• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN MASALAH-MASALAH SOSIAL. BAB I Pengertian Ilmu Sosial Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN MASALAH-MASALAH SOSIAL. BAB I Pengertian Ilmu Sosial Dasar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN MASALAH-MASALAH SOSIAL M MIIRRZZAANNAASSUUTTIIOONN,,SSHH..MM..HHUUMM F FaakkuullttaassHHuukkuumm B BaaggiiaannHHuukkuummTTaattaaNNeeggaarraa U UnniivveerrssiittaassSSuummaatteerraaUUttaarraa

BAB I

Pengertian Ilmu Sosial Dasar 1. Pendahuluan

Ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah suatu program pelajaran baru yang dikembangkan di Perguruan tinggi. Pengembangan Ilmu Sosial Dasar ini sejalan dengan realisasi pengembangan ide dan pembaruan sistem pendidikan yang bersifat dinamis dan inovatif. Ilmu-ilmu sosial dasar (ISD) adalah ilmu-ilmu social dipergunakan dalam pendekatan, sekaligus sebagai sarana jalan keluar untuk mencari pemecahan masalah-mmasalah social yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Berbagai konsep dasar atau pengetahuan dasar ilmu-ilmu sosial secara interdisipliner atau multi disipliner dipergunakan sebagai alat bagi pendekatan dan pemecahan/solusi persoalan-persoalan yang timbul dan berkembang dalam masyarakat.

Ilmu Sosial Dasar (ISD) memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial kepada para mahasiswa yang tujuannya adalah agar muncul kepekaan dan respons sosial dalam menghadapi dan memberi alternatif pemecahan masalah-masalah sosial1 dalam kehidupan masyarakat. Ilmu Sosial Dasar (ISD) dipergunakan untuk mencari pemecahan masalah-masalah kemasyarakatan melalui pendekatan interdisipliner maupun multidisipliner ilmu-ilmu sosial.

2. Ruang Lingkup Pembahasan

Ada dua masalah yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD), yaitu:

1). Adanya bernagai aspek pada realita-realita/kenyataan-kenyataan yang bersama-sama merupajkan suatu masalah sosial sehingga biasanya suatu masalah sosial dapat ditanggapi dengan pendekatan yang beda oleh bidang-bidang pengetahuan keahlian yang berbeda-beda, sebagai pendekatan tersendiri maupun gabungan.

2). Adanya perbedaan golongan dan kesatuan sosial dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri namun ada juga persaman kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam pola-pola pemikiran dan tingkah laku yang menjadikan adanya pertentangan atau hubungan-hubungan kerjasama (akomodasi) dalam masyarakat itu.

3. Masalah-Masalah Sosial

(2)

Gejala-gejala sosial di dalam masyarakat yang tidak dikehendaki dan diinginkan oleh masyarakat dapat disebut masalah social. Hal ini merupakan gejala yang abnormal atau gejala-gejala patologis2. Masalah-masalah sosial begitu mengganggu dan menghantui kehidupan manusia dalam kebudayaan dan peradabannya karena dapat dipastikan hall tersebut menjauhkan manusia dari kesejahteraannya. Dalam sejarah peradaban manusia sebelum adanya ahli-ahli ilmu sosial pemecahan masalah-masalah sosial ini ditangani oleh para filsuf, ahli politik, ahli hukum, dan rohaniawan.

Ditinjau dari sudut ilmu sosial bahwa masalah-masalah sosial timbul akibat proses perubahan sosial 3(social change) dan perubahan kebudayaan (culture change). Perubahan sosiall dan kebudayaan adalah proses-proses yang secara tetap dan terus menerus dialami oleh setiap masyarakat manusia, cepat atau lambat, berlangsung dengan tenang ataupun berlangsung dengan kekacauan.

Sarjana-sarjana seperti Merton, Nisbet, Denzin, Gerson dan Brodley, menjelaskan bahwa dengan menggunakan pendekatan (approach) masalah-masalah social sebagai kerangkanya maka hakikat dari masyarakat dan kebudayaan manusia akan lebih dapat dipahami. Hal-hal yang bersifat logis dan masuk akal yang bersumber dari ide-ide manusia yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diterima sebagai masukan di dalam pemecahan masalah-masalah sosial.

Jadi pada dasarnya, masalah sosial menyangkut nilai-nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Sebab itu masalah-masalah social tidak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan. Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkut – paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah sosial. Sesuai dengan sumber-sumbernya tersebut, maka masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat kategori seperti di atas. Problema-problema yang berasal dari faktor ekonomis antara lain kemiskinan, pengangguran dan sebagainya. Penyakit, misalnya, bersumber pada faktor biologis. Dari faktor psikologis timbul persoalan seperti penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri, disorganisasi jiwa dan seterusnya. Sedangkan persoalan yang menyangkut perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan keagamaan bersumber pada faktor kebudayaan. Lazimnya suatu masalah dapat digolongkan ke dalam lebih dari satu kategori. Misalnya, kmiskinan mungkin merupakan akibat berjangkitnya penyakit paru-paru yang merupakan factor biologis atau sebagai akibat sakit jiwa yang

2 Soerjono soekanto lebih dalam lagi menjelaskan hal itu disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Lihat Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002

3 William F. Ogburn memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial itu meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsure-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial, lihat Wiiliam F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff: Sociology, edisi ke-4, A. Feffer dan Simons International University Edition, 1964, bagian 7.

(3)

bersumber pada faktor psikologis atau dapat pula bersumber pada faktor kebudayaan, yaitu karena tidak adanya lapangan pekerjaan dan seterusnya. Masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat tidaklah sama antara yang satu dengan yang lain. Hal itu disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya, dan keadaan lingkungan alamnya di mana masyarakat itu hidup. Wujud masalah-masalah itu dapat berupa: masalah sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama ataupun masalah-masalah lainnya.

Masalah sosial4 dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:

1. Menurut umum atau warga masyarakat bahwa segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah sosial.

2. menurut para pakar masalah sosial adalah suatu kondisii atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi mereka mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Contoh: masalah pedagang kaki lima di kota-kota besar di Indonesia, masalah prostitusi. Sesuatu masalah yang digolongkan sebagai masalah social oleh para ahli belum tentu dianggap sebagai masalah sosial oleh umum. Sebaliknya ada juga masalah-masalah yang dianggap sebagaii masalah sosial oleh umum tetapi belum tentu dianggap sebagai masalah sosial oleh para ahli.

Lesile (1974) mengemukakan batasan mengenai masalah sosial sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki. Berdasarkan pengertian tersebut, maka masalah-masalah sosial ini pengertiannya

Terutama ditekankan pada adanya kondisi atau sesuatu keadaan tertentu dalam kehidupan social waraga masyarakat yang bersangkutan. Kondisi atau keadaan sosial tertentu sebenarnya merupakan proses hasil dari proses kehidupan manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kiebutuhan jasmaniahnya (manusia harus makan, minum, buang air, mengadakan hubungan kelamin, bernafas, kebutuhan-kebutuhan sosial (berhubungan dengan orang lain, membutuhkan bantuan orang lain untuk memecahkan berbagai masalah, dan sebagainya), kebutuhan-kebutuhan kejiwaan (untuk merasakan aman dan tenteram, membutuhkan cinta kasih dan sayang dan sebagainya).

Di dalam kenyataannya masalah-masalah social tidak dirasakan oleh setiap warga masyarakat secara sama. Sesuatu kondisi yang dianggap sebagai suatu yang menghambat atau merugikan oleh sejumlah warga masyarakat, belum tentu dirasakan oleh sejumlah warga masyarakat yang lain dari masyarakat tersebut atau bahkan dirasakan oleh yang lainnya, sebagai sesuatu yang menguntungkan. Misalnya masalah budaya merokok yang sudah mempengaruhi generasi muda di perkotaan pada umumnya dirasakan merugikan kesehatan khususnya kesehatan generasi muda tetapi di lain pihak dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan misalnya para pengusaha rokok.

(4)

BAB II

Masyarakat Dan Kebudayaan 1. Masyarakat Sebagai Wadah Kebudayaan

Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan (culture). Di dalam kehidupan sehari-hari orang tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang cenderung memakai kebudayaan, memelihara kebudayaan bahkan merusak kebudayaan tadi.

Kebudayaan hidup dan tumbuh di dalam masyarakat (society). Masyarakatlah lahan tempat tumbuh dan bersemainya kebudayaan (culture).Kebudayaan sebenarnya secara khusus dan lebih teliti dipelajari oleh antropologi budaya. Tetapi walaupun demikian, seseorang yang memperdalam perhatiannya terhadap sosiologi dan karena itu memusatkan perhatiannya terhadap masyarakat, tidak dapat menyampingkan kebudayaan dengan begitu saja. Karena di dalam kehidupan keduanya tidak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan dua sisi yang tunggal, dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (culture).5

2. Kebudayaan

Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa cultural determinism mempunyai arti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu.6 Selanjutnya Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super-organic, karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus. Kendatipun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran.7 Pengertian dan ruang lingkup kebudayaan meliputi bidang yang luas seolah-olah tidak ada batasnya. Oleh karena itulah sangat sukar untuk memberikan batasan pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yang mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian terutama seni suara dan seni tari.

Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang artinya budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”.

Peristilahan culture yang merupkan istilah bahasa asing yang berarti kebudayaan, berasal dari kata latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut

5 Bandingkan dengan pendapat Soerjono Soekanto yang mengatakan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.

6

Dikutip dari Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai bunga Sosiologi edisi pertama, yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, halaman 115.

(5)

yaitu colere kemudian menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.8

Seorang antropolog yang bernama E.B. Tylor (1871) dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (dalam terjemahan):

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain-lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dapat juga dikatakan, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normative. Maknanya adalah mencakup segala cara atau pola-pola berfikir, merasakan dan bertindak.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi 9 mengutarakan bahwa setiap hasil karya, rasa dan cipta masyarakat itulah yang menjadi kebudayaan. Karya masyarakat tersebut menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Di dalam jiwa manusia terdapat rasa yang mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Didalamnya termasuk agama, idiologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresii jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Berikutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan. Cipta merupakan perwujudan teori murni maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau dengan seluruh masyarakat.

Secara lazim orang mengartikan kebudayaan dengan kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni lukis dan sebagainya. Dalam pandangan sosiologi, kebudayaan mempunyai arti yang lebih luas daripada itu. Kebudayaan meliputi semua hasil cipta, karsa, rasa dan karya manusia baik yang material maupun non material.

Kebudayaan material berarti segala hasil karya manusia berupa cipta, karsa yang berwujud benda-benda atau barang-barang yang utilistis dan economis, seperti: pabrik, rumah, jalan, gedung, alat komunikasi, alat-alat hiburan dan sebagainya. Sebaliknya kebudayaan non material mempunyai arti segala hasil karya manusia berupa hasil cipta, karsa yang berwujud kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat, kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan dan sebagainya. Di dalam kenyataan (in reality) antara kebudayaan dan masyarakat saling mempengaruhi. Di satu sisi kebudayaan itu dipengaruhi oleh anggota-anggota masyarakat tetapi di

8

Lihat Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas, Jakarta, 1965, halaman 77-78.

9 Lihat uraian Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, halaman 115 memformulakan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat bahwa determinisme kebudayaan berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu.

(6)

lain sisi anggota-anggota masyarakat itu dipengaruhi oleh kebudayaan. Hal ini disebabkan masyarakat sebagai tempat dan wadah tumbuh dan berkembangnya kebudayaan yang sebenarnya kebudayaan itu lahir dari aktifitas-aktifitas masyarakat dalam mempertahankan kehidupannya.

Kebudayaan menghasilkan hasil-hasil budaya, hasil-hasil budaya ini di dukung oleh manusia sehingga menjadi hasil budaya manusia selanjutnya terjadilah pola kehidupan dan pola kehidupan inilah yang menyebabkan hidup bersama dan dengan pola kehidupan ini pula dapat mempengaruhi cara berpikir dan gerak sosial. Dalam hal ini dapat dilihat kehidupan umat Islam di Timur Tengah, Eropa, Amerika, China, Rusia, Indonesia, Malaysia berlainan bentuknya sebab pola kehidupan mereka juga lain, disebabkan adanya pengaruh lingkungan di daerah negara-negara itu. Pengaruh lingkungan itu berbeda dalam hal budayanya yang dihasilkan oleh akal pemikiran manusianya bukan berbeda dalam hal aqidah, prinsip dan nilai-nilai keIslamannya (Islamic Values).10

BAB III

Negara Dan Warga Negara 1. Pengertian Negara

Negara merupakan organisasi kekuasaan yang memiliki kekuasaan11 dan kewenangan untuk mengatur dan mengelola wilayah, rakyatnya untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik. Pengertian lebih baik di sini dapat dimaksudkan sebagai kondisi yang makmur,sejahtera, berkeadilan dan sebagainya.

Oleh karena itu sebagai organisasi, negara dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan serta dapat menetapkan tujuan hidup bersama. Secara umum dapat dibentangkan bahwa negara mempunyai dua tugas utama, yaitu:

1. Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang betentangan satu dengan lainnya.

2. Mengarahkan dan mengelola kegiatan manusia dan kelompoknya untuk menciptakan tujuan bersama yang didasarkan kepada tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya.

Di dalam menetapkan dan menjalankan tujuan bersama itu negara dilekati oleh norma-norma hukum agar negara dapat berjalan di atas rel hukum sehingga pelaksanaan pemerintahan dalam negara sesuai dengan kemauan/aspirasi hukum rakyat bukan berdasarkan kemauan/kehendak penguasa belaka.

Negara sebagai sebuah organisasi kekuasaan tidak sama halnya dengan organisasi-organisasi lainnya seperti organisasi pendidikan, organisasi

10 Nilai-nilai keIslaman bersifat general yang berarti tidak terbatas kepada tempat, waktu dan batas-batas yang lain. Yang dimaksudkan di sini ialah “Pola Budaya” yang mempengaruhi “Pola Kehidupan” manusianya. Bahwa jika dikatakan pola kebudayaan Islam itu berbeda di tiap-tiap negara dan bangsa adalah benar karena tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan itu juga berbeda.

11 Lihat Ely Chinoy, Society, an introduction to Sociology, cetakan pertama, Random House, New York, 1961, halaman 246 dst. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok social selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang yang diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan oleh setiap manusia.

(7)

agama, organisasi politik (Parpol), organisasi kebudayaan dan lain-lain. Ketidaksamaan tersebut adalah terletak pada “Kedaulatan” (Souvereignty) yaitu kekuasaan tertinggi yang dimiliki negara, hanya negara yang memiliki kedaulatan sedangkan organisasi-organisasi lain tidak memiliki kedaulatan tetapi hanya kekuasaan biasa saja.

Kedaulatan itu bersifat universal yang berarti bahwa tiap-tiap kedaulatan itu mempunyai sifat antara lain:

1. Permanen

Artinya walau badan yang memegang kedaulatan itu berganti, kedaulatan negara masih tetap ada. Kedaulatan hanya akan lenyap bersama dengan lenyapnya negara itu.

2. Asli

Artinya di dalam negara tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan negara dan tidak berasal dari kekuasaan mana pun.

3. Bulat

Walaupun kekuasaan pemerintahan memang dapat di bagi-bagikan tetapi kekuasaan tertinggi dari negara tetap tidak dapat dibagi-bagi, kekuasaan itu bulat dan utuh.

4. Tidak Terbatas

Kedaulatan suatu negara itu meliputi setiap orang dan setiap golongan yang ada dalam suatu negara tanpa terkecuali.

Di samping itu sifat-sifat khas dari negara dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarkhi.

2. Sifat monopoli, artinya negara mempunyai hak kuasa tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.

3. Sifat mencakup semua, artinya semua peraturan perundang-undangan mengenai semua orang tanpa terkecuali.

Selanjutnya mengenai negara yang paling urgen adalah unsur-unsurnya, hal ini meliputi unsur pokok dan unsur tambahan, yakni:

1. Adanya wilayah 2. Adanya rakyat

3. Adanya pemerintah yang berdaulat

Sedangkan unsur tambahan meliputi adanya pengakuan kedaulatan dari negara lain. Selain itu negara juga mempunyai keistimewaan dalam hal legitimasi hukum, bahwa negara berhak dan berwenang dalam hal memberikan sanksi kepada orang yang melanggar atau tidak mentaati hukum.

Negara lahir dari proses politik (political proces) yang mendukung dari belakang keberadaan hukum itu untuk dapat menjalankan fungsinya. Negara merupakan perjanjian masyarakat (social contract) yang mempunyai fase-fase tertentu di dalam prosesnya, yaitu :

1. Pactum Unionis (Perjanjian untuk membentuk negara) yang dilakukan oleh individu-individu di dalam masyarakat itu.

(8)

2. Pactum Subjectionis (Perjanjian untuk mengangkat dan memilih pemimpin/penguasa) negara itu.

Negara sebagai suatu ide atau konsep abstrak perlu dituangkan ke dalam suatu organisasi yang bernama “negara” yang merupakan badan hukum (rechts persoon).

2. Warga Negara

Di dalam suatu negara unsur yang menentukan selain daerah wilayah, pemerintah yang berdaulat juga rakyat. Tanpa rakyat negara itu hanya ada dalam khayalan belaka dan terlihat di dalam film-film yang memperlihatkan pulau tak bertuan sehingga apa saja yang dilakukan di pulau itu tidak akan ada yang dapat mengatur dan membatasinya. Tidak demikian halnya dengan rakyat yang menjadi penghuni negara yang di dalamnya penuh dengan norma-norma baik hukum maupun yang non hukum dimaksudkan untuk mengatur tertib sosial agar tercapai tujuan masyarakat (tujuan nasional) yaitu masyarakat adil dan makmur konsep negara mensejahterakan rakyatnya ini lebih dikenal lagi dengan “Negara Kesejahteraan”12 (Welfare State). Untuk mengatur satu individu dengan individu yang lain di dalam masyarakat diperlukan norma (norm) agar kepentingan-kepentingan individu tersebut tidak saling berbenturan tetapi berada dalam hubungan yang seimbang.

Konsep negara dengan tipe kesejahteraan ini, pertama kali dicetuskan oleh Beveridge, seorang anggota parlemen Inggris dalam reportnya yang mengandung suatu program sosial dengan perincian antara lain tentang: 1. Meratakan pendapatan masyarakat

2. Usaha kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal (from the craddle for the grave)

3. Mengusahakan lapangan kerja yang seluas-luasnya 4. Pengawasan atas upah oleh pemerintah

5. Usaha dalam bidang pendidikan di sekolah-sekolah, pendidikan lanjutan/latihan kerja, dan sebagainya.13

Jika direnungkan, dalam Beveridge Report inilah terkandung konsep “Negara Kesejahteraan” yang pada akhirnya meluas dan diterima oleh banyak negara, termasuk Negara Republik Indonesia. Suatu konsekuensi logis dari adanya negara yang bertipe welfare state ini ada campur tangan yang cukup besar dari pihak pemerintah terhadap aspek-aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Aspek kehidupan masyarakat seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya tidak terlepas dari campur

12 Pada abad ke-XX (permulaan) telah berkembang dengan pesat tipe negara kesejahteraan (welfare state), yakni suatu tipe kenegaraan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi warganya. Tipe kenegaraan ini muncul sebagai reaksi terhadap tahun krisis (Tahun 1930) yang merupakan pukulan berat dan melumpuhkan perekonomian negara-negara yang ada di dunia ini. Kegiatan-kegiatan dalam bidang industri, perdagangan, transport terhenti dan akibatnya terjadilah banyak pengangguran.Oleh karena itu situasi politk menjadi penting, masyarakat sangat mengharapkan bantuan negara untuk mengatasi hal-hal tersebut.

13

Lihat Muchsan, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1981, halaman 8

(9)

tangan pemerintah. Di Indonesia, hal ini ternyata dari bunyi pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan sebagai berikut:

(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan

(2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara.

(3). Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa Negara menguasai seluruh tanah beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta memegang monopoli terhadap cabang-cabang produksi yang mengelola bahan vital bagi kehidupan orang banyak, seperti perusahaan minyak dan gas bumi, air minum, aliran listrik dan sebagainya. Meskipun demikian penguasaan ini tetap dibatasi, yakni harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kesejahteraan rakyat itu maknanya luas tidak dimaksudkan untuk penduduk saja tetapi juga kepada yang bukan penduduk . sebab orang-orang yang berada dalam wilayah suatu negara itu dapat dibedakan menjadi:

a. Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu. Penduduk ini dapat dibedakan menjadi dua lagi, yaitu:

1). Penduduk Warga Negara atau Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah.

2). Penduduk bukan warga Negara atau Orang Asing adalah penduduk yang bukan warga negara.

b. Bukan Penduduk ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.

Pembedaan penduduk suatu negara menjadi warga negara dan orang asing tersebut, pada hakikatnya adalah untuk membedakan “hak dan Kewajiban”nya saja.

Orang asing di Indonesia tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana warga negara Indonesia. Mereka tidak mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, hak dan kewajiban untuk mempertahankan dan membela negara namun mereka mempunyai kewajiban untuk tunduk dan patuh pada hukum dan berhak mendapatkan perlindungan atas diri dan harta bendanya.

Di dalam UUD 1945 hak dan kewajiban warga negara dirumuskan dalam pasal-pasalnya sebagai pancaran sila-silal Pancasila yang dijelaskan dan dirinci di dalam batang tubuh (pasal-pasal UUD 1945) itu. Di situ tercermin kehendak rakyat yang dihimpun di dalam pengaturan pasal-pasal UUD 1945. Pada umumnya kelompok masyarakat pada tingkat negara, rumah tangga, organisasi politik, organisasi massa, perusahaan, dan lain-lain, mempunyai konsep pengelolaan yang didasarkan pada pandangan, cita-cita dan tujuan kelompoknya masing-masing. Bentuk konsep itu mungkin sederhana atau lebih lengkap, luas, terinci, mungkin untuk jangka panjang, sedang, atau jangka pendek, mungkin menurut tinjauan politis,

(10)

ekonomi, kultural ataupun campuran berbagai sudut tinjauan itu.14 Mungkin konsep pengelolaan kepentingan kelompok itu dilakukan secara lisan, tanpa tertulis. Namun secara umum adalah menjadi konsep kehidupan yang mengandung pokok-pokok pandangan, cita-cita, rencana, tujuan dan cara mencapai tujuannya.

Pada dasarnya tiap-tiap negara di dunia ini mempunyai pandangan hidup (Way of Life), pendirian, prinsip konseptual mengenai pengelolaan kehidupan mereka di dalam bentuk konstitusi, baik tertulis (written constitution) atau tidak tertulis (unwritten constitution). Undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis umumnya mengemukakan latar belakang bernegara, landasan filosofi kenegaraan, tujuan negara, struktur organisasi dan mekanisme pemerintahan negara yang diinginkan oleh bangsa yang mendirikan negara itu.

BAB IV

Stratifikasi Sosial DI Dalam Masyarakat 1. Stratifikasi Sosial

Setiap masyarakat memiliki penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakatnya. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.15

Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan ini maka dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam pembentukannya mempunyai gejala yang sama.

Istilah stratifikasi diambil dari istilah bahasa Inggris yaitu stratification berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan. Oleh sebab itu Social Stratification sering diterjemahkan dengan pelapisan masyarakat atau pelapisan sosial. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakatnya dikatakan berada dalam suatu lapisan atau stratum. Pitirim A. Sorokin memberikan definisi pelapisan masyarakat sebagai berikut: “pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).”16

14 Dikutip dari buku M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2002, halaman 1. 15

Soerjono Soekanto membentangkan hal ini di dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1982, halaman 227. Selanjutnya dikatakan bahkan pada zaman dahulu, filosof Aristoteles (Yunani) mengatakan di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengahnya. Hal demikian sedikit banyak membuktikan bahwa di zaman itu dan s sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapian masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.

(11)

2. Terjadinya Stratifikasi Sosial a. Terjadi Dengan Sendirinya

Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan-pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya. Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakatnya. Pada pelapisan yang semacam ini maka kedudukan seseorang pada sesuatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, kepandaian yang lebih, orang yang berbakat seni dan sebagainya.

b. Terjadi Dengan Disengaja

Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Sehingga dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi itu terdapat keteraturan sehingga jelas bagi setiap orang berada pada tempatnya. Misalnya di dalm organisasi pemerintahan, organisasi partai politik, perusahaan besar, perkumpulan-perkumpulan resmi, dan lain-lain.

3. Beberapa Pemikiran Tentang Stratifikasi Sosial

Pemikiran tentang pelapisan sosial ini muncul karena adanya ketidaksamaan status-status diantara individu-individu serta adanya ukuran tentang apa yang sangat dihargai dan dijadikan ukuran oleh masyarakat. Selanjutnya ada yang membagi pelapisan sosial ini menjadi beberapa lapisan, yakni:

1).Masyarakat yang terdiri dari kelas atas (upper class) dan kelas bawah (lower class).

2).Masyarakat yang terdiri dari kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class)

3).Masyarakat yang terdiri dari kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), kelas menengah bawah (lower middle class) dan kelas bawah (lower class).

Orang-orang yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak (mayoritas) daripada di kelas menengah (middle), apalagi pada kelas atas (upper). Semakin ke atas semakin sedikit jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas (upper class).

(12)

BAB V KESIMPULAN

Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan masyarakat, sosiologi ikut berkembang serta mengalami peristiwa – peristiwa tertentu maupun pelbagai masa krisis. Sesudah perang dunia kedua, banyak sekali dilakukan penelitian terhadap masyarakat-masyarakat yang baru merdeka dan terlepas dari belenggu penjajahan. Konflik-konflik rasialis, kejahatan, ledakan penduduk, kemiskinan dan lain-lain masalah, menjadi pusat perhatian penelitian-penelitian sosiologis. Pemilihan masalah yang akan diteliti pada waktu itu, senantiasa dikaitkan atau didasarkan pada apa yang terjadi didunia ini. Dengan demikian pada waktu itu sosiologis secara relatif cepat tanggap terhadap masalah-masalah sosial penting sehingga dianggap penting untuk dapat ikut membantu memecahkan masalah-masalah tersebut.

Akan tetapi sifat relefan dan responsip sosiologi masih menimbulkan berbagai pertanyaan, misalnya :

1. Relefan untuk apa

2. Responsip terhadap siapa ?

Pertanyan demikian timbul karena adanya kemungkinan bahwa sosiologi akan kehilangan sifat kritisnya terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat sehingga manfaatnya berpudar atau melemah.

DAFTAR PUSTAKA

• Abu Daud Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar,Rineka Cipta, Semarang, 1997

• Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002

• Wiiliam F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff: Sociology, edisi ke-4, A. Feffer dan Simons International University Edition, 1964,

• Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai bunga Sosiologi edisi pertama, yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964

• Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas, Jakarta, 1965.

Ely Chinoy, Society, an introduction to Sociology, cetakan pertama, Random House, New York, 1961

• Muchsan, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1981

• M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2002

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan selama 2 bulan, melalui tahapan studi literatur, wawancara, dan observasi. Tahapan studi literatur dilakukan dengan mencari dan mempelajari teori, materi,

yang diukur dengan menggunakan asset utilization bahwa struktur modal, kepemilikan saham terbesar, dan ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan agency

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan seismic damper dalam arah horisontal dan vertikal pada follower rest terhadap batas stabilitas

Selanjutnya dalam perhitungan koefisen determinasi menunjukkan r 2 = 0,517 yang berarti bahwa sebesar 51,7 % variabilitas mengenai Motivasi Kerja pegawai pada Kantor

Pada bab ini, kita akan mempelajari metode-metode untuk menentukan akar persamaan secara numerik, di antaranya adalah metode biseksi, metode regula falsi, metode

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ventilasi

Komunikasi dan media massa sangat berhubungan erat,dimana komunikasi menjadi elemen utama dalam terbentuknya media massa,media massa yang kita kenal saat ini pada

Hal ini sejalan dengan pendapat Borg and Gall (Nursyaidah, t.t) bahwa ciri kedua dari penelitian dan pengembangan adalah “Mengembangkan produk berdasarkan temuan