• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit bertanggung jawab atas kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien dan menjamin bahwa pelayanan yang diberikan didokumentasikan secara benar dalam rekam medis pasien. Sehingga dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari rekam medis yang bermutu. Menurut Gafur (2003), upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sangat tergantung dari tersedianya data dan informasi yang akurat, terpercaya, dan penyajian yang tepat waktu.

Rekam medis adalah keterangan fisik tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosis, segala yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat (Sabarguna, 2004). Menurut Rustiyanto (2010), sesuai dengan perkembangan zaman, sistem rekam medis yang ada di rumah sakit sudah mengalami perubahan dari sistem konvensional atau manual berubah menjadi elektronik. Sistem informasi rekam medis elektronik atau disebut dengan virtual patien record

(2)

atau electronic medical record ini digunakan untuk mengelola informasi medis, sehingga memudahkan dalam melakukan penelusuran informasi, termasuk sejarah penyakit dan tindakan medis yang pernah diterima pasien, dan nantinya dengan adanya sistem rekam kesehatan elektronik, seorang tenaga medis dapat mengambil suatu tindakan medis secara tepat. Secara garis besar sistem informasi rekam medis memungkinkan pengguna dapat melakukan pengisian, penyimpanan, memanggil ulang, mentransmisikan dan memanipulasi/mengolah data pasien secara spesifik baik per individu atau kelompok, termasuk data klinis, administrasi dan demografi, sehingga dapat mengurangi pembiayaan operasional rumah sakit. Menurut Hatta (2008), dengan semakin kompleksnya pelayanan kesehatan, rekam medis/kesehatan elektronik lebih berfungsi dibandingkan dengan rekam medis/kesehatan kertas. Dengan menerapkan rekam medis elektronik secara penuh berbagai fungsi tambahan lain dimungkinkan sehingga semakin menjadikannya sebagai alat interaktif dalam memecahkan masalah klinis dan pengambilan keputusan.

Menurut Abdelhak, dkk (2001), rekam medis dikatakan bermutu apabila rekam medis tersebut akurat, lengkap, dapat dipercaya, valid, dan tepat waktu. Rekam medis harus mencakup berbagai informasi yang dapat dipergunakan dalam berbagai kepentingan. Rekam medis harus memuat informasi tentang identitas pasien, laporan penting, dan autentikasi. Salah satu laporan penting yang ada di dalam rekam medis adalah informasi tentang diagnosis.

Diagnosis, terutama diagnosis utama sangat diperlukan sebagai indikator status kesehatan, mutu, dan cakupan pelayanan sistem kesehatan

(3)

masyarakat yang berkembang (Huffman, 1994). Oleh karena itu diagnosis harus dikode, diindeks dan kemudian direkap menjadi sebuah laporan, misalnya laporan statistik data keadaan morbiditas pasien. Pengkodean diagnosis dilakukan oleh seorang tenaga profesional perekam medis dengan menggunakan standar klasifikasi internasional. Standar klasifikasi yang digunakan adalah International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision (ICD-10).

ICD-10 mengandung informasi mendetail dan merupakan perkembangan terbaru dari teknologi dan prosedur penyakit. Sekarang, ICD-10 digunakan di berbagai negara untuk mengkode penyakit, luka/cedera, dan penyebab luar dari cedera (WHO, 2002). Menurut AHIMA (2008), kode pada ICD-10 menyediakan data yang lebih baik untuk evaluasi dan perkembangan dari kualitas pelayanan pasien. Penggunaan kode yang tepat harus ditegakkan untuk mengidentifikasi diagnosis yang spesifik dan prosedur klinik pada klaim, pengisian form, dan transaksi elektronik lainnya. Kualitas data terkode merupakan hal yang penting bagi kalangan tenaga personel Manajemen Informasi Kesehatan (Hatta, 2008).

Penyebab luar (external causes) cedera merupakan klasifikasi kejadian lingkungan dan keadaan sekitarnya sebagai sebab dari suatu cedera, keracunan, dan efek yang merugikan lainnya (WHO, 2004). Di dalam ICD-10 dijelaskan bahwa penyebab luar merupakan klasifikasi tambahan yang juga harus dikode. Pelaksanaan pengkodean diagnosis harus lengkap dan akurat sesuai dengan arahan ICD-10 (WHO, 2002). Namun dalam pelaksanaannya masih banyak ditemui kasus bahwa pelaksanaan pengkodean tidak lengkap dan akurat serta tidak sesuai dengan ketetapan yang berlaku (ICD-10).

(4)

Berdasarkan hasil penelitian Sadiyah (2004) terdapat ketidaktepatan kodeifikasi diagnosis utama pasien rawat inap sebesar 63,30%. Dalam penelitian Novitasari (2010) ditemukan tingkat kesesuaian diagnosis tunggal pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Rumah Sakit (RS) dibandingkan dengan ICD-10 sebesar 43,75% dan untuk diagnosis rangkap sebesar 28.57% sedangkan tingkat kesesuaian diagnosis tunggal pasien jamkesmas instalasi gawat darurat (IGD) yang didasarkan pada INA-DRG (Indonesia Diagnostic Related Group) dibandingkan dengan ICD-10 sebesar 50% dan untuk diagnosis rangkap sebesar 35.71%. Dalam penelitian Haryati (2010) ditemukan bahwa kriteria kode tepat dan spesifik sesuai ICD-10 sampai dengan karakter kelima yaitu sebesar 0%.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta melalui wawancara kepada Kepala Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa rekam medis RS Panti Rapih Yogyakarta sudah menerapkan rekam medis berbasis elektronik untuk pelayanan di IGD. Adanya RME tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja bagi penggunanya serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Agar efektivitas dan efisiensi organisasi benar-benar tercapai maka diperlukan suatu kegiatan evaluasi dan monitoring yang berguna dalam peningkatan mutu organisasi. Dalam dunia rekam medis peningkatan mutu dapat dicapai dengan memastikan informasi yang dihasilkan pada rekam medis merupakan informasi yang akurat dan tepat, seperti kode diagnosis dan penyebab luar. Keakuratan kode diagnosis dan penyebab luar pada berkas rekam medis dipakai sebagai dasar

(5)

pembuatan laporan serta dapat digunakan untuk kepentingan penelitian. Kode diagnosis dan penyebab luar dari pasien apabila tidak terkode dengan akurat maka informasi yang dihasilkan akan mempunyai tingkat validasi data yang rendah, hal ini tentu akan mengakibatkan ketidakakuratan dalam pembuatan laporan serta tidak tersedianya data akurat untuk keperluan penelitian. Dengan demikian, kode yang akurat mutlak harus diperoleh agar laporan yang dibuat dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan keterangan dari Kepala Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta, untuk audit terhadap pelaksanaan pengkodean pada RME terutama audit pengkodean pasien gawat darurat di RS Panti Rapih Yogyakarta belum pernah dilaksanakan.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pengkodean pasien gawat darurat pada RME di RS Panti Rapih Yogyakarta masih terdapat kode diagnosis yang tidak spesifik, tidak akurat, dan kurang sesuai dengan kode yang tertuang di ICD-10. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis keakuratan sebelum dilakukannya penelitian. Dari hasil analisis terhadap 30 RME pasien gawat darurat diperoleh total 52 diagnosis dan penyebab luar yang mempunyai persentase keakuratan kode diagnosis dan penyebab luar sebesar 63,46% atau sebanyak 33 diagnosis dan penyebab luar. Keakuratan kode tersebut merupakan kode yang sesuai dengan ICD-10, tepat sampai karakter ketiga untuk kode yang terdiri dari tiga karakter, tepat sampai karakter keempat untuk kode yang terdiri dari empat karakter, dan tepat sampai karakter kelima untuk kode yang terdiri dari lima karakter. Dari hasil analisis tersebut ditemukan bahwa masih terdapat kode yang tidak sesuai

(6)

dengan ICD-10 dan terdapat beberapa diagnosis yang tidak dikode di dalam RME untuk pasien yang mempunyai lebih dari satu diagnosis.

Dengan ditemukannya masih terdapat ketidakakuratan pengkodean pasien gawat darurat pada RME dan dengan pertimbangan mengenai belum pernah dilakukannya audit pengkodean pasien gawat darurat dan mengingat bahwa kualitas data terkode merupakan hal terpenting bagi kalangan tenaga personel Manajemen Informasi Kesehatan dan fasilitas asuhan kesehatan serta dalam menunjang peningkatan mutu rekam medis dan rumah sakit. Maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai keakuratan pengkodean diagnosis pasien gawat darurat pada RME berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana keakuratan pengkodean diagnosis pasien gawat darurat pada RME berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan pengkodean diagnosis pasien gawat darurat pada RME berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proses pelaksanaan pengkodean pasien gawat darurat pada RME di RS Panti Rapih Yogyakarta.

(7)

b. Mengetahui kemanfaatan dan kekurangan penggunaan RME dalam pelaksanaan pengkodean pasien gawat darurat di RS Panti Rapih Yogyakarta.

c. Mengetahui persentase tingkat keakuratan kode diagnosis dan penyebab luar pasien gawat darurat pada RME berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

d. Mengetahui faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis dan penyebab luar pasien gawat darurat pada RME di RS Panti Rapih Yogyakarta.

e. Mengetahui upaya untuk mengurangi ketidakakuratan kode diagnosis dan penyebab luar pasien gawat darurat pada RME di RS Panti Rapih Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

1) Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam rangka peningkatan kualitas dalam penyelenggaraan rekam medis dari segi pendokumentasian sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.

2) Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan keakuratan informasi bagi manajemen rumah sakit melalui peningkatan keakuratan pengkodean.

(8)

3) Sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja di rumah sakit dalam mendukung perkembangan sistem informasi manajemen dan pengelolaan RME di rumah sakit.

b. Bagi peneliti

1) Mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan mengetahui perbandingan antara teori yang didapat dengan kenyataan yang ada di rumah sakit.

2) Mendapat pengalaman dan ketrampilan dalam penyelenggaraan rekam medis terutama dalam bidang pengkodean diagnosis dan penyebab luar.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi institusi pendidikan

Menjadi bahan masukan dalam pembelajaran dan peningkatan pengetahuan tentang ilmu rekam medis serta mengukur sejauh mana ilmu rekam medis dapat diaplikasikan di lapangan.

b. Bagi peneliti lain

Dapat digunakan sebagai acuan dan referensi dalam pendalaman materi peneliti lain untuk kelanjutan penelitian dengan topik yang relevan.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian dengan judul “Evaluasi Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Pertamina Cirebon,” Sadiyah (2004).

(9)

Jenis penelitian ini adalah deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah masih terjadi ketidaksesuaian dalam pemberian kodeifikasi diagnosis utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 oleh perawat unit rawat inap secara langsung pada program komputer. Selain itu ketidaktepatan kodeifikasi diagnosis utama pasien rawat inap mencapai 63,30%.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang diambil oleh Sadiyah (2004) yaitu terletak pada jenis dan rancangan penelitian yaitu penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Persamaan lain yaitu pada tema yang dipilih yaitu mengenai pengkodean (coding). Sedangkan perbedaannya selain terletak pada tempat dan waktu penelitian, terletak pada objek penelitian, objek penelitian pada penelitian Sadiyah (2004) adalah kode diagnosis utama pada pasien rawat inap pada rekam medis manual sedangkan objek penelitian pada penelitian ini adalah kode diagnosis dan penyebab luar pasien gawat darurat pada RME.

2. Penelitian dengan judul “Ketepatan Kode Penyebab Luar Cedera Kecelakaan Sepeda Motor Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten,” Haryati (2010).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian ini adalah proses penentuan kode penyebab luar cedera kecelakaan sepeda motor belum sesuai dengan prosedur pemberian kode, fasilitas yang digunakan dalam pengkodean diagnosis belum sesuai dengan ketentuan WHO, kriteria kode tepat dan spesifik sesuai ICD-10 sampai

(10)

dengan karakter kelima yaitu sebesar 0%. Hal ini dikarenakan sebagian besar kesalahan terletak pada kode tambahan (karakter keempat) karena petugas pengkodean memberikan kode yang kurang spesifik serta belum ditambahkannya kode aktivitas (karakter kelima) sehingga persentase tertinggi hanya pada karakter ketiga.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang diambil oleh Haryati (2010) yaitu terletak pada jenis dan rancangan penelitian yaitu penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Persamaan lain yaitu pada tema yang dipilih yaitu mengenai pengkodean (coding). Sedangkan perbedaannya selain terletak pada tempat dan waktu penelitian, terletak pada objek penelitian, objek penelitian pada penelitian Haryati (2010) adalah kode diagnosis penyebab luar cedera kecelakaan sepeda motor pasien rawat inap pada rekam medis manual sedangkan penelitian ini objek penelitiannya adalah kode diagnosis dan penyebab luar pasien gawat darurat pada RME.

3. Penelitian dengan judul “Kesesuaian Antara Kode Diagnosis Pasien Jamkesmas IGD yang Didasarkan pada SIM RS, Software INA-DRG dan ICD-10 di RSU PKU Muhammadiyah Bantul,” Novitasari (2010).

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan kuantitatif dan rancangan cross sectional. Dalam penelitian ini ditemukan tingkat kesesuaian diagnosis tunggal pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada SIM RS dibandingkan dengan ICD-10 sebesar 43,75% dan untuk diagnosis rangkap sebesar 28.57% sedangkan tingkat kesesuaian diagnosis tunggal pasien jamkesmas IGD

(11)

yang didasarkan pada INA-DRG dibandingkan dengan ICD-10 sebesar 50% dan untuk diagnosis rangkap sebesar 35.71%

Persamaan penelitian Novitasari (2010) dengan penelitian ini terletak pada tema yang diambil yaitu mengenai pengkodean (coding). Sedangkan perbedaannya selain terletak pada tempat dan watu penelitian, terletak pada tujuan penelitian, penelitian Novitasari (2010) bertujuan untuk mengkaji kesesuaian antara kode diagnosis pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada SIM RS, software INA-DRG, dan buku ICD-10. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keakuratan pengkodean pasien gawat darurat pada RME berdasarkan ICD-10. Perbedaan lain terletak pada jenis penelitian di mana penelitian Novitasari (2010) merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan kuantitatif sedangkan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

F. Gambaran Umum RS Panti Rapih Yogyakarta

Berdasarkan BPPRM (Buku Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis) RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2009 dan Laporan PKL (Praktik Kerja Lapangan) dengan judul “Desain Formulir dan Analisis Berkas Rekam Medis di RS Panti Rapih Yogyakarta” tahun 2012, gambaran umum dari RS Panti Rapih Yogyakarta adalah sebagai berikut:

1. Jenis Rumah Sakit

RS Panti Rapih berada di bawah naungan keuskupan Agung Semarang, dikelola bersama-sama suster-suster Tarekat Cinta Kasih Santa Corollus Borromeus dan sebagai pelaksanaan adalah Yayasan

(12)

Panti Rapih. RS Panti Rapih adalah salah satu rumah sakit swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan rumah sakit dengan tipe B. Selain sebagai pelayanan kesehatan RS Panti Rapih juga digunakan sebagai tempat pendidikan bagi calon perawat, dan institusi kesehatan lain seperti apoteker, fisioterapi, dan lain sebagainya.

2. Kepemilikan

RS Panti Rapih merupakan rumah sakit swasta di Yogyakarta milik Yayasan Panti Rapih.

3. Visi, Misi, Nilai dan Motto a. Visi

RS Panti Rapih sebagai rumah sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional dan penuh kasih dalam suasana syukur kepada Tuhan.

1) Rumah sakit rujukan. Sebagai rumah sakit yang mampu menerima rujukan dari rumah sakit lain disekitarnya, terutama bagi layanan subspesialistik yang tersedia. Selain itu RS Panti Rapih juga memberikan bimbingan baik medik, keperawatan maupun non medik kepada rumah sakit lain yang membutuhkan.

2) Pasien sebagai pusat inspirasi dan motivasi. Semangat melayani kepada pasien selalu berkembang dengan memperhatikan perkembangan kebutuhan pasien dalam semua aspek layanan, supaya dapat memberikan kepuasan yang maksimal.

3) Penuh kasih. Semua orang adalah umat Allah yang kudus, yang harus dihargai, dihormati, dan dibela hak hidupnya secara

(13)

bersungguh-sungguh. Layanan diberikan dengan sentuhan yang manusiawi, adil dan tanpa membeda-bedakan pangkat/jabatan, asal usul, ras, suku dan golongan dan agama serta status sosial.

4) Syukur. Setiap orang, baik karyawan maupun pasien merasakan layanan yang ikhlas, jujur dan penuh kasih, dan mampu merasakan pengayoman Tuhan sebagai pemberi hidup yang memelihara setiap orang dengan kasih yang tak terbatas, adil dan tidak membedakan. b. Misi

1) RS Panti Rapih menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, profesional, ikhlas dan hormat dalam naungan iman Katolik yang gigih membela hak hidup insani dan berpihak kepada yang berkekurangan.

2) RS Panti Rapih memandang karyawan sebagai mitra karya dengan memberdayakan mereka untuk mendukung kualitas kerja demi kepuasan pasien dan keluarga, dan dengan mewajibkan diri menyelenggarakan kesejahteraan karyawan secara terbuka, proporsional adil dan merata sesuai dengan perkembangan dan kemampuan. Pelayanan kesehatan menyeluruh. Dengan memperhatikan aspek fisik, mental, sosial, spiritual dan intelektual. 3) Secara ramah. Ringan menyapa, tulus tersenyum, peka pada

harapan/kebutuhan yang dilayani.

4) Secara adil. Memberikan layanan kesehatan dan sikap melayani yang sama tanpa memandang strata sosial, pangkat/jabatan, kaya miskin, asal usul, dan perbedaan lain.

(14)

5) Secara profesional. Layanan diberikan sesuai standar yang sudah ditetapkan.

6) Ikhlas. Kepada siapapun, memperoleh seberapapun, tidak menjadi halangan untuk terus melayani dan membela kehidupan pasien sampai Tuhan sendiri mengambil keputusan.

7) Hormat. Siapapun dia, RS Panti Rapih memberikan layanan dengan menghargai hak hidup setiap orang dan memandang setiap individu sebagai ciptaan Tuhan yang harus dihargai oleh karena Roh Allah sendiri ada dalam diri setiap individu itu.

c. Nilai 1) Ramah

Keterbukaan "menyambut" kepada siapa saja baik yang dikenal maupun belum dikenal. Bersikap: senyum, sapa, sambut, sopan. 2) Adil

Keterbukaan dan jujur baik terhadap diri sendiri, teman, pasien, dan keluarganya dengan penuh tanggung jawab.

3) Profesional

Memberikan layanan sesuai standar secara optimal sesuai dengan tersedianya sumber-sumber yang ada.

4) Ikhlas

Kerelaan dan ketulusan dalam melayani demi keselamatan sesama dan keagungan nama Tuhan.

5) Hormat

Sikap menghargai keunikan manusia dan menjunjung martabat manusia sejak dalam kandungan sampai Tuhan memanggil.

(15)

d. Motto

“Sahabat Untuk Hidup Sehat”, dengan motto ini, RS Panti Rapih menyadari sepenuhnya bahwa pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) yang diselenggarkan merupakan bagian dari doa permohonan para pasien dan keluarganya untuk memohon kesembuhan jiwa dan atau raga dari Allah sendiri yang sesungguhnya berkuasa atas kesehatan dan kehidupan manusia ciptaan-Nya.

4. Jenis Pelayanan a. Pelayanan Medis

1) Instalasi Gawat Darurat (IGD) 2) Rawat Inap

3) RS Panti Rapih Yogyakarta memiliki poliklinik rawat jalan sebagai berikut :

a) Poliklinik Umum

i. Subspesialis Endocrinology ii. Subspesialis Hematology iii. Subspesialis Infeksi iv. Subspesialis Cardiology

v. Subspesialis Gatroenterology vi. Subspesialis Hepatology b) Poliklinik Kesehatan Anak

i. Subspesialis Neo/Perinatology ii. Subspesialis Hematology Anak c) Poliklinik Gigi

(16)

ii. Spesialis Bedah Mulut iii. Spesialis Protesa iv. Spesialis Konversi Gigi d) Poliklinik Endrokopik i. Gastroscopy ii. Bronchoscopy iii. Coloncopy iv. Urethroscopy v. Urethrorenscopy e) Poliklinik Bedah i. Bedah Umum ii. Digestive iii. Orthopedic iv. Oncologic v. Neuro vi. Urology vii. Anak

viii. Thorax dan vasculer ix. Mulut

x. Plastik xi. Laparoskopik

f) Klinik Kebidanan dan Kandungan g) Klinik Penyakit Mata

h) Klinik Kulit Kelamin i) Klinik Syaraf

(17)

j) Klinik Jiwa k) Klinik Psikologi l) Klinik Penyakit Paru

m) Klinik Penyakit Kulit Kosmetik n) Klinik Penyakit Asma dan Alergi o) Klinik Gizi

p) Klinik Rehab Medik q) Klinik Radiotherapy

r) Pelayanan Pengobatan Alternatif s) Klinik Akupuntur dan Jamu t) Medical Check Up

Rawat jalan RS Panti Rapih didukung oleh beberapa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter subspesialis.

b. Pelayanan Penunjang

Rawat jalan RS Panti Rapih juga mempunyai fasilitas layanan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Penunjang: Audiometri, Electroencephalography (EEG), Spirometri Liver Function Test (LFT), Treadmill, Ultrasonography (USG), Electrocardiography (ECG), Densitometri, Fisioterapi, Radiologi, Diagnostic, Hemodialisa.

2) Ganti Verban 3) Medical Check Up

4) Pojok Tuberculosis Direct Observed Treatment Short Course (TB DOTS)

(18)

6) Pelayanan Voluntery Counseling and Testing (VCT) HIV-AIDS 7) BERA (Pelayanan penunjang untuk penyakit syaraf)

8) Konsultasi Bidan Anak (BA) 9) Senam Hamil

c. Layanan luar rumah sakit di instalasi rawat jalan: 1) Layanan Home Care

d. Fasilitas Pendukung Rawat Jalan:

1) Gedung rawat jalan tersentralisasi tiga lantai 2) Rekam medis terkomputerisasi

3) Instalasi farmasi rawat jalan di tiga lantai 4) Instalasi radiologi

5) Instalasi laboratorium

(19)

5. Jumlah Tempat tidur

Pada saat ini RS Panti Rapih Yogyakarta mempunyai fasilitas tempat tidur sebanyak dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1

Jumlah Tempat Tidur RS Panti Rapih Berdasarkan Kelas Tahun 2011

No RUPER PERINCIAN KELAS JML V V IP V IP 1A 1B 1C 2 3 PUS 1 CB 2 RA 4 2 6 8 16 2 38 2 CB 2 RI 1 1 2 3 2 1 10 3 CB 3 KK 4 4 4 CB 3 IMC 1 1 1 1 4 5 CB 3 ICCU 1 1 2 3 3 1 11 6 CB 4 BK 3 7 14 7 1 32 7 CB 4 BL 2 2 4 1 5 8 1 23 8 CB 5 DB 23 23 9 CB 6 DB 11 18 29 10 EG 1 PB 15 20 3 38 11 EG 2 PB 15 16 3 34 12 EG 3 PD 15 20 3 38 13 EG 4 PD 15 20 3 38 14 LK 2 DB 17 17 15 LK 3 DB 17 17 16 MY DB 1 10 4 15 JUMLAH 1 22 48 40 35 94 113 18 371 Sumber: Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2011 Keterangan:

1. RUPER = Ruang Perawatan

2. PUS = Puspita (kelas bagi pasien yang tidak mampu)

6. Performance

Tabel 2

Perfomance RS Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2010-2012

INDIKATOR 2010 2011 2012

BOR (Bed Occupancy Rate) 82,50% 75,85% 78,65% BTO (Bed Turn Over) 59,50 kali 54,91 kali 56,85 kali LOS (Length of Stay) 4,99hari 4,98 hari 5 hari TOI (Turn Over Interval) 1,07 hari 1,60 hari 1,37 hari NDR (Net Death Rate) 27,66 ‰ 30,53 ‰ 31,24‰ GDR (Gross Death Rate) 40,52 ‰ 43,20 ‰ 43,14‰ Sumber: Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

penulis angkat yaitu “Kebijakan Pemerintah Berbasis Budaya (Analisis Terhadap Kebijakan Politik Budaya Bupati Dedi Mulyadi Di Purwakarta) Tahun 2008- 2015”, yaitu penulis

BOGOR 2006.. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perkuatan dengan menggunakan material kapur sebagai pengisi drainase vertikal memiliki perkuatan yang paling bagus, karena

Catat bahwa di ruang hasilkali dalam X yang dilengkapi dengan norm-2 baku, ketaksamaan kx, yk ≤ kxk.kyk berlaku untuk setiap x, y ∈ X, sehingga ortogonalitas-D di sana memenuhi

Pada pasien yang tidak merokok dan mempunyai radiograf dada yang normal serta tidak mengambil sebarang obat ACE inhibitor, batuk tipe kronik yang dialaminya mungkin disebabkan

Analisis data yang dilakukan yaitu menggambarkan grafik berdasarkan data dari karakteristik I-V, hubungan frekuensi terhadap konduktansi, kapasitansi dan impedansi

Dari hasil observasi melalui kunjungan rumah pada 2 ibu, bayi sudah diberi susu formula dengan bayi diberi susu formula secara tidak langsung akan mempengaruhi

Judul skripsi : Efektivitas Peran Kelompok Wanita Tani (KWT) Rizki Lestari Dalam Pemberdayaan Perempuan Berbasis Agropolitan (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani