahat dan cungkil sambung. Keberagaman teknik pembuatan juga mengalami perkembangan hal ini juga didukung oleh kemajuan teknologi masyarakat Toraja. Dalam pembuatan erong biasanya di buat dari sebatang kayu besar dan kemudian menggunakan teknik dicungkil.

Foto 4.2.6.(b): Beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan erong, a).cungkil sambung bermotif b) cungkil sambung c). cungkil pahat(Dok.Etha Sriputri, 2012)

4.2.6 Letak Wadah Kubur

Awalnya erong yang ada disini berada diatas tebing dan dibawah tebing, tetapi karena tiang penyangga erong sudah rusak akibat/patah, maka erong yang ada diatas dipindahkan ke bawah dan dibuatkan sebuah pondasi. Berbicara letak wadah kubur disini, maka pengklasifikasian letak erong didasarkan pada data yang penulis dapatkan dilapangan. Penempatan wadah kubur di Situs Kete’kesu dapat dibagi dalam tiga tempat, yaitu erong yang terletak di tanah, diatas pondasi beton dan erong yang digantung diatas tebing, berikut pengkasifikasian berdasarkan letaknya:

(22)

81 0 5 10 15 20 DI GANTUN G DI TANAH DI TOPANG (blank) Total 13 6 18 LETAK W.K

Diagram 4.2.7.(a): Persentase letak erong di Situs Kete’kesu

Letak erong disini lebih banyak ditopang dengan pondasi dari beton, kemudian disusul dengan letak erong digantung, yang mana posisi seperti ini bisa dikatakan masih in situ, keletakan erong seperti ini juga ditemukan pada situs-situs lain di Cina bagian selatan5, Filipina6, Malaysia7. Serta yang terakhir diletakkan di atas tanah. Biasanya posisi/letak suatu erong bisa menujukkan status sosial seseorang, semakin tinggi tempatnya maka tinggi pula status sosial mereka.

a. b. c.

5

Pada daerah Fujian, pegunungan wuji, hubei, Jiangxi, longhushen, Sichuan, gongxan, yunnan 6 Pada situs sagada

7 Pada kompleks batu kapur agop batu tulug, kompleks batu kapur batu supi, dan beberapa situs lainnya di kitabatangan,sabah.

Foto 4.2.7.(b): a). letak erong di atas tanah, b). erong yang digantung dan c). erong yang di topang (Dok. Etha Sriputri, 2012).

(23)

82 0 10 20 30 40 315˚/45˚ - 135/225˚ 45˚/135˚ - 225˚/315˚ (blank) Total 6 31 ARAH HADAP

4.2.7 Bahan Wadah Kubur

Bahan yang dimaksud disini ialah bahan baku dalam pembuatan wadah kubur yaitu kayu. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya menyebutkan, kayu uru merupakan kayu yang digunakan dalam pembutan erong. Kayu uru atau kayu cempaka yang dalam bahasa latinnya disebut Michelia Champaca berasal dari India. Pohon berukuran sedang dengan tinggi sampai dengan 50 meter dan diameter batangnya sampai dengan 1,8 meter, batang lurus, bulat, kulit batangnya halus, bewarna coklat keabu-abuan. Pohon ini juga dapat bertahan hingga ratusan tahun lamanya. Pohon cempaka tumbuh ditanah yang subur pada ketinggian hingga 1500 m dpl. Karena pohon ini banyak tumbuh di Toraja dan ketahanannya yang mencapai ratusan tahun, maka tidak heran kayu ini dipilih dalam pembuatan erong.

4.2.8 Arah Hadap W.K (derajat)

Arah hadap berbicara tentang posisi erong, dengan menggunakan satuan ukur derajat, untuk arah utara selatan 315˚/45˚-135˚/225˚ dan arah hadap timur barat 45˚/135˚-225˚/315˚. Dari sini maka akan diketahui erong yang lebih dominan mengarah kemana. sehingga diketahui apakah erong ini masih terpengaruh terhadap kepercayaan aluk todolo ataukah karena faktor lain. Dan berikut penjabaran arah hadap masing-masing erong.

Diagram 4.2.9.(a): Persentase Arah Hadap Di Situs Kete’kesu

(24)

83 Diagram di atas menunjukkan bahwa, arah hadap wadah kubur di Situs Kete’kesu menghadap ke arah timur-barat. Dalam pandangan kosmologi orang Toraja, arah Timur-Barat selalu dihubungkan dengan fase-fase kehidupan, dimulai dari mereka lahir yang diibaratkan dengan matahari terbit di timur yang perlahan-lahan kemudian naik sampai mencapai puncak dan akhirnya menurun sampai tenggelam yang diibaratkan matahari terbenam di barat, hingga terjadi peralihat dari terang ke gelap. Pergerakan matahari dianalogikan sebagai siklus kehidupan manusia dari kehidupan dunia ke kehidupan di alam arwah (Duli, 129-130:2001). Selain itu, adanya tebing di belakang tongkonan juga menjadi faktor pendukung. Jadi penempatan erong di Situs Kete’kesu dipengaruhi oleh adanya pandangan kosmologi dan faktor alam.

4.2.9 Fungsi W.K

Banyaknya tulang-tulang manusia yang ditemukan yang mengindikasikan kalau erong dijadikan sebagai kuburan sekunder8. Hal ini didasarkan pada tradisi yang masih dapat dilihat sampai sekarang, dimana ketika orang yang meninggal tidak langsung dikuburkan tetapi disimpan dalam rumah dan dianggap sebagai orang yang sakit to’makula, penyimpanan mayat seperti ini bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, sehingga yang tersisa hanya tulang-tulangnya saja hal ini dilakukan untuk menunggu anggota keluarganya berkumpul semua dan kemudian dibuatkan upacara penguburan yang disebut upacara rambu solo’ yang masih dilakukan masyarakat Toraja saat ini. Jika dikaitan dengan bekal kubur/temuan lain, dimana banyaknya tulang manusia yang ada, kemungkinan bentuk penguburan seperti ini digunakan sebagai kuburan satu keluarga.

8 Kubur sekunder (kedua), kubur yang mengandung mayat yang dikubur tidak langsung`(tertunda), mayat disimpan hingga tulang belulang, yang kemudian ditanam dengan wadah (misalnya tempayan) atau tanpa wadah.

(25)

84

4.2.10 Penggunaan Warna

Penggunaan warna pada erong, tidak ditemukan baik pada penutup maupun pada wadahnya, tidak ditemukan penggunaan warna pada ragam hiasnya.

(26)

85 0 5 10 15 BANGKA-BANGKA TEDONG-TEDONG (blank) Total 7 11 BENTUK/JENIS TEMUAN

4.3Situs Buntu Balla

Situs Buntu Balla pada awalnya terletak di tebing tepi Sungai Sariayo, tetapi akibat banjir besar yang terjadi yang menghanyutkan sebagian dari keranda yang ada, maka dari masyarakat setempat berinistiatif memindahkan semua temuan yang tersisa ke atas sebuah bukit, sekitar 100 m dari situs semula.

Kini, Situs Buntu Balla berada di tengah areal persawahan di atas sebuah bukit. Dengan jumlah temuan sebanyak 18 buah. Berikut hasil analisis dari temuan yang ada.

4.3.1 Bentuk/Jenis Wadah Kubur

Pada Situs Buntu Balla terdapat dua jenis temuan wadah kubur yaitu tedong-tedong dan Bangka-bangka, berikut persentasenya:

Diagram 4.3.1.(a): Persentase bentuk/jenis temuan di Situs Buntu Balla

Dari diagram di atas diketahui, bentuk Tedong-tedong lebih dominan jika dibandingkan dengan Bangka-bangka. Bentuk tedong-tedong sendiri menyerupai bentuk anatomi Kerbau. Arti Kerbau dalam kehidupan masyarakat Mamasa merupakan harta kekayaan

(27)

86 yang sangat tinggi nilainya, dan merupakan hewan kurban dalam upacara rambu tuka dan rambu solo’, bahkan dalam kepercayaan aluk tomatua jika ada orang meninggal kemudian tidak mengurbankan kerbau maka, rohnya tidak bisa menyeberang ke dunia arwah karena kerbau dianggap sebagai kendaraan arwah dan sumber kekuatan magis, bentuk tedong-tedong menandakan bahwa yang dikuburkan adalah kaum bangsawan dan keluarganya. Bentuk bangka-bangka memiliki bentuk menyerupai perahu, hal didasari pada asal usul nenek moyang mereka yang datang dengan menggunakan perahu ketika terjadinya air bah, dan untuk menghormati nenek moyang maka dibuatlah wadah kubur menyerupai perahu. Selain itu dipilihnya bentuk perahu juga erat kaitannya dengan kepercayaan, dimana perahu dianggap sebagai kendaraan bagi si arwah dalam menempuh perjalanan jauh menuju ke alam baka. Gejala arkeologis yang sama juga ditemukan dibeberapa tempat di Indonesia (Bernadeta, 27-28, 2009).

Jika dilihat dari depan-belakang bentuk tedong-tedong bulat dan besar, serta serat-serat kayu membentuk lingkaran mengisyarakatkan, bahwa wadah ini dibuat dari sebatang kayu besar/gelondongan yang kemudian dibentuk menyerupai bentuknya sekarang, begitu pula yang terlihat pada bentuk bangka-bangka.

Foto 4.3.1.(b): Bentuk /jenis wadah kubur di Situs Buntu Balla (Dok. Balar, 2008)

(28)

87

0 5 10 15

BERMOTIF POLOS (blank)

Total 3 15

RAGAM HIAS

4.3.2 Ragam Hias W.K

Temuan ragam hias yang terdapat baik pada tedong-tedong maupun Bangka-bangka tidak terlalu banyak. Pada wadah tipe tedong-tedong hanya 1 yang memiliki ragam hias, tetapi hampir seluruh bagian dari wadah tersebut berukir, sedangkan pada Bangka-bangka memiliki 2 buah tetapi tidak semua bagiannya yang berukir. Dan untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut:

Jumlah wadah yang tidak bemotif lebih banyak dari pada yang bermotif. Adapun ragam hias yang ada yaitu, paq tengke lumuq yang memiliki makna sebagai harapan agar keluarga berada dalam satu mata rantai, damai dan saling tolong menolong, lingkaran, bergerigi atau tumpal yang memiliki makna yang sangat dikeramatkan dan hanya digunakan kaum raja, makna lain dari ragam hias ini, yaitu sebagai penolak bala atau pengusir roh-roh jahat yang akan mengganggu roh orang yang dikuburkan, selain memiliki makna dari setiap pembuatannya, ragam hias juga melambangkan status sosial seseorang.

Diagram 4.3.2.(a): Persentase ragam hias wadah kuburdi Situs Buntu Balla

(29)

88 0 5 10 15 20

BESAR KECIL (blank)

Total 16 2

UKURAN W.K

a. b.

Foto 4.3.2.(b): a). Temuan wadah yang berukir b). temuan wadah yang polos di Situs Buntu Balla (Dok. Balar, 2008)

4.3.3 Ukuran W.K (cm)

Ukuran wadah kubur di situs ini digolongkan dalam tiga bentuk yaitu berukuran besar yang mempunyai ukuran antara 324 – 216 cm, ukuran sedang antara 216 – 108 cm. dan ukuran kecil berkisar anatar 108 – 0 cm. dan berikut penjabaran untuk bentuk ukuran pada situs ini.

Ukuran besar lebih dominan pada situs ini, dan ukuran diameter untuk tedong-tedong berkisar antara 120 - 83 cm. serta untuk Bangka-bangka mempunyai lebar hingga 75 cm.

Diagram 4.3.4.(a): Persentase ukuran wadah kubur di Situs Buntu Balla

(30)

89 0 5 10 15 20

TIDAK ADA TULANG BELULANG

(blank)

Total 2 16

BEKAL KUBUR/TEMUAN LAIN

Bentuk wadah yang besar biasanya diperuntukan bagi kaum bangsawan atas, dan jika melihat dari ukurannya, bentuk kuburan ini bisa memuat dua atau lebih rangka manusia.

4.3.4 Bekal Kubur/Temuan Lain

Bekal kubur atau temuan lain tidak ditemukan, yang ada hanya tulang-tulang manusia saja. Berikut penjabarannya.

Banyaknya temuan tulang-tulang manusia yang ditemukan, baik pada Bangka-bangka maupun tedong-tedong mengindikasikan bahwa wadah ini digunakan lebih dari satu orang dan kemungkinan dijadikan kuburan dalam satu rumpun keluarga. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Balar Makassar ditemukan juga gelang kerang dan gelang perunggu, tetapi tidak disebutkan berapa jumlahnya dan di wadah mana saja ditemuakan.

Diagram 4.3.5.(a): Persentase bekal kubur/temuan lain di Situs Buntu Balla

(31)

90 0 2 4 6 8 10 12 CUNGKIL PAHAT CUNGKIL SAMBUNG CUNGKIL SAMBUNG BERMOTIF UID (blank) Total 3 11 2 2 TEKNIK PEMBUATAN 4.3.5 Teknik Pembuatan W.K

Teknik pembuatan dibagi dalam empat kategori yang pertama teknik cungkil pahat, teknik cungkil sambung, teknik sambung bermotif dan teknik yang tidak diketahui yang digolongkan dalam UID. Berikut penjabarnnya:

Diagram 4.3.6.(a): persentase teknik pembuatan di Situs Buntu Balla

a. b.

Foto 4.3.5.(b): a). wadah kubur yang berisi tulang-tulang manusia b). wadah kubur yang tidak mempunyai isi (Dok. Balar, 2008)

(32)

91 Teknikpembuatan yang lebih dominan disini ialah teknik cungkil sambung, kemudian teknik cungkil pahat, cungkil sambung bermotif dan UID. Bentuk sambung yang lebih dominan berupa adanya penambahan pada kaki, tanduk dan telinga pada wadah tedong-tedong dan bentuk sambung pada wadah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa baik teknologi maupun konsep pembuatan wadah sudah lebih maju walaupun dalam hal ragam hiasnya masing kurang atau tidak terlalu banyak penggunaannya.

a. b.

c. d.

Foto 4.3.6.(b): a). teknik cungkil pahat b). UID c). teknik cungkil sambung dan d). teknik cungkil sambung bermotif (Dok. Balar,

(33)

92

4.3.6 Letak Wadah Kubur

Wadah kubur yang ada di sini berada di sebuah tadang yang menyerupai rumah adat Mamasa, dimana wadahnya dijejerkan dibawah tadang tadi, tidak terdapat pembagian letak disini, hanya saja masing-masing wadah diletakkan masing-masing empat dan disekat oleh tiang-tiang kayu penyanggah dari bangunan situs tersebut.

4.3.7 Bahan Wadah Kubur

Bahan pembuatan dari wadah ini, terbuat dari kayu uru atau dalam bahasa latin disebut Michelia Champaca. Sama seperti yang ada di Situs Kete’kesu. Menurut pandangan orang mamasa, kayu uru memiliki tingkat kekerasan sedang tapi tahan lama, selain itu kayu uru mempunyai arti filosof dimana dikatakan, kayu uru adalah salah satu jenis kayu yang berdaun lebat, mempunyai banyak tangkai dan selalu bertunas. Kayu tersebut tidak bisa mati walaupun selalu ditebang karena selalu tumbuh tunas baru untuk terus berkembang.

Konsep pemikiran seperti itu berimplikasi pada suatu pemahaman bahwa, orang yang dikuburkan kedalam wadah kubur tersebut walaupun sudah mati tetapi keturunannya tetap berkembang terus, bagaikan pohon kayu uru yang selalu bertangkai dan tumbuh dengan subur walaupun selalu ditebang atau dipotong, disamping ketahananya terhadap air dan panas matahari (Bernadeta,29:2009).

Selain itu ketersediaan kayu uru juga banyak ditemukan di Mamasa, sehingga tidak mengherankan, kayu ini bukan hanya digunakan sebagai wadah kubur tetapi juga digunakan dalam membuatan rumah adat Mamasa.

(34)

93

4.3.8 Arah Hadap Wadah Kubur (derajat)

Semua wadah yang ada disini berada pada satu posisi yang sama, yaitu menghadap ke timur-barat, sedangkan untuk tadang berorientasi pada utara-selatan, dipilihnya utara selatan menunjukkan masih adanya pengaruh aluk tomatua dalam penempatannya.

4.3.9 Fungsi Wadah Kubur

Jika melihat dari ukuran dan bekal kubur yang terdapat pada setiap wadah, besar kemungkinan wadah ini digunakan sebagai kuburan keluarga dan termasuk penguburan kedua (secondary burial), hal ini didasarkan pada banyaknya tulang-tulang manusia serta adanya tengkorak yang lebih dari satu dalam satu wadah, ini pula didukung oleh perilaku masyarakat Mamasa yang mengenal sistem penguburan kedua, dimana mayat sebelumnya disemayamkan di atas rumah selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun yang disesuaikan dengan ketentuan adat dan kemampuan keluarga si mati, guna menunggu upacara rambu solo’ dilaksanakan

4.3.10 Penggunaan Warna

Tidak ditemukannya penggunaan warna baik pada tedong-tedong maupun pada Bangka-bangka.

(35)

94 1 TEDONG-TEDONG 1 2 BANGKA-BANGKA 1 3 BATUTU 1 BENTUK.JENIS W.K JUMLAH NO 4.4Situs Paladan

Walaupun temuan yang ada disini hanya tiga, tetapi ketiga bentuk wadah kubur tersebut mewakili bentuk penguburan orang Mamasa, yaitu tedong-tedong, bangka-bangka dan batutu. Hal yang membedakan situs ini dengan situs lainnya, yaitu adanya kuburan tedong-tedong yang pada bagian belakangnya terdapat kepala kuda atau ulu narang, bentuk wadah yang seperti ini tidak ditemukan pada situs-situs lain di daerah Mamasa.

Mengingat wadah kuburnya tidak terlalu banyak, maka dalam penyajian data analisisnya dibuat dalam bentuk tabel. Dan berikut penjabarannya.

4.4.1 Bentuk/Jenis Wadah Kubur

Merujuk dari penelitian sebelumnya, maka penulis mengelompokkan dalam kategori yang sudah dibuat, yaitu bentuk tedong-tedong, bangka-bangka dan batutu. Berikut penjabarannya:

Tabel 4.4.1.(a): bentuk/jenis wadah kubur di Situs Paladan

Karena temuan yang disini hanya tiga dalam tiga jenis yang berbeda pula, maka tidak ada yang lebih dominan. Bentuk tedong-tedong yang ada disini berbeda dengan yang lain, karena adanya bentuk kepala kuda pada bagian belakangnya. Menurut masyarakat sekitar, bentuk kelapa Kuda yang ada sekarang bukanlah bentuk aslinya, karena bentuk yang asli sudah hilang diambil orang, maka diganti dengan yang ada sekarang. Bentuk kepala kuda atau ulu narang melambangkan seorang pahlawan yang menentang penjajahan Belanda.

(36)

95 Bentuk kedua yaitu bangka-bangka yang menyerupai bentuk perahu. Batutu merupakan bentuk kuburan yang menyerupai bangunan rumah adat Mamasa atau yang biasa disebut banua bolong.

a. b. c

Foto 4.4.1.(b): bentuk/jenis temuan yang ada di Situs Paladan. a). bentuk tedong-tedong yang dipadukan dengan kepala kuda b). bentuk bangka-bangka dan c).

bentuk batutu. (Dok. Balar, 2010)

4.4.2 Ragam Hias W.K

Bentuk ragam hias di sini cukup bervariasi, dan lebih banyak ditemukan pada wadah tedong-tedong baik pada wadahnya maupun pada tadang. Berikut penjabaran ragam hiasnya.

Tabel 4.4.2: Ragam hias yang terdapat pada wadah di Situs Paladan

TEDONG-TEDONG BANGKA-BANGKA BATUTU

PAQTANGKE LUMUQ, NEQ LIMBONGAN, SEGI TIGA/BERGERIGU, SEPERTI SISIK, PAQSIBORONGAN, PAQKOLLONQ BUQKUQ,

PAQDON LAMBIRI DITEPO, KOTAK-KOTAK

POLOS BERGERIGI/SEGITIGA RAGAM HIAS W.K

(37)

96

P L T P L T P L T

340 102 120 228 104 130 240 180 288

UKURAN W.K (CM)

TEDONG-TEDONG BANGKA-BANGKA BATUTU

Bentuk ragam hias yang cukup bervariasi mengindikasikan adanya kemajuan dalam segi pembuatannya, disamping itu ragam hias yang ada hampir sama dengan ragam hias yang ada di Toraja, namun tidak ditemukan lagi garonto pa’suru pada ketiga wadah kubur ini. Selain pada wadah, ragam hias juga ditemukan pada tiang tadang, dengan bentuk kepala kuda pada tadang tedong-tedong. Serta pada tadang batutu juga ditemukan tiga kepala kuda, dua dibagian depan yang menghadap ke selatan dan satu lagi yang menghadap ke utara.

4.4.3 Ukuran W.K (cm)

Ukuran pada masing-masing wadah kubur cukup bervariasi. dan berikut data ukurannya.

Rata-rata ukuran wadah yang ada disini cukup besar, sehingga cukup memuat lebih dari dua mayat atau lebih, disamping itu besarnya suatu ukuran makam melambangkan pula status pemiliknya.

4.4.4 Bekal Kubur/Temuan Lain

Pada masing-masing wadah hanya ditemukan tulang – tulang manusia saja, sedangkan untuk bekal kuburnya tidak disertakan. Temuan lain yang ada disekitar makam, ditemukan fragmen gerabah, rahang Babi, tau-tau dan kandea dulang tipe bundar berkaki lengkung tinggi.

(38)

97

TEDONG-TEDONG BANGKA-BANGKA BATUTU

TEKNIK PEMBUATAN W.K

CUNGKIL SAMBUNG BERMOTIF

CUNGKIL PAHAT PENGERJAANNYA SUDAH LEBIH KOMPLEKS

a. b.

Foto 4.4.5: temua lain yang ada di Situs Paladan a). kandeadulang tipe bundar berkaki lengkung b). tau-tau (Dok. Balar, 2010)

4.4.5 Teknik Pembuatan W.K

Teknik pembuatan yang ada disini menunjukkan kemajuan teknologi, jika dibandingkan dengan situs lain yang menjadi pembanding, dan berikut pemaparan teknik yang digunakan dalam pembuatan wadah kubur di situs ini:

Jika dilihat dari teknik pembuatan, maka bentuk bangka-bangka lebih tua hal ini juga didukung dari data penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kuburan yang dulu ada di Situs Paladan adalah bangka-bangka, dengan teknik pengerjaan yang masih sederhana, kemudian tedong-tedong yang dipadukan tadang, dengan teknik sambung

Tabel 4.4.6.: teknik pembuatan wadah kubur di Situs Paladan

(39)

98 bermotif, hal ini terlihat dari adanya pola hias serta penggunaan warna didalamnya. Lalu batutu yang terlihat pada teknik pembuatannya dimana pengerjaannya sudah lebih kompleks, yang artinya teknik pembuatan satu batutu sama seperti teknik membuat rumah adat Mamasa, hal ini menunjukkan tingkat yang lebih maju.

4.4.6 Letak Wadah Kubur

Letak dari ketiga wadah kubur berada di atas sebuah bukit pasir, temuan tersebut di letakan di bawah sebuah tadang, satu tadang untuk tedong-tedong dan satu tadang untuk Bangka-bangka bersamaan dengan batutu.

4.4.7 Bahan Wadah Kubur

Bahan dasar pembuatan wadah disini, terbuat dari kayu uru, sama seperti yang digunakan di Situs Buntu Balla. Hal ini pula didukung dari banyaknya kayu yang ada disekitar situs, dan makna filosofi yang terkandung dalam kayu uru.

4.4.8 Arah Hadap Wadah Kubur (derajat)

Kuburan tedong-tedong mempunyai arah hadap utara- selatan searah dengan tadang, begitu pula arah hadap batutu, sedangkan untuk bangka-bangka menghadap timur-barat.

(40)

99

4.4.9 Fungsi Wadah Kubur

Berdasarkan data ukuran dan bekal kubur yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan, kuburan yang ada disini digunakan sebagai kubur kedua dari satu keluarga. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa orang yang pertama kali dikuburkan disini kepala adat yang bernama Nek Lento dan Nek Tasi’ Langi’ yang dikuburkan dalam bentuk bangka-bangka. Kemudian selanjutnya para pemimpin dan keluarganya dikuburkan dalam batutu, dan untuk tedong-tedong dikuburkan seorang pahlawan bernama Demmatande (Duli,151:2011).

4.4.10 Penggunaan Warna

Penggunaan warna lebih banyak ditemukan di situs ini, jika dibandingkan situs-situs lainnya. Seperti pada tedong-tedong ada yang menggunakan warna hitam, merah dan putih. Pada batutu lebih dominan warna hitam dan pada Bangka-bangka tidak ditemukan penggunaan warna pada wadahnya.

Foto 4.4.11: Perpaduan warna merah, hitam, dan putih pada bagian kepala kerbau dan kepala kuda (Dok. Balar, 2010).

Gambar

Diagram 4.1.1.(a): Persentase jumlah bentuk/jenis temuan  di Situs Landatu
Diagram 4.1.2.(a): Persentase jumlah ragam hias di  Situs Liang Datu
Foto 4.1.2.(b): Ragam hias pa’susuk yang terdapat rumah adat tongkonan dikawasan  adat Situs Buntu Pune
Diagram 4.1.4.(a): Persentase jumlah ukuran wadah kubur di Situs  Liang Datu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini kerap terjadi pelanggaran privasi di media sosial berbasis ojek online, timbulnya pelanggaran privasi pada ojek online ini karena aplikasi

Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi. Sumatera Utara ini

1 Hosyatul Aliyah, PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA.. Jakarta: JURNAL

Guru pamong Teknik Elektronika, Dra. Mardiyah mempunyai kemampuan yang baik dalam melakukan pembelajaran di kelas. Karena pengalaman dalam mengajar yang cukup lama

Sistem pengukuran kinerja BSC yang menggunakan beragam ukuran baik keuangan maupun non keuangan menunjukkan adanya target dan sasaran khusus yang lebih jelas untuk dicapai

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG DAN SUMBER DAYA AIR 1 03 1.03.02 28 18 Pembangunan Pengaman Tebing Sungai. Indragiri di Pasar

Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap